Betapa bodohnya Ronald yang merasa dikelabui oleh sepupunya itu.Setelah pulang ke rumah dan tak sampai sekitar dua jam, dia harus diminta menjemput Helen lagi karena katanya terkilir setelah ujian dance selesai."Memangnya tidak ada taksi online di sini?" Ronald nampak tak suka jika terus menerus dijadikan seperti sopir dadakan begini.Mamanya selalu memojokkannya sehingga dia tak punya pilihan lagi untuk menolak.Dengan buru-buru dia kembali ke kampus dan sekarang sudah parkir di pelataran jurusan Helen.Dia sengaja tak mau turun dan menjemput ke dalam, tapi lebih memilih untuk di mobil saja menunggunya datang sendiri."Aduuh..." Helen kesakitan saat dia naik ke mobil. Meski sudah dibantu oleh teman lelakinya, tetap saja dia kesulitan dan akhirnya harus digendong sehingga tubuhnya bisa naik ke mobil."Kamu nggak apa-apa?" Tanya pemuda seangkatannya itu."Nggak apa-apa, Thomas. Thanks ya, kamu bisa pergi. Aku sudah aman sama Kakakku..." Terlihat Helen menyentuh lengan Thomas sebelum
"Tante, jadi... maksudnya... Kak Ronald ini sebenarnya salah dalam memilih pasangan ya?""Dulu aku tidak tahu bagaimana ceritanya dia bisa mendapatkan Amanda. Tahu-tahu dia bikin pengumuman mau memperkenalkan calon dan tak lama kemudian menikah." Kata Mama Ronald yang terlihat kesal."Ohh, jadi apa mereka... hamil duluan?" Dugaan itu bisa saja benar."Apanya hamil? Sampai sekarang dia juga tidak hamil. Kukira itu karena dulu Ronald tertipu olehnya. Dulu aku yakin kalau Ronald sebenarnya mau menikahinya karena dia mengaku telah mengandung benihnya. Tapi, lambat laun akhirnya mungkin Ronald sadar kalau selama ini dia hanya dikelabui..."Pernyataan itulah yang membuat Helen semakin merasa tertantang dan menarik untuk mengikuti drama rumah tangga sepupunya yang tampan dan hartawan itu.Meski usia mereka terpaut cukup jauh, tapi baginya itu tak jadi soalan."Seandainya saja dulu Ronald tidak tergesa-gesa menikah dan mau menunggu kamu ya Helen..." Tangan wanita itu mengelus rambut panjang g
"Mari, Nona Helen..." Pembantu itu menunjukkan jalan menyusuri tangga. Dia mengawasi gerak-gerik gadis belia yang tampak mencurigakan itu. Tapi untuk saat ini dia tak berani banyak berkomentar karena khawatir itu justru akan jadi bumerang baginya.Huh, dia menarik nafas karena merasa di rumah ini terlalu banyak masalah dan intrik."Bibi... kalau boleh tahu, siapa saja yang ada di rumah ini?" Tanya Helen pada pembantu yang membawakan tas dan kopernya.Pembantu paruh baya itu tampak sedikit terengah-engah karena keberatan membawa dua barang sekaligus."Oh, ada Tuan Besar, Nyonya, Mila... terus ada Tuan Ronald, istrinya serta Tuan Simon. Yang selebihnya pembantu dan staff saja Non." Jawabnya sambil membuka pintu kamar yang nantinya akan digunakan oleh Helen."Tuan Simon itu kakaknya Tuan Ronald, kan?" Tanyanya penasaran.Dia sudah bisa membayangkan akan setampan apa Simon. Karena Ronald baginya sudah menyerupai fisik seorang aktor Hollywood."Betul, Non. Ini silakan masuk dan kalau ada
"Kamu beneran mau kan?" Ronald nampak tersenyum saat tahu kalau istrinya menyetujui idenya tanpa pikir panjang lagi.Ini adalah rencananya untuk bisa menjauhi Helen dan sejuta plot yang mungkin sudah gadis licik itu siapkan. Ronald hanya punya firasat kalau Mamanya sekarang sudah mulai condong ke keponakannya itu.Bisa saja nanti terjadi hal yang di luar dugaannya dan mengancam keberlangsungan rumah tangganya."Apa kamu akan pergi beberapa minggu?" Tanya Simon saat Ronald bermaksud menyampaikan idenya.Dia tak butuh persetujuan tap hanya sekedar menginfokan sehingga dia tak akan diganggu dengan panggilan mendesak atau email yang memintanya untuk meeting mendadak.Ronald tak ingin itu terjadi dan menganggunya nanti."Nah! Aku hanya pergi maybe for one week. After that, aku akan kembali bekerja seperti biasa." Jawabnya pasti.Hal yang membuat Simon enggan mengiyakan hal itu, bukanlah soal pekerjaan yang akan dibebankan kepadanya dan membuatnya harus lembur di akhir pekan untuk bertemu d
Hati siapa yang tidak kebat-kebit saat melihat sosok istrinya di kamar tanpa ada pengganggu?Itu yang sekarang dirasakan oleh Ronald. Semakin dia mengenal banyak perempuan, termasuk Helen, dia jadi makin yakin kalau memang sepertinya dia harus menerima Amanda sebagai pendamping hidupnya."Amanda, kamu terlihat cantik malam ini..." Sapa Ronald saat tahu Amanda sedang mengeringkan rambutnya dengan hair dryer.Wanita cantik itu lantas menghentikan aktivitasnya dan mencabut kabel sambungan hair dryer dari soketnya."Maaf, malam ini sepertinya aku belum bisa..." Istrinya berlalu meninggalkan sang suami keluar kamar mandi."Aku tidak memaksamu, aku hanya ingin setidaknya malam ini kita habiskan berdua. Ya...meski cuma tidur rebahan tapi sebelahan gitu..." Amanda merasa aneh saja ketika melihat sisi 'manja' suaminya itu. Tak biasanya Ronald menjadi 'needy' begini. Biasanya dia hanya to the point dan bersikap dingin.Lebih tepatnya dia lebih sering tak peduli dan tak mau tahu.Amanda merasa
"Apa maksud kamu?" Ronald bangkit dan terduduk meski matanya sudah mulai mengantuk."Iya... begitulah..." Amanda menjawab lirih.Tak lagi dengan suara memberontak atau suara yang biasanya ikut-ikutan meninggi seperti suaminya."Jadi, aku akan menjadi seorang ayah?" Tanya Ronald dengan mata terbelalak dan seolah dia mendapatkan energi baru untuk membuka matanya lagi.Ada hal yang tak bisa dia ceritakan begitu saja sekarang. Astaga! Siapa sangka niatnya untuk memperbaiki hubungan dengan istrinya itu rupanya adalah sebuah tanda awal kalau akhirnya kekhawatirannya itu terijabah. Dia akan jadi seorang ayah!Ingin rasanya dia melompat dari tempat tidurnya sekarang."Ehm... sudah berapa bulan usianya?" Tanyanya lagi.Semoga saja... kali ini dia akan mendapatkan keturunan yang bisa menjadi pengikat hubungannya dengan Amanda.Semoga saja!"Aku sendiri juga belum tahu, berapa usianya. Setahuku... aku... sudah telat menstruasi sejak dua bulanan ini." Amanda mengaitkan kedua tangannya.Dia masih
"Kamu pandai sekali membuatku naik roller coaster! Tadi kamu maunya aku menjauh, lalu memintaku dekat-dekat kamu tidurnya. Dan sekarang... kamu minta kita cerai." Ronald mendesis.Lelaki bermata tajam itu kini tidak lagi bisa menerima basa-basi atau swing mood istrinya yang dinilainya sudah keterlaluan.Lelaki mana yang sabar dan tahan kalau dipermainkan seperti ini?Ronald meremas rambut yang ada di kepalanya sendiri. Geram dan gemas rasanya!"Mau kamu apa?" Tanya Ronald sambil menahan napas yang mulai terasa berat."Aku..." Amanda masih menimbang.Haruskah jujur? Tapi, itu juga belum tentu benar. Atau sebaiknya dia bercerita apa adanya saja?Ah, ini sama saja dengan bunuh diri namanya!"Aku mau mengatakan hal yang sebenarnya!" Amanda ikut duduk.Meski kepalanya terasa berat dan pusing. Tapi ini akan jauh lebih baik untuk mengatakannya sekarang. Di benaknya sudah ada skenario, kalau misalkan terjadi apa-apa atau seburuk-buruknya kejadian adalah Ronald mengusirnya... Amanda sudah sia
"Apa maksud kamu mengirimkan pesan itu padaku, Simon?" Terang saja akhirnya Amanda menelpon balik kekasih gelapnya itu.Rasanya sekarang dirinya serba dipersalahkan dan disudutkan.Justru sepulang honeymoon di saat hubungan dirinya dengan sang suami berangsur-angsur membaik, dirinya dibuat memiliki perasaan bersalah begini."Aku hanya menanyakan hal yang memang hakku untuk bertanya padamu. Aku ingin tahu. Itu saja!" Simon nampak menggenggam erat handle pintu kantornya yang baru saja dia buka."Itu bukan urusanmu, Simon. Kuharap kita bisa bersikap dewasa dan setelah ini tidak lagi berpikir untuk melanjutkan...hubungan terlarang kita!" Amanda berbisik pelan.Meskipun itu dia ucapkan di dalam kamarnya sendiri dan tak ada seorangpun yang sedang bersamanya, tetap saja dia harus selalu waspda.Karena dia menyadari kalau di rumah ini, dindingpun berbicara."Lalu... setelah kamu berbaikan dengan suamimu, kamu membuangku! Begitu kan yang kamu maksud? Kamu sama saja dengan wanita murahan lainny
"Amanda?" Wanita itu mulai terlihat gusar. "Kita harus ke klinik terdekat, kalau ke rumah sakit akan terlalu jauh!" Sambung Ronald sambil membopong Amanda keluar rumah dan menuju mobil di depan.Meski kesulitan, akhirnya mereka berdua berhasil ke mobil dan mulai berkendara."Aduh..." Amanda memegangi perutnya yang sudah tak bisa lagi ditahan. Seolah ada sesuatu yang mau keluar.Dia semakin terlihat gelisah dan matanya sesekali menyipit karena menahan rasa sakit.Ronald dengan gugup sesekali melihat ke arah maps yang menunjukkan ke arah tempat bidan bersalin sedekat mungkin dari lokasi mereka sekarang."Aku sudah menemukan tempat praktek bidan, Amanda. Bertahanlah!" Pikiran Ronald saat ini adalah mengira bahwa Amanda akan melahirkan. Itu saja.Bisa saja kan sekarang ini wanita itu mengalami kontraksi. Tapi seingatnya tadi, kandungannya baru tujuh bulan saja umurnya."Sakiit..." Dia semakin menunjukkan rasa tak karuan yang dihadapinya. "Bertahanlah, Sayang..." Tangan kiri Ronald sese
Mungkinkah jika sebenarnya Tuhan sudah menunjukkan jawaban?Mungkinkah jika sebenarnya Tuhan sudah memberikan tanda-tanda dan keajaiban itu? Hanya saja kita sebagai manusia terlalu banyak membangkang dan sok mengatur Tuhan?Ronald terkejut mendengar pengakuan dari mulut Amanda sendiri.Amanda, seandainya kamu tahu, bahwa anak itu bukanlah anak Simon dan bisa jadi adalah anakku.Belaian lembut Ronald rupanya berhasil menidurkan Amanda di sofa mungil itu."Aaaarhhh..." Dia merintih dan akhirnya dibopong oleh Ronald untuk dibawa ke dalam kamar tidur.Perlahan dia membaringkannya.Tidak cukup hanya sampai di situ, Ronald juga melepaskan rok panjang yang membuat Amanda tak leluasa bergerak."Mmmm..." entah apa yang sekarang sedang dimimpikan oleh Amanda, Ronald hanya mengelus kening dan pipinya.Muncullah rasa itu yang mendadak membuatnya seakan terbangun dari masa 'tidur'."Oh, God!" Ronald menyadari ini benar-benar bukan saat yang tepat untuk ini.Amanda dalam keadaan mengantuk dan sudah
"Mari masuk, Pak!" Dengan susah payah akhirnya Amanda menemukan kunci gerbang dan rumahnya yang terletak di tasnya.Setelah menyalakan lampu yang sejak senja tak ada yang mengurusi, ruangan mungil itu menjadi hangat dan terang benderang."Kamu tidak menawari aku makan sesuatu?" Ronald mengaku merasa sangat lapar.Pantaskah Amanda menawarinya semangkuk mi instant atau ramen? Lantas, bagaimana jika Ronald tidak selera dengan makanan instant semacam ini?"Saya bisa memesankan makanan, Pak." Nadanya sudah disetting seformal mungkin.Amanda sudah yakin kalau dia lebih terdengar seperti sekretaris sungguhan daripada sebagai seorang mantan istri."Oh, begitu? Kenapa kamu tidak memberiku mi atau apapun tadi yang kamu beli dari minimarket itu?""Hmmm, Pak Ronald, rumah ini bukan warteg atau cafe. Jika ingin makan sesuatu, bisa ke restoran di jalan besar sana atau di mana gitu... Fine dining di hotel keluarga Bapak barangkali..." Amanda mengelus dada."Aku ke sini tadi niatnya bukan untuk makan
"PAPA?"Gema suara Ronald benar-benar menyita perhatian semua orang.Bahkan beberapa nakes juga ikut berhenti dan melihat betapa pandangan mata Ronald layaknya seekor singa yang siap menerkam binatang buruan!Langkahnya makin dipercepat. Papanya tak lagi punya kesempatan untuk melarikan diri atau sekedar bersembunyi."RONALD?" Papanya benar-benar tak bisa menyembunyikan rasa keterkejutan itu.Nampak sekali kalau dia ingin ditelan bumi saat itu juga. Pegangan tangan yang awalnya erat itu mendadak ia lepaskan."Monica, kamu ke sana dulu." Dia berbisik pada teman wanitanya agar tak ikut dalam forum keluarga.Meski kesal, wanita berambut panjang dan memakai hot pants itu akhrinya menurut."Siapa dia, Pa?" Ronald pura-pura bertanya, padahal dia tau semua seluk beluk perempuan simpanan sang Papa,"Oh, dia anak buah Papa," Jawab sang Papa sambil membenarkan letak jam tangannya.Baru kali ini dia seperti tertangkap basah dan malu setengah mati."Anak buah? Kerja di bagian apa dia?" Ronald ber
"Mila, ini susu hangatnya sudah aku buatkan!" Amanda membawa segelas susu hangat yang dia sengaja bawa ke lantai dua.Rupanya, ia terkejut saat kembali ke atas, Ronald sudah pulang ke rumah. Dia tertunduk malu. Tak tahu harus melakukan apa sekarang.Kakinya terhenti. Sementara Ronald mengamati lekuk tubuhnya yang semakin ekstreme. Perutnya terlihat semakin meruncing seolah siap kapanpun untuk melahirkan bayinya."Amanda!" Panggil Ronald lirih.Ia malu selama ini sudah berbuat tidak baik pada wanita itu. Bahkan terang-terangan menuduhnya melakukan selingkuh dan merendahkannya lebih rendah dari wanita pela*ur."Maaf aku harus mengantarkan susu ini ke kamar Mila. Setelah ini, aku akan pergi." Dia buru-buru ke kamar Mila lalu meletakkannya di meja.Rupanya anak itu sudah tertidur karena sepertinya kelelahan setelah menangis dan tantrum dalam waktu yang cukup lama."Amanda?" Saat dia sudah keluar dari kamar Mila dan membawa tasnya, Ronald mencegah wanita itu pergi."Maaf aku harus pulang
Ronald merenung di meja kantornya.Seusai meeting, dia tak banyak bicara dengan siapapun. Kalimat sopir pribadinya itu terdengar menggoda dan menantang.Tes DNA?Kenapa ini tak pernah terpikir olehnya setelah tahu kalau Simon bukan ayah dari anak itu?Ah, ini bisa saja hanya hawa nafsunya sendiri yang berbicara. Bagaimana jika ternyata Amanda tak sebaik yang ia duga? Bisa saja kan, selama ini dia berhubungan lebih dari dua laki-laki."Boss?" Anak buahnya yang biasa melakukan investigasi tiba-tiba menelpon. Padahal ini baru jam sepuluh pagi."Iya, bagaimana?" Ronald menekan alisnya dengan telunjuk dan ibu jari.Kepalanya terasa berat memikirkan semuanya seorang diri."Papa Boss sudah terdeteksi menginap lagi di apartemen itu. Apa Boss sudah mencoba menghubungi Monica?"Giliran Ronald sekarang yang ditanya oleh anak buahnya. Celakanya, dia lupa menghubungi Monica karena sudah terlalu larut dalam investigasinya tentang tes DNA itu."Belum. Aku belum sempat." Jawab Ronald asal."Tidak mas
"Kurang ajar!"Ronald memukulkan kepalan tangannya di atas meja kafe di mana mereka bertiga berbincang."Boss, tenangkan diri dulu. Jangan mencuri perhatian orang!" Anak buahnya mengingatkan."Aku tidak bisa terima saja, Kenapa Mamaku setega itu pada Amanda? Apa hukumannya dikeluarkan dari rumah dan bercerai dariku itu kurang?" Ronald kini mulai sadar, kalau selama ini bisa jadi memang Mamanya lah yang menjadi penjahat bukannya malah Amanda."Kita tidak bisa menyimpulkan secepat ini, Boss. Pasti Mama Anda melakukan ini ada alasan kuat dan tidak serta merta melakukan hanya untuk kesenangan semata!" Anak buahnya yang biasanya beringas, rupanya masih memiliki hati nurani untuk memberikan nasehat pada bosnya."Minum dulu, Boss..." Yang satunya mengingatkan Ronald untuk meminum minuman yang dipesannya tadi.Dengan gegabah, ia menghabiskan satu cangkir kopi itu dalam sekali minum.Lalu mengembalikan cangkir itu di atas tempatnya dengan sembarangan. Rasanya sudah tak ada gunanya lagi dia ber
"Bagaimana maksud kamu mencari pekerjaan itu?" Simon tentu saja terkejut dengan pernyataan Amanda barusan.Mencari pekerjaan untuk menghidupi anaknya yang akan lahir? Bukankah kehidupan Simon sudah bergelimang harta dan rasanya itu sudah lebih dari cukup untuk memberikan penghidupan yang layak buat mereka."Kurasa itu adalah jalan yang terbaik untuk kita semua. Aku tidak mau selamanya bergantung padamu, Simon. Aku merasa seperti pengemis sekarang. Apa-apa harus menunggu pemberianmu." Amanda meneteskan air matanya.Ini karena setelah beberapa waktu terakhir, dia merasa betapa sulitnya hidup saat memenuhi kebutuhan harus menunggu pemberian pria itu.Ia tak mau diatur-atur terus dan merasa tidak berdaya. Akan jadi apa nanti anaknya."Amanda... Anak itu adalah darah dagingku dan kamu adalah ibunya. Aku tak akan pernah membiarkan kalian hidup dalam kekurangan apapun. Apa kamu tidak lihat, bagaimana yang aku lakukan padamu?" Simon mengelusnya lagi meski Amanda menunjukkan raut muka yang tid
"Jadi, ini yang kamu lakukan selama ini?" Papa Ronald mendudukkan Monica dan tampak memberikan ancaman.Monica mulai panik. Betapa tidak, dia khawatir kalau-kalau setelah ini akan diputus hubungannya dengan sang pendonor dana terbesar di kehidupannya beberapa tahun ini."Daddy..itu semua salah sangkamu saja. Aku dan dia hanya murni berteman saja. Tidak lebih.." Monica membelai lembut tangan daddy-nya."Apa maksud kamu?"Tentu saja pria itu mulai penasaran dan sedikit membuka diri untuk penjelasan wanita cantik yang sering menghiasi malamnya."Dia itu... penyuka lelaki juga, Daddy.." Mata manja itu mulai menebar jaring. Mencari perhatian sang pria yang hampir saja hilang kepercayaan padanya.Ini berbahaya karena akan membuat pundi-pundi dana yang masuk ke rekeningnya setiap bulan bisa saja terhenti seketika."Hah, rasanya itu mustahil. Kalian terlihat sangat mesra sekali..." Papa Ronald itu menyangkal.Dengan mata kepalanya sendiri ia melihat bahwa Monica tampak bermesraan dengannya di