Bak petir yang menyambar di sekitar mereka, kedua wanita yang berstatus sebagai istri Kenzo Matteo terperangah mendengar sang suami menyerukan perceraian pada salah satu istrinya. "Apa? Kamu menceraikan ku, Ken?!" tanya Serena dengan menatap tidak percaya pada suaminya. Kenzo meraih tubuh Luna, dan menjauhkan dari istri pertamanya. Akan tetapi, Serena tidak menyerah begitu saja. Wanita yang telah lebih dulu menikah dengan Kenzo Matteo, merasa tidak terima diceraikan olehnya. Tangannya berusaha kembali meraih bagian tubuh madunya yang sedang berada dalam pelukan suami mereka. Dengan gerakan cepatnya, Kenzo menghalangi tubuh istri mudanya, ketika melihat pergerakan tangan dari istri pertamanya. Tanpa disadari Luna, kini dirinya berada di belakang tubuh suaminya. "Hentikan, Serena!" bentak Kenzo dengan tatapan penuh amarah."Tidak! Aku tidak akan berhenti sampai dia pergi dari rumah ini!" ujar Serena dengan sangat berani menantang suaminya. Tidak puas dengan tindakannya, Serena mela
Suara dering telepon yang berasal dari sebuah ponsel, membuat Serena terbangun dari tidurnya. Baru beberapa jam yang lalu matanya bisa terpejam, dan kini tidurnya terganggu oleh suara bising yang membangkitkan kemarahannya. Dengan mata yang terpejam, tangannya meraba-raba nakas untuk mengambil ponsel miliknya. "Hmmmm," gumamnya setelah menekan tombol hijau pada layar ponselnya.Seketika matanya terbelalak mendengar perkataan dari sang penelpon. Saat itu juga dia beranjak duduk, dan memasang telinganya baik-baik untuk mendengarnya. "Apa kamu bisa mengirimkan gambar wanita yang sedang bersamanya?" Beberapa detik kemudian, terdengar suara notifikasi pesan yang dikirimkan oleh sang penelpon. Matanya kembali terbelalak melihat foto wanita yang dibicarakan oleh sang penelpon."Sial! Bisa-bisanya dia menampakkan diri di hadapan semua orang!" ujarnya dengan mengeratkan gigi-giginya. Tiba-tiba saja ponselnya kembali berdering. Tertera pada layar ponsel tersebut nama orang yang sama sedang
"Apa yang kalian lakukan?!" Seketika ekspresi wajah para wanita tersebut berubah menegang. Suara berat dan tegas yang menegur mereka, seolah tamparan keras bagi semuanya. Pria tersebut menerobos masuk di antara para wanita yang mengerumuni Luna. Dengan gerakan cepatnya, wanita muda yang sedang hamil tersebut berada di belakang tubuhnya. Sorot mata tajamnya menghunus satu per satu dari para wanita yang merendahkan, serta mengancam istri keduanya. "Apa yang kalian lakukan padanya?!" tanyanya kembali dengan tegas. "Ka-kami--" "Kenapa kamu menyalahkan mereka, Sayang?!" sahut Serena sembari berjalan menghampiri suaminya. "Lebih baik kalian semua pergi," bisiknya ketika berada di belakang salah satu dari para wanita tersebut. Sontak saja wanita itu memberi tanda menggunakan matanya pada mereka semua untuk pergi dari tempat itu. Sayangnya, semua itu dapat dibaca dengan jelas oleh Kenzo. Pria yang akan segera dinobatkan sebagai penguasa kerajaan bisnis keluarga Matteo itu se
"Bagaimana? Apa semuanya sudah siap?" Serena terkesiap mendengar suara wanita tua yang dianggapnya sebagai musuh dalam selimut. Sontak saja dia menoleh ke arah si pemilik suara."Ada acara apa? Memangnya siapa yang akan datang?" tanyanya dengan penasaran. "Tuan Kenzo hanya memerintahkan kami untuk menyiapkan makanan yang sangat spesial, karena akan kedatanganmu tamu spesial di rumah ini," jawab sang nenek dengan sopan."Siapa?!" tanyanya dengan meninggikan suaranya. Tiba-tiba saja mereka dikagetkan dengan datangnya seorang pelayan yang berlari dan menyerukan sesuatu."Tuan Kenzo sudah datang!" Seketika sang nenek bergerak cepat untuk menyiapkan makanan dengan bantuan beberapa pelayan. Mereka mengacuhkan kehadiran sang nyonya yang masih berdiri di sana sambil melipat kedua tangannya di depan dada, dan memperhatikan semuanya. 'Ada apa sebenarnya ini?' batinnya bertanya-tanya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu terbuka. Dari suara sepatu dan langkah kaki yang semakin men
"Ibu!"Seketika Luna berteriak mendengar pertanyaan dari istri pertama suaminya. Kenzo menatap tajam pada istri pertamanya. Tanpa mengalihkan pandangan kebenciannya dari sang istri, dia menyerukan perintahnya pada sang kepala pelayan."Bawa dia menjauh dari sini!" Sang nenek pun bergerak cepat meminta bantuan pada para pelayan untuk mengeluarkan Serena dari ruangan tersebut. Tentu saja sang nyonya tidak terima. Wanita angkuh itu memberontak, dan mengoceh tanpa henti. Para pelayan wanita tidak bisa mengatasinya, sehingga sang nenek memanggil para bodyguard Kenzo yang sedang berjaga bersama petugas keamanan di gerbang depan. "Lepaskan aku!""Jangan coba-coba menyentuhku!" "Kalian akan menyesal telah melakukan ini padaku!""Kenzo! Perintahkan mereka untuk melepaskan sekarang juga!""Jika tidak, aku akan menyumpahi dan mengutuk Luna beserta bayi dalam kandungannya!" Kenzo menahan amarahnya. Dia berusaha untuk tetap fokus melakukan pertolongan medis pada ibu mertuanya. Berbeda denga
'Mati!' batin si penyelinap sembari menyeringai. Kedua tangannya menekan kuat sebuah bantal yang diletakkannya pada mulut wanita paruh baya tersebut. 'Matilah, Tua bangka!' sambungnya kembali dalam hati. Tatapan matanya mengisyaratkan seorang binatang buas yang berhasil menghabisi nyawa buruannya. Wanita paruh baya yang masih menjalani perawatan tersebut merasa kesulitan untuk bernafas. Bahkan alat yang menempel pada tubuhnya pun bereaksi, seolah meminta bantuan pada orang yang berada di sekitarnya. Tiiiiiitttt!!!Mendengar suara panjang dari alat tersebut membuat si pengintai bergegas merapikan kembali semuanya seperti semula. Dia bergerak cepat keluar dari kamar perawatan itu, setelah membersihkan semua hal yang bisa membuatnya menjadi tertuduh. Selang beberapa detik kemudian, sang nenek kembali ke dalam kamar perawatan tersebut. Seketika dia berlari masuk setelah membuka pintu, dan mendengar seruan panjang dari salah satu alat medis yang menempel pada tubuh ibu Luna. "A-ada ap
Luna memukul-mukul dada bidang suaminya. Ungkapan kekecewaan yang disertai isakan tangisnya menambah pedihnya hati seorang Kenzo Matteo. "Kenapa kamu jahat padaku," ucapnya lirih diiringi isakan tangisnya. Pukulan tangannya pun melemah. Semua tenaganya telah habis digunakannya untuk melampiaskan kesedihannya pada sang suami. Kenzo tidak menghindar dari pukulan, dan omelan kekecewaan sang istri padanya. Dia sadar jika ikut andil dalam peristiwa naas malam ini. Terlebih lagi dia juga sangat mengerti bagaimana perasaan seorang anak yang kehilangan ibu kandungnya. "Maaf, Sayang. Maafkan aku. Semua ini memang salahku. Aku tidak mengelaknya. Hanya saja aku merasa ada yang janggal dnegan semua ini," ucapnya lirih sembari memegang kedua tangan sang istri. Luna menatap serius pada suaminya. Dari sorot matanya, dapat disimpulkan ada rasa ingin tahu yang begitu besar dalam hatinya. "Apa? Kenapa janggal?" tanyanya penasaran. Kenzo menatap dalam kedua mata indah sang istri. Sayangnya mata it
Brak!Luna terkesiap saat mendengar suara pintu rumahnya didobrak, diikuti suara seorang pria yang berteriak keras."Nenek Tua! Cepat keluar! Atau akan kami hancurkan rumah tua ini!" “Astaga! Ibu–” Luna diam-diam bergegas mencari sang ibu agar mereka bisa bersembunyi. Namun, terlambat. Wanita tua itu telah keluar dan berdiri di hadapan dua orang pria berbadan besar dengan tubuh gemetar di tamu yang hanya berisi televisi usang dan perabotan lama. Sungguh kontras, Luna melihat, “Tu-Tuan–”"Cepat bayar semua utang-utangmu, Nenek Tua!" bentak salah satu dari mereka, hingga membuat wanita tua itu berjengit kaget.Sang wanita tua semakin ketakutan. Kedua tangannya meremas ujung pakaian yang digunakannya. Kakinya pun gemetar, sehingga tidak bisa digerakkan sama sekali."Ma-maaf, Tuan. Saya belum bisa membayar sekarang," ucap sang wanita tua dengan terbata-bata, tanpa menghadap ke arah kedua pria yang menakutkan itu. Pandangannya tertuju pada lantai. “Saya belum punya uang untuk membayar–”
Luna memukul-mukul dada bidang suaminya. Ungkapan kekecewaan yang disertai isakan tangisnya menambah pedihnya hati seorang Kenzo Matteo. "Kenapa kamu jahat padaku," ucapnya lirih diiringi isakan tangisnya. Pukulan tangannya pun melemah. Semua tenaganya telah habis digunakannya untuk melampiaskan kesedihannya pada sang suami. Kenzo tidak menghindar dari pukulan, dan omelan kekecewaan sang istri padanya. Dia sadar jika ikut andil dalam peristiwa naas malam ini. Terlebih lagi dia juga sangat mengerti bagaimana perasaan seorang anak yang kehilangan ibu kandungnya. "Maaf, Sayang. Maafkan aku. Semua ini memang salahku. Aku tidak mengelaknya. Hanya saja aku merasa ada yang janggal dnegan semua ini," ucapnya lirih sembari memegang kedua tangan sang istri. Luna menatap serius pada suaminya. Dari sorot matanya, dapat disimpulkan ada rasa ingin tahu yang begitu besar dalam hatinya. "Apa? Kenapa janggal?" tanyanya penasaran. Kenzo menatap dalam kedua mata indah sang istri. Sayangnya mata it
'Mati!' batin si penyelinap sembari menyeringai. Kedua tangannya menekan kuat sebuah bantal yang diletakkannya pada mulut wanita paruh baya tersebut. 'Matilah, Tua bangka!' sambungnya kembali dalam hati. Tatapan matanya mengisyaratkan seorang binatang buas yang berhasil menghabisi nyawa buruannya. Wanita paruh baya yang masih menjalani perawatan tersebut merasa kesulitan untuk bernafas. Bahkan alat yang menempel pada tubuhnya pun bereaksi, seolah meminta bantuan pada orang yang berada di sekitarnya. Tiiiiiitttt!!!Mendengar suara panjang dari alat tersebut membuat si pengintai bergegas merapikan kembali semuanya seperti semula. Dia bergerak cepat keluar dari kamar perawatan itu, setelah membersihkan semua hal yang bisa membuatnya menjadi tertuduh. Selang beberapa detik kemudian, sang nenek kembali ke dalam kamar perawatan tersebut. Seketika dia berlari masuk setelah membuka pintu, dan mendengar seruan panjang dari salah satu alat medis yang menempel pada tubuh ibu Luna. "A-ada ap
"Ibu!"Seketika Luna berteriak mendengar pertanyaan dari istri pertama suaminya. Kenzo menatap tajam pada istri pertamanya. Tanpa mengalihkan pandangan kebenciannya dari sang istri, dia menyerukan perintahnya pada sang kepala pelayan."Bawa dia menjauh dari sini!" Sang nenek pun bergerak cepat meminta bantuan pada para pelayan untuk mengeluarkan Serena dari ruangan tersebut. Tentu saja sang nyonya tidak terima. Wanita angkuh itu memberontak, dan mengoceh tanpa henti. Para pelayan wanita tidak bisa mengatasinya, sehingga sang nenek memanggil para bodyguard Kenzo yang sedang berjaga bersama petugas keamanan di gerbang depan. "Lepaskan aku!""Jangan coba-coba menyentuhku!" "Kalian akan menyesal telah melakukan ini padaku!""Kenzo! Perintahkan mereka untuk melepaskan sekarang juga!""Jika tidak, aku akan menyumpahi dan mengutuk Luna beserta bayi dalam kandungannya!" Kenzo menahan amarahnya. Dia berusaha untuk tetap fokus melakukan pertolongan medis pada ibu mertuanya. Berbeda denga
"Bagaimana? Apa semuanya sudah siap?" Serena terkesiap mendengar suara wanita tua yang dianggapnya sebagai musuh dalam selimut. Sontak saja dia menoleh ke arah si pemilik suara."Ada acara apa? Memangnya siapa yang akan datang?" tanyanya dengan penasaran. "Tuan Kenzo hanya memerintahkan kami untuk menyiapkan makanan yang sangat spesial, karena akan kedatanganmu tamu spesial di rumah ini," jawab sang nenek dengan sopan."Siapa?!" tanyanya dengan meninggikan suaranya. Tiba-tiba saja mereka dikagetkan dengan datangnya seorang pelayan yang berlari dan menyerukan sesuatu."Tuan Kenzo sudah datang!" Seketika sang nenek bergerak cepat untuk menyiapkan makanan dengan bantuan beberapa pelayan. Mereka mengacuhkan kehadiran sang nyonya yang masih berdiri di sana sambil melipat kedua tangannya di depan dada, dan memperhatikan semuanya. 'Ada apa sebenarnya ini?' batinnya bertanya-tanya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu terbuka. Dari suara sepatu dan langkah kaki yang semakin men
"Apa yang kalian lakukan?!" Seketika ekspresi wajah para wanita tersebut berubah menegang. Suara berat dan tegas yang menegur mereka, seolah tamparan keras bagi semuanya. Pria tersebut menerobos masuk di antara para wanita yang mengerumuni Luna. Dengan gerakan cepatnya, wanita muda yang sedang hamil tersebut berada di belakang tubuhnya. Sorot mata tajamnya menghunus satu per satu dari para wanita yang merendahkan, serta mengancam istri keduanya. "Apa yang kalian lakukan padanya?!" tanyanya kembali dengan tegas. "Ka-kami--" "Kenapa kamu menyalahkan mereka, Sayang?!" sahut Serena sembari berjalan menghampiri suaminya. "Lebih baik kalian semua pergi," bisiknya ketika berada di belakang salah satu dari para wanita tersebut. Sontak saja wanita itu memberi tanda menggunakan matanya pada mereka semua untuk pergi dari tempat itu. Sayangnya, semua itu dapat dibaca dengan jelas oleh Kenzo. Pria yang akan segera dinobatkan sebagai penguasa kerajaan bisnis keluarga Matteo itu se
Suara dering telepon yang berasal dari sebuah ponsel, membuat Serena terbangun dari tidurnya. Baru beberapa jam yang lalu matanya bisa terpejam, dan kini tidurnya terganggu oleh suara bising yang membangkitkan kemarahannya. Dengan mata yang terpejam, tangannya meraba-raba nakas untuk mengambil ponsel miliknya. "Hmmmm," gumamnya setelah menekan tombol hijau pada layar ponselnya.Seketika matanya terbelalak mendengar perkataan dari sang penelpon. Saat itu juga dia beranjak duduk, dan memasang telinganya baik-baik untuk mendengarnya. "Apa kamu bisa mengirimkan gambar wanita yang sedang bersamanya?" Beberapa detik kemudian, terdengar suara notifikasi pesan yang dikirimkan oleh sang penelpon. Matanya kembali terbelalak melihat foto wanita yang dibicarakan oleh sang penelpon."Sial! Bisa-bisanya dia menampakkan diri di hadapan semua orang!" ujarnya dengan mengeratkan gigi-giginya. Tiba-tiba saja ponselnya kembali berdering. Tertera pada layar ponsel tersebut nama orang yang sama sedang
Bak petir yang menyambar di sekitar mereka, kedua wanita yang berstatus sebagai istri Kenzo Matteo terperangah mendengar sang suami menyerukan perceraian pada salah satu istrinya. "Apa? Kamu menceraikan ku, Ken?!" tanya Serena dengan menatap tidak percaya pada suaminya. Kenzo meraih tubuh Luna, dan menjauhkan dari istri pertamanya. Akan tetapi, Serena tidak menyerah begitu saja. Wanita yang telah lebih dulu menikah dengan Kenzo Matteo, merasa tidak terima diceraikan olehnya. Tangannya berusaha kembali meraih bagian tubuh madunya yang sedang berada dalam pelukan suami mereka. Dengan gerakan cepatnya, Kenzo menghalangi tubuh istri mudanya, ketika melihat pergerakan tangan dari istri pertamanya. Tanpa disadari Luna, kini dirinya berada di belakang tubuh suaminya. "Hentikan, Serena!" bentak Kenzo dengan tatapan penuh amarah."Tidak! Aku tidak akan berhenti sampai dia pergi dari rumah ini!" ujar Serena dengan sangat berani menantang suaminya. Tidak puas dengan tindakannya, Serena mela
Serena menoleh ke arah sumber suara. Matanya terbelalak. Jantungnya berdebar kencang melihat api kemarahan pada tatapan suaminya. "Ken?!""Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Serena?!" tanya Kenzo dengan tegas."A-aku ...," ucapnya dengan gugup. Otaknya bekerja keras untuk berpikir, mencari alasan yang tepat, sambil menggerakkan bola matanya ke kiri, dan kanan.Tiba-tiba saja terdengar suara lenguhan dari orang yang berada di atas ranjang tersebut."Ada apa? Kenapa berisik sekali?" tanyanya sembari mengusap kedua matanya.Sontak saja semua pasang mata mengarah pada orang tersebut. Saat itu juga bibir Serena melengkung ke atas. Dalam keadaan terjepit, dia menemukan sebuah ide yang sangat cerdas. "Sayang, aku--""Lihatlah dia, Ken!" sahut Serena seraya menyeringai, dan menunjuk ke arah wanita yang duduk di atas ranjang dengan selimut menutupi tubuhnya. Serena mengalihkan pandangannya pada pria yang berdiri di depan pintu kamar tersebut. "Wanita ini sengaja membuat kamu membenciku!
Wanita tua yang menjadi kepala pelayan di rumah Kenzo merasa bersalah pada Luna, istri kedua dari Kenzo Matteo. Pasalnya, dialah yang membawa Luna untuk bersembunyi di sebuah rumah sekitar kediaman Kenzo berada. Rumah tersebut adalah milik sang nenek yang dihuninya sebelum pindah ke rumah milik tuannya. Memang benar rumah itu sudah lama tidak dihuninya, tapi nenek pemilik rumah selalu membersihkan rumahnya setelah pekerjaan intinya di rumah Kenzo selesai. Tidak ada yang tahu rumah tersebut kecuali Kenzo. Sang nenek pernah mengajak Kenzo ke rumah miliknya untuk mengetahui bagaimana kehidupan wanita tua tersebut sehari-hari. Di luar dugaan sang nenek, Kenzo sama sekali tidak keberatan masuk ke dalam rumah kecil itu. Bahkan dia duduk pada kursi tua ruang tamu sambil menikmati teh hangat buatan sang nenek. "Cepat tunjukkan tempatnya, Nenek tua!" ujar Serena sembari menarik dengan kuat tangan sang nenek. Wanita tua itu tidak bisa mempertahankan tubuhnya. Kekuatan Serena lebih kuat