Tidak peduli Riska yang merintih kesakitan, Aldi tetap fokus pada penyatuannya malam ini. Riska benar-benar masih tersegel rapat. Ada rasa sesak di dalam dada Aldi, karena ia sudah merenggut kesucian Riska, yang mempertaruhkannya demi adik-adiknya supaya bisa bersekolah.Aldi masih dalam penyatuannya dengan Riska. Sesekali ia kecup kening Riska dengan rasa yang aneh. Rasa yang begitu dalam, hingga timbul rasa aneh di hatinya. Ia usap air mata Riska yang mulai merembes di sudut matanya.“Pak ...,” Rintih Riska.“Maafkan saya, sudah membuatmu seperti ini. Saya janji tidak akan meninggalkanmu,” ucap Aldi.“Apa masih sakit?” tanya Aldi.“Iya, sudah cukup, Pak. Rasanya aku mau pipis,” ucap Riska dengan terengah.Aldi tersenyum dengan gemas melihat Riska yang ingin meluapkan hasratnya. Mungkin pertama kalinya Riska mengalami puncak pencapaian kenikmatan.“Pipis saja, gak apa-apa,” bisik Aldi dengan terus menggerakkan tubuhnya semakin kencang.Mereka bermandi peluh kenimatan malam ini. Tubuh
“Ya Salat dong Riska?” “Oh kirain bikin anak lagi?” ucapnya lega. “Kita Salat di kamar sebelah saja, ini kamar kotor semalam sudah diberantakin kita, Salat di kamar sebelah yang bersih,” ajak Aldi Riska mengangguk, ia berjalan di belakang suaminya untuk ke kamar sebelah. Aldi kedua kalianya menjadi Imam. Setelah puluhan tahun ia meninggalkan kewajibannya, sekarang Aldi melaksanakan kewajibannya lagi sebagai seorang muslim. Menikah dengan Marta hanya dunia dan nafsu saja yang ia pikirkan. Jangankan salat, ada adzan saja dia tidak mengindahkannya, yang penting kekuasaan dan kekayaan yang Aldi pikirkan, dan itu untuk membahagiakan Marta. ** Sudah satu bulan lamanya Marta di Paris. Ia semakin gelisah, karena suaminya sama sekali tidak menanyakan kabarnya, jangankan tanya kabar lebih dulu, membalas pesan dari Marta saja sangat singkat, tidak ada romantisnya lagi. Tidak ada kata rindu dan kata cinta lagi. Dengan tatapan pilu, Marta memangdangi layar gawainya, berharap malam ini suaminy
“Kapan aku menggoda bapak?” tanya Riska dengan mengalungkan tangannya ke leher Aldi. “Setiap detik kau menggodaku, Riska, jadi jangan salahkan saya, jika saya menginginkan dirimu setiap detik!” jawabnya. “Apa semalam belum puas?” goda Riska yang sudah terpancing oleh sentuhan Aldi. “Puas, tapi aku sudah kecanduan tubuhmu,” jawabnya. Tubuh mungil Riska berhasil direngkuh dengan penuh gejolak hasrat yang membara. Tubuh Riska sudah menjadi candu baginya, padahal awal menikahi Riska tidak pernah terbesit dalam pikiran Aldi untuk menyentuhnya. Bahkan ingin sekali ia mengembalikan Riska ke tempat asalnya, namun Marta malah seakan ingin dirinya membagi hati dan membagi raganya pada perempuan lain. Keinginan Marta dibayar tunai! Dan sekarang Aldi benar-benar membagi hati dan membagi raganya untuk perempuan lain. Mereka terus melakukannya hingga suhu ruangan yang dingin sudah tidak terasa dinginnya. Tidak terasa permainan mereka cukup lama, hingga tidak menyadarinya, sudah hampir habis wak
“Kenapa, Ta? Kaget ada Mukenah milik Riska di sini?” ucap Aldi. “Kamu membawa Riska ke mana, kok ada Mukenahnya dia?” selidik Marta. “Kamu yang nyuruh aku bersama Riska, kan? Jadi aku bebas membawa Riska ke mana pun aku pergi, salah satunya menemaniku untuk menghadiri undangan bisnis, dan aku kenalkan dia adalah istri keduaku,” ucap Aldi. Bak tersambar petir di siang bolong, mendengar ucapan suaminya sesantai itu tentang Riska. Bukan ini yang Marta harapkan, ia ingin Aldi meniduri Riska saja, supaya Riska hamil, lalu anaknya akan ia akui sebagai anak dirinya dengan Aldi. Pernikahan Aldi dengan Riska pun dirahasiakan Marta dari kerabat Aldi, juga keluarga Aldi dan keluarga dirinya. “Aku gak salah dengar, Mas?” tanya Marta dengan suara bergetar. Sebetulnya Aldi sama sekali tidak membawa Riska dan mengenalkannya pada rekan bisnisnya sebagai istri kedua. Ia hanya mengajak jalan Riska, mengajak belanja, lalu mengantar Riska menemui adik-adiknya di rumah. Mukenah itu Riska bawa dari rum
“Oh ya sudah, jangan kecewakan aku. Aku ingin dia segera hamil,” ucap Marta.“Aku pergi dulu.”Marta mengangguk, membiarkan Aldi pergi. Ia tidak ingin melanjutkan perdebatannya dengan Aldi, Marta akhirnya mengalah, dia sadar kalau dirinya yang sudah merubah sikap Aldi seperti sekarang. Hingga pertarungan di kamar mandi tadi Marta merasakan kalau Aldi tidak lagi berhasrat pada dirinya. Pertanyaan menyelimuti rongga kepalanya. Apakah Aldi sudah berpaling hatinya untuk Riska? Apalagi melihat perubahan Aldi yang sangat drastis sekarang ini.“Aku tidak akan membiarkanmu jatuh cinta lagi, Mas! Semua memang berawal dari aku yang memaksa kamu menikahi Riska, tapi bukan begini caranya kamu memperlakukan aku!” ucap Marta dengan perasaan sedih di hatinya.Aldi melajukan mobilnya, ia ke kantor sebentar mengurus pekerjaan yang belum selesai. Sebetulnya ia sudah ingin ke rumah Riska untuk melanjutkan niatnya. Niat yang sudah ia bulatkan seminggu yang lalu, kalau dirinya ingin menjadikan Riska istri
Aldi terus memompa dengan cepat, tak terkendali hingga membuat Riska mendesah tanpa jeda. Hingga keduanya melenguh bersama di saat puncak yang indah itu mereka dapatkan.Aldi langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Riska. Menyusupkan wajahnya pada ceruk leher Riska yang basah. Keduanya sama-sama dapat merasakan detak jantung yang sangat cepat. Deru napas mereka bahkan terdengar jelas karena mereka masih sangat terengah-engah. Mereka berdua masih menikmati sisa-sisa penyatuan mereka yang ada di bawah sana.“Ahh ... geli, Pak ...,” rintih Riska pelan.Seperti biasa, Aldi yang suka usil dengan Riska, ia sengaja memutar tubuh bagian bawahnya yang masih menyatu dengan tubuh bagian bawah Risak untuk menggoda Riska. Karena Aldi masih ingin mendengarkan lenguhan Riska yang manja dan menggairahkan.“Kamu suka?” ucap Aldi.“Ah ... su—suka, Pak. Tapi geli. Ahh ... mau pipis lagi kan jadinya, Pak?” desahnya.Ingin rasanya Aldi menuntaskan lagi hasratnya. Ingin kembali membawa Riska untuk berp
“Saya tidak mau melanggar perjanjian saya dengan Mbak Marta, Pak,” jawab Riska.“Bukan itu jawaban yang aku inginkan, Riska! Aku hanya ingin satu jawaban darimu, kamu mencintai aku atau tidak. Ya, atau tidak! Itu yang ingin kudengar dari mulutmu!” tekan Aldi.“Saya belum memikirkan jawaban apa pun, saya hanya ingin semuanya berjalan lancar sesuai dengan perjanjian, itu saja, Pak!”Aldi mengusap kasar wajahnya, lalu menyugar rambunya. Jawaban yang ingin ia dengar, tidak sedikit pun dilontarkan oleh Riska. Aldi paham dengan keadaan. Meski ia melihat sorot mata Riska yang terlihat mencintainya, tapi Riska memilih menghargai kakak madunya.“Jadi kamu gak mau menjawabnya, Riska?” tanya Aldi lagi.“Itu jawaban saya, dan tolong hargai jawaban saya, Pak,” jawab Riska.“Baiklah, saya tidak akan memaksa kamu untuk menjawabnya, untuk apa dijawab kalau dalam hatimu berkata lain? Aku bisa menebak perasaanmu padaku dari sorot matamu, Riska. Aku paham itu, dan aku yakin jawabanmu bahwa kamu mencinta
Aldi duduk berhadapan dengan Marta di depan meja makan yang luas. Sayangnya hanya dua orang saja yang berada di depan meja makan yang luas dan mewah, terbuat dari batu marmer. Aldi selalu membayangkan, jika di dalam rumahnya ada gelak tawa anak kecil, keributan, teriakan anak kecil, pasti akan bahagia sekali, dan bisa menghidupkan suasana rumahnya yang hampa seperti sekarang.“Mas, jangan nginep lagi di rumah Riska dong, masa sejak aku pulang dari Paris, kamu di rumah Cuma sehari saja? Aku kesepian, Mas,” ucap Marta dengan manja.“Makanya punya anak, jadi gak kesepian! Kamu gak kelayaban, ada anak yang akan menemani hari-hari kamu menjadi seorang ibu!” ucap Aldi dengan ketus.“Kenapa bahas anak sih? Kan sudah ada Riska untuk memberikan kamu anak?” ucap Marta.“Ya sudah terima saja kesepianmu itu! Kamu di rumah sepi, tapi di luar hura-hura, foya-foya, cekikak-cekikik sana-sini dengan geng sosialitamu! Ingat, kamu ini perempuan, perempuan yang melawan kodranya sebagai seorang perempuan
Marta mengira Aldi memberi Riska sesuatu tanpa sepengetahuannya. Ternyata Aldi telah menyelamatkan bisnis keluarga Riska yang sempat bangkrut beberapa tahun. Sempat ada rasa cemburu dan iri saat tadi, namun setelah tahu apa yang Aldi bicarakan dengan Riska, akhirnya Marta sadar, kalau ia salah sudah berpikiran buruk tentang mereka.**Malam menyapa, masih dalam keadaan tenang dan penuh bahagia keluarga kecil Aldi. Tiga bayi mungil itu sudah terlelap tidur. Beruntung malam ini tiga bayi yang baru menginjak lima bulan usianya itu tidak pernah rewel. Sudah lima bulan mereka tinggal bersama dengan damai, tenang, dan penuh kebahagiaan.Selesai menidurkan si kembar, Riska keluar dari kamarnya. Terlihat Marta sedang berbincang dengan Aldi di ruang tengah sambil sedikit bercanda, bercerita tentang dulu saat pertama mereka bertemu. Mereka merajut kembali kenangan yang pernah mereka lupakan.Riska yang tadinya ingin bergabung bersama mereka akhirnya mengurungkan niatnya. Ia kembali ke kamar
Setelah beberapa hari di rumah sakit, Marta dan Riska diperbolehkan untuk pulang. Riska dan Marta berunding sendiri, selagi Aldi keluar mengurus administrasi mereka.“Ris, aku ini ada Mami sama Papi, jadi Mas Aldi yang ikut pulang sama kamu,” ucap Marta.“Mbak, aku ini melahirkan normal, lagian di rumah ada Bibi kok, aku bisa dibantu Bibi dan aku juga ada Rifka, dia bisa bantuin aku, kan dia biasa ngurus anaknya tetangga kalau pulang sekolah?” ucap Riska.“Kau sangat tega pada adikmu! Biar dia sekolah, jangan suruh-suruh jadi baby sitter, Riska! Aku sudah keluarkan uang untuk sekolah dia, masa kau tega adikmu masih kerja untuk ngasuh anak orang?” celetuk Marta.“Dianya yang mau, katanya sudah sayang banget sama anaknya sebelah rumah,” jawab Riska.“Pokoknya, Mas Aldi ikut kamu saja, aku ada Bibi, ada Mami sama Papi, lagian aku kan Cuma satu bayi, kamu ngurus bayi kembar lho, Ris?”Perdebatan mereka yang membicarakan Aldi harus ikut pulang dengan siapa akhirnya didengar olah Aldi sendi
Dokter Zika langsung memeriksa keadaan Riska yang mendadak pingsan. Hanya pingsan dan tidak ada yang dikhawatirkan dengan Riska. Riska hanya kelelahan setelah melahirkan buah hati kembar sepasangnya.“Bagaimana, Dok?” tanya Aldi dengan penuh kekhawatiran.“Bu Riska hanya pingsan biasa, Pak. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nanti kalau sudah siuman, akan segera dipindahkan ke ruang perawtan,” jelas Dokter Zika.“Syukur Alhamdulillah,” ucap Aldi dengan lega.Aldi menggendong dua bayi kembarnya. Di tangan kananya ia menggendong bayi laki-laki yang keluar pertama, dan di tangan kirinya ia menggendong bayi perempuan. Sepasang bayi yang tampan dan cantik itu membuat Aldi bersyukur dan meneteskan air mata saat Mengadzaninya.Aldi meminta pihak rumah sakit ruangan Riska dan Marta disatukan. Ia ingin menjaga kedua istrinya itu, apalagi ia sudah berjanji akan berlaku adil pada mereka.Riska sudah dipindahkan di ruang perawatan, ia bersama dengan Marta. Aldi begitu bahagia mendapatkan tiga an
Marta dan Riska saling bertatapan mendengar keputusan Aldi yang tiba-tiba berubah. Riska tidak mepermasalahkan jika dirinya yang diceraikan Aldi, karena dalam perjanjijannya memang dia yang harus pergi setelah empat puluh hari melahirkan anaknya Aldi. Meskipun nantinya Riska akan merindukan anak-anakanya yang ia tinggalkan bersama Marta dan Aldi, bahkan ia akan merindukan manjanya Aldi saat bersama dengannya, karena Riska sudah jatuh cinta dengan Aldi sejak lama.Namun, ia tidak berani menyatakan cintanya pada Aldi. Ia menyembunyikan perasaannya di hati yang paling dalam. Ia tidak mau merusak perjanjiannya dengan Marta. Apalagi Marta sudah mewujudkan impian Rifka untuk sekolah di SMA favoritnya, begitu juga dengan Rafka yang ingin masuk di SMP favoritnya. Kedua adiknya bisa sekolah karena Marta yang membiayainya, dengan ia menjadi adik madunya Marta.“Tidak ada perempuan yang ingin hidup dalam satu atap ada tiga cinta, Mas. Kalaupun mau, itu ada sebuah kesepakatan. Aku memang sudah me
Riska sedang berada di dalam taksi menuju ke rumah sakit di mana Marta dirawat. Tidak peduli sudah tengah malam Riska ingin mengetahui kabar kakak madunya, yang kata pembantunya tadi tidak baik-baik saja.Riska mendapat kabar dari Aldi, ia membaca pesan dari Aldi. Aldi mengabarkan Marta sudah melahirkan dengan keadaan bayi prematur, Marta juga sudah di bawa ke ruang perawatan pasien, itu artinya Marta keadaannya sudah baik-baik saja.Sampai di rumah sakit, Riska langsung menanyakan pada bagian informasi di mana ruangan Marta berada. Setelah mendapatkan informasi, dia segara menuju ke ruang perawatan Marta.Aldi sudah berada di ruangan Marta. Dia menemani Marta yang baru saja siuman. Aldi dari tadi tidak melepaskan genggaman tangannya pada Marta.“Aku ingin cepat-cepat lihat anakku, Mas,” ucap Marta.“Sabar ya, Ta? Kamu kan masih begini keadaannya. Besok pagi juga dia akan dibawa ke sini kok,” ucap Aldi menenangkan Marta.“Iya, Sayang, kamu harus fokus pemulihanmu dulu, ya? Kata dokter
“Ma, kalau anakku lahir dengan selamat, Marta bagaimana?” ucap Aldi dengan suara serak, ia terlihat begitu takut kalau terjadi sesuatu dengan Marta. Belum sempat ia meminta maaf pada Marta, tapi Marta harus pergi untuk selama-lamanya setelah melahirkan. Itu yang ada di pikiran Aldi sekarang.“Aldi, kamu tenang! Dokter dan tim nya belum keluar memberikan keterangan apa pun tentang kondisi Marta dan bayinya!” tutur Ghandi, ayah dari Aldi.“Iya, Al. Jangan begitu. Kita semua ingin Marta baik-baik saja bersama anaknya,” tutur Danar.Danar tahu Aldi sangat panik saat ini, padahal beberapa bulan yang lalu, setelah Danar tahu Aldi memiliki dua istri, Aldi sudah bicara empat mata dengan ayah mertuanya itu. Aldi sudah menitipkan Marta pada Ayahnya kembali, karena masih berniat untuk menceraikan Marta. Danar menyetujuinya, meskipun sangat kecewa pada Aldi. Namun, kembali lagi, semua itu disebabkan oleh Marta sendiri. Marta seperti itu pun karena Danar yang memulainya.“Aku gak mau Marta pergi,
Aldi langsung membawa tubuh Marta, ia membopongnya dan masuk ke dalam mobil. Aldi juga meminta pembantu di rumah Marta untuk mempersiapkan perlengkapan Marta. Beruntung Marta sudah mempersiapkannya, padahal masih kisaran lima minggu lagi HPL nya, namun Marta ingin menyiapkannya lebih awal, karena tidak mau merepotkan yang lain.“Sakit, Mas!” pekik Marta.“Ta, bukannya HPL kamu masih lima mingguan lagi waktu kemarin kita periksa sama-sama Riska juga?” tanya Aldi.“Gak tahu, Mas. Ini sungguh sakit sekali,” jawab Marta.Aldi memacu kecepatan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia tidak panik sekali melihat Marta yang kesakitan seperti itu. Rasanya jantungnya mau lepas mendengar jeritan lirih Marta yang menhan sakitnya.Marta juga tidak tahu, kenapa dia merasa mulas dan kontraksi sangat hebat di perutnya, seperti mau melahirkan. Padahal HPL nya masih lama. Marta mulai panik, takut terjadi sesuatu pada Bayi yang ia kandung.“Bu, Bu Marta? Pak, Bu Marta pingsan!” pekik Pembantu yang juga ikut
“Kamu gak pulang, Mas?” tanya Marta pada Aldi yang masih saja berada di rumah Marta, padahal sudah jam sebelas malam.Biasanya sebelum jam sembilan saja Aldi sudah pulang, ini sampai jam sebelas Malam Aldi masih berada di rumah Marta.Sejak kedua orang tua Marta mengetahui soal adanya Riska, Aldi di rumah Martanya cukup lama. Ia tidak mau ketahuan oleh kedua orang tua Marta, kalau dia tidak adil pada kedua istrinya, apalagi sampai tahu dirinya mau menceraikan Marta.“Nanti, Ta. Aku lagi cek email masuk dulu, selesaiin pekerjaan tadi siang,” jawab Aldi sambil melihat ponselnya.“Riska sendirian, Mas. Dia kan mau melahirkan sebentar lagi? Ini sudah jam sebelas lebih lho Mas,” ucap Marta.Sebetulnya ia senang Aldi sampai malam di rumahnya, namun ia sadar diri, ia tidak mau terbawa suasana dan perasaan yang nantinya akan membuatnya kecewa lagi.“Kamu belum tidur, Ta?” tanya Aldi.“Aku gak bisa tidur, Mas. Nih dari tadi anakku bangunin aku terus, lincah sekali dia sampai aku kaget, padahal
Marta berusaha menyembunyikan rasa tidak enak di hatinya. Ia berusaha tenang namun Aldi yang menyadari langsung membujuk Marta dan mencarikan beberapa pakaian yang Marta inginkan tadi. Seketika senyuman Marta terbit di sudut bibirnya, seakan Aldi secara tidak langsung meminta maaf padanya dengan cara seperti itu.Setelah belanja, Aldi mengantarkan Marta lebih dulu. Namun, saat sampai di rumah Marta Aldi melihat mobil milik orang tua Marta terparkir di halaman rumahnya.“Ta, Mami sama Papi di rumah?” tanya Aldi.“Enggak tahu, Mas. Mungkin Iya,” jawab Marta.“Ta, kalau dia melihat Riska?” tanya Aldi.“Ya sudah sih, Mas. Aku akan jujur sama Mami dan Papi soal ini, lagian Mama dan papamu sudah tahu, hanya Mami dan Papi yang belum tahu sampai saat ini. Mas kan tahu sendiri, sejak aku hamil mereka di luar kota, ini mungkin baru pulang,” jelas Marta.“A—aku pulang saja pakai taksi, Mas, Mbak,” ucap Riska dengan gugup.“Gak apa-apa, Ris. Biar semua tahu, aku tidak masalah,” ucap Marta.“Tapi?