Share

BAB 15 : EDWARD

Author: NightEve
last update Last Updated: 2025-03-27 23:12:55
Di malam harinya, ponsel Anessa kembali bergetar di atas meja samping tempat tidur. Layar ponselnya menampilkan nomor yang tidak dikenal terus berusaha menghubunginya. Ia sudah tahu siapa pemilik nomor itu, tidak lain dan tidak bukan adalah Andrean.

Namun, ia tetap membiarkannya sampai ponselnya berhenti berdering dengan sendirinya. Beberapa pesan singkat masuk setelah panggilan itu berakhir.

Anessa menatapnya sebentar, lalu membalikkan ponsel dan menarik selimut hingga setinggi dadanya. Ia lelah dengan semua masalah yang terjadi belakangan ini, sudah cukup membuat hari-harinya berjalan tidak maksimal.

Sementara itu, di kamarnya, Andrean termenung di dalam kamar kontrakannya. Ia menatap layar ponselnya dengan gelisah. Ia masih mengingat jelas bagaimana satpam apartemen elite itu menyebutkan satu nama yang membuatnya curiga.

"Edward."

Nama itu bukan nama yang asing baginya. Dulu, saat ia masih kuliah, Edward adalah mahasiswa paling populer dan terkenal sebagai orang terpintar dalam
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 16 : MELAPORKAN FAKTA

    Anessa yang baru tiba langsung berjalan menuju ruang Edward lalu mengetuk pintu besar itu. Terdengarlah suara sahutan Edward dari dalam ruangan itu. Ia pun masuk dan meletakkan tas bekal yang ia bawa di atas meja kerja Edward. "Kamu sedang cari apa?" tanya Anessa heran. "Aku sedang mencari flashdiskku. Perasaan tadi pagi sudah aku masukan ke dalam saku jasku," jawab Edward masih sibuk mengobrak-abrik. Anessa pun mengeluarkan flashdisk yang ia temukan dari dalam tasnya. "Edward, apa ini flashdisknya?" Edward langsung berbalik badan, pria itu menatap benda kecil itu sejenak sebelum mengambilnya dengan ekspresi penuh kelegaan. "Di mana kamu menemukannya?" "Di depan pintu apartemenmu," jawab Anessa jujur. Edward menghela napas lega. "Aku baru sadar flashdisk ini saat sampai di perusahaan. Di dalam flashdisk ini berisikan file penting untuk rapat hari ini." Anessa tersenyum kecil. "Untung ketemu kan?" Edward mengangguk, lalu berbalik untuk kembali ke meja kerjanya. Namun, sa

    Last Updated : 2025-03-27
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 17 : MASALAH KECIL

    Setelah Andrean pergi, ruangan terasa hening. Anessa berdiri menatap Edward dengan tatapan penuh pertanyaan. Sudut bibir pria itu masih mengeluarkan darah dan ia tampak tenang, seperti tidak merasakan sakit. Anessa menghela napas, lalu berkata, "Ayo ke ruanganmu, aku tidak mau ada orang-orang berpikir yang aneh-aneh." Edward menatap Anessa sejenak sebelum mengangguk dan melangkah lebih dulu. Anessa mengikuti dari belakang, sesekali melirik pria itu yang berjalan dengan wibawa khasnya, meskipun baru saja berkelahi. Begitu saja di ruangan Edward, Anessa segera mencari kotak P3K. Ia membukanya dan mengambil kapas serta antiseptik untuk membersihkan luka di bibir Edward. Edward sendiri merasa tidak enak dengan Anessa karena sudah membuatnya khawatir. "Duduk," perintah Anessa lembut. Edward menurut, membiarkan Anessa mendekat dan mulai merawat lukanya. Saat kapas menyentuh lukanya, Edward sedikit meringis. Refleks, tangan Anessa menyentuh dagunya, menahannya agar tidak bergerak

    Last Updated : 2025-03-28
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 18 : ITU MASALAHMU

    Sudah setengah hari Shera menundukkan kepala terus, demi menghindari tatapan-tatapan penuh selidik dari rekan kerjanya. Sejak insiden Andrean mengamuk tadi, namanya seketika langsung menjadi bahan perbincangan banyak orang. Beberapa orang bahkan berbisik ketika ia berjalan dan sementara beberapa temannya yang biasanya akrab kini tampak menjauh. Ia menghela napas perlahan, berusaha bersikap biasa saja. Namun, semua itu berubah saat seorang staf atasannya mendekatinya. "Shera, tolong ikut saya sebentar ke ruang atasan," pintanya staf itu bernada datar. Shera sedikit terkejut, tetapi ia tidak punya pilihan selain mengikuti langkah kaki staf itu menuju ruang atasan. Langkahnya semakin lama semakin berat, rasa ketakutan itu kian menjalar, membuatnya terasa mual. Ketika ia sampai di depan pintu atasannya, ia menarik napas dalam-dalam dan menyakinkan dirinya bahwa semua akan berjalan baik-baik saja. Ia mengetuk pintu itu dengan pelan dan dipersilahkan masuk oleh atasannya. Keti

    Last Updated : 2025-03-30
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 19 : SEKRETARIS PRIBADI

    Saat Edward sudah lebih dulu pergi ke parkiran, Anessa sedikit ragu untuk menyusulnya. Ia memantapkan langkah kakinya, mencoba agar tidak kelihatan terburu-buru. Begitu sampai di mobil Edward, ia membuka pintunya, tapi belum sempat berkata apa-apa, Edward sudah lebih dulu menyambutnya dengan senyuman tipis."Hari ini aku mau ajak kamu makan lagi. Mau kan?" tanya Edward santai.Anessa sempat terdiam, karena sudah sering Edward mengajaknya makan. Tempat yang mereka kunjungi juga bukan sembarang tempat makan, tapi restoran mahal.Anessa kemudian mengangguk pelan, "Eh? Makan lagi?"Edward terkekeh, "Anggap saja ini ucapan terima kasih karena kamu sudah menemukan flashdiskku, membuatkanku bekal nasi goreng, dan mengobati lukaku."Anessa mengernyitkan keningnya, "Jadi, kemarin itu ... bukan kode ya? Aku pikir kamu benar-benar ingin aku buatkan."Edward hanya tersenyum, lalu tanpa menunggu lagi, ia menyalakan mobil dan melaju. Selama perjalanan, Anessa mencoba merilekskan pikirannya dan meng

    Last Updated : 2025-03-31
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 20 : HAMPIR FRUSTASI

    Malam itu di dalam kontrakan yang terasa semakin sempit oleh tekanan yang menghimpit pikirannya, Shera terduduk di pojokan kamar. Menatap kosong layar ponselnya yang tergeletak di lantai, kembali menampilkan pesan Andrean kali ini dengan nomor lain.["Aku nggak main-main, Sher. Kalau kamu nggak mau gantikan lima puluh juta itu. Aku tidak akan segan membuat hidupmu seperti di neraka. Jangan coba-coba ngilang dariku."]Kepalanya terasa berat, air matanya sudah habis, yang tersisa hanya jejak air mata di wajah yang lelah. Shera meraih ponselnya dan tangannya kembali gemetar menekan tombol blokir kontak tersebut. Ia benar-benar merasa sendirian. Kedua orangtuanya sudah tiada dan satu-satunya orang yang membantunya dulu, kini berubah menjadi seorang yang asing tidak saling mengenal.Tapi, mengingat sikap kasar dan dingin Anessa tadi sore. Membuatnya sangat kesal dan merutuki Anessa sebagai orang yang membuatnya menderita."Kenapa dia berubah?" gumamnya lirih.Shera mengusap kasar wajahnya

    Last Updated : 2025-03-31
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 21 : JARAK YANG TERLALU DEKAT

    Fajar baru menyingsing ketika Anessa terbangun dari tidurnya. Perlahan ia mengusap kedua matanya yang masih berat, sisa kantuk masih menggantung di pelupuk matanya.Dengan semangat, ia berjalan ke dapur dan mulai mengeluarkan bahan-bahan makanan dari dalam kulkasnya. Anessa mengambil ayam yang sudah dimarinasi semalam, aroma bumbu rempah langsung menyeruak saat ia mengeluarkannya dari kulkas.Hari ini, ia menyiapkan ayam panggang, lengkap dengan nasi hangat, sayuran, dan buah-buah segar.Hampir saja ia lupa mempersiapkan kotak bekal khusus untuk Edward. Mungkin ini adalah bentuk kebiasaan baru, sebagai bentuk tanda terima kasih atas semua yang Edward lakukan untuknya. Dengan cekatan, ia menyelesaikan semuanya tepat waktu. Tidak lupa memasukkan bekal dalam tas, lalu Anessa bergegas mandi dan mengenakan pakaian yang sudah ia siapkan semalam.Anessa menatap pantulan dirinya di cermin, yang mengenakan rok hitam dengan atasan merah muda. Rambutnya dibiarkan terurai dengan sentuhan gelomba

    Last Updated : 2025-04-01
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 22 : PANTASKAH

    Suasana di ruang rapat utama terasa tegang. Karyawan-karyawan yang berada di dalamnya bertanya ada apa dan tiba-tiba sekali. Semua karyawan sudah duduk dengan rapi di kursi, tetapi suara bisikan semakin menjadi ketika Edward dan Anessa ke dalamnya.Mereka semakin penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh Edward dan mengapa ada Anessa yang berdiri di sampingnya?Ada di mana Pak Harto?Pria itu berdiri tegap dengan tatapan mata serius, matanya terus menyapu seluruh ruangan ampai semuanya sunyi tidak bersuara."Selamat pagi menjelang siang, hari ini saya akan mengumumkan sesuatu yang penting bagi perusahaan ini," kata Edward suara menggema ke seluruh penjuru ruangan."Mulai hari ini Pak Harto sudah tidak bekerja di sini dan beliau meminta agar tidak melakukan salam perpisahan dikarenakan ia hari ini berangkat menemui anaknya dan yang akan menggantikan Pak Harto adalah Anessa. Mulai sekarang, dia adalah sekretaris pribadi saya," lanjut Edward yang membuat beberapa orang melongo kage

    Last Updated : 2025-04-01
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 23 : PERASAAN BERSALAH

    Anessa tidak pernah menyangka bahwa kabar mengenai promosi jabatannya akan tersebar begitu cepat. Rena, teman kantornya yang terlalu bersemangat, tanpa sengaja mengunggah momen perayaan kecil mereka ke Instagram. Siapa sangka, unggahan itu justru sampai ke tangan orang-orang yang tidak diinginkan, keluarganya.Di rumah, adik Anessa sedang sibuk bermain ponsel saat tanpa sengaja menemukan unggahan tersebut melalui akun Instagram Rena.Matanya membelalak ketika melihat nama Anessa terpampang jelas dalam caption. ["Selamat untuk sekretaris baru CEO kita, Anessa!" ]Ia segera berlari ke ruang tamu dan menunjukkan layar ponselnya kepada ibunya."Bu, lihat ini! Anessa jadi sekretaris CEO!"Sang ibu, yang sedang duduk dengan wajah letih, langsung menegakkan punggungnya. Ia meraih ponsel dari tangan putranya dan menatap layar dengan tidak percaya. "Apa?! Gajinya pasti naik berkali-kali lipat!"Ayah Anessa, yang duduk di samping istrinya, merebut ponsel dan ikut membaca unggahan itu. Ia men

    Last Updated : 2025-04-02

Latest chapter

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 34 : TIDAK SUKA AKU

    Edward memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Perdebatan dengan Ayahnya sangat menguras energi dan pikirannya. Edward tidak pernah memahami, mengapa Ayahnya begitu keras kepala dalam urusan ini. Padahal Edward hanya ingin menjalankan perusahaan dengan profesional. "Ayah, Pak Harto itu sudah tidak bisa bekerja seperti dulu. Beliau sendiri pernah bilang ingin menghabiskan waktu dengan cucunya," kata Edward menjelaskan ulang. Namun, Samuel tidak peduli. Pria paruh baya itu tetap bersikeras agar Edward memperkerjakan Pak Harto kembali dan menggantikan Anessa dari posisi sebagai sekretaris pribadi.Menurut Samuel, wanita muda seperti Anessa tidak cukup pantas berada di posisi strategis perusahaan."Menurut Ayah, dia terlalu muda ... terlalu kaku, bukan orang yang bisa dipercaya di lingkungan bisnis," kata Samuel dingin. Perkataan itu menusuk hati Edward. Ia tahu maksud Ayahnya, bahwa dia tidak menyukai Anessa, tapi juga menilainya tanpa memberi kesempatan dalam kapasitas diri. Berka

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 33 : DESAS-DESUS BARU

    Pagi ini Edward selesai merapikan penampilannya di depan cermin. Kemeja putih yang disetrika rapi dipadukan dengan jas hitam klasik dan menyemprotkan sedikit parfum, membuat aura profesionalnya semakin memancar keluar. Ia mengambil kunci mobil, lalu melangkah keluar dari apartemennya, berjalan menuju unit Anessa. Anessa yang sudah siap menunggunya di depan pintu dengan senyum hangat dan sebuah tas bekal di tangannya. "Sarapan dan bekal spesial, untuk orang yang spesial," kata Anessa menyodorkan tas bekal itu kepada Edward. "Salad, buah, terus nasi ayam tim, dan telur dadar spesial," jelas Anessa. Edward tersenyum kecil, menerima tas bekal itu, lalu menggenggam tangan Anessa dengan lembut, "Terima kasih. Kamu tahu aja cara membuat hariku terasa sempurna," kata Edward. "Tentu saja, bisa," jawab Anessa semakin mengeratkan genggaman tangannya. Tanpa memperdulikan orang yang berlalu-lalang, mereka lewati lorong apartemen, mereka berjalan bergandengan tangan menuju parkiran. N

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 32 : TERLALU BERKESAN

    Hujan turun pelan membasahi trotoar kota yang mulai lenggang. Di bangku panjang yang berdiri di bawah lampu jalan, Andren duduk membisu. Jaket hitam yang dipakainya, basah kuyup menempel di tubuhnya. Ia menunduk, membiarkan setetes air hujan menelusuri wajahnya, menyatu dengan emosi yang menbanjiri dadanya.Di tangannya tergenggam botol minuman keras yang hampir habis. Rasanya pahit, namun tidak sepahit kenyataan yang harus ia teguk malam ini.Edward.Nama itu terus terngiang dalam benaknya. Nama orang yang seharusnya tidak muncul dalam hidupnya. "Anessa ... semua ini terjadi karena dia," bisik Andrean nyaris tidak terdengar.Perlahan, potongan-potongan kejadian mulai terangkai dari banyaknya informasi yang ia ketahui. Anessa meninggalkan rumah, tinggal di tempat yang kini jauh lebih mewah, jabatan barunya yang begitu cepat, semuanya masuk akal. Dan semua itu mengarah pada satu orang.Edward. Rasa iri menyelinap seperti duri di bawah kulit, dengan rasa pedih yang begitu menyiksa. Ed

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 31 : CUMA TAKUT

    Anessa duduk di sebrang Edward dalam sebuah restoran kecil yang suasananya tenang, namun hatinya tidak seiring suasana sekitar.Wajahnya terlihat lesu, matanya redup, seolah pikirannya masih terjebak pada masalah yang seakan punya kejutan di hari esok.Tatapan kosongnya menatap meja makan, bahkan sudah lima belas menit berlalu, daging steak di depannya masih terlihat sepenuhnya utuh. Sejak ia terbangun dari tidur siang tadi, pikirannya tidak berhenti memikirkan Shera. Ia yakin, masalah itu sudah menyebar di perusahaan. Bukan cuma ia dan Edward saja yang tahu, ada seseorang bahkan lebih yang ikut memperkeruh suasana. Edward menatap Anessa dengan khawatir. Ia tidak pernah melihatnya setenang itu dalam artian yang negatif. Diam-diam ia mengulurkan tangan dan menyentuh jari Anessa, mencoba mengalihkan pikirannya. "Nggak nafsu makan, ya? Mau aku pesankan yang lain?" tanya Edward pelan. Anessa hanya menggeleng kecil tanpa suara, Edward yang tidak mengerti hanya tersenyum kecil. Edward me

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 30 : DIBLOKIR

    Dulu, Shera adalah gadis biasa yang duduk di samping Anessa sewaktu duduk di bangku SMP. Mereka bersahabat, tapi dalam hatinya, Shera tahu bahwa dunia lebih condong pada Anessa.Anessa dikenal sebagai siswi yang cerdas, cekatan, dan selalu punya jawaban untuk semua pertanyaan guru. Sementara Shera, meskipun ia mencoba, seringkali terlambat dalam memahami pelajaran dan sering gugup saat bicara di depan kelas.Dalam hening pikirannya, Shera menyadari bahwa ia bukan pemeran utama dari kisah hidup setiap peristiwa yang terjadi di sekolah. Bahkan gurunya sendiri lebih mengapresiasi tugas yang diselesaikan oleh Anessa, ketimbang dirinya."Anessa, kamu luar biasa!""Anessa, Ibu nanti mau daftarin kamu ikut lomba cerdas cermat buat mewakili sekolah kita, ya.""Anessa, tolong bantu Shera. Mungkin ada bagian yang tidak dimengerti olehnya."Kalimat itu terekam jelas dalam ingatannya dan semakin sering terdengar, semakin samar keberadaan dirinya di dalam kelas. Tapi ada di saat-saat di mana She

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 29 : MELEWATINYA BERSAMA-SAMA

    Anessa menggigit bibirnya keras saat tubuh Edward terus menghantamnya dari belakang, satu tangannya menahan kepala ranjang, dan tangan satunya lagi mencengkeram pinggang Anessa erat."Lihat aku, Anessa ... " suara Edward terdengar berat, penuh hasrat. "Aku mau lihat wajahmu pas ngerasain semua ini."Edward menarik rambut Anessa lembut hingga wajah mereka berhadapan lewat pantulan cermin besar di sisi ranjang. "Kamu lihat itu" bisiknya dengan senyum setan. "Kalung itu ... jadi saksi gimana kamu jadi milikku malam ini."Anessa hanya bisa mengangguk lemah, napasnya putus-putus. Tubuhnya sudah tidak mampu lagi menolak tiap gerakan Edward yang semakin dalam dan cepat. Rintihannya tumpah tanpa bisa dikontrol."Ahh Edward ... cukup ... " Desah Anessa sambil memejamkan matanya, kenikmatan.Di balik rintihannya, Anessa tahu bahwa ia tidak lagi bisa menyangkal perasaannya pada Edward. Ini lebih dari sekadar kenikmatan fisik.Tidak lama, Edward membalik tubuhnya, menarik Anessa dalam pelukannya

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 28 : PELAN-PELAN

    Sisa makanan berserakan di atas meja makan rumah itu. Hendra menyandarkan tubuh di kursi reyot sambil menyeruput sebotol minuman keras yang baru saja ia beli, sementara Mila duduk di seberangnya dengan wajah puas, mengunyah ayam goreng yang didapatkan dari dalam kantong merah besar, kantong yang dibawa Anessa tadi. "Anak itu cuman membuat masalah," gumam Hendra dengan suara serak. "Melihatnya saja aku sudah muak." Mila mendengus, menyeka tangan berminyak ke kain lap kotor di pangkuannya. "Harusnya dia nggak usah balik kalau cuma bawa uang sedikit dan aib, dibelain sama orang luar lagi." "Amplop isiannya gede juga, ya," kata Hendra menyeringai dan mengayunkan amplop putih ke udara. "Lumayan buat stok rokok sama minum minggu ini." Tanpa ada rasa bersalah di hati mereka, mereka hanya kenikmatan sesaat yang mereka reguk tanpa mengingat luka yang baru saja mereka ciptakan. "Aku curiga, deh," suara Mila mulai merendah, alisnya bertaut. "Pria tadi ... yang bawa dia pergi. Wajahnya ngg

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 27 : TEMPAT UNTUK PULANG

    Edward melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, membiarkan kesunyian menyelimuti kabin mobil. Lampu jalan menyinari wajah Anessa yang pucat dan setiap kali ia melirik, hati Edward seperti diremas. Tatapan kosong pada mata Anessa bukan hanya karena lelah. Ada luka yang tak kasat mata yang begitu menghunus begitu dalam. "Aku antar kamu ke rumah sakit, ya?" tanyanya dengan nada pelan. Edward bermaksud tidak mau menambah beban pikiran Anessa, tapi kondisinya jelas mengkhawatirkan.Anessa menggeleng lemah, "Nggak usah ... aku cuma ingin pulang dan istirahat."Edward menatapnya sejenak, enggan menyerah, "Tapi Anessa ... ""Aku nggak apa-apa, Edward," jawab Anessa lebih tegas yang terdengar lirih. Ia tidak ingin diperiksa dokter, ia hanya ingin merasa aman dan sekarang satu-satunya tempat yang terasa demikian bukan rumahnya, tapi Edward. Edward dengan berat hati menuruti keinginannya. Begitu sampai di apartemen, ia turun dulu, lalu membuka pintu untuk Anessa.Namun, sebelum Anessa sem

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 26 : KURANG AJAR

    Anessa menghentikan langkah kakinya saat seorang karyawan wanita yang tak dikenalinya memanggil namanya. Suaranya terdengar ramah, namun sorot matanya yang membuat Anessa merasa sedikit waspada. "Selamat atas kenaikan jabatanmu, Anessa," ujarnya sambil tersenyum tipis dan mengulurkan tangan.Anessa menjabat tangan karyawan wanita itu sebelum akhirnya membalas dengan anggukan kecil, "Iya, terima kasih. Maaf, aku belum mengenalmu, kamu siapa?"Wanita itu menarik tangan dan menyilangkannya di depan dada. "Aku bekerja di divisi A. Namaku Karin."Anessa mengangguk perlahan, Karin kemudian memiringkan kepalanya sedikit. Matanya terus menelisik wajah Anessa. "Aku hanya penasaran ... sudah berapa lama kamu dan Pak Edward berhubungan? Kalian sangat dekat sekali," katanya yang berubah nada sinis.Seketika Anessa terasa sedikit kesal. Sejak awal, ia sudah tahu bahwa kedekatannya dengan Edward bisa menimbulkan pembicaraan. Anessa menghela napas sebelum akhirnya menjawab, "Aku dan Pak Edward hany

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status