Nada kembali menghela napas panjang sepanjang kesabarannya menunggu kata-kata fitnah apa lagi yang akan dilakukan oleh Danica untuknya. Dia sudah merasa muak dan terbiasa dengan hinaan dan makian yang dilakukan oleh Danica dan keluarganya sehingga Nada sudah merasa kebal.Danica memasang wajah seakan dia adalah orang yang menjadi korban dan sedih memikirkan nasib orang tuanya setelah apa yang dilakukan Nada pada mereka. Semua itu dilakukan jelas saja hanya untuk menarik perhatian dan simpati orang-orang padanya, namun membuat mereka membenci dan memandang Nada kejam."Kamu sangat tidak tau diri, Nada! Kamu serakah!" Kembali Danica mengulang bila Nada adalah orang yang serakah."Nona, memangnya apa yang dia lakukan dan mengapa kamu mengatakan dia serakah?" Tiba-tiba orang yang duduk di dekat mereka bertanya dengan aura ingin tau masalah mereka.Danica tersenyum dalam hati karena ternyata apa yang dilakukan mendapat respon yang baik dan berhasil memancing orang-orang memandang sebelah m
Danica mengedarkan pandangnya ke seluruh orang di sekitarnya. Orang-orang yang tadinya memandang hina dan jijik pada Nada, kini beralih memandang curiga dan mencemoohnya. Tatapan itu lebih tajam dan menyakitkan dari mereka memandang Nada sehingga mau tidak mau Danica harus menuruti semua yang dikatakan oleh Nada."Ayo, berikan tas palsumu itu padaku!" minta Nada lagi dan masih mengulurkan tangan pada Danica.Dengan ragu dan tidak rela, Danica akhirnya memberikan tas mahalnya pada Nada. Bola matanya sudah berkaca-kaca menahan malu dan takut. Tangannya saja sudah mulai gemetar. Nada mengambil tas dari tangan Danica dengan gerakan cepat dan terlihat seolah merebut karena dia kesal. Bibirnya mulai mengembangkan senyum tipis melihat tangan dan wajah Danica."Silakan kalian nilai sendiri, apakah tas ini palsu atau asli!" Nada memberikan tas Danica pada seorang wanita yang duduk tidak jauh dari mereka berdiri.Wanita itu menmgambil tas Danica dan tanpa harus menelitinya dalam waktu yang lam
"Nada." Ethan memegang lengan Nada dan menghentikan langkah mereka.Nada memutar serong tubuh menghadap Ethan dan langsung menatap matanya."Tadi kamu bilang, orang tuamu mempunyai utang. Aku tidak mengerti?" ucap Ethan menunjukkan wajah bingungnya."Oh, itu," desah Nada.Nada kembali memutar tubuh dan lurus, lalu melanjutkan langkah mereka. Ethan pun mengikutinya dan berjalan di sampingnya, masih menunggu jawaban Nada."Mereka memang memiliki utang padaku. Sayangnya, setelah aku menikah, mereka tidak mau membayarnya," jelas Nada."Aku tidak mengerti," sahut Ethan.Nada kembali menoleh dan melihatnya, juga langkahnya terhenti. Untuk sesaat tatapan mereka saling beradu dan Ethan setia menunggu penjelasannya.Ada keraguan dalam sorot mata Nada saat harus menjawab dan menjelaskan apa yang terjadi padanya, hingga akhirnya dia bisa menikah dengan Ethan. Hanya saja tatapan mata Ethan yang menunggu dan meminta penjelasan tidak mungkin dihindarinya."Maaf bila tadi membuatmu tidak nyaman," uc
Nada langsung merebahkan diri di atas tempat tidur dengan mata terpejam. Rasanya hari ini sangat melelahkan, apalagi dia bertemu dengan Danica di tempat umum dan Danica menghinanya. Untung Nada bukan tipe wanita yang rela dihina dan dia juga memiliki senjata untuk balik menjatuhkan Danica."Dasar keluarga aneh!" gumamnya masih dengan mata tertutup.Nada tidak tau saat berbicara seperti itu, ada Ethan yang beberapa detik lalu telah berdiri di dekatnya sembari memandangi wajahnya. Ethan memang tidak menguntit Nada masuk ke dalam kamarnya, tetapi dia pun masuk ke dalam kamarnya sendiri. Hanya saja setelah duduk dan memikirkan apa yang terjadi di restauran dan bagaimana cara James melihat Nada, pikiran Ethan tidak tenang. Hingga akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar Nada.Mendengar Nada bergumam dan berkeluh tentang keluarganya yang aneh, kecurigaan Ethan semakin tidak mengerti. Beberapa saat menunggu untuk mendengar hal lain lagi dari Nada, tetapi tidak ada. Hingga akhirnya ...."Ehe
"Apa yang bisa saya bantu, Nona?" Seorang pria berkumis berdiri di hadapannya.Nada memperhatikan ke sekitar tempatnya berdiri saat ini. Ada banyak barang di sana. Dia merasa tidak yakin datang ke sana, tapi di sisi lain dia merasa tempat itu yang paling cocok dan bisa didatangi yang bisa membantunya."Nona," sapa pria itu lagi karena Nada masih mengabaikannya."Iya," sahut Nada mengarahkan pandangnya pada pria itu, lalu berjalan mendekatinya."Ada yang bisa saya lakukan untuk membantu Anda?" tanya pria itu lagi."Tentu saja," jawab Nada. "Aku ingin menjual barang-barang ini," ucap Nada.Nada menunjukkan barang-barang yang ingin dia jual dan meletakkan di atas meja. Barang-barang itu hasil dia merampas milik Danica saat itu. Dia tau barang-barang milik Danica memiliki harga yang mahal. Dengan menjualnya, Nada berharap bisa menambah biaya pengobatan Bethany."Apa ini milik Anda sendiri?" Pria itu menatap Nada dengan sorot mata menyelidik."Tentu saja. Semua barang ini milikku," bohong
"Aku tidak menjualnya. Nih!" Nada menunjukkan cincin yang masih melingkar di jari manisnya dengan sangat apik dan tampak mengkilap.Mata Ethan semakin membulat dan terbelalak karena kaget. Ethan segera meraih dan memaksa Nada melepaskan cincin dari jari manis Nada dengan sedikit kasar tanpa mempedulikan rasa kaget dan sedikit sakit.Nada tercengang dan merasa bingung dengan apa yang dilakukan dan respon Ethan terhadap jawabannya, terlebih saat Ethan melepaskan cincin itu dengan kasar dari jarinya yang membuat jarinya sakit. Nada memilin kecil jari manisnya.Ethan langsung memperhatikan cincin yang kini telah berada di tangannya. Tanpa membutuhkan waktu yang lama, Ethan sudah dapat memastikan bila cincin yang sekarang dilihatnya bukanlah cincin yang dia berikan pada Nada.Wajah Ethan tampak gelap, lalu mengarahkan mata tajamnya pada Nada."Ini bukan cincin yang aku berikan padamu," ucapnya dengan suara dingin.Nada kembali tercengang dengan mata sedikit terbelalak membulat, lalu menger
"Sial!"Ethan memutar tubuh cepat dan langsung mengepalkan tinju dan menghantam dinding di depannya dengan kuat untuk menumpahkan segala kemarahan yang ditekan saat menghadapi Nada. Hingga jari-jarinya terluka dan mengeluarkan sedikit darah.Bukan hanya kemarahannya saja yang ditekan, namun dia sendiri merasa tertekan atas kejadian ini. Di satu sisi, cincin peninggalan mendiang ibunya itu sangat berharga untuknya dan berharap memberikan pada orang yang tepat yang akan menjadi pendamping selamanya dalam menjalani hidup.Di sisi lain, Ethan sangat marah karena Nada yang dia pikir tidak seperti rumor yang dia dengar, bahkan Ethan telah merasakan benih-benih cinta dalam hatinya harus menelan rasa kecewa karena Nada telah menjual cincinnya dan mengelabuhinya dengan cincin palsu.Ini yang Ethan khawatirkan di awal dan sebenarnya yang pertama dulu pernah dia harapkan. Membuat Nada jengah dengan kehidupannya yang miskin dan akhirnya meminta bercerai darinya. Dengan begitu, dia telah memenuhi
"Aku tidak tertarik lagi," tolak pemilik toko dengan tenang.Nada tersenyum miris mendengar jawaban pria itu. Dengan jawaban itu, dia semakin yakin kalau pria itu telah menukar cincinnya dengan cincin yang palsu."Kenapa? Bukankah kemarin kamu sangat menginginkan cincin ini dan berani membayar mahal? Kenapa sekarang tidak mau?" Nada memberikan tatapan tajam menusuk dan mengintimidasi atas penolakan pria itu."Karena aku sudah tidak menginginkannya lagi. Bukankah kamu sendiri yang tidak mau menjualnya padaku?" kelitnya."Sekarang aku ingin menjualnya, kenapa tidak mau? Oh ... jangan-jangan memang cincin ini palsu karena memang kamu telah menukarnya kemarin dan menyembunyikan yang asli?" Nada terus mendesak pria itu.Mendengar perkataan Nada, wajah pria itu berubah menjadi geram menutupi rasa gugup dan kagetnya."Satpam!" Panggilnya. "Bawa wanita gila ini pergi dari tokoku!"Pria itu memanggil satpam dan memintanya membawa Nada pergi. Dia menyuruh satpam mengusir Nada dari tokonya kare
"Aku-"Anak itu kembali ketakutan setelah melihat Ethan sejenak. Perlahan kakinya melangkah mundur menjauhi Ethan dan kembali wajahnya tertunduk dalam. Kedua tangannya saling meremas di depan perut."Huh ... aku pikir pria kecil ini pemberani dan bertanggung jawab. Ternyata nyalinya ciut juga," ucap Ethan dengan tawa kecil meledek, tapi sesungguhnya bercanda menggoda.Dia memang sempat marah karena anak itu hampir membahayakan istri dan anak dalam kandungan Nada. Hanya saja setelah melihat Nada memperlakukan dengan manis dan lembut, bahkan memaafkannya dengan mudah, kemarahan itu berangsur surut dan menghilang. Terlebih saat melihat wajah manis dan kata maaf yang diucapkan.Ethan merasa meski umur anak itu masih kanak-kanak, tapi dia telah belajar bertanggung jawab. Dengan kembali mendekati Nada dan mengakui kesalahannya serta meminta maaf, menunjukkan etika yang baik. Dia terharu oleh sikap berani anak kecil itu.Mendengar tawa kecil Ethan, perlahan anak itu mem
Tujuh bulan lewat usia kehamilan Nada."Ethan, kenapa jalannya lambat banget?" Sejak berangkat dari rumah sakit tiga puluh menit lalu, Nada merasa jarak yang mereka tempuh masih sangat dekat. Bahkan sebagian besar kendaraan dan bisa dikatakan semua kendaraan yang tadinya melaju di belakang mereka telah mendahului. Mungkin juga mereka telah sampai di tempat tujuan dan sudah melakukan pekerjaan.Ethan tersenyum menanggapi protes istrinya sembari memberi lirikan teduh."Ethan, cepatlah sedikit! Mau sampai kantor jam berapa kalau kamu bawa mobilnya kayak siput begini?" Nada mulai sedikit kesal."Sayang, aku sedang membawa wanita hamil. Mana boleh melajukan kendaraan cepat-cepat? Itu sangat berbahaya," ucap Ethan sembari condong ke arah Nada. "Kamu ingat kata dokter tadi? Kehamilanmu mulai besar, kamu harus hati-hati dalam bergerak. Tidak boleh melakukan gerakan secara berlebihan," sambungnya. Ethan mengingatkan Nada pesan dokter pada mereka.Siang ini mereka bar
"Apa aku sekejam itu?" Tiba-tiba Ethan mendorong pintu dan berjalan mendekati mereka.Tatapan dan wajahnya dingin penuh rasa kecewa atas perkataan Nada yang dia dengar dari balik pintu. Bahkan langkahnya tegas seperti langkah dewa perang siap menebas musuh yang menghadang, meski sebenarnya Ethan berjalan normal. Bahkan terbilang lebih lambat dari biasanya."Ethan?" Mata Nada membulat sempurna.Nada dan Serly terkejut setengah mati melihat kedatangan Ethan. Namun, rasa terkejut Serly tidak sebanding dengan rasa terkejut yang dialami Nada. Bukan hanya kedatangan Ethan saja yang membuatnya hampir shock, tapi juga kata-kata yang diucapkan suaminya, serta cara Ethan melihatnya membuat hati Nada bergetar. Namun, seluruh tubuhnya dingin dan membeku.Bahkan, angin yang terbentur oleh tubuh Ethan terasa mencekam baginya. Hingga saat Ethan menghentikan langkah dan berdiri tegak di hadapan dengan sorot mata lekat nan tajam yang sulit diartikan sebagai tatapan cinta, Nada masih membeku membalas
Semakin hari Ethan merasa istrinya semakin terlihat aneh dan berbeda, seolah istrinya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah ini hanya pemikiran dan dugaannya saja atau memang ada yang disembunyikan oleh Nada darinya? Yang pasti, Ethan merasa kebiasaan istrinya sedikit berbeda dari biasanya."Sayang," panggil Ethan.Sembari menyebut nama Nada, Ethan meraba-raba tempat tidur di sampingnya di mana Nada tidur bersamanya. Tidak ada. Tempat tidur di sampingnya kembali kosong ketika matanya terbuka di pagi hari. Hal seperti ini sudah terjadi beberapa kali dalam beberapa hari ini.Ethan mengarahkan pandangnya pada pintu kamar mandi dan memasang telinga. Sama seperti pagi biasanya, suara gemericik air terdengar cukup berisik. Bisa dipastikan beberapa saat lagi Nada pasti akan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Nada sembari mengusap wajah menggunakan handuk kecil.Seperti perkiraan Ethan, dalam hitungan menit pintu kamar mandi
"Sayang, ayo bangun ganti baju dulu!" Ethan menarik tangan Nada memintanya bangun setelah membantu istrinya melepaskan high heels."Tidak mau, Ethan. Aku ngantuk banget. Aku mau langsung tidur saja," tolak Nada melepaskan tangan Ethan dan kembali memeluk guling."Sayang, kamu tidak akan tidur nyenyak menggunakan pakaian ini. Lagi pula kamu belum cuci muka." Ethan terus membujuk agar istrinya mau bangun sebentar berganti pakaian dan mencuci wajah untuk menghilangkan riasan sisa pesta. Sayangnya, tidak berhasil. Rasa kantuk telah menguasai istrinya. Selain malam memang telah larut, kemungkinan besar Nada juga lelah meladeni tamu dan teman-temannya saat pesta karena bagaimanapun malam ini mereka adalah bintang party.Tidak berhasil membujuk juga tidak mau mengganggu tidur lelap istrinya, akhirnya Ethan memutuskan membantu mengganti pakaian Nada. Meski sedikit kesusahan, tapi akhirnya berhasil menukar gaun Nada dengan pakaian tidur."Akhirnya," desahnya lega melihat istrinya telah menggu
"Ethan, sebenarnya kita mau ke mana?" Nada bingung. Sepulang kerja, Ethan menyuruhnya segera mandi dan berdandan. Dia juga memberikan gaun dan high heels baru yang senada. Katanya sih ada undangan makan malam dari kolega, tapi gelagat yang diberikan suaminya itu cukup membuatnya curiga."Makan malam, Sayang." Jawaban ini yang selalu diberikan Ethan setiap kali Nada bertanya."Hanya makan malam, kenapa harus dandan cantik dan menggunakan gaun semewah ini?" gumamnya setengah menggerutu.Ethan tersenyum mendengar protes istrinya, terlebih melihat wajah cemberut dan kesal Nada yang disembunyikan. Dengan lembut meraih tangan Nada, lalu memberikan satu kecupan pada punggung tangan yang memiliki aroma wangi dari lotion yang dipakainya."Istriku memang harus selalu terlihat cantik," goda Ethan.Nada tersenyum memberi mencibir pada ucapan Ethan."Bagaimana kalau kolegamu tertarik pada kecantikanku, lalu jatuh cinta dan ingin memiliki aku? Apa kamu rela?" Kini giliran Nada yang menggoda.Senyu
"Ethan, biarkan aku masak untuk kita!" "Tidak boleh!" larang Ethan tegas. "Kamu baru pulang dari rumah sakit. Biarkan bibi saja yang membuat sarapan untuk kita. Kamu istirahat bersamaku saja di sini!" sambungnya."Tapi?" Nada menatapnya lekat, namun sedikit terselip keraguan dan menunjukkan bila dia sedang memikirkan sesuatu.Ada sorot sedih dalam matanya. Bukan sedih karena tidak diperbolehkan membuat sarapan, tapi sedih karena sejak Ethan kembali, suaminya itu langsung menemaninya di rumah sakit. Dia tau dan memahami rasa lelah dan capek yang Ethan rasakan, makanya setelah diperbolehkan pulang kemarin sore dan istirahat malam hari, pagi ini dia ingin membuat sarapan spesial."Sayang." Ethan meraih tangan Nada dan membawanya kembali berbaring dalam dekapan. "Aku belum lapar, aku hanya ingin bersamamu," sambungnya menghibur sembari mengeratkan pelukan dan semakin dalam membawa tubuh Nada masuk ke dalam selimut kehangatan.Sebenarnya Nada ingin kembali mencari alasan agar Ethan mau me
"Sayang, ada apa?" Ethan bingung dan khawatir ketika melihat Nada melepaskan pelukannya dan kembali bangun dari baringnya, lalu duduk menatap lekat. Dia pun turut bangun dan duduk berhadapan. Sekali lagi manik matanya menyelidik keanehan pada cara pandang Nada padanya."Sayang, ada apa?" Sekali lagi Ethan melontarkan pertanyaan yang sama.Seperti bumi bergerak sangat lambat, begitulah kedua tangan Nada bergerak sangat lambat mendekati wajah Ethan, lalu mendekapnya. Sorot matanya masih sama, tidak berubah sama sekali. Tatapan lekat seolah mencari sesuatu kepastian. Dalam manik mata yang kembali mulai berembun dan berkaca-kaca terlihat dengan jelas Nada sedang memastikan pria di hadapannya benar-benar Ethan, suaminya."Ethan, aku tidak sedang bermimpi, bukan? Ini sungguh kamu, bukan rohmu?" Pertanyaan Nada mampu membuat Ethan tercengang dan kaget, namun menggelitik. Dalam kepalanya tidak habis pikir bila Nada memiliki pikiran konyol seperti itu. Hanya saja, semua yang ditanyakan dan d
"Ethan!" Nada menangis histeris dan terus memanggil nama Ethan.Dengan kedua tangan menutup sebagian wajah dan terus menyaksikan berita tentang kecelakaan pesawat yang diketahui membawa suaminya pulang, tangis Nada semakin miris dan menyedihkan. Dunianya seketika menjadi gelap gulita ketika pembawa berita mengatakan pesawat itu mengalami ledakan di atas udara, di atas pegunungan dan diperkirakan tidak ada penumpang yang selamat. "Nyonya!" Mendengar teriakan Nada disertai tangis histeris, Serly langsung berlari menuju kamar Nada. Pintu kamar yang tertutup membuatnya sedikit ragu, namun teriak dan tangis Nada membuatnya langsung mendorong pintu dan menerobos masuk."Nyonya!" Serly terkejut ketika melihat Nada menangis histeris sembari bersimpuh di atas lantai dingin. Serly langsung berlari mendekat dan berjongkok di depan Nada. "Nyonya, ada apa?" tanyanya cemas.Tanpa menjawab dan terus menangis, Nada menunjuk televisi agar Serly melihat.Serly menoleh. Dia pun terkejut setelah beber