Home / Romansa / Pesona Sang Penguasa / 52. Lelaki Misterius

Share

52. Lelaki Misterius

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2025-03-09 16:38:39
"Aku ikut ke kantormu?" tanya Anna dengan mata membulat besar.

"Ya." Alaric mengangguk tanpa berpikir. "Aku ingin kau mulai bekerja di partai saja dan tentu saja akan mendapat gaji, walau mungkin tidak banyak."

"Tapi aku kan baru saja bekerja di tempat Astrid. Mana mungkin aku keluar begitu saja. Nanti bagaimana dengan gajiku?" tanya Anna terlihat tidak begitu senang.

"Kau itu istri calon perdana menteri dan masih memikirkan gaji?" Alaric balas bertanya dengan sebelah alis yang terangkat.

"Tentu saja." Anna melipat tangan di depan dada. "Biar bagaimana, aku tidak ingin terus-terusan bergantung pada uangmu. Lagi pula, sangat tidak etis kalau aku tiba-tiba saja berhenti. Apalagi ini baru beberapa hari saja."

"Sejak kapan kau menjadi dewasa begitu?" tanya sang calon perdana menteri itu secara refleks.

"Aku selalu dewasa," balas Anna dengan bibir yang sedikit mencebik dan mata melotot. "Aku ini sudah dua puluh lima dan itu sudah termasuk dewasa."

"Katakan itu pada bibir menc
5Lluna

Buat ngabuburit bareng 😁

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesona Sang Penguasa   53. Hadiah

    Anna mengedipkan mata beberapa kali, kemudian menatap lelaki di depannya dengan lebih saksama. Dia berusaha membayangkan lelaki itu tanpa kacamata dan riasan dengan sangat serius, bahkan sampai mengerutkan kening. "Maaf." Sayangnya, Anna hanya bisa menggeleng. "Aku hanya tahu kalau kau adalah seorang model." "Ah, begitu." Lelaki tadi mengangguk, sama sekali tidak terlihat tersinggung karena tidak dikenali. Sebaliknya, dia malah tersenyum miring. "Sekali lagi aku minta maaf." Mau tidak mau, Anna sedikit menunduk untuk menunjukkan penyesalannya. "Kau tidak perlu seperti itu." Lelaki tadi tentu saja akan menghalangi Anna menunduk lebih dalam. "Aku tahu tidak semua orang menggemari dunia selebritis, walau kau bekerja di bidang fashion." "Terima kasih atas pengertiannya, tapi apakah kau jadi membeli?" Anna yang merasa dirinya sudah aman, langsung bertanya dengan senyum lebar. "Tentu saja, Anna. Aku akan membeli juga jas yang kau tunjukkan barusan dan mungkin aku bisa mendapatkan

    Last Updated : 2025-03-09
  • Pesona Sang Penguasa   54. Target

    "Jadi, kau mempekerjakan istriku sebagai pegawai toko biasa?" tanya Alaric dengan ponsel yang menempel di telinga. "Hanya untuk sekedar menjaga butik saja?" "Memangnya ada yang salah dengan itu?" Astrid membalas dengan pertanyaan, dari balik sambungan telepon. "Lagi pula, istrimu saja tidak mengeluh. Kenapa kau yang mengeluh?" "Karena dia istriku, dan aku memintamu membantunya bekerja agar tidak bosan." balas Alaric penuh penekanan. "Aku bahkan tidak membuatnya bekerja keras," hardik Astrid terdengar kesal. "Apakah kau tahu kalau menjaga butik adalah pekerjaan yang paling mudah? Itu bahkan nyaris tidak memerlukan skil." "Menurutmu apa yang akan terjadi kalau Anna yang punya gelar dokter umum, malah diminta mengerjakan laporan keuangan?" lanjut Astrid dengan nada tanya yang terdengar tajam. "Yang ada matanya bisa sakit melihat angka." "Kau bisa menempatkannya di HRD mungkin atau bagian administrasi lainnya." "Tapi aku tidak punya waktu untuk memikirkan posisi yang cocok u

    Last Updated : 2025-03-10
  • Pesona Sang Penguasa   55. Striptis

    "Hei, kau anak baru." Walau sepertinya dia mendengar sesuatu, tapi Anna memilih untuk tidak menggubris panggilan itu. Lagi pula, panggilannya terlalu ambigu karena Darcy juga anak baru. "Apa kau tuli." Kesal, salah seorang pegawai butik menarik pundak Anna. "Hei, jangan kurang ajar." Tentu saja Darcy akan segera maju, ketika melihat nyonyanya diganggu. "Kenapa kau ikut campur?" tanya pegawai perempuan yang lainnya. "Kami tidak ada urusan denganmu." "Tapi kalian mengganggu Anna, jadi tentu saja aku akan ikut campur. Dia itu ... temanku." Walau sempat hampir salah bicara, tapi Darcy mendorong orang yang berdiri tepat di depannya. "Darcy, jangan kasar." Sayangnya, Anna segera menegur. "Kau dengar itu?" hardik salah seorang dari tiga pegawai yang datang ke ruang ganti untuk mengganggu Anna. "Pacarmu bilang jangan kasar." "Siapa yang kau sebut dengan pacar?" Kali ini Anna, yang melotot marah. "Kami itu sama-sama perempuan dan aku ini masih normal tahu." "Atau mungkin bis

    Last Updated : 2025-03-11
  • Pesona Sang Penguasa   56. Kelainan

    "Jadi bisa kau jelaskan apa yang terjadi?" tanya Astrid dengan mata melotot. Di depan perempuan yang jauh lebih tua dari Alaric itu, berdiri Anna dan Darcy. Mereka berdua masih tampak sedikit berantakan, tapi lebih parah Anna. "Kami hanya membela diri." Darcy yang menjawab mewakili sang nyonya yang sedang cemberut. "Lalu apakah kau tidak punya mulut untuk berbicara?" tanya Astrid, melotot pada iparnya. Sayangnya, Anna tidak langsung menjawab. Dia hanya bisa menatap kakak iparnya dengan bibir mencebik untuk beberapa saat, sebelum keningnya tiba-tiba saja berkerut dan bibir yang tadi mencebik, kini melengkung turun. "Eh, kenapa tiba-tiba menangis?" Astrid langsung panik sendiri dengan kelakuan adik iparnya. "Aku kan hanya bertanya." "Tapi kenapa semua orang bertanya dengan nada menuduh seperti itu?" isak Anna makin terlihat jelek saja. "Padahal aku tidak pernah melakukan hal jahat, tapi kenapa semua orang malah menganggapku genit dan kotor." Kening Astrid tentu saja akan b

    Last Updated : 2025-03-12
  • Pesona Sang Penguasa   57. Lelaki Lain

    Astrid mengetuk jemarinya di atas meja. Dia sedang berpikir tentang kelakuan adik iparnya yang menurutnya aneh, tapi juga sedikit masuk akal. "Tapi itu kan hanya akan terjadi kalau mereka menikah saat saling suka," gumam Astrid seorang diri. "Apa memang mereka menikah karena itu? Tapi kenapa Alaric terlihat cuek, dibanding saat bersama si ular?" "Kau mengatakan sesuatu?" Asisten Astrid bertanya, karena merasa bosnya sudah terlalu banyak berbicara dengan cara berbisik. "Apa kau sudah berhasil mencari tahu apa pun tentang adik iparku?" tanya Astrid dengan kening yang sedikit berkerut. "Sayangnya belum ada." Sang asisten yang adalah seorang lelaki itu menggeleng. "Sepertinya Pak Menteri menghalangi kita menemukan sesuatu dan jujur saja itu makin mencurigakan." "Memang, tapi tidakkah Anna sangat tidak masuk akal?" Astrid meminta pendapat. "Maksudku, dia merasa malu kalau ketahuan berkelahi di butik oleh Alaric." "Sebenarnya tidak juga." Sang asisten tertawa pelan. "Bukankah pa

    Last Updated : 2025-03-13
  • Pesona Sang Penguasa   58. Kencan

    "Sepertinya aku datang tepat waktu sekali." "Oh, kau." Anna terkejut ketika melihat lelaki yang kemarin siang mengunjungi toko tempatnya bekerja. "Ya dan namaku Landon kalau kau mau tahu," ucap lelaki berkacamata itu dengan senyum lebar. "Aku sempat berpikir kalau kau hari ini mungkin tidak akan masuk, karena dimarahi tentang hadiah itu." "Aku memang dimarahi, tapi bukan karena itu." Anna balas tersenyum. "Apa kau mau berbelanja? Silakan langsung saja masuk." "Biar kutebak. Kau sudah mau pulang?" tanya Landon masih dengan senyum yang sama. "Benar, kebetulan hari ini jadwal jagaku hanya sampai jam tiga sore saja." "Oh, sebentar." Kening Landon mengernyit, sebelum memanjangkan tangan dan menyentuh pipi Anna dengan lembut. "Kau terluka?" "Benarkah?" Dengan sangat canggung, Anna mundur selangkah dan memegang pipinya. "Aku rasa hanya tergores, karena kejadian tadi pagi." "Kejadian tadi pagi? Apa yang terjadi tadi pagi." Anna sudah nyaris membuka mulut untuk mengatakan apa

    Last Updated : 2025-03-14
  • Pesona Sang Penguasa   59. Macan Tidur

    "Pak Alaric?" Marjorie memanggil dengan kening berkerut. "Apa ada yang salah?" "Oh, maaf." Alaric tersenyum ketika menanggapi Marjorie yang kali ini menjadi moderator. "Kau barusan bilang apa?" "Tentang visi dan misi Pak Alaric." Marjorie melanjutkan dengan kening berkerut. "Bisa jelaskan lebih lanjut?" Tentu saja Alaric akan dengan cepat menjelaskan apa yang dia maksud dengan detail, tapi tatapan matanya nyaris tidak pernah beralih. Hal yang tentu saja membuat Marjorie ikut menatap ke arah yang sang calon perdana menteri itu tatap. "Bagaimana mereka bisa bersama?" gumam Marjorie dengan kening berkerut. Sementara itu, Anna yang menonton dari kejauhan, mau tidak mau merasa kagum dengan sang suami yang berbicara di depan umum tanpa canggung. Lelaki itu terlihat sangat berkharisma, berwibawa dan makin tampan saja. Sayangnya, Anna tidak bisa lama-lama mengangumi. "Apa kau senang?" tanya Landon perlu sedikit menunduk. "Kau terlihat tidak bisa melepas tatapanmu dari lelaki tua i

    Last Updated : 2025-03-15
  • Pesona Sang Penguasa   60. Calon Mantan Suami

    "Alaric." Landon melebarkan tangannya. "Aku merindukanmu." Landon sudah melangkah maju untuk memeluk, tapi sang calon perdana menteri malah menghindar. Hal yang seharusnya membuat sang model marah, tapi dia justru tersenyum sangat lebar. "Kau masih marah padaku?" tanya Landon dengan senyum yang tidak pernah pudar. "Padahal aku sudah meminta maaf dengan tulus dan sudah menjelaskan pula apa yang terjadi." "Menerima maaf dan menerima pelukan adalah dua hal yang berbeda," jawab Alaric menatap lelaki di depannya dengan tatapan datar. "Lagi pula, apa yang kau lakukan? Ingin bertemu istrimu?" "Mantan." Marjorie meralat dengan cepat. "Dia sudah menjadi mantan." "Akan menjadi mantan," balas Landon dengan sebelah mata yang berkedip. "Kalian suami istri?" Anna refleks mengatakan hal itu, dengan mata membulat dan bibir terbuka saking kagetnya. "Apa kau tuli?" desis Marjorie dengan mata melotot. "Kami sudah menjadi mantan. Lagi pula, apa yang kau lakukan di sini?" "Aku rasa kau yan

    Last Updated : 2025-03-15

Latest chapter

  • Pesona Sang Penguasa   114. Mencoba Menjalani Hidup

    "Kenapa aku tidak boleh berjalan-jalan keluar?" tanya Anna dengan kening berkerut. "Di dalam kamar terus menerus, akan membuatku bosan.""Untuk sementara ini, berasabarlah sedikit." Elizabeth hanya bisa lengan menantunya. "Kau akan dipindahkan ke rumah sakit lain menggunakan ambulans, jadi ....""Aku baik-baik saja, Mom." Merasa keberatan, Anna memotong kalimat mertuanya dengan berani. "Kata dokter pun aku sudah baik-baik saja, walau memang masih harus dirawat lagi," lanjut Anna mencoba untuk tetap sopan. "Jadi kenapa harus pindah rumah sakit? Di sini pun tidak apa-apa, walau ini hanya rumah sakit kecil di pinggir kota.""Ini bukan soal rumah sakitnya, Anna." Astrid yang sedang melipat selimut dan jaket sang ipar bersuara. "Ada wartawan yang sudah berkumpul di depan sana dan kau mungkin akan jadi incaran. Di sini berbahaya."Anna membentuk huruf o dengan bibirnya tanpa mengeluarkan suara. Dia tidak berkata apa-apa lagi dan hanya melihat dua orang yang sedang beres-beres untukny

  • Pesona Sang Penguasa   113. Menghadapi Publik

    "Aku terkejut kau mengambil cuti." Alaric baru sampai di kantor partainya, ketika mendengar sapaan menyebalkan itu. Rasanya, ingin sekali dia menghardik orang yang berbicara seperti itu. Sayang sekali yang berbicara barusan adalah Marjorie dan dia perempuan. Alaric tidak memukul perempuan. "Al, apa kau tidak mendengarku?" tanya Marjorie yang kini mengejar lelaki yang dia panggil, karena Alaric memilih untuk terus melangkah. "Aku mendengarmu," balas Alaric dengan santainya. "Jadi kenapa tidak menjawab." Langkah Alaric terhenti, diikuti dengan langkah asistennya. Dia kemudian berbalik menatap Marjorie dengan sebelah alis yang terangkat. "Kenapa aku baru sadar sekarang ya?" gumam Alaric dengan nada tanya. "Kau baru sadar kalau aku lebih baik dari istrimu?" tanya Marjorie dengan senyum lebar. "Terlambat sekali, tapi tidak masalah." "Bukan." Tentu saja Alaric akan membantah. "Aku baru sadar kalau kau itu ternyata sangat menyeramkan." Caspian langsung mendengus keras menden

  • Pesona Sang Penguasa   112. Sakit Hati

    "Maaf, Tuan." Caspian dan beberapa orang menunduk dalam. "Orang-orang itu keracunan, sepertinya ada orang yang menginginkan kematian mereka." Alaric mengembuskan napas pelan. Padahal dia sedang lelah karena tidak bisa tidur sepanjang malam, tapi pagi ini malah mendapatkan berita yang sangat tidak menyenangkan. Sangat tidak menyenangkan. "Bagaimana bisa itu terjadi?" tanya Alaric yang memijat pelan pangkal hidungnya, sambil bersandar ke dinding salah satu ruangan kosong yang dia pinjam. "Saat aku masuk kemarin malam, mereka masih baik-baik saja." Seorang perempuan menjawab. "Tapi kali berikutnya teman lain yang masuk, mereka sudah lemas." "Sepertinya ada penggunaan obat." Caspian menjelaskan. "Belum dipastikan, tapi sepertinya memang itu yang paling masuk akal." "Kalau begitu, siapa namamu?" Alih-alih membalas sang asisten, Alaric malah bertanya pada perempuan yang tadi berbicara. "Fiona, Tuan." "Tuliskan laporan dengan terperinci," perintah Alaric mengembuskan napas lela

  • Pesona Sang Penguasa   111, Pulang

    "Al." Elizabeth menyambut anaknya dengan tangisan pelan. "Mom? Bagaimana kau bisa ada di sini?" tanya Alaric yang baru saja datang dalam keadaan bersih. "Itu karena Mom mendengar percakapanku dengan Darcy di telepon." Astrid langsung mengaku. "Dia memaksa untuk datang dan melihat Anna." "Apa yang terjadi?" tanya Elizabeth dengan linangan air mata. "Aku juga belum tahu, Mom." Alaric dengan terpaksa menggeleng. "Aku datang setelah membersihkan diri dan belum mendengar apa pun dari dokter." "Kami sudah mendengar penjelasan dari dokter." Astrid yang membalas dengan wajah muram, bahkan harus menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis. "Mereka sudah menjelaskan garis besarnya." "Anaknya selamat?" tanya Alaric refleks saja mengeluarkan kalimat itu dari mulutnya, disertai dengan tatapan yang menerawang. Sayangnya, Astrid hanya bisa menggeleng. Hal itu sudah cukup membuat Alaric menelan liurnya dan jatuh berlutut di atas lantai begitu saja. Siapa sangka berita yang sebenarnya

  • Pesona Sang Penguasa   110. Kematian Tanpa Rasa Sakit

    "Tolong ampuni kami." Salah seorang terisak keras. Wajahnya tidak terlihat karena lelaki itu tersungkur dengan wajah menghadap ke bawah. "Setelah kau melakukan banyak hal pada istriku, sekarang kau berharap aku akan berbaik hati?" tanya Alaric dengan mata melotot. "Sangat lucu sekali." "Kami bersalah." Lelaki ketiga yang terduduk lemas, dengan wajah babak belur. "Kami memang melakukan kesalahan, jadi silakan hukum saja." "Apa kau berpikir akan lolos kalau mengaku seperti itu?" Kini Alaric berjalan mendekati lelaki yang baru saja bicara itu. "Kalian sudah membunuh anakku dan meniduri istriku. Apa kalian tidak tahu dengan siapa kalian berurusan?" "Kami tidak tahu." Lelaki kedua yang tergeletak tidak jauh dari yang ketiga, mulai bernyanyi. "Perempuan yang menyuruh kami tidak mengatakan apa pun. Dia bahkan meyakinkan tidak akan ada masalah yang berarti." "Perempuan?" tanya Alaric dengan sebelah alis yang terangkat. Sekarang, dia mulai tertarik. "Ada seorang perempuan yang tiba

  • Pesona Sang Penguasa   109. Menjadi Hakim

    "Menyingkir." Darcy menghalau orang-orang yang menghalangi jalan, ketika dia mengawal brankar rumah sakit yang sedang dibawa menuju ke mobil. "Maaf, tapi bisakah kau tidak semena-mena?" Seorang perawat bertanya, sambil berlari mendorong brankar. "Sebaiknya kau tutup mulut mulai detik ini sampai seterusnya," desis Darcy jelas terlihat sangat marah, sambil membuka pintu mobil. Namun, kemarahan itu segera pudar ketika melihat keadaan sang nyonya yang digendong oleh Alaric. Warna merah terlihat dengan sangat jelas mewarnai kain yang menutupi tubuh Anna, pun dengan sebagian besar dari pakaian Alaric. "Apa yang terjadi?" Tentu saja si perawat yang tadi sempat menegur Darcy akan bertanya. "Kenapa dia seperti ini?" "Aku juga tidak tahu jelasnya, tapi kemungkinan besar dia mengalami pendarahan. Istriku sedang hamil muda." Alaric menjelaskan seadanya, sambil membaringkan sang istri. "Bagaimana mungkin kau tidak tahu ...." Si perawat baru akan mengomel, tapi batal melakukannya. "Oh,

  • Pesona Sang Penguasa   108. Taruhan Nyawa

    "Arahnya sudah benar." Darcy memberitahu lewat panggilan telepon. "Di sana memang ada rumah besar terbengkalai dan sering dijadikan tempat uji nyali di musim panas." "Syukurlah sekarang sudah masuk musim gugur," ucap Caspian yang baru turun dari mobil. "Itu sama sekali bukan sesuatu yang harus disyukuri, Ian." Alaric mendengus pelan. "Itu malah membuat pelakunya jadi lebih leluasa melakukan hal-hal buruk, jadi ayo." Alaric yang kini hanya memakai kemeja tanpa jas, berjalan dengan hati-hati. Bukan karena dia takut akan lokasi yang menyeramkan, tapi lebih berhati-hati agar langkahnya tidak menimbulkan suara. Yah, walau bunyi mobil pastinya terdengar. Sekali pun mobil Astrid adalah mobil mahal dengan bunyi mesin yang halus, setidaknya tetap ada suara, apalagi di tengah malam yang sepi bukan? "Ada jejak ban mobil," ucap Caspian menatap tanah di sekitarnya. "Tanah di sini kering, tapi masih ada sedikit jejak yang terlihat." "Mengarah ke mana?" tanya Alaric dengan kening berkeru

  • Pesona Sang Penguasa   107. Kehilangan

    "Tuan, kita sudah menemukan mobil yang dimaksud." Caspian berteriak, dari sisi lain ruangan yang penuh berisi monitor. "Di mana dia?" tanya Alaric yang segera mendekat. "Kalau dilihat dari arahnya, sepertinya dia akan menuju luar kota." Petugas pemeriksa rekaman CCTV yang memberitahu. "Bagus." Alaric mengangguk, sebelum beranjak. "Darcy kau terus pantau di sini dan beritahu aku kalau sudah menemukan titik pastinya. Ian, kau ikut aku. Kita akan menuju ke lokasi." "Tuan sendiri yang akan pergi ke sana?" tanya Caspian dengan mata melotot, walau tetap mengikuti sang majikan. "Memangnya siapa lagi yang akan pergi?" tanya Alaric sambil terus berjalan dengan cepat. "Aku ingin menghajar siapa pun itu pelakunya." "Tapi ini bisa saja berbahaya," ucap Caspian tentu saja akan terus menghalangi sang tuan. "Lagi pula, pelakunya mungkin lebih dari satu orang." "Pelakunya memang lebih dari satu orang, Ian." Alaric mengoreksi, kini berlari turun melewati tangga karena lift yang ditunggu m

  • Pesona Sang Penguasa   106.

    "Hei, permintaan perempuan ini agak aneh." Anna mengedipkan matanya dengan pelan, ketika salah satu lelaki yang mengerjainya berbicara. Dia sudah tidak punya tenaga sama sekali, sehingga yang bisa dia lakukan hanyalah mendengar saja. Apalagi, perutnya juga makin sakit saja. "Dia meminta kita membunuh pelacur ini?" Lelaki kedua berbicara. "Ini gila." Lelaki ketiga menggeleng keras. "Aku tidak mau melakukannya." "Kenapa tidak?" Lelaki kedua kembali berbicara. "Kita bisa mendapat banyak uang, apalagi kalau kita menjual barang-barang perempuan ini," lanjutnya menunjuk Anna yang terbaring lemah. "Kau lupa? Kita menculik dia di rumah sakit." Lelaki ketiga mengingatkan. "Tidak ada barang berharga yang sempat kita ambil." "Tapi dia menggunakan kalung dan anting." Lelaki kedua mengingatkan. "Aku yakin kalau dua benda itu adalah barang mahal yang bisa kita jual. Kamar rawat inapnya saja suite." Dua lelaki yang lain, saling bertatapan. Sepertinya mereka terlihat sangat ragu dan mas

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status