"Aletta bekerja di satu divisi dengan Nona Leia. Dan ingat, atas permintaan Mr. Rick langsung, anda harus berpura-pura tidak mengenal Nona Leia selama bekerja di sini!"
Leon merapikan kembali kemeja dan jasnya yang berantakan akibat tangan Deandra tadi, meski ia tidak bisa menyelamatkan rambutnya yang tidak kalah berantakannya. Sebenarnya Leon sangat menyukai wanita liar seperti Deandra, tapi entah kenapa sejak Aletta lewat tadi ia langsung kehilangan minatnya.Dan Aletta itu sepertinya senang sekali mengganggu kebersamaan Leon dengan wanitanya. Ia harus menuntut penjelasan dari Aletta, ia tidak percaya kurcacinya itu berada di sana secara kebetulan. Ia sangat tidak mempercayai sebuah kebetulan, semua pasti telah direncanakan.
Ruang kesekretariatan yang semula mulai senyap kini kembali riuh saat Leon masuk. Ia mengabaikan tatapan penuh minat karyawan wanita padanya, fokusnya hanya satu, Aletta. Ia terus melangkah menuju meja wanita itu.
Namun tidak seperti wanita lainnya, setelah melihat Leon masuk, Aletta malah menampakkan wajah jijiknya, sebelum akhirnya kembali fokus pada apa pun yang sedang wanita itu kerjakan.
Bahkan saat leon duduk di meja kerjanya sekalipun Aletta tidak tetap mengabaikannya, hingga Leon mengetuk meja itu untuk menarik perhatiannya.
"Apa kamu tuli?" tanya Leon saat Aletta tetap mengacuhkannya.
"Kalau kamu ke sini mencari Leia, dia tidak masuk," jelas Aletta tanpa mengalihkan perhatiannya dari berkas di tangannya yang akan dibawa untuk perjalanan mereka ke Venesia besok.
"Aku lebih tahu darimu kenapa Leia tidak masuk. Dan bukan Leia yang aku cari."
"Kalau kamu mencari teman kencanmu, kamu salah meja. Feya duduk di sebelah sana." Aletta menunjuk meja Feya dengan dagunya, masih belum mau juga melihat wajah Leon.
"Aku juga tidak sedang mencarinya. Aku meluangkan waktuku ke ruangan ini di tengah kesibukkanku, semua hanya demi kamu."
"Sibuk merayu wanita pastinya," cibir Aletta. Napasnya tercekat saat jemari Leon mengapit dagunya dan mengarahkan wajahnya pada pria itu, hingga Aletta dapat melihat netra berwarna senada dengan netra Leia,
Dengan segara Aletta menepis tangan Leon sambil menatap galak pria itu,
"Jangan sentuh aku!"
"Kenapa? Kita pernah lebih dekat dari ini. Aku bahkan pernah mengendus aroma kulitmu itu," goda Leon mengingatkan Aletta pada dua kejadian berbeda pertemuan mereka.
Aletta mendesah kesal. Pekerjaannya yang menumpuk telah menguras banyak energinya, dan Leon seolah menghabiskan energi Aletta yang tersisa.
"Aku sedang tidak ingin berdebat. Karyawan rendahan sepertiku tidak memiliki banyak waktu luang untuk melayani Buaya Darat sepertimu. Sebaiknya kamu dekati wanitamu itu, kenapa malah membuang waktumu yang sangat berharga itu padaku?" Aletta menekan kata 'Sangat berharga' untuk menyindir ucapan Leon sebelumnya.
"Lebih tepatnya Cassanova, bukan Buaya Darat," ralat Leon sambil tersenyum menggoda. Pria itu memang telah benar-benar sesat.
Aletta memutar kedua bola matanya, "Whatever!"
"Siapa yang menugaskanmu memata-mataiku? Daddy atau Mommy?"
Pertanyaan Leon diluar topik yang tengah mereka bahas itu berhasil mengalihkan lagi perhatian Aletta padanya,
"Apa maksudmu?"
"Kejadian di tangga darurat tadi bukan sebuah kebetulan, kan? Apa kamu sudah melaporkannya pada Daddy or Mommyku?"
"Astaga! Bahkan dengan orang tua kamu sendiri saja kamu negative thinking! Aku tidak sedekat itu dengan mereka sampai harus menjadi mata-matanya!" sanggah Aletta.
Lagipula kalaupun tante Ana dan Om Rick memintanya mengawasi Leon, Aletta pasti akan langsung menolaknya mentah-mentah. Mau sebanyak apa pun Euro yang akanmereka tawarkan padanya.
"Jelaskan, kenapa kamu bisa ada di sana di waktu yang tidak tepat?"
Ah, jadi Leon merajuk karena kesenangannya bersama Deandra terganggu? Dan sekarang pria itu membalasnya dengan mengganggu kerja Aletta.
"Yang pasti bukan untuk berbuat mesum di tempat itu."
Aletta merebut kembali ballpointnya yang sedang dimainkan Leon, "Pergi sana, mengganggu saja!" hardiknya.
"Jawab dulu pertanyaanku, kenapa kamu bisa berada di sana? Aku akan tetap di sini sebelum kamu memberikan jawaban yang memuaskan."
"Oh, silahkan saja Monsieur Euginius yang terhormat. Tapi maaf, saya tidak bisa menemani anda!"
Setelah mengatakan itu Aletta merapikan berkas di tangannya, sebelum menuju mesin foto copy. Ia mengumpat pelan saat leon mengikutinya,
"Dengan kamu tidak menjawabnya justru akan semakin menguatkan dugaanku kalau kamu seorang mata-mata."
"Hei! Aku kerja di sini lebih dulu dari kamu. Mata-mata apanya?"
"Maka dari itu, jawab pertanyaanku."
"Ok, aku memilih lewat tangga darurat karena aku mengidap Claustrophobia, puas?" jawab Aletta.
Mau tidak mau ia mengatakan juga yang alasan yang sebenarnya ia lebih nyaman melalui tangga darurat daripada lift. Meski lututnya terasa mau copot.
"Claustrophobia, kenapa?"
"Tanyakan saja pada Tuhan!" sungut Aletta sambil membuka mesi foto copy itu, dan Leon menutupnya kembali,
"Kalau aku bisa bicara empat mata dengan Tuhan, sudah aku lakukan sejak dulu. Tapi sayangnya aku hanya bisa bicara satu arah saja dengan Tuhan."
"Itu pun kalau Tuhan memang mau mendengarnya, mengingat jiwamu yang luar biasa sesat," gumam Aletta lebih ke dirinya sendiri. Ia tidak mengira kalau leon juga mendengarnya.
"Karena itu aku butuh jiwa suci untuk menarikku dari kesesatan. Apa kamu mau membantuku?"
Aletta menggeram kesal, bisa-bisanya Leon menggodanya disaat hampir semua mata di ruangan itu menatap mereka. Meski mereka tidak bisa mendengar percakapanya dengan Leon, tapi tetap saja itu akan mengudang banyak pertanyaan nantinya.
Para seniornya itu pasti akan semakin memusuhi Aletta. Dan jika sudah demikian, akan banyak berdatangan pekerjaan ke mejanya hanya untuk membuat Aletta mati kelelahan.
"Aku jauh dari kata suci, percayalah!" balas Aletta sambil menahan kedongkolannya yang luar biasa. Dan bertambah dongkol lagi saat seringaian lebar menghiasi wajah tampan Leon, membuatnya terlihat kekanakan dan menggemaskan.
"Kalau begitu kita sefrekuensi. Mau menjadi kekasihku?"
Alih-laih menjawab pertanyaan Leon, Aletta malah mengeluarkan ponselnya,
"Pergi dari sini, atau aku hubungi Leia dan mengadukan sikap burukmu padaku?" ancamnya.
"Ah, ternyata mata-mata Leia," desah Leon sambil mengangkat kedua tangannya,
"Baiklah aku pergi. Tapi jangan harap aku mempercayai alibimu begitu saja."
Aletta baru bisa menghela napas lega setelah Leon menghilang di balik pintu. Namun hanya sebentar ia merasakan kelegaan itu, sebelum beberapa senior wanitanya menghampirinya,
"Hei anak baru! Ada hubungan apa kamu dengan Monsieur Euginius?" tanya salah satunya.
"Tidak ada,' jawab Aletta sambil mulai mengcopy berkas-berkasnya.
"Ingat ya, pria itu milik Feya sekarang. Jangan pernah berniat sedikit pun untuk merebutnya dari Feya, mengerti?" ancam yang lainnya.
"Sudah resmi menjadi kekasih atau baru sekedar pendekatan saja?" tanya Aletta dengan nada mengejek.
Kalau mereka niat bermusuhan dengan Aletta, siapa takut? Sekalian saja Aletta membuat mereka mati kepanasan.
"Mau apapun hubungan mereka, kamu tetap harus menjaga jarak dari pria itu!"
"Oh dengan senang hati, toh aku juga sudah selesai dengannya. Kalau Feya memang menginginkan mantan kekasihku itu, silahkan saja ambil. Aku tidak pernah melirik lagi apa yang sudah aku buang ke tempat sampah!"
Aletta tersenyum puas mendengar napas tercekat mereka, juga bisik-bisik dari karyawan lainnya. Meski dalam hatinya menolak keras memiliki hubungan apa pun dengan Leon.
Aletta duduk tenang di kursinya. Tangannya yang memegang pena mencentang perlengkapan yang akan ia dan tim Venice lainnya bawa. Setelah bersiteru dengan para seniornya kemarin hanya karena masalah Leon, tidak ada satu pun dari senior wanitanya itu yang mengajak Aletta bicara. Mereka hanya meletakkan bertumpuk-tumpuk berkas untuk Aletta fotocopy, dan langsung meninggalkan meja Aletta begitu saja.Aletta yang terbiasa sendiri, tentu saja tidak mengambil pusing itu semua. Tidak ada ruginya dimusuhi oleh wanita yang hanya memandang pria dari segi fisiknya saja, dan mengabaikan kenyataan seberapa redflagnya pria itu.Terlalu fokus dengan pekerjaannya, Aletta tidak menyadari kedatangan Leon, pria yang sangat ingin ia hindari. Dan seperti sebelumnya, pria itu langsung duduk di meja Aletta, dan merebut pena Aletta agar mendapatkan perhatiannya.Meski penampilan Leon sangat sempurna dengan kemeja putih brandednya, yang dipadukan celana panjang dari brand yang sama dengan kemeja putihnya itu, A
Setelah melalui perjalanan selama kurang lebih satu setengah jam via jet pribadi milik keluarga Leon, akhirnya mereka sampai di Venice. Apartment mereka berada tepat di jantung kota Venesia, hanya beberapa langkah saja dari Basilica San Marco, juga beberapa langkah dari Rialto bridge.Jembatan itu menjadi ikonik kota Venesia, yang telah berusia lebih dari 400 tahun. Jembatan pertama yang membuat warganya bisa menyeberangi Grand Canal dengan hanya berjalan kaki. Jembatan yang juga dinobatkan sebagai salah satu jembatan terkenal di dunia, yang semakin terkenal sejak Hydro Man mengamuk di kawasan jembatan itu, di salah satu scene film Spider-Man.Aletta, Leia dan Aurora tinggal di unit Apartment yang sama, "Leia, kamu mau sekamar denganku atau Aletta?" tanya Aurora sambil berdiri di sisi Leia yang tengah memandangi Grand Canal di depan balkon kamarnya, atau yang wanita itu pikir itu adalah kamarnya.Karena sejak sampai di unit Apartment dengan dua kamar itu, Leia langsung memasuki kama
Tidak ada jalan besar di Venesia, hanya ada jalan kecil dan sempit. Gang yang hanya bisa dilewati oleh orang-orang bukan kendaraan. Satu-satunya alat transportasi di sana hanyalah gondola dan vaporetto, sejenis water bus atau taksi air sebagai transportasi publik. Mereka sudah menyebrangi beberapa kanal dan menelusuri sejumlah gang sempit, hingga mereka kelelahan dan bersantai sejenak di kafe. Aletta mendesah pelan saat duduk di salah satu kursi di kafe itu. Ia tidak bisa duduk bersama dengan Leia dan Guzmân, apalagi duduk bersama bossnya Leuis. Jadi ia memilih meja lain, meja yang hanya terisi satu kursi saja supaya si pria narsistik nan tengil itu tidak mendekatinya lagi. Leon tadi tertinggal jauh dari mereka karena matanya terlalu sibuk jelalatan, apalagi kalau ada yang bening-bening. Entah pria itu bisa menemukan mereka atau tidak, itu bukan urusan Aletta. Tapi sepertinya dewi fortuna belum berpihak padanya, karena saat Aletta sibuk membolak-balik buku menu, suara yang kini tid
"Diam! Aku sedang menyelamatkanmu!” geram Leon pelan sambil terus berharap sekumpulan pria tadi melepaskan mereka. Bukan karena Leon takut, tapi ia sedang tidak ingin berkelahi dan membuat wajah tampannya terluka."Menolongku apa? Dasar buaya! Kamu telah merenggut paksa ciuman pertamaku tadi! Aku tidak akan menerimanya! Turunkan aku sekarang juga!" raung Aletta berontak."Kalau kamu tidak mau menerimanya, kamu bisa kembalikan lagi ciuman itu padaku!" balas Leon dengan santai."Dalam mimpi! Turunkan aku, berengsek!”Setelah masuk ke gang lainnya, Leon baru menurunkan Aletta, dan kembali menghindar saat wanita itu melayangkan pukulannya,"Kamu tidak bisa melawanku, kurcaci!" ledek Leon, setelah membekuk Aletta kembali, ia melirik ke belakangnya dan mulai bisa bernapas lega, karena para pria tadi tidak mengikuti mereka.Tapi rasa lega berubah menjadi marah, saat teringat nyawa wanita di depannya ini tadi nyaris saja melayang sia-sia, seandainya saja Leon tidak datang tepat waktu.Perutny
"Untung maps itu mengarahkanmu ke jalan yang tercepat, Aletta. Karena Jalan-jalan kecil menuju Rialto Bridge ini seperti labirin dengan berbagai cabang, yang jika salah arah kamu bisa saja sampai ke lorong yang makin mengecil yang ternyata mengarah ke jalan buntu," ujar Guzmán, calon suami pilihan orang tua Leia.Mereka tengah melalui jalan sempit yang dipadati dengan pertokoan, baik yang menjual barang-barang branded internasional, maupun produk kerajinan dan oleh-oleh khas Venesia, untuk mencapai ke tengah Rialto Bridge itu."Guzmán benar, Letta. Sebenarnya tanpa maps pun banyak petunjuk jalan yang menunjukkan arah ke Jembatan Rialto. Tapi, kita tidak pernah tahu apakah arah tersebut adalah jalan yang tercepat atau justru membuat kita memutari labirin ‘toko’ ini," lanjut Leia.'Bukan maps yang mengarahkanku ke jalur tercepat itu, tapi Leoan. Dan di mana pria itu sekarang?' ralat Aletta dalam hatinya.Apakah ia telah bersikap terlalu kasar pada Leon? Bagaimanapun juga, pria itu adal
"Sia-sia kita datang ke kota ini!"Langkah Leia saat memasuki kamar terlihat kesal. Ia segera mengganti baju kerjanya dengan cropped top dan hot pants. Bukan tanpa sebab Leia merajuk seperti itu, saat Aletta dan Leia telah siap untuk berangkat ke lokasi proyek, Leuis memutuskan di detik-detik terakhir kalau para pria saja yang akan mengunjungi lokasi itu, mengingat letaknya di salah satu pulau yang belum terlalu ramai.Awalnya Leuis takut baik Leia maupun Aletta akan suntuk di pulau itu, karena masih terlihat kosong. Itu makanya mereka memulai proyek ini untuk menarik wisatawan ke pulau itu dan meramaikannya. Namun pada akhirnya Leuis mengakui, kalau pria itu khawatir meninggalkan Aurora seorang diri di hotel kalau mereka semua pergi.Itulah yang menjadi masalah utamanya. Leuis tidak mau meninggalkan Aurora sendirian.
Aletta menyipitkan kedua matanya pada Leon, "Kamu tidak khawatir pada Leia? Dia adikmu, Leon!""Tentu saja aku khawatir. Tapi di antara aku, Leuis dan Guzmân, hanya Leuis saja yang bisa menangkan Leia. Adikku itu hanya mendengarkan ucapan Leuis, selama ini selalu begitu!" jelas Leon."Peduli setan! Aku akan tetap mencari Leia!" Aletta menghentak lepas tangan Leon sebelum meninggalkan pria itu. Tidak butuh waktu lama untuk Leon dan Guzmân menyusulnya. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk turut serta mencari Leia, begitu juga dengan Aurora yang tertinggal jauh di belakang mereka.Aletta memekik pelan saat dengan kasar Leon menarik tangannya,"Kenapa kamu tidak menolak ajakan Leia untuk pergi berdua saja dengannya?" tanyanya."Kenapa? Leia butuh hiburan!" jawab Aletta sambil menghentak lepas tangannya."Kita ke sini untuk bekerja, bukannya untuk hiburan!""Kalau tujuan kita ke sini untuk bekerja, lalu kenapa kalian para pria meninggalkan kami di hotel dan bekerja tanpa kami? Kalian kir
Dengan kasar dan tidak sabar, Leon mengetuk pintu hotel tua itu. Ia baru berhenti setelah mendengar anak kunci yang memutar, disusul dengan pintu terbuka yang menampakka Leia. Adiknya itu terlihat luar biasa panik saat melihat Leon dan Guzmán berdiri di depannya,"Ke ... Kenapa kalian ke sini?" tanyanya tergagap.Alih-alih menjawab, Leon malah menyusuri matanya ke seluruh tubuh Leia, hingga berfokus pada kemeja putih yang kebesaran itu, kemeja milik Leuis. Sambil mengumpat kasar, Leon membuka jasnya dan menutupi tubuh Leia dengan cepat,"Di mana Leuis sialan itu?" geramnya sambil mencengkram kedua pundak Leia.Leia baru akan menjawab ketika pintu kamar mandi terbuka, dan Leuis melangkah keluar dengan cropped top dan bra Leia di tangannya, yang semakin menguatkan dugaan Leon pada pria itu.Umpatan kasar keluar dari mulut Leon saat pria itu menerjang Leuis, "Bangsat kau! Dia adikmu! Apa tidak ada wanita lain lagi?" raungnya sebelum melayangkan tinjunya ke wajah Leuis."Apa-apaan ini?"
Leon dan Aletta duduk bersisian di tepi hamparan luas tanah lapang tempat beberapa anak panti tengah bermain sepak bola. Sudah lama mereka duduk di sana sambil membahas langkah mereka kedepannya. Baik mengenai rumah tangga mereka dan juga lainnya.“Baiklah, aku akan kembali bersamamu ke Jakarta. Tapi aku minta satu hal padamu dan aku harap kamu mengizinkannya.” Aletta mencoba bernegosiasi dengan suaminya.“Apa syaratnya itu, Sayang?” tanya Leon.“Aku mau Chateau peninggalan orangtuaku dijadikan rumah baru untuk anak-anak panti. Di sana lebih layak dan luas untuk mereka tempati. Ada banyak ruang yang dapat mereka gunakan untuk tempat mereka belajar, bermain atau berkarya. Perpustakaan di sana juga jauh lebih layak dengan koleksi buku terlengkap, dibandingkan dengan di sini. Banyak koleksi buku Papá yang bisa mereka baca. Dan aku juga yakin kalau baik Papá maupun Mamá tidak akan keberatan dengan ide aku ini.”“Kenapa kamu harus izin padaku mengenai hal itu, Sayang? Chateau itu adalah mil
“Jadi kamu dan Tante Amber yang membawaku keluar dari labirin itu?” tanya Aletta pada Justin.Kesehatannya sudah kembali pulih, dan sore nanti ia sudah boleh keluar dari rumah sakit. “Ya, kebetulan saat itu aku sedang mencarimu untuk mengajakmu bermain di danau seperti biasanya, dan salah satu pelayan mengarahkanku ke labirin itu. Menurut mereka kamu sedang bermain dengan orangtuamu di sana,” jawab Justin.“Tante Amber juga ikut ke labirin?”“Ya, tidak biasanya Mommy mau ikut panas-panasan. Ternyata saat itu Mommy sudah merasakan ada yang janggal di labirin itu saat melihat beberapa pria mendekati labirin. Mommy merasa tidak mengenali mereka.”Justin mendesah sebentar sebelum kembali melanjutkan,“Dan untungnya juga supir keluargaku belum meninggalkan tempat dia menurunkan kami. Jadi setelah mengeluarkanmu dari labirin itu, kami dapat membawamu langsung ke tempat yang aman. Sebuah panti asuhan terpencil dengan pemandangan yang luar biasa Indah.”“Terima kasih. Kalau tidak ada kamu da
“Ya, prioritas utamaku saat ini adalah membuatmu bahagia. Kamu dan juga anak kita ini!” Meski nada suaranya terdengar tegas, namun sentuhan ringan Leon di perut Aletta membuat istrinya itu bertanya-tanya, yang pastinya langsung menyuarakan pertanyaan itu dengan nada sumringah,“Apa aku sedang hamil sekarang?”Untuk sesaat Leon mengerjapkan kedua matanya dengan bingung karena perubahan suasana hati Aletta yang tiba-tiba itu,“Hamil?” ulangnya.“Kamu tadi menyebut kata anak sambil mengusap lembut perutku ini. Apa di dalam sini ada janin anak kita yang sedang berkembang? Apa itu yang menjadi penyebab aku kehilangan kesadaranku?”“Oh, tidak. Bukan itu. Astaga … Kita baru melakukan hubungan intim kurang dari dua minggu yang lalu, Sayang. Kamu tidak mungkin hamil secepat itu. Kalaupun kamu hamil, dokter yang melakukan pemeriksaan padamu tadi pasti sudah akan mem beritahukannya padakiu lebih dulu,” ralat Leon dengan cepat.Saat itu juga wajah sumringah Aletta berubah menjadi sendu kembali,
“Cepat pergi!” Terdengar perintah tegas papá Aletta sebelum Aletta melihat raut sedih bercampur ketakutan di wajah mamanya, saat dengan tubuh yang gemetar hebat perlahan mamanya balik badan hingga mata mereka saling terkunci.Ingin rasanya Aletta menghampiri mamánya dan membantu papánya menghalau serangan demi serangan dari pria asing itu, namun apa daya kedua kakinya seolah terpaku di lantai. Aletta terlalu syok hingga tidak dapat melakukan apapun, bahkan hanya untuk berkedip sekalipun.Hingga akhirnya dengan kedua bola mata yang melebar dan mulutnya yang gemetar memanggil nama Aletta tanpa suara, Aletta melihat benda tajam yang menembus bagian depan tubuh mamánya hingga darah segar mengenai wajah Aletta saat benda tajam itu menghujam semakin dalam.“Mamá!” Aletta berteriak histeris di dalam hatinya, karena kata-kata itu seolah tidak dapat mengalir keluar dari dalam tenggorokannya. Mau sekuat apapun Aletta berusaha mengeluarkan suaranya itu.“Letta, kita harus pergi!” seru seseoran
“Apa aku sudah boleh menghajarnya?” tanya Leon dengan tidak sabar. Sejak tadi ia berusaha sabar saat mendengar semua penjelasan Justin.“Silahkan hajar! Atau semua video mesummu dengan Deandra akan tersebar luas! Beberapa anak buahku telah menerima pesanku dengan sangat jelas untuk menyebarkan semuanya jika dalam satu jam aku tidak keluar dari sini dalam keadaan aman!” ancam Leon.Terang saja cengkraman tangan Leon di kerah kemejanya semakin menguat hingga Peter terbatuk-batuk akibat dari tertekannya jalur pernapasannya,“Kau mengancamku? Apa kau pikir dengan ancaman murahan seperti itu akan membuatku takut? Kau salah! Aku tidak peduli dengan reputasiku yang tercemar, saat ini tujuanku hanya satu, membumihanguskan semua yang telah menyakiti Letta, dan semua yang telah berani menyengtuh istriku itu! Persetan dengan reputasiku!” tegasnya.Justin menepuk pundak Leon untuk menyadarkannya, “Leon sabar. Kau bisa membunuhnya! Apa kau mau memberikan kematian yang Mudah untuknya?”“Justin be
Karena kebahagiaannya yang sebenarnya adalah berada bersama orang-orang yang ia cintai, orang-orang yang mencintainya tanpa syarat, seperti halnya orang-orang yang berada di dalam panti, yang tidak ada satupun dari mereka yang akan menyakitinya dengan sangat dalam, seperti yang telah keluarganya dan juga Leon lakukan padanya.Teringat pada perselingkuhan Leon dengan Deandra membuat Aletta menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata,“Lakukan apa yang ingin kalian lakukan.”Tepat pada saat itu terdengar keributan dari arah tangga menuju ruang bawah tanah itu, membuat tidak hanya mata Aletta, Leon dan Justin saja yang mengarah ke sana, tapi juga semua mata anak buah mereka.Dan yang lebih mengejutkan lagi untuk Aletta adalah kedatangan Deandra yang tengah dibekuk oleh Dritan, lalu menyusul di belakang mereka seorang pria tua yang tengah dipaksa masuk oleh Leuis dan beberapa anak buahnya.“Leon, Leon tolong selamatkan aku. Aku tidak ada hubungannya sama sekali dengan pria tua itu!” p
“Kau tidak apa-apa aku tinggal sendiri sebentar?” tanya Leon dan Aletta menggeleng kencang,“Tidak, aku tidak mau ditinggal sendiri, aku takut,” rengeknya.“Baiklah, aku akan gtetap di sini bersama denganmu.” Leon kembali memeluk Aletta. Lagipula dengan banyaknya anak buahnya dan juga anak buah Justin, dalam waktu singkat mereka telah berhasil membekuk kaki tangan pembunuh itu.Meski demikian, Leon tetap mengingat wajah pria yang berniat memperkosa Aletta, dan yang telah melukai paha istrinya itu.Nanti, Leon akan memastikan hukuman yang menyakitkan pada kedua pria itu, juga pria lainnya. Mereka semua telah membuat Alettanya yang pemberani menjadi selemah anak kucing.“Tahan dan satukan mereka semua di sel sebelah!” Terdengar perintah Justin bersamaan bunyi ponsel salah satu dari berandalan itu.“Angkat dan Loudspeaker! Sekali saja kau memberitahu Tuan Besarmu itu mengenai keadaan di sini, maka aku akan langsung mengirimmu dan kalian semua ke alam lain!” perintah Justin dengan tegas.P
Tapi saat para pria itu maju secara bersamaan, Aletta pun pada akhirnya berhasil mereka lumpuhkan. Dan dalam sekejap mata, kedua tangan beserfta kedua kakinya telah dirantai. Praktis ia sama sekali tidak dapat menggerakkan tubuhnya. “Bangsat kalian! Lepaskan aku! Aarggah! Lepaskan aku bajingan!” Pemimpin mereka meludah ke sampingnya sambil menurunkan resleting celananya, “Melepaskanmu? Cih! Tidak akan!” “Kalian akan menyesalinya! Cepat lepaskan aku! Aku akan mengadukan perbuatan kalian pada Tuan Besar kalian!” ancam Aletta. “Silahkan saja, dan mungkin Tuan Besar akan berterimakasih pada kami karena telah membantunya menyakitimu! Anak dari pria yang Tuan benci! Kau! Sumpal mulutnya dengan pakaian dalamnya!” Aletta memberikan tatapan membunuhnya pada pria yang ditunjuk tadi, tapi pria itu malah menyeringai lebar sambil mengeluarkan belati dari sakunya. “Jangan berani kau menyentuhku!” “Kalau aku menyentuhmu kenapa? Kau mau menyentuhku balik?” tanya pria itu yang disusul dengan g
“Kenapa wanita itu masih juga belum sadarkan diri?” Salah satu pria yang membawa Aletta bertanya. Dengan posisi berbaring menyamping membelakangi mereka membuat Nyaris satu jam Aletta terus berpura-pura tidak sadarkan diri, ia sengaja mengulur waktu karena ia tahu Justin pasti akan segera menemukannya.Itu pun kalau pria itu memang masih ingin membantu Aletta setelah ia melarikan diri darinya.Memangnya pilihan apa lagi yang Aletta punya, selain pergi sejauh mungkin dari pria itu setelah melihat dua orang anak buahnya yang berusaha menculiknya?Atau jangan-jangan tuan yang para berandalan itu maksud adalah Justin?Tapi kenapa Justin harus bersusah payah menugaskan beberapa anak buahnya untuk menculik Aletta, kalau bisa saja Justin membunuh Aletta langsung saat masih berada di dalam Chateaunya?Bermacam pertanyaan terus berkecamuk di dalam diri Aletta. Sambil tetap waspada kalau saja para pria berandalan itu mencoba untuk merudapaksanya.“Kita lakukan saja sekarang! Memangnya kenapa h