“Kenapa nggak kamu aja, Dis? Saya harus ketemu dengan orang hari ini.”“Miss Adel minta Mbak yang datang langsung. Ada yang mau dibicarakan tentang Kai.” Gadisa mengejar langkah Miskha yang tampak terburu-buru usai menyiapkan salad sayuran di dalam sebuah wadah makan berwarna biru.Pagi ini, Gadisa datang ke rumah Miskha. Tadinya ia mau datang ke salon, tapi ternyata Miskha mengabarkan jika dalam perjalanan pulang ke rumah untuk berganti pakaian karena ingin bertemu dengan seseorang. Jadi Gadisa langsung buru-buru ke rumah Miskha.Semalam Gadisa sudah mengirim chat pada Miskha, sayangnya chat itu tidak dibaca juga. Bahkan sampai dirinya ada di rumah ini, Miskha baru tahu miss Adel ingin bertemu hari ini.“Ya, kamu aja, lah, sana. Nanti sampaikan aja sama aku. Paling juga minta iuran,” jawab Miskha enteng.Gadisa melangkah lebar mengejar Miskha yang menaiki tangga. “Bukan tentang iuran, Mbak. Tapi tentang Kai.”“Iya, paling tentang iuran untuk Kai ‘kan? Apa? Mau beli mainan edukasi kay
“LEPAS! LEPAS! JANGAN SAKITI PUTRIKU. AKU SAJA! SAKITI AKU SAJAAA!!!”Suara teriakan dan tangisan itu terdengar nyaring bersamaan dengan suara barang-barang yang dibanting ke luar rumah. Dua pria bertubuh besar mengenakan pakaian serba hitam datang dan mengacaukan dagangan milik ibu Rike. Tak hanya dagangan, tapi juga seisi rumah kecil ibu Rike berantakan.“KAMI MINTA SEPULUH JUTA HARI INI JUGA! KALIAN SUDAH MENJANJIKANNYA SEMINGGU YANG LALU! APA KALIAN MAU BERBOHONG LAGI?”Tangis ibu Rike makin menjadi kala salah satu pria bertubuh besar itu menjambak rambut putrinya dan tadi, pria itu juga memukul wajah putrinya hingga berdarah.“Saya mohon, lepaskan putri saya. Saya janji akan membayarnya, tapi beri saya waktu. Saya mohon.” Ibu Rike jatuh bersimpuh, menyatukan kedua tangannya─memohon belas kasih pada pria yang terus menyakiti anak perempuannya.“MAU SAMPAI KAPAN KALIAN MEMBOHONGI KAMI? KAMI SUDAH MEMBERIKAN TENGGAT WAKTU YANG CUKUP AGAR KALIAN BISA MELUNASI HUTANG ITU. KAMI BUTUH U
“Tolong goda suamiku.”Gadisa melirik ke arah Miskha yang duduk di meja berbeda dengannya. Sontak, ia mengalihkan pandangannya karena terlalu terkejut mendengar permintaan wanita putus asa di hadapannya.“Dis, aku mohon,” lirih Mona, wanita berusia 29 tahun yang merupakan salah satu anggota geng CanDa (Cantik menggoDa)─geng para influencer cantik yang masing-masing memiliki bisnis peribadi─yang sangat terkenal di kalangan masyarakat.Ini pertama kalinya Gadisa melihat tangisan seorang Mona Aleandra yang selama ini ia kagumi karena kecantikan Mona yang menurutnya sangat tidak masuk akal.“Aku nggak tau harus minta tolong siapa lagi, Dis. Aric nggak kenal sama kamu, dia nggak pernah melihatmu dan aku yakin dia akan sangat tergoda karena kecantikanmu.” Satu tangan Mona menyambar tangan Gadisa yang berada di atas meja, meremasnya dengan kuat seolah takut Gadisa hilang.Mulut Gadisa hanya bisa terbuka, kalimat yang berdesakkan di ujung lidahnya tidak dapat ia ucapkan. Permintaan Mona terla
Ia seperti melihat orang lain. Lipstick merah menyala, dress ketat yang mempertontonkan bagian bahunya, juga perhiasan mahal yang menempel di telinga, jari dan yang melingkar di lehernya.Semua skenario diurus oleh Mona dan Miskha. Ia hanya perlu melakukan tugasnya malam ini setelah kemarin ia mendapatkan bayaran dimuka dan langsung ia bayarkan pada dua debt collector itu.“Kamu dapat uang dari mana, Dis?” Pertanyaan tersebut terus menerus ditanyakan ibunya. Namun Gadisa sampai detik ini tidak menjawab. Mana bisa ia mengatakan jika ia menjadi gadis penggoda. Ibunya pasti akan marah. Apalagi menurut ibunya, seorang wanita tidak boleh mengganggu hubungan rumah tangga orang lain.Pandangannya kemudian turun ke arah kemeja putih yang ada di tangannya. Kemeja dengan bekas tumpahan kopi yang sedang coba ia bersihkan.“Aaaaahhh… maaf…” Gadisa menutup mulutnya dengan satu tangannya. Memasang ekspresi kaget saat es americano miliknya tumpah mengenai kemeja seorang pria.Tangan pria itu menahan
“Boleh minta tolong langsung bawa ke dapur, Pak?” “Baik, Mbak.” Dua orang pria mengangkut box berisi kulkas satu pintu yang baru saja dibeli oleh Gadisa. Senyum Gadisa mengembang. Uang bayaran membantu Mona Aleandra baru saja ditransfer sisanya tadi malam setelah Mona memastikan bahwa video dari rekaman kamera yang disebar di apartemen itu berhasil membuat Aric dan pelakor itu putus. Gadisa tidak bertanya panjang lebar tentang bagaimana Mona bisa mengetahui bahwa Aric dan wanita pelakor itu putus. Ia hanya dikabari demikian dan sama sekali tidak tertarik lebih jauh. Sudah lima hari pasca dirinya melakukan pekerjaan yang cukup sekali saja ia lakukan dalam hidupnya dan Gadisa tidak akan pernah mau melakukannya lagi. Kehidupannya sudah kembali normal. Lagi-lagi berpindah rumah ke daerah Jakarta pusat yang sedikit lebih jauh dari kontrakan sebelumnya dan tidak memberitahu siapapun kemana mereka pindah, Gadisa kini bisa bernapas lega. “Makasih banyak, Pak,” ucap Gadisa ketika satu lagi
“Nggak mau minum obat!”Suara teriakan Mikairo terdengar hingga lantai bawah. Gadisa buru-buru naik ke lantai dua untuk mendatangi anak tampan itu. “Siapa yang nggak mau minum obat?” Gadisa mengintip dari balik pintu yang terbuka sedikit. Senyumnya begitu lebar tiap kali melihat Mikairo Erlangga.Dan anak laki-laki tampan yang tadi terlihat cemberut itu, tersenyum lebar dan berseru, “Tanteeee…”Gadisa melangkah lebar masuk ke dalam kamar bernuansa biru dengan wallpaper dinosaurus yang sangat disukai Mikairo. Melihatnya mendekat, Mikairo yang tadinya berbaring langsung duduk dan langsung memeluk Gadisa sesaat setelah Gadisa duduk di tepi ranjang. Mikairo memang sangat manja padanya.Tapi sikap manja Mikairo ini tidak Gadisa dapatkan secara instan. Selama dua bulan sejak mendapat perintah dari Miskha untuk menjemput Mikairo di sekolah, Gadisa selalu mendapatkan tatapan tajam dan wajah cemberut dari Mikairo. Sampai pada suatu hari, Gadisa mencoba mendekati Mikairo dengan cara mengajak an
“Aku dapat kabar dari Mona kalau Aric putus dari pelakor itu. Dan ini semua berkat dirimu.”Baru tiba di salon milik Miskha, Gadisa mendapatkan berita terkini mengenai rumah tangga Mona. “Aku ‘kan kemana-mana sama Mbak, apa nantinya nggak jadi masalah, ya, Mbak?” Gadisa meringis, memikirkan kalau-kalau Aric atau wanita yang sampai sekarang tidak Gadisa ketahui identitasnya sebagai selingkuhan Aric itu tahu tentang dirinya.“Aman, Dis.” Miskha menepuk bahu Gadisa lalu meletakkan sekaleng cola di atas meja bundar tepat di hadapan Gadisa sebelum dirinya duduk di kursi yang ada di seberang Gadisa. “Aku sudah kasih tau Mona untuk nggak datang ke pertemuan kami dengan membawa Aric. Dia juga main aman. Lagi pula kamu nggak pernah ketemu pelakornya. Pelakornya itu nggak satu circle sama kami. Jadi aman.”Gadisa mengambil kaleng cola itu dan membukanya. Baguslah kalau begitu. Setidaknya dirinya tidak perlu dihantui ketakutan kalau-kalau identitasnya terbongkar.“Kamu nggak penasaran siapa pelak
“Ka-kalau makan duduk!” Lanang mencekal tangan adiknya yang mau kabur setelah mencomot perkedel jagung buatan ibu mereka.“Nggak sempat, Mas. Aku sudah ditelpon disuruh ke rumah bos aku,” ucap Gadisa tak jelas sambil mengunyah perkedel di mulutnya.“Ini masih jam enam lewat, Dis. Kenapa pagi-pagi ke rumah bos kamu?” tanya ibu Rike mematikan kompor dan membawa piring berisi oseng buncis dan jagung menuju meja makan kecil mereka.“Papanya Kai harus ke kantor pagi ini, Bu. Jadi bik Lastri minta aku untuk jagain Kai di rumah mereka.” Gadisa meringis. Bik Lastri menghubunginya dan memintanya segera datang ke rumah karena Kai tidak mau lepas dari papanya.“Kai nggak sekolah?” tanya ibu Rike berdiri di depan Gadisa dan membantu melepas pegangan Lanang di pergelangan tangan putrinya itu. Lanang paling tidak suka ada yang makan sambil berdiri. Ini semua sesuai dengan apa yang ia ajarkan sejak kecil dulu.“Masih demam, Bu. Masih lemes, jadi nggak sekolah,” jawab Gadisa.“Terus ibunya mana? Kena