Haiii^^ boleh kasih tau aku alasan kalian bertahan baca sampai di bab ini nggak? aku butuh booster buat up wkwk thx
Malam itu Claudia jadi menginap. Tapi, berbeda dari malam sebelumnya, Claudia tidak tidur di kamar Aruna, dia tidur di kamar tamu.“Biarkan Claudia beristirahat, Aruna.” Itulah yang menyebabkan Claudia berakhir ada di kamar tamu. Dan sekarang, Claudia baru saja selesai mandi.Usai mengenakan jubah mandi putih yang telah disediakan Ryuga, Claudia ke luar dari kamar mandi untuk berpakaian. Dia sengaja membiarkan rambutnya yang setengah basah dibiarkan acak-acakan tidak dibalut handuk.Namun, wanita itu berjengkit kaget saat menemukan Ryuga tahu-tahu sudah bersandar di dinding persis sebelah pintu kamar mandi dengan tubuh atasnya yang tidak terbalut apa pun.“Ryuga!” pekik Claudia tertahankan sambil menutup mulutnya dengan tangan.Samar, Claudia mengerutkan dahinya. Apa dia lupa mengunci pintu kamar, ya?Pandangan Claudia jatuh tertuju pada otot-otot perut pria tersebut lalu speechless melihat Ryuga melilitkan handuk putih pada pinggangnya. Sebuah pelindung luka anti air terpasang di tan
Tidak pernah Claudia melakukan ini sebelumnya: masuk ke dalam kamar mandi pria hanya untuk membantunya berkeramas.Rasa-rasanya Claudia hanya pernah melakukan itu untuk Aland pada saat masih kecil.“Masuk, Claudia,” titah Ryuga yang sudah berada di shower box kamar mandi. Dagunya mengedik pelan seraya manik hitamnya menyorot Claudia dalam.“O-oke.” Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Napasnya tercekat. Jangan tanya bagaimana degup jantungnya yang sibuk bertalu-talu. Lantas Claudia menyeret kakinya agar masuk ke dalam sana untuk bergabung dengan Ryuga.Ukuran shower box ini tidak luas, alhasil keduanya berdiri dengan jarak yang dekat. Claudia bisa merasakan napas Ryuga yang beradu dengannya.Pandangan Claudia langsung berhadapan dengan pundak kokoh pria itu. Terkunci.‘Fokus, Clau. Sebaiknya lihat Ryuga.’ Claudia mendongkakkan wajahnya, menatap manik hitam pria itu.Dalam hitungan detik, Claudia langsung membuang wajahnya. Menatap Ryuga malah memacu detak jantungnya. Itu berbahaya.“
Claudia sibuk menuangkan nasi yang sudah dimasaknya semalaman ke dalam wadah untuk dicampurkan dengan rumput laut tabur yang sudah dibelinya kemarin dari supermarket.Pada akhirnya, kemarin Claudia memilih dua jenis rumput laut untuk persediaan.“Hmm, sepertinya cukup,” ucap Claudia sambil menutup kembali penanak nasi.Raut wajahnya tampak semringah. Ditambah Claudia juga tengah mendengarkan musik melalui headset tanpa kabel yang terpasang di telinganya.Begitu membalikkan badan untuk mengambil sarung tangan plastik, netra matanya menangkap kehadiran sesosok pemuda tampan mengenakan piyama biru tua tengah memandanginya lamat-lamat sambil meminum sekaleng bir.“Dirga?!”Ekspresi Claudia tampak kebingungan. Dia segera melepaskan headset tanpa kabel di telinganya itu. Meski terkaget-kaget, Claudia tetap menghampiri Dirga.Kebetulan sarung tangan plastik yang ingin diambilnya berada di kabinet bawah tempat Dirga bersandar. Dengan satu alis yang bertaut, Claudia mencerca Dirga melalui bebe
Tidak ada yang tidak patah hati mengetahui sosok pujaan hatinya sudah memiliki tambatan hati. Itulah yang dirasakan oleh Dirga Disastra.Keterdiaman Claudia membawa Dirga pada satu simpulan bahwa pertama, Claudia memiliki seorang kekasih dan kedua, sosok tersebut ternyata pria yang tidak disukainya.“Ryuga, Mbak?” tanya Dirga penuh penekanan. Ekspresinya benar-benar dingin. Pun, suaranya.Ditodong pertanyaan seperti itu, Claudia merasa tidak mungkin lagi bisa mengelak. Dia memberanikan diri menatap Dirga.“Y-ya, Mbak sama Ryuga memiliki hubungan–“Sudah sejauh mana, Mbak?” sela Dirga sambil menyugar rambutnya ke belakang. Rahangnya mengeras. Manik hitam tajamnya menyorot sang pujaan hati dengan kecewa.Mulut Claudia terbuka lantas mengatup lagi. Dia tidak bisa menjelaskan pertanyaan Dirga yang satu itu. Hubungannya dengan Ryuga terlalu kompleks. Claudia membatin, ‘Menghadapi Dirga lebih sulit dibandingkan Aland.’Kedua tangan Dirga mengepal begitu pikirannya terlempar pada hal-hal yan
Usai membuat bekal, Claudia langsung bersiap-siap mandi dan berpakaian. Dia mengenakan pakaian serba putih. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai. Tidak lupa Claudia menambahkan foundation di area lehernya lumayan banyak.Netra matanya menatap lamat-lamat dirinya di depan cermin. ‘Rasanya jadi canggung untuk menemui Dirga,’ batin Claudia. Kepalanya menoleh untuk melihat jam yang melingkar di pergelangan kirinya.Sudah jam enam lebih sekian. Claudia harus cepat membangunkan pemuda itu agar Dirga memiliki waktu untuk sarapan terlebih dahulu sebelum pergi ke kampus.Claudia berencana akan pergi lebih awal. Tentu tidak mungkin Claudia menumpang Vespa merahnya Dirga. Selain karena canggung, mungkin saja pagi ini Dirga berencana menjemput Aruna.Memastikan semuanya sudah rapi, Claudia menyelempangkan tas berwarna oranye di bahunya. Dia membulatkan tekad untuk pergi ke kamar Dirga.“Bagaimana pun, aku tidak bisa menghindari Dirga terus-terusan,” gumam Claudia mengembuskan napas berat.Beberap
Dalam kehidupan ini, akan ada yang tinggal dan ada juga yang pergi. Claire Lee adalah orang yang pergi dalam hidup Claudia. Lebih tepatnya, Claudia juga memilih pergi dari kehidupan Claire.Seruan Claudia yang menyebut nama Claire membuat Dirga akhirnya ikut melihat ke arah pintu masuk.Dengan senyumnya yang cantik, Claire menyapa, “Selamat pagi, Claudia … pagi Dirga,” sapanya dengan ramah. Claire bertingkah seolah sudah melupakan apa yang terjadi kemarin.Detik berikutnya, Dirga menarik tubuh Claudia dan menempatkan wanita itu berada di belakangnya.“Ada keperluan apa Mbak ke sini?” tanya Dirga to the point. Dirga menaruh sebagian rasa hormatnya pada sosok Claire karena bagaimana pun Claire adalah dosen sekaligus dosen wali beserta tunangan dari Sambara–sepupunya.Jika bukan karena ketiga poin tadi, Dirga hanya akan menganggap Claire adalah wanita pengganggu dan tidak layak disebut manusia.“Mbak nggak punya kepentingan sama kamu, Dir,” sahut Claire terkekeh hambar. “Meskipun seharus
Nyaris saja Claudia tersandung jika dia tidak cepat-cepat berpegangan pada tiang listrik yang ada di dekatnya. Padahal sebentar lagi, dia tiba di depan mobil Ryuga yang sudah terparkir di depan supermarket.Sejenak, Claudia menutup mata dan membatin, ‘Astaga. Kapan aku tidak tersandung, sih,’ ringisnya.Di dalam mobil, baik sopir, Aruna maupun Ryuga melihatnya secara jelas.“Claudia …,” gumam Ryuga sambil menggelengkan kepala. Entah sudah yang keberapa kali Ryuga melihat kecerobohan wanita itu.Aruna mengerjapkan mata. Dia merasa dejavu melihat Claudia yang tersandung. Dia menolehkan wajah ke arah Ryuga.“Dad, Aruna turun sekarang, ya.” Gadis itu mengangkat sketchbook dalam pelukannya. “Mau mengantarkan ini ke Dirga,” beritahunya.“Nggak apa-apa ‘kan nunggu Aruna bentar?” tambah Aruna lagi. Sebenarnya saat di perjalanan tadi, Aruna sudah memberitahu Ryuga satu kali.Ryuga menganggukkan kepala. “Janji tidak lama? Kalau lama, Daddy tinggal.”Tentu Ryuga tidak serius dengan ucapannya. Apa
Tidak mau bertemu Dirga membuat Aruna berinisiatif menaruh sketchbook itu di teras rumahnya saja.“Sebaiknya taruh di teras daripada di meja, takut nggak kelihatan Dirga,” pikir Aruna seraya melirik meja di pojok ruangan. Gadis itu segera merogoh catatan dan pulpen mini di tas kecil yang Aruna selempangkan.Setidaknya Aruna harus sopan sedikit meskipun lebih sopan lagi jika mengembalikannya secara langsung.‘Maaf sketchbook-nya aku balikin di sini ya, Dirga.’Kira-kira itulah yang Aruna tulis di catatan berwarna pink kotak kecil itu sebelum menempelkannya di atas sketchbook. Lantas Aruna berjongkok untuk menaruhnya di teras.Bersamaan ketika tubuh Aruna bangkit, pintu depan rumah Dirga terbuka, menampilkan si empu rumah yang sudah tampan dengan setelan kaos putih dibalut kemeja berwarna navy berlengan pendek.“D-Dirga?!” pekik Aruna tertahankan. Tubuhnya menegak.Pandangan keduanya bertemu. Tadinya Aruna ingin langsung menyelonong pergi. Namun, Aruna mendapati wajah Dirga yang pucat.