Pagi di kediaman Eloise… Patricia yang bangun lebih dahulu langsung keluar dari kamarnya. “Apa Brice bermalam di sini?” gumamnya pelan saat melangkah menuju ruang keluarga untuk melihat suasana di lantai dua. Tidak ada aktifitas di atas sana, para pelayan rumah pun tidak ada yang membersihkan. “Bi Win, apa Agnes belum keluar dari kamar?” Patricia bertanya kepada kepala pelayan di rumahnya yang baru saja datang menghampirinya. “Pagi Nyonya, dan Nona Agnes belum keluar dari kamar.” Jawab wanita yang hampir sepuh itu tetapi masih terlihat begitu bugar dan kuat. Patricia mengangguk, “Lalu, apa mobil tamu masih ada diluar?” “Sudah tidak ada, Nyonya.” “Ok, Bi Win.” Patricia berlalu dan kembali masuk ke dalam kamarnya. Sejak semalam ia melihat Agnes dan Brice masuk ke dalam kamar anak perempuannya, wanita paruh baya itu meminta semua pelayan untuk tidak naik dan beraktifitas di lantai dua. “Hah! Bersyukur dua hari lagi mereka menikah!” gumam Patricia memijit keningnya sambil tersenyum
“CK! Dasar mesum!” “Terserah! Sialnya kamu yang sudah membangunkannya!” seru Brice yang kini melepas handuknya. Agnes membuka mulutnya melihat boa milik Brice yang sudah mengeras sempurna. “Tanggung jawab sayang!” seru Brice dengan tersenyum nakal. Agnes meneguk kasar salivanya, “De-dengan?” “Terserah kamu.” Agnes mengatupkan bibirnya dan menarik napas, wanita cantik itu memperbaiki rambutnya yang panjang dan ia cepol ke atas memperlihatkan tengkuk lehernya yang begitu indah. Tanpa di duga wanita cantik itu meraih boa Brice dengan tangan lentiknya. Dia bergerak maju mundur, bahkan wajahnya sudah berada tepat di depan kejantanan pria itu. “Damn! Ini yang terbaik, sayang!” geram Brice saat merasakan ujung lidah Agnes bermain di bagian ujung kepala boanya. “Ugh!” erangan keras Brice lolos saat Agnes memasukkan boanya masuk ke dalam mulut hangat wanita cantik itu. Brice memegang dan membelai wajah serta rambut Agnes yang saat ini tengah mendongak menatapnya tanpa menghentikan aksi
Dua hari pun berlalu dengan insiden terakhir di kediaman Agnes, saat Brice bersama Agnes keluar dari kamar dan di dapati oleh Patricia dan Eloise.Tapi hal menggelikan terjadi saat itu. Membuat Brice dan Agnes hanya bisa saling menatap dan menahan tawa mereka.Di mana saat kedua orang tua Agnes tanpa sengaja menyerukan nama Brice, Patricia dan Eloise berpaling seolah tidak melihat keberadaannya bersama Agnes.Pasangan paruh bayah itu, berjalan memutar dan menuju kembali ke kamar mereka.Agnes menyandarkan keningnya di punggung Brice karena malu. Brice pun hanya bisa berbalik dan mengusap lembut lengan wanitanya itu. Hal itulah yang membuat Brice memang tidak dapat menunda pernikahan ini.Dia tidak dapat menahan diri barang sedetik pun.***Pesta pernikahan Brice dan Agnes berlangsung di sebuah ballroom hotel mewah yang telah diubah menjadi sebuah surga berkilauan. Malam ini, ballroom dipenuhi dengan kehangatan dan kegembiraan, meskipun hanya beberapa orang yang tahu rahasia yang terse
Usai acara pesta pernikahan mereka, Brice membawa Agnes menuju kamar pengantin mereka. Begitu pintu lift terbuka, Brice melepaskan lumatannya dari bibir Agnes.Menarik wanita yang kini telah resmi menjadi istrinya, resmi secara hukum dan agama.Agnes mengerutkan keningnya, melihat kamar yang begitu familiar. Kamar yang menjadi saksi pertama kali mereka berdua menghabiskan malam panas dalam keadaan mabuk berat.“Brice? Bukannya ini?” tanya Agnes berdiam diri di depan pintu kamar yang sudah terbuka.Brice tersenyum, “Iya, apa kamu mau pindah ke kamar yang lain? Kamu tidak menyukainya?”Agnes menggelengkan kepalanya dengan cepat, “Tidak perlu, dan ya, aku menyukainya.” Jawab Agnes dengan jujur.Lagi pula, di mana pun bukanlah masalah bukan? Mereka tidak perlu melakukan effort besar hanya untuk ritual pengantin baru, yaitu malam pertama.Deg!Baru saja terlintas di benak Agnes seperti itu, tapi pikirannya itu seolah hancur ketika Brice membawanya masuk lebih ke dalam kamar, menuju tempat
Sekelabat bayangan pertemuan awal mereka tergambar di kepala Agnes, pertemuan yang membuat mereka terikat satu sama lain. Entah secara kebetulan atau memang takdir yang selalu saja mempertemukan mereka berdua. Dan entah bagaimana mereka menjadi pasangan kencan buta, dan tercetus ide gila dari Brice untuk melakukan pernikahan kontrak selama 100 hari dengan sepuluh macam aturan yang harus disepakati oleh mereka. Semua berjalan begitu cepat, bahkan sangat cepat, hanya kurun waktu dalam seminggu mereka kini sudah menjadi pasangan suami istri. Agnes tidak tahu bagaimana lagi harus memposisikan dirinya. Perlakuan Brice membuatnya selalu lupa diri jika mereka dalam status kontrak. Mereka sama-sama saling menguntungkan dalam pernikahan ini. Baik Agnes yang tidak lagi diteror oleh kedua orang tuanya akan kencan buta dan pernikahan. Sedangkan Brice melakukan ini untuk kepentingan misi besar yang sedang dia kerjakan. Tentu saja hal itu tidak diketahui oleh Agnes. Pria itu beralasan dengan per
"Uhm, baiklah. Tapi sungguh, aku tidak suka di buat penasaran seperti ini.” Gumam Agnes dan menarik nafas, menumpuk kembali kesabarannya.Brice mengusap puncak kepala rambut Agnes. Dia juga tak sabar melihat reaksi Agnes.Sepuluh menit pun berlalu, Brice menghentikan kendaraannya tepat di depan sebuah gedung tingkat empat.Brice mematikan mesin mobilnya lalu membuka seatbealt milik Agnes, kemudian ia turun mengitari bagian depan mobil dan membuka pintu untuk Agnes, “Ayo sayang.”Brice mengulurkan tangannya.Agnes turun dan memegang tangan Brice, ia menatap bingung dengan gedung mewah yang kontruksinya full dari kaca. Namun, dia hanya mengikuti langkah Brice yang membawanya.Dan akhirnya mereka tiba di depan pintu utama gedung, “Selamat pagi Tuan, selamat pagi nona.” Sapa Zeta menyambut Brice dan Agnes.“Pagi Silvia,” jawab Agnes kepada asistent Brice itu, dia masih tidak cukup akrab dengan Silvia yang tidak lain adalah Zeta, si bungsu dari enam Angel’s Brice.Silvia—Zeta lalu mengelua
“Tentu saja di sini!” ucapnya dan langsung melumat bibir manis Agnes yang begitu basah.“Euhm…” Brice mendudukkan Agnes di tepi bathtub, lalu kembali melumat bibir istrinya itu, saling berbagi saliva dan melilitkan lidah mereka.Agnes mengalungkan kedua tangannya di leher Brice, “Buka bajuku sayang,” bisik Brice kepada Agnes sembari melepaskan pakaian Agnes dengan cepat.Dengan sesekali ia terus saja menyesap tiap kulit tubuh Agnes yang begitu mulus. Mulai dari leher, hingga ke bagian payudaranya yang sudah terekspos begitu cantik.Brice melepaskan keseluruhan pakaian Agnes dengan mudah tanpa meninggalkan sehelai benang pun, begitu pun dirinya yang kini hanya menyisakan boxer yang menutupi miliknya.“Euhm… Ah! Brice!” suara lirih dan desahan pelan Agnes membuat Brice semakin bergairah ingin terus mencecap setiap inci tubuh Agnes.Kilauan lampu terpancar begitu indah di tubuh mulus Agnes.“Oh my Brice!” pekik Agnes dengan desahan kuat saat Brice memasukkan jarinya ke dalam inti tubuhny
Brice dan Agnes benar-benar menghabiskan siang panas mereka di dalam kolam mini. Usai berbagi peluh di kolam kecil yang berisikan air hangat itu.Pria berhazel biru itu membawa tubuh Agnes yang lagi-lagi di penuhi bercak merah kebiruan karena ulahnya ke atas tempat tidur.Tenaga Agnes kembali habis terkuras karena dirinya, mengikuti permainan liar sang suami.Agnes bergelayut dengan manja, melingkarkan kedua tangannya di leher Brice. “Capek, hmm?”“Hmm,” gumam Agnes sebagai jawaban, dirinya terlalu malu mendengar pertanyaan seperti itu dari Brice.Entah bagaimana bisa stamina pria ini begitu kuat dan begitu mendominasi. Dirinya berkali-kali kembali mendapatkan puncak kenikmatan saat di kamar mandi. Wajahnya merona merah saat mengingat kembali apa yang baru saja ia lakukan bersama Brice di dalam kolam mini itu.Brice terkekeh mendengar gumaman Agnes.Pria kekar itu tidak menunjukkan rasa lelah sedikitpun, ia dengan kuat membopong tubuh Agnes dan membuka pintu kolam mini itu.“Tunggu,”
Agnes menarik napas dalam dan berkata dengan cepat, “Apa kamu pernah melakukan ‘itu’ dengan para asistentmu?” Brice terdiam sesaat. Alhasil membuat Agnes semakin gugup dan cemburu. “Brice?” “Hmm, kalau itu—” “Sepertinya aku tahu jawabannya,” potong Agnes lalu menyingkirkan tangan Brice, turun dari pangkuan Brice. “Mau kemana?” Brice menahan tangan Agnes. Agnes menoleh dengan mata berkaca-kaca, “Aku ingin sendiri Brice, aku tidak sangka jika selama ini mereka juga menemanimu untuk hal seperti itu…” “Rasanya aku tidak bisa, maaf…” Brice mengerutkan keningnya, ia menarik lembut tangan Agnes, membuat Agnes otomatis mendekat padanya, “Sweety, sepertinya kamu salah paham.” “Salah paham apa Brice? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang iya?” suara serak Agnes terdengar lirih. “Aku tidak pernah mengatakan iya, sweety.” Brice tersenyum lembut dan mengusap sudut mata Agnes, “Aku tidak pernah melakukan hal seperti yang kamu pikirkan. Aku menjaga hubungan kerja kami dengan bersih.” Agne
“Hem...” gumaman Agnes.“Namaku Brice Elroy Harold, seperti yang kamu lihat sendiri, Austin Harold adalah kakak sepupuku, jadi aku salah satu penerus keluarga Harold di Jerman. Aku memiliki beberapa perusahaan besar di jerman, amsterdam, dan beberapa negara lainnya. Dan untuk identitas lainku adalah...”Agnes menoleh, menunggu jawaban Brice.“Aku seorang agen rahasia yang berhubungan dengan dark organitation, uhm, orang menyebutnya dengan Mafia, lalu aku memiliki enam orang kepercayaan, sebagian besar dari mereka sudah pernah bertemu denganmu, ada Alpha, Beta, Gamma, Delta, Epsilon dan Zeta.”“Dan orang yang menculikmu adalah salah satu dari organisasi yang sedang aku selidiki.”Agnes diam, mendengar kata demi kata penjelasan dari Brice, ia enggan memotong apapun itu.“Maaf sudah melibatkanmu ke hal yang sangat berbahaya, jika tahu seperti ini, aku tidak akan membawamu masuk ke dalam misi ini,” ujar Brice dengan suara seraknya.Agnes menoleh dan meraih wajah Brice, ia tersenyum lembut
"Sweety..." Brice yang hendak mengulurkan tangannya, seketika berhenti melihat tangannya yang kotor dipenuhi bercak darah, ia lalu menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Bugh!"Agnes berdiri dan memeluk erat tubuh Brice, "Aku takut Brice..." gumaman yang terdengar lirih dan tubuh Agnes dapat ia rasakan saat ini gemetar ketakutan.“Ma-maaf...” Brice merasa begitu bersalah karena dirinya, Agnes harus melalui hal mengerikan seperti ini.“Yang kamu lakukan itu jahat Brice! Kamu jahat!” isak Agnes yang tidak melepaskan pelukannya dari Brice.Brice menutup matanya, “Iya sweety, aku jahat, maafkan aku.”“La-lalu kenapa kamu tidak memelukku? Kamu sangat jahat!”Deg!Brice terperangah, “Swe-sweety, bukannya kamu takut melihatku sekarang?”Agnes merenggangkan pelukannya, menatap tajam ke arah Brice, wanita cantik itu mengusap kasar wajahnya, “Iya aku takut!”Mafia berdarah dingin itu seketika merasakan dadanya sakit mendengar penuturan sang istri, ia kemudian berdiri dengan tangan yang
Sang pilot pun mengikuti perintah Max, “Di sini Tuan,” seru pilot tersebut.Austin memalingkan wajahnya, menatap Max yang duduk di seberangnya. Tatapan mereka bertemu, dan tanpa perlu kata-kata, Max mengangguk memahami instruksi dari bosnya itu.Max berdiri, tangannya terangkat untuk menjaga keseimbangan saat helikopter bergoyang sedikit akibat turbulensi. Suara angin semakin kencang saat pintu helikopter dibuka, seperti raungan binatang buas. Max, dengan gerakan yang mantap dan cekatan, berjalan lebih dulu ke arah pintu. Setiap langkahnya terasa berat karena angin yang seolah ingin melemparnya keluar.Dia meraih tangga gantung yang tergantung di sisi pintu, dan mulai menuruni anak-anak tangga satu per satu, tubuhnya bergoyang-goyang di bawah kekuatan angin. Austin menyusul di belakangnya, tetap tenang meskipun angin terus menerpa wajahnya dengan kekuatan besar.Begitu mereka mencapai ujung tangga, di depan jendela kaca besar yang menjadi target mereka, Max menarik napas dalam-dalam.
Beberapa jam sebelumnya, Austin dan Bella yang baru saja kembal ke Amsterdam untuk melanjutkan honeymoon mereka, serta Austin yang sekalian melakukan perjalanan bisnis di sini.Di saat Austin dan Bella sedang makan di sebuah restaurant, Max menghampiri mereka dengan wajah serius. “Tuan, Brice sepertinya sedang menghadapi masalah besar.”Austin mengerutkan keningnya, “Maksud kamu?”“Uhm sebenarnya orangku memberitahukan kalau Brice saat ini sudah memiliki seorang istri, satu bulan lalu dia mendaftarkan pernikahannya,” terang Max sambil memberikan sebuah map coklat.“Brice menikah? Kenapa dia tidak bilang-bilang hubby?” kaget Bella dengan senyum merekah, ikut bahagia dengan kabar tersebut.“Hmm, mungkin dia memiliki alasan tersendiri, love. Sebaiknya aku lihat laporan yang di berikan Max dulu—““Tuan, bukan maksud saya ingin memotong, tapi saat ini sangat darurat, istri Brice di culik oleh seseorang yang berasal dari sebuah club yang menamakan diri mereka Club Billionaire dan setelah sa
"Mr.B semua yang datang malam itu sudah berada di dalam," ucap Gamma menyambut Brice di depan pintu besi.Gamma cukup terkejut melihat penampilan Brice saat ini.Ia melirik ke Alpha yang berada di samping Brice, Alpha hanya menggeleng pelan kepalanya agar Gamma tidak menanyakan perihal tersebut.Tanpa menjawab Brice terus melangkah masuk, ia melihat pasangan suami istri yang ikut di pertemuan malam itu.Ia berdiri tepat di tengah menatap wajah ketakutan orang-orang yang saat ini melihatnya, "Siapa yang tahu di mana keberadaan istriku?!" suara berat Brice terdengar mencekam."Hmmppph! Hmmmmp!" seorang pria berusaha untuk berbicara.Bticr memberi kode agar membuka pengikat di mulut pria tersebut, "Brengsekkk! Lepaskan kami! Apa kau tidak tahu berurusan dengan siapa! Hah!!!! Kami tidak perduli dengan keberadaan istrimu!!"Brice menggeretakkan rahangnya, ia berjalan cepat dan mengangkat kakinya tinggi-tinggi, "Brugh!""Arggghhh!" pekikan sakit terdengar mengisi gudang yang luas ini."Bahk
Tanpa menunggu persetujuan Mr.Kinsgton, Brice mengambil keputusan untuk menyerbu markas organisasi yang tengah mereka selidiki.Ponsel Brice terus berdering, panggilan Mr. Kingston ia abaikan begitu saja. Hingga earphone yang ia kenakan bersuara, "Mr.B, Tuan Kingston ingin berbicara dengan anda.""Shit! Sambungkan!""Ya Mr. Kinston?""Mr.B, apa yang anda pikirkan langsung menyerbu markas organisasi begitu saja? Padahal kita sudah dekat untuk mengetahui jaringan mereka!" serbu Mr. Kinsgton yang terdengar marah."Aku harap anda menarik semua orang anda Mr.B!" titah Mr. Kingston."Damn! Istriku saat ini menghilang!" sahut Brice geram."Yes I know! Ingat! Dia hanya istri kontrak! Kita bisa menyelamatkannya tapi tidak sekarang!" tegas Mr. Kingston.Brice mengepal erat tangannya, "Mr. Kingston, aku tidak peduli dengan misi ini!""Tidak bisa! Anda harus kembali! Ingat terlalu banyak nyawa yang harus di korbankan jika anda ceroboh seperti ini""Bahkan aku tidak segan meratakan laboratorium an
POV Agnes"Hai Agnes!" seru Maria Sanchez saat melihat Agnes keluar dari lobby perusahaan."Hai Madam..." Agnes melangkahkan kakinya sambil melambaikan tangan."Maaf karena membuat anda menunggu," ucap Agnes lembut sambil menerima sapaan kecup pipi dari Maria"Kamu tidak peerlu sungkan! Dan kenapa masih memanggilku madam? Cukup Maria? Ok? Kamu sudah aku anggap seperti adik perempuanku!" ujar Maria sembari membuka pimtu mobil untuk Agnes.BlushAgnes tersenyum bahagia mendapatkan perlakuan tulus dari Maria, "Terimakasih."Maria tersenyum dan ikut masuk ke dalam mobil, duduk di sisi Agnes, “Langsung menuju restaurant,” ujarnya pada sopir.Sepuluh menit perjalanan, Agnes dan Maria bercerita mengenai diri mereka masing-masing, “Kamu pasti terkejut dengan kegiatan di klub waktu itu?”BlushWajah Agnes merona merah mengingat betapa intensnya aktifitas yang ia lihat malam itu, “Ah iya, itu pertama kali untukku.”“Hhahhaa, wajahmu merona merah, kau sangat menggemaskan Agnes!” tawa Maria mengg
Satu jam berlalu sejak Agnes mengabari dirinya tiba di restaurant.Brice mondar mandir di depan meja, sesekali ia duduk dan mengirimkan Agnes pesan singkat.bTapi sampai detik ini tidak ada satu pun balasan dari sang istri.Brice menekan nomor Gamma, "Cek lokasi Istriku!""Nona Agnes masih berada di Restaurant Tuan.""Apa Beta tidak bisa melihat ke dalam ruangan?""Akan saya tanyakan Tuan, maaf karena kami tidak tahu jika Maria Sanchez mengganti tempat janji.""Hmm, lakukan dengan cepat!"Brice memutuskan sambungan telpon, dirinya gelisah hanya karena tidak mendapat kabar dari sang istri.Sepuluh menit...Tiga puluh menit....Brak!!!Brice memukul meja kerjanya dengan keras.Ia menatap kesal pada ponselnya karena Agnes tidak kunjung menjawab panggilan telponnya."Tuan?" Gamma membuka pintu, terkejut mendengar suara keras dari ruangan Brice."Siapkan mobil Gamma! Feelingku mengatakan ini tidak baik-baik saja!”Gamma segera keluar dari ruangan Brice untuk memberikan kabar kepada seluruh