Semoga Cal baik-baik aja ya ....
“Kenapa kamu lama sekali? Apa yang terjadi?” Resah Al tidak memedulikan saat ini berada di mana.Lagi, meskipun tubuhnya gemetaran, Cal menutupinya, menyembunyikan ketidaknyamanan dari suami. Ia mengedarkan pandangan, khawatir terdapat wanita lain di toilet, tetapi kosong.“Ini toilet wanita, sebaiknya kamu keluar!” titah Cal mengibaskan tangan. “Tidak tanpamu!” tolak suara tegas.Pintu terbuka, seorang wanita hendak masuk, Cal memutuskan mengalah. Ia tidak mau suaminya diberitakan miring. Wanita itu bergegas menarik tangan Al, membawanya keluar.Di depan pintu toilet, Al mengerutkan kening, dua tangannya menangkup pipi tirus. “Kamu sakit? Kulitmu pucat.” “Kamu salah lihat Al! Ayo kembali kantor!” sahut bibir berwarna nude, melepaskan diri dan berjalan lebi dulu.“Kita ke rumah sakit,” ucap Al setelah berhsil mensejajarkan diri.Bukannya menjawab, ekor mata Cal melirik tajam sang suami, tetapi ia memilih menut
Beberapa hari kemudian. “Sebenarnya dia pergi ke mana?” gumam Cal di dalam mobil. Pagi ini, Al berangkat lebih awal, entah ke mana tujuannya, sebab tergesa-gesa. Hingga siang hari, pria itu tidak masuk kantor, bahkan ketika Cal mengantar dokumen penting ke ruangan Xavi, ia merasa ganjil, karena keduanya mendadak menghilang tanpa kabar. Termasuk Al yang tidak memberikan kabar apa pun. Setelah pulang kerja, Cal mampir ke WellCoffee, menunggu Mitha. Hari ini ia merasa … kesepian hingga menginginkan secangkir kopi sebagai pelepas penat. “Maaf aku terlambat,” ucap Mitha baru saja duduk dan meletakkan tasnya di atas meja. Kakak sepupu itu memicingkan mata. “Kamu minum kopi? Lionel bilang, aku harus menjagamu, termasuk makanan dan minuman!” Tangan Mitha terjulur hendak meraih cangkir. Akan tetapi Cal lebih cepat menarik gagang cangkir, lalu meneguknya hingga tandas. Kemudian, ia memandangi cangkir kosong itu sambil melipat tangan di atas meja. “Kamu sakit? Wajahmu pucat Cal.” Mitha me
“Tidak apa Cal. Itu memang … kewajibannya,” gumam Cal. Ia kembali duduk di tepi ranjang. Beberapa menit kemudian, Al telah selesai mandi. Ia tersenyum merekah, wajah rupawannya semakin bersinar. Ditambah balutan handuk putih yang melilit pinggang berotot serta tetesan air membasahi bahu dan dada bidang. Cal memalingkan muka. Tidak dipungkiri, ia memang terkesima, tetapi itu hanya sebentar karena kekecewaannya jauh lebih besar. “Bagaimana kabarnya? Aku dengar dia mulai menjalani terapi?” celetuk Cal. Mendadak raut wajah Al berubah tegang, lantas melirik ponsel yang berkedip di atas nakas. Pria itu lekas memeriksa, ternyata Clair menghubunginya beberapa kali. “Cal, ini tidak seperti dugaanmu. Aku bisa jelaskan.” Al mencampakkan ponsel ke atas kasur, lalu mengikis jarak dengan Cal. Al berniat duduk di sisi wanitanya. Sayang, Cal berdiri, mengabaikan pria itu. Kemudian ia berjalan menuju pintu, dan memegang gagangnya. Sebelum keluar kamar, ia menolehkan kepala. Cal berucap lirih,
“Dia keras kepala,” gumam Cal.Cal menatap tanpa ekspresi ke arah Al yang sedang melambaikan tangan. Pria itu telah bersiap di balik garis start, bersama jajaran pembalap motor lainnya. Meskipun Al bilang untuk menghibur, justru Cal merasa sebaliknya.Setelah sesi balapan motor selesai, Al segera menghampiri Cal di tribun penonton. Tampaknya usaha pria itu tidak membuahkan hasil, sebab paras cantik wanitanya tetap memacarka aura dingin.“Jadi usahaku sia-sia?” Al bergumam tepat di depan Cal yang melipat tangan depan dada. Pria itu mencondongkan tubuh, dan bicara, “Mau jalan-jalan atau pulang?“Cal menggeleng kepala, memberi jawaban ambigu. Ia merasa tidak dihargai oleh sang suami. Buktinya, Al terlalu menganggap remeh sebuah kata maaf. Seenaknya saja pria itu memberikan gratifikasi pada Cal berupa balapan.“Bicaralah Cal, jangan seperti ini!” Al meraih pergelangan tangan Cal. Ia mendekap erat tubuh ramping. Pria itu juga tidak peduli tindakannya ditonton banyak orang. “Maaf,” gumam Al
“Apa yang kamu pikirkan, istriku?” celetuk Al. Pria itu berdiri tepat di balik punggung wanitanya.Sejak semalam, Cal selalu terngiang saran serta peringatan dari Abuela. Walaupun wanita sepuh itu tampak mendukung Cal, tetapi jalannya tidak mudah untuk mempertahankan posisi. Bahkan pagi ini ia kembali mendengar suara lembut Al sedang menelepon seseorang di balkon. “Kamu,” jawab Cal dengan enteng. Ia tidak membalik badan dari depan dinding kaca berukuran besar di ruang kerja CEO.“Aku?” Al menunjuk dada bidangnya. Ia kembali bertanya, “Kamu merindukan suamimu?” Al mengecup daun telinga dan tengkuk wanita itu yang beraroma segarnya buah jeruk bercampur jasmine. Ia berbisik sensual, “Padahal aku hanya sebentar di luar ruangan.”Cal tersenyum masam dan menunduk, sehingga Al semakin mudah melabuhkan kecupan pada tengkuknya. Beberapa detik kemudian, ia mengangkat kepala dan memutar badan menghadap pria itu.Namun, Al lebih dulu menggendong Cal dan membawanya ke ruang istirahat. Keduanya be
“Calantha?!” Al memekik melihat istrinya luruh di atas lantai. Tubuh kurus Cal bergetar, seketika air matanya menganak sungai. Ia terlempar ke masa lalu dan dua tangannya langsung memegangi perut yang tiba-tiba merasa sakit. Bahkan wanita itu berhalusinai terdapat genangan darah di sekitarnya. “Cal?!” ulang Al. Ia langsung merangkul pundak rapuh itu. Kemudian pria itu melirik para pelayan yang mematung melihat peristiwa mencengangkan, dan memberi perintah, “Hubungi Xavi! Katakan untuk mencari kurir pengirim terror ini!” “A-nakku,” lirih Cal. Ia tetap meremas perutnya sambil sesenggukan. “D-dia meninggal. Anakku dibunuh,” racau wanita itu dan langsung kehilangan kesadaran. Al bergegas menggedong Cal dan membawanya kembali ke kamar, kemudian menghubungi dokter. Sambil menunggu, pria itu menghubungi asisten pribadinya dan duduk di samping tempat tidur. “Aku tidak mau tahu, dapatkan orang itu hari ini juga!” [Tapi Tuan, setelah saya periksa pelat nomor mobilnya palsu.] “Apa?!
“Menurutmu apa?” balas pria itu ambigu. ‘Sekarang … izinkan aku menebusnya Cal,’ lanjut Al dalam hati. Sedangkan Cal tercenung, ia sungguh tidak menyangka pria yang lima tahun lalu ditinggalkannya itu masih tetap … memiliki perasaan sama. Wanita itu menyahut, “A-aku tidak tahu Al.” Tiba-tiba Al menyentil kening Cal membuatnya meringis pelan. Wanita itu mengusap kulitnya yang terasa panas akibat ulah sang suami. “Tinggalkan masa lalu yang menyakitkan itu Cal!” tegas Al. Akan tetapi sorot mata pria itu menyiratkan sesuatu. “Kita harus hidup bahagia dan bersama-sama sampai tua,” sambung Al. Cal mengangguk patuh mendengar kata-kata itu. Bahkan ia mengesampingkan perasaan bersalahnya pada Clair yang saat ini masih mengharapkan Al. ** Sudah dua hari ini Cal mengambil cuti untuk menenangkan pikiran dan berdiam diri di rumah. Sama halnya dengan Al tidak masuk kerja demi mengawasi serta melindungi wanitanya. Bahkan, pria itu mengurangi intensitas komunikasi dengan Clair. “Janga
“Al, aku mau ke kantor,” ucap Cal baru saja memasuki ruang kerja di rumah. Dua hari ini Cal diberikan cuti, sedangkan Al bekerja dari rumah. Ia tidak peduli meskipun mendapat teguran dari para direksi. Bahkan pria itu memundurkan jadwal keberangkatannya ke Kota Zurich karena tidak mau meninggalkan sang istri dalam keadaan berantakan. “Bosmu juga bekerja dari rumah, kenapa kamu harus ke kantor?” sahut pria itu sembari membuka helaian kertas laporan yang diberikan asisten pribadi. “Mereka semua juga pegawaimu, tapi masuk kerja. Apalagi Xavi sibuk bolak-balik rumah dan kantor.” Cal menghentak kaki, dan bibir tipisnya maju beberapa senti. Tentu saja Al kehilangan fokus, bagi pria itu tingkah sang istri teramat menggemaskan dan memaksanya mengakhiri kegiatan kerja. Al beranjak dari kursi beralih mendekati Cal dan merangkum pipi yang sedikit berisi lalu mengecup bibir glossy-nya. Selepas pagutan, Al berkata dengan lembut, “Karena kamu Calantha, kamu Nyonya Muda Torres, berbeda dengan me
“Selamat Tuan Hofer, bayinya lahir dengan sehat.” Dokter mengulurkan tangan kanan sambil tersenyum lebar. Liam berkaca-kaca mendengar kabar menggembirakan. Ia gegas menghubungi ibunya dan beberapa kerabat terdekat untuk menjenguk anggota keluarga baru. Setelah itu Liam memasuki ruang pemulihan. Ia melihat dua bayi menelungkup di atas dada sang istri. “Claira ….” Liam sesenggukan. Ia mengekspresikan diri karena memiliki buah cinta dari gadis pujaannya di masa sekolah. Bahkan tangan Liam tidak sanggup menyentuh kulit tipis nan lembut miliik bayinya. “Kamu memiliki dua anak laki-laki.” Claira tersenyum merekah melihat dua bayi itu sibuk mencari puncak nutrisi. “Kita. Kita memiliki dua putra. Dan kamu satu-satunya perempuan cantik diantara kami.” Liam setengah tertawa dan menangis ketika mengatakannya. Sedangkan Claira tergelak membuat kedua bayi di atas tubuhnya terkejut lalu merengek. Pasangan itu saling menatap satu sama lain kemudian tertawa bersama-sama melihat tingkah mengge
“Hamil?” Clair tercengang. Reaksi pasangan itu sangat berbanding terbalik. Liam selalu menebar senyum bahkan berbagi kebahagiaan bersama pegawai rumah sakit. Ia mentraktir makan. Sedangkan Clair tampak terpukul.“Istriku kenapa sedih? Seharusnya kamu senang.” Liam merangkul bahu Claira.Wanita itu menunduk menatap perutnya. “Kenapa aku bisa hamil? Liam aku … belum siap menjadi ibu.”Seketika senyum manis di wajah Liam menghilang. Kini pria bermata sipit itu mengetahui Claira enggan mengandung anaknya.“Kita sudah menikah, bercinta dan melakukan berulang kali. Kita tidak menunda kehamilan. Jadi … kamu menolak?” tanya Liam dengan perasaan kecewa.Clair tersadar dari pikirannya. Ia menatap wajah sendu sang suami. Kedua tangan mulus wanita itu menangkup pipi Liam.“Maksudnya bukan begitu. Liam … aku ini seorang pendosa. A-aku tidak menyangka hamil dalam waktu dekat. A-aku juga … merasa bukan ibu yang baik.” Claira melepaskan tangan dari rahang Liam lalu menunduk dalam.Liam tersenyum kec
“Aku bingung bagaimana cara mengatakannya,” gumam Claira. Raut wajah wanita itu terlihat sedih.Calantha mengernyit dan menopang dagunya. [Maksudmu?] “Aku ingin pindah rumah, tapi ibu mertuaku melarang. Alasannya kesepian, karena sebelumnya Liam sibuk bekerja.” Claira cemberut. “Kami tidak punya waktu berdua.” Calantha manggut-manggut. Ia mengerti keinginan kakak kembarnya. Istri Alessandro Javier itu tersenyum penuh arti lantas mendekatkan kepala dengan layar ponsel.[Bilang saja langsung kalau kamu ingin pacaran bersama Liam.] Calantha menaik-turunkan alisnya.“Mana bisa seperti itu!” sentak Claira.Setelah satu bulan tinggal di rumah mertua, Claira kehilangan figure Liam. Pria itu lebih sering pulang malam dan pergi pagi-pagi sekali. Bahkan satu minggu ini keduanya tidak berhubungan intim.Claira mengakhiri panggilan video bersama Cal. Ia bergegas menemui ibu mertua di lantai satu. Ia melihat wanita paruh baya itu sedang kesulitan berjalan. Buru-buru Clair membantu.“Hati-hati B
Malam pertama yang seharusnya berujung menyenangkan dengan suasana romantis, justru sebaliknya. Kini, vila pribadi Keluarga Hofer dikunjungi dokter serta perawat yang mengobati Liam. Pria itu mendadak demam paska berenang.“Bagaimana kondisinya? Perlu dirawat inap?” berondong Clair kepada dokter. Ia memperhatikan wajah pucat sang suami.Sedangkan Liam menahan malu sekaligus gundah. Pria itu merasa bersalah gagal menjadi sosok suami idaman bagi pujaan hati. Dokter berkata dengan cemas, “Demamnya cukup tinggi mencapai empat puluh derajat. Tapi Tuan Liam menolak.”Clair mendengus, lantas berjalan mendekati suaminya yang sedang berbaring tidak berdaya.“Kamu masih mau hidup?” tegas wanita itu membuat mata sipit Liam membelalak.Clair bertolak pinggang dan menatap tajam suaminya. “Kita baru menikah satu hari, kamu mau menjadikan aku janda?” Liam meneguk saliva dan menggeleng pelan. Ia tahu istrinya memang galak, tetapi tidak menyangka mulut Claira sangatlah tajam.“Jangan bilang begitu.
Satu tahun berlalu sangat cepat, kesabaran Liam membuahkan hasil. Pagi ini, Liam dan Claira telah resmi menjadi sepasang suami istri. Keduanya sedang menandatangani akta pernikahan. Calantha bersama keempat anaknya duduk di kursi paling depan. Ia menangis haru karena Clair mendapatkan belahan jiwa. Ia juga tahu Clair belum sepenuhnya melupakan Alessandro. Wanita itu beranjak mendekati kembarannya. “Haruskah aku memanggilmu Nyonya Hofer?” goda Calantha. Liam menyambar, “Tentu saja! Dia istriku, dan kamu harus memanggilku kakak meskipun kita seumuran.” Tawa pria itu. Tiba-tiba Alessandro memukul kepala Liam. Ia berkata dengan tegas, “Tidak boleh memanggil kakak! Panggil nama saja.” Seketika altar pernikahan dihiasi gelak tawa dari semua orang. Mereka melihat kedekatan putri Caldwell dan kekompakan para menantu. “Sudah seharusnya aku patuh kepada yang lebih dewasa.” Liam menyengir, menjadikan mata sipitnya tak terlihat. Alessandro memelotot karena secara tidak langsung Liam menge
Claira melempar kerikil kecil ke sembarang arah. Pikiran gadis itu dilanda gundah gulana. Ia ketakutan Alessandro memberitahu keluarga besarnya tentang sebuah kebenaran. Clair menelan ludah. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Calantha mengetahui kenangan bersama Al diambil alih olehnya.Ketika wanita itu melepar kerikil cukup besar, seseorang memekik. “Aw!”“Ya ampun!” Claira sigap menghampiri sumber suara. Ia ternganga mendapati Liam sedang mengelus kening.Sialnya, kening pria tampan itu berubah merah.“Liam, maaf. Aku tidak bermaksud—““Apa yang kamu pikirkan?” Liam meringis karena lemparan Clair sangat bertenaga.“Tidak ada!” tegas Clair. Ia tersenyum kaku.Padahal Liam sengaja meluangkan waktu setelah berminggu-minggu demi Clair. Pria itu tahu calon istrinya sedang gelisah. Hanya saja Liam pandai menutupi rahasia. Ia tidak mau ikut campur, cukup membeberkannya kepada Alessandro.Liam juga tahu Alessandro berniat mengubur masalah ini. Clair menoleh kepada Lia
“Bodoh!” teriak Alessandro di tengah hutan. Pria itu mengepalkan tangan dengan kuat hingga bagian telapak sakit dan urat-urat pada lengan menonjol. Ia memukuli udara yang tidak bersalah. Kemudian Alessandro terjatuh dengan posisi kedua lutut di atas tanah lembab.Alessandro kian tercabik ketika memeriksa ponsel dan mendapati istrinya sedang menelepon. Ia tidak kuasa menerima panggilan suara. Pria itu tenggelam jauh bersama perasaannya saat ini.Beberapa jam kemudian, Alessandro berhasil menguasai rasa sakit dalam dada. Ia bergegas menemui Claira di Mansion Caldwell. Karena hubungan sudah membaik, kedatangan Alessandro disambut oleh para pelayan. “Di mana Nona Muda Clair?”Pelayan menunduk. “Nona di perpustakaan, Tuan.” Alessandro langsung menghampiri iparnya.Claira terkejut karena sebelumnya Al tidak membuat janji. Sekarang pria itu datang dengan ekspresi dingin dan aura mencekam seketika menyelimuti ruangan.“Hi Al. A-ada a-apa?” gugup Claira. Perasaan sebagai wanita sangat peka,
Alessandro mendengus sebal lantaran Liam menguasai keempat anaknya. Sebagai ayah, ia hanya bisa mengawasi dari jarak jauh. Al juga tidak bisa berbuat apa-apa selain mengamati, sebab Calantha telah memberi izin. Liam mengambil banyak swafoto bersama ABCD. Pria itu tersenyum kecil melihat hasil jepretan kamera. Liam mengirim pesan teks dan gambar dirinya bersama Anaya kepada Clair. “Anaya semakin lucu.” Ketika Liam masih tersenyum sendirian, Alessandro berdiri tepat di belakang pria itu. “Ide brilian menggunakan anakku sebagai alibi menggoda wanita.” Alessandro langsung mengambil alih keempat bayinya. Ia tidak suka wajah polos bayinya dimanfaatkan oleh Liam. ** Satu minggu ini Liam rajin mengunjungi kediaman Alessandro. Pria itu membawa beraneka buah tangan untuk Calantha dan empat bayinya, tidak ketinggalan Liam menemani Al bermain catur. Semua dilakukan sebagai permohonan maaf. “Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Claira?” Wajah Alessandro tampak serius memandang papan
“Ajari aku caranya.” Clair menunjuk popok dan pakaian bayi. Seketika Calantha dan Lorraine menoleh ke arah wanita itu. Kening kedua ibu muda mengerut karena tidak biasanya seorang gadis belajar merawat bayi.“Kalian tidak perlu menatapku seperti itu. A-aku mau tau bagaimana melakukannya.” Clair menelan ludah karena gugup diperhatikan oleh dua pasang mata.Lorraine mengalihkan pandangan kepada Calantha untuk meminta izin. Istri kesayangan Alessandro Javier itu mengangguk. Jujur, perasaan Cal campur aduk. Ia takut kakaknya ini kelak mencari simpati di depan Al. Sungguh Calantha tidak mau rumah tangganya hancur. Apalagi sekarang keempat anak sangat membutuhkan orang tua utuh.Saat mengganti popok Anaya, wajah Claira berseri-seri. Gadis itu teringat ketika Liam mempertanyakan kesiapannya menjadi seorang ibu. Namun, waktu itu Claira diam saja karena malu. Sekarang hatinya bersorak riang.**Dua hari kemudian, Liam mengantar Clair ke bandar udara. Gadis itu harus pulang ke Zurich karena b