Share

Bab 42

Penulis: Isna Arini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Perlahan-lahan rumor itu mulai menghilang, entah mereka sendiri yang bosan bergunjing di belakangku atau karena kemesraan yang selalu ditampakkan oleh Husniah padaku saat kami hendak pulang atau sedang makan siang. Kami benar-benar jadi karyawan yang istimewa, bisa berduaan di luar jam kerja sebagai pasangan suami istri. Husniah yang memang memiliki kuasa dan aku yang menutup telinga. Aku berniat untuk memenuhi semua kenangannya tentang Ayahnya sebagai ganti dari semua yang dia lakukan akhir-akhir ini.

Wisnu maupun Papanya juga tak terlalu banyak ikut campur dengan utusan pribadi kami. Malah sepertinya pria paruh baya itu mulai membuka diri. Mengundang kami-aku dan Husniah- makan malam di rumahnya, lebih tepatnya rumah orang tuanya, kakeknya Husniah.

Malam ini aku dan Husniah datang ke rumah mewah tersebut untuk memenuhi undangan. Rumah dua lantai yang terlihat megah menjulang, di dominasi oleh warna putih dan gold dibeberapa bagian. Pagar tinggi dan tak kalah megah mengelilingi rumah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (10)
goodnovel comment avatar
YaniWuri62819
apa candra berniat membunuh nia dan hanan dngn cara menyuruh seseorang merusak rem mobil hanan ? agar candra bisa menguasai warisan nia ?
goodnovel comment avatar
andri setyowati9
mungkinkah suruhan Om Candra ya, janganlah mereka sampai terpisah karna kematian, mereka baru saja mengarungi kebahagiaan
goodnovel comment avatar
Agustina Astin Luarwan Molana
bagus bangat novelnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Bab 43

    "Saya terima nikah dan kawinnya Husniah ...."Arasy berguncang, karena beratnya perjanjian yang dibuat olehnya di depan Allah, dengan disaksikan para malaikat dan manusia. Pria itu akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak atas istri dan anak-anaknya. Detik itu juga tumbuh rasa cintaku padanya meskipun aku tidak mengenalnya. Cinta yang tak kumengerti, yang aku tahu, tanggung jawab yang ada ditangan ayah berpindah ke tangannya. Dan aku berharap dia selembut dan sebaik ayahku saat memperlakukanku nanti.Aku pikir dia menikahiku karena ingin, suka rela dan akan menjagaku seperti kata Bunda, nyatanya itu semua hanya anganku saja. Dia tidak menyukaiku, tapi kenapa hatiku tetap terpaut padanya, hanya karena dia lelaki pertama yang menghalalkanku, yang mungkin akan dekat denganku setelah ayah. Dengan bodohnya aku tetap tinggal bersamanya meskipun dia tak pernah menganggapku ada. Mulutku selalu mengatakan akan pergi tapi hatiku menginginkan sebaliknya. Aku bersikeras tak ingin saling

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Bab 44

    Pria itu tergeletak tak sadarkan diri di ruang ICU dengan beberapa alat medis terpasang di tubuhnya. Pada akhirnya, Kak Wisnu mau mengantarkan aku menemui Mas Hanan. Hanya sebentar aku berada di ruangan itu, dan tidak tahu sama sekali apa yang terjadi padanya. Aku belum dapat penjelasan apapun sama sekali dari Kakak sepupuku itu, katanya dokter masih melakukan pemeriksaan dan observasi."Kita akan mengobatinya sampai dia sembuh lagi seperti sediakala," ucap Kak Wisnu menghiburku.Aku hanya diam di atas ranjang pasien dengan air mata terus mengalir. Andai saja Mas Hanan tidak mencoba melindungiku mungkin dia tidak akan terluka separah ini. Mungkin tubuhnya terbentur sana sini karena tidak menggunakan seat belt. Dia melepasnya saat mobil itu melaju tanpa kendali. Dasar bod0h. Kenapa dia melakukan itu, biar aku semakin terluka kalau dia benar-benar pergi.Aku sendiri tidak mendapatkan luka yang serius, hanya lecet dan goresan, juga shock berat pasca kecelakaan. Mobil itu menabrak pohon d

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Bab 45

    "Tanyalah pada Papamu, kenapa aku seperti ini. Tidak memiliki sopan santun padanya," sahutku, masih dengan penuh emosi.Kak Wisnu tampak mengalihkan pandangannya pada sang ayah, seolah meminta penjelasan."Kamu mengira aku yang menyebabkan kecelakaan ini?" tanya Om Candra tanpa basa-basi.Aku langsung menatap ke arah kakak dari ayahku tersebut. Dia seakan tidak ingin berpura-pura, dan langsung pada topiknya. "Itu benar?" Tanya Kak Wisnu padaku. "Iya," jawabku tanpa basa-basi. "Mas Hanan tidak pernah lalai menservis mobilnya, bagaimana tiba-tiba rem tidak berfungsi kalau bukan ada yang sengaja mensabotase. Kami tidak memiliki musuh sama sekali, hanya Om Candra yang patut kucurigai," sambungku menjelaskan letak kecurigaan itu."Apa alasannya kamu mencurigai Papa?" Aku terdiam, bingung hendak mengatakan apa. Haruskan aku katakan pada Kak Wisnu kalau Papanya pernah mengantarkanku ke kampung dan memintaku tinggal diam di sana. "Kamu gak curiga pada wanita yang dulu mengusir kami dari r

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Bab 46

    "Selamat pagi, Bu Nia," sapa Pak Abbas begitu aku memasuki ruangannya. Datang ke kantor pertama kali, tujuanku malah ruang kerja Mas Hanan. Aku ingin mengingat saat dia duduk dengan sehat di kursi itu."Pagi, Pak," sahutku sambil tersenyum. "Ada yang bisa dibantu?" Tanya Pak Abbas. "Tidak, Pak. Saya hanya ingin melihat meja kerja di mana dulu Mas Hanan bekerja." Kata Kak Wisnu sudah ada penggantinya, aku hanya merindukan tempat melihat tempat itu. Berharap suatu saat nanti suamiku akan kembali sehat dan bekerja. Tak mau membuat suasana ruangan tak nyaman, aku memilih kembali ke tempat di mana seharusnya aku berada. Tak jauh dari pintu masuk, aku bertemu dengan Mbak Lita. Wanita itu berjalan ke arahku dan menyapa. "Bagaimana kabar Mas Hanan?" "Masih begitu-begitu saja, Mbak," sahutku apa adanya. Sebenarnya aku malas meladeni wanita ini, hanya saja aku tak ingin dianggap sombong jika mengabaikannya di kantor ini. "Kasian ya Mas Hanan. Mungkin harusnya bukan dia yang kecelakaan

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Bab 47

    Bangunan mungil yang berada di bagian paling belakang, terpisah dengan rumah utama itu di jaga oleh seorang pria dengan perawakan tegap, seperti bodyguard yang dulu pernah kulihat di televisi. "Enak betul jadi tawanan Kak Wisnu, disimpan di rumah, bukan di gudang atau rumah kosong seperti di film-film laga," celetukku begitu kami sampai di tempat Kak Wisnu menahan pria yang menyebabkan kami kecelakaan. Bangunan itu memang terlihat terawat, bukan bangunan tua dan kotor tempat menyekap tawanan. Bangunan itu berada di bagian belakang rumah mewah yang di tempati Om Candra sekeluarga.Aku memintanya untuk bertemu dengan pria itu, ingin bertanya padanya. Memastikan jika dia salah sasaran atau memang dibayar orang. Gara-gara ucapan Mbak Lita pagi itu, membuatku jadi mencurigainya juga. Apa dia masih ingin menyingkirkanku?"Kamu juga penjahat, pencuri. Tapi mau kusimpan di hatiku, tak bisa," sahut Kak Wisnu. Aku mengerucutkan bibir mendengar kalimatnya. Dia terus saja mengatakan hal-hal ab

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Bab 48

    "Kamu masih sangat muda, masih bisa membuat lagi. Ah! Suamimu sudah tua, tapi tenang saja kakek-kakek pun bisa menabur benih, beda dengan wanita. Ada masanya wanita tak lagi berproduksi. Sekarang suamimu masih keenakan tidur, nanti aku akan--" "Kak ...." Dengan linangan air mata aku menyela ucapnya yang tanpa jeda itu. Aku tahu Kak Wisnu sedang berusaha menghiburku. Saat tadi dia mengendongku dan membawaku ke dalam mobil, dia berteriak panik karena tangannya basah oleh cairan berwarna merah. Kakak sepupuku itu mengira aku terluka. Ternyata darah itu berasal dari bagian intimku. Kupikir itu hanya darah haid biasa, ternyata ada kehidupan baru di dalam rahimku. Tapi karena benturan cukup keras terjadi padaku, dia tidak tertolong, aku keguguran. Aku tidak menyadari kehamilan ini. Entah sejak kapan aku mulai mengandung. Sejak kecelakaan, aku tak memperhatikan diriku, tak mengingat jadwal menstruasi, bahkan tak ingat sudah tidak datang bulan lagi. "Kamu diapakan wanita itu?" Tanya Kak

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Bab 49

    Kubuka pintu kamarku setelah dokter memberikan ijin. Dokter tadi bilang, Mas Hanan sudah sadar, semua alat vitalnya berfungsi dengan baik, hanya saja tidak serta merta suamiku itu akan bangun dari tempat tidur, berbicara dengan lancar dan melakukan aktifitas layaknya orang sehat. Kesadaran dan kesembuhan pasca koma terjadi secara bertahap. Pemilik tubuh itu menoleh padaku saat aku membuka pintu, matanya terbuka, ada kehidupan di sana. Kebahagianku meluap, menutupi semua rasa sakit yang sesaat lalu sempat bertahta di hatiku. Aku menghambur padanya, memeluk tubuh itu dengan erat. "Aku rindu," bisikku. "Maaf." Satu kata terdengar di telingaku. Terdengar begitu merdu meskipun hanya kata maaf. Lebih merdu, lebih menyenangkan, dan begitu berharga dari semua kalimat cinta yang pernah dia ucapkan. Suara itu yang tak pernah kudengar sama sekali selama beberapa minggu ini. "Terima kasih sudah kembali dan bertahan," ucapku sambil terisak. Bukan karena kesedihan, tapi karena rasa bahagia. K

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Bab 50

    "Ayo bangun, Mas" bisikku sembari mengusap wajahnya. Mas Hanan ijin tidur sebentar di atap setelah kami berbagai peluh dan bergumul dengan ganas. Sebenarnya tempat ini cukup tertutup dari pandangan mata, hanya bagian atap yang terbuka. Hanya saja terasa aneh melakukan hal pribadi di tempat seperti ini. Saat aku mengajak Mas Hanan turun, suamiku itu hanya menarik selimut yang kebetulan di jemur dan menutup seluruh tubuh kami. Dasar tak sabaran. "Jam berapa ini?" tanyanya dengan malas. Matanya masih terpejam. Bahkan aku pun tak tahu jam berapa, yang pasti sudah cukup lama Mas Hanan terlelap dan aku puas memandangi wajahnya. Atau jangan-jangan malah baru jam sepuluhan. Kami naik ke sini jam delapan, bukan menikmati keindahan purnama malah perang. Siang tadi kami menghabiskan waktu tanpa tidur siang, dan Mas Hanan terpejam begitu selesai melakukan aktivitas fisik tersebut. "Ayo turun," ajakku lagi sembari mengemasi pakaian dan mengenakannya. "Aku masih lelah, lagian di sini juga nya

Bab terbaru

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    End

    Pesona Istri Season 3 POV Hanan "Selamat ulang tahun Sayang ucapku sambil memberikan sebuket bunga mawar untuknya." Meskipun di rumah ini ada taman bunga mawar, tapi tetap saja memberi bunga padanya selalu membuatnya bahagia. Namun, dia akan berkata tak suka pada bunga yang sudah dipetik. "Terima kasih, Mas," jawabnya tanpa terlihat sedikit pun senyum di wajahnya. Sudah beberapa hari ini Husniah tampak bersedih hati. Aku tahu penyebabnya tak bahagia beberapa hari ini. Sudah hampir dua bulan tak ada dari anak-anaknya yang datang mengunjungi kami baik Hulya yang belum memiliki anak maupun Atma dan Nata yang sudah sibuk dengan keluarga kecilnya ditambah dengan keberadaan anaknya."Kamu rindu pada anak-anak?" tanyaku.Pertanyaanku hanya dijawab Husniah dengan anggukan, seakan dia enggan berbicara. Aku tahu jika dia mengungkapkan isi hatinya, dia akan menangis begitu saja. Entah kenapa di usianya yang tak lagi muda, Husniah semakin melankolis. Kurasa ini terjadi setelah anak-anak perg

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Tujuh

    Pesona Istri Season 3 "Sayang, Abang minta maaf," ucapku, sembari mencoba mendekat padanya lagi. Dia marah tapi tak mau didekati, bagaimana bisa aku menenangkannya. Lebih baik dia memukuliku daripada menjauh dengan tampang seperti itu. "Kenapa minta maaf," ketus Queena. "Udah bikin kamu kesal," balasku. "Sini, kita bicarakan dengan tenang. Kamu mau apa?" Wajah itu masih cemberut, tapi tak lagi menjauhiku hingga jarak kami semakin dekat. "Maaf ya." Lagi aku mengatakan permintaan maaf, entah untuk kesalahan yang mana. Yang penting aku minta maaf saja, mungkin dengan seperti ini dia kan lebih baik. Tanpa dikomando, air mata Queena meluncur melewati pipinya yang terlihat berisi, lalu kemudian berlanjut dengan isakan kecil terdengar di telingaku. "Abang minta maaf," ucapku, lagi, entah untuk yang berapa kali. Aku merengkuh tubuh Queena dalam pelukan. Istriku itu tak menolak dan melawan, dia terisak dalam dekapanku. Biarlah, dia puas menangis setelah puas memukuliku. Biar dia mel

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Enam

    Pesona Istri Season 3"Nata, Queena pergi meninggalkan Rafka sejak tadi pagi," ucap Tante Syifa dari ujung telepon, ketika aku mengangkat panggilan dari mertuaku tersebut.Mendengar penuturan Tante Syifa, tentu saja membuatku sedikit terkejut. Tadi pagi memang Queena masih marah saat kutinggal pergi kerja. Kali ini bukan masalah postur tubuhnya yang gemuk namun kami bertengkar lagi karena Queena kembali mencurigaiku memiliki kedekatan dengan Yuanita pada hal dia jelas-jelas tahu kalau wanita itu sudah memiliki tunangan. Meskipun sampai sekarang mereka belum berniat untuk menikah. Entah kenapa beberapa hari ini, tidur kami selalu diwarnai dengan pertengkaran. "Quina pergi ke mana, Ma. Dia tak pamit dan meninggalkan Rafka begitu saja. Lalu gimana sekarang keadaan anak itu apakah dia rewel karena tak ada mamanya?" Bertubi-tubi aku bertanya pada mertuaku. Jika di lihat sekarang sudah mulai sore, artinya istriku itu sudah pergi dari rumah cukup lama. Tapi kenapa Tante Syifa baru mengat

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Lima

    Pesona Istri Season 3 "Nggak gitu juga kali konsepnya Kak Yuan," ucap Queena dengan nada sebal.Sepertinya dia tak suka dengan perkataan yang dilontarkan oleh Yuanita barusan, siapa yang suka dengan perkataan seperti itu. Aku pun tak suka, Queena adalah istriku tak ada yang boleh memilikinya selain diriku. "Aku cuma bercanda mengimbangi perkataan Liam barusan," sahut Yuanita, membela diri.Dua wanita ini nampaknya sulit akur sekarang, Queena yang cemburu pada Yuanita karena dulu kami pernah dekat, dan Yuanita yang cemburu pada Queena karena Liam begitu perhatian pada istriku. Kami berbasa-basi beberapa saat, kurang lebih hanya empat puluh lima menit. Karena kami harus segera pergi ke restoran. William pergi sendiri mengendarai mobilnya, sedangkan aku dan Yuanita akan berkendara di mobil yang sama seperti yang kami katakan tadi. "Aku pergi dulu ya, Sayang," pamitku pada Queena. "Kok Kak Yuanita ikut dengan Abang?" tanya Queena, seperti tak suka. "Liam akan langsung ke kantornya,

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Empat

    Pesona Istri Season 3Aku sudah mulai aktif kembali bekerja di restoran bersama dengan Yuanita. Sampai sekarang aku tak pernah tahu lagi, bagaimana hubungan dia dengan William. Kulihat mereka baik-baik saja namun hingga detik ini sepertinya tak ada kemajuan dalam hubungan mereka entah kapan mereka akan memutuskan untuk menikah. Biarlah itu bukan urusanku, mereka adalah dua orang dewasa yang sudah tahu mana yang baik dan mana yang benar. "Bagaimana keadaan Queena?" Tanya William saat aku hendak pulang. "Alhamdulillah sehat dan baik," jawabku. Sejak kejadian Yuanita melihatnya memeluk Queena dan dia marah-marah tidak jelas itu, William lebih banyak menahan diri. Dia tak lagi ingin dekat dengan Queena. Ditambah lagi aku dan istriku pergi ke luar kota, pindah ke rumah Mama dan Papa dalam beberapa bulan. Kupikir, membuat kedekatan Queena dan William tak lagi seperti dulu. "Mau ke sana, kita tengok Mama dan bayinya." Yuanita datang menghampiri kami dengan sebuah usulan. "Kamu mau?" Wil

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Tiga

    Pesona Istri Season 3 Aku terbangun saat terdengar suara azan dari ponselku. Malam tadi kami masih tidur dengan nyenyak, Queena juga tidak membangunkanku. Bayi kami pun tidak di bawa ke sini. Perawat bilang, bayi yang baru lahir tidak langsung lapar dan ingin menyusu dari mamanya saat kutanya apa bayi kami tak kelaparan. Aku segera bangun, membersihkan diri dan sholat subuh, setelah itu membangunkan Queena. "Sayang, mau mandi gak?" Tanyaku sambil mengecup keningnya. "Sudah jam berapa?" Queena bertanya. "Jam lima lewat." Queena terlihat susah payah saat ingin bangun dari posisinya. Tentu saja, pasti dia masih kesakitan di bagian intimnya. "Ayo abang bopong," kataku sembari mengambil posisi hendak mengangkat tubuhnya. Queena menatap padaku. "Iya deh," sahutnya sambil memamerkan barisan giginya. Kenapa tak minta tolong saja dari tadi. Dengan hati-hati, kuangkat tubuhnya dan kubawa ke kamar mandi. "Mau dimandiin?" tanyaku. "Apaan sih Abang, aku bisa mandi sendiri." Dia menolak

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Dua

    Pesona Istri Season 3 POV Nata Wajah lelah namun tampak bahagia itu tersenyum bahagia saat menatapku. Aku baru saja mengazani bayi kami yang ada di ruang bayi. Sedangkan Queena masih berada di ruang bersalin tadi saat aku tinggalkan untuk melihat bayi kami. Queena melahirkan tanpa persiapan, kami sedang asyik jalan-jalan di mall tapi tiba-tiba dia pecah ketuban. Lalu saat di bawa ke rumah sakit ternyata sudah pembukaan 4 dan semua berjalan dengan cepat. "Bukannya anak pertama katanya perlu lama kontraksi untuk pembukaan." Itu yang aku tanyakan pada dokter saat dikatakan Queena sudah siap melahirkan. "Aku udah mulas dari kemarin, Abang. Tapi aku tahan, makanya tadi sengaja aku ajak Abang jalan-jalan biar rasa sakitnya teralihkan." Ah, Queena, ada-ada saja. Kuat juga dia menahan rasa sakit itu. Tapi mungkin aku dan kedua mertuaku akan jauh lebih khawatir jika tahi sejak kemarin dia mulas tapi bayi baru lahir hari ini. Kembali kukecup kening Queena yang sudah berada di atas kursi

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Satu

    Pesona Istri Season 3POV Hulya Pengantin baru, rumah baru. Begitu pulang dari hotel, aku hanya menginap di rumah Papa dan Mama dua malam. Lalu hanya semalam berada di rumah mertuaku, kemudian suamiku langsung membawaku pergi ke rumah yang dia inginkan untuk menjadi tempat tinggal kami. Sejauh ini, keluarga mertuaku semuanya baik dan sayang padaku. Termasuk adik iparku yang merupakan adik Mas Aslam. Mereka hanya dua bersaudara. Pantas saja kalau suamiku itu begitu memanjakan adik perempuannya. Aku hanya bisa menurut saat Mas Aslam mengajakku tinggal berdua saja, dia memilih rumah minimalis modern untuk menjadi tempat tinggal kami. "Aku hanya ingin menghabiskan waktu berdua saja denganmu, di rumah yang tak terlalu luas sehingga aku bisa selalu melihat keberadaanmu setiap saat. Selain itu, agar kamu tak kesepian jika sendiri karena rumah tak terlalu besar." Itu yang dikatakan Mas Asalm saat pertama kali kami menginjakkan kaki di rumah ini. Terhitung sudah satu minggu kami tinggal

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus

    Pesona Istri Season 3 Suasana pagi terasa mulai ramai oleh orang-orang yang hendak pergi bekerja. Dengan senyum lebar, aku menanti kedatangan moda transportasi umum yang sangat ingin aku coba, kereta listrik. Aku dan Mas Aslam akan naik kendaraan umum itu berbarengan dengan orang-orang yang berangkat ke kantor. "Senangnya akhirnya kita bisa naik kereta ini bareng," ucapku seraya menatap ke arah lintasan kereta. Menunggu alat transportasi tersebut datang. "Kenapa harus di jam segini sih, lihat ramai sekali. Kita ini baru menikah, harusnya bersantai di hotel menikmati kebersamaan bukannya malah ikutan berdesakan dengan para karyawan," omel Mas Aslam.Sebenarnya dia tak setuju aku melakukan ini saat ini, khawatir masih lelah setelah kemarin kami sibuk di acara pernikahan. "Ini letak serunya, ikutan berdesakan dengan penumpang lainnya. Kalau sepi mana seru, biar tahu bagaimana hidup sulit," jawabku sekenanya. Mas Aslam hanya geleng-geleng kepala mendengar perkataanku. "Memangnya gak

DMCA.com Protection Status