"Wah!" Indah terlihat senang mendengar tawaran makan gratis dari Eric. Bola matanya bergerak penuh binar ke arah Nada."Terima kasih, tapi ada yang ingin kami bicarakan berdua saja dan itu adalah rahasia wanita," sahut Nada menolak tawaran yang diberikan Eric padanya.Mendengar penolakan Nada, senyum senang Indah langsung menghilang berubah ekspresi tercengang dan tidak percaya Nada menolak tawaran makan gratis. Dia tidak percaya Nada akan menolak dengan cepat tawaran Eric. Yang dia tau selama kenal dengan Nada, temannya itu paling tidak bisa melihat orang lain kecewa, apalagi itu hal baik.Tanpa memberi kesempatan pada Indah maupun Eric bertanya atau berargumen, Nada langsung menarik tangan Indah dan membawanya berlalu dari hadapan Eric.Apa yang dilakukan Nada jelas saja membuat Indah ngomel sepanjang perjalanan. Dia tidak mengerti kenapa Nada menolak tawaran makan bersama dan gratis dari seorang pria seperti Eric. Indah pikir tawaran yang diberikan Eric itu tulus."Eric itu sudah m
Sejak mengetahui alasan kenapa sikap dan cara memandang beberapa orang padanya yang aneh dan terkesan mencibir serta merendahkan dirinya adalah ulah Ike yang telah menyebar gosip bila dia merayu Eric, Nada merasa kesal dan marah pada Ike. Dia telah beberapa kali memperingatkan Ike untuk tidak menyebar gosip yang tidak benar, tapi sepertinya wanita itu belum mau menutup mulutnya.Siang ini Nada pergi ke pantry dengan maksud ingin minum teh, tapi sebelum kakinya benar-benar memasukki pantry, kembali ia mendengar Ike sedang membicarakan dirinya dan yang pasti obrolan itu menjatuhkan dirinya dan bergosip.Nada kesal dan marah. Dia sudah jengah dengan tingkah dan ulah Ike. Dengan segera mengambil ponselnya dan merekam semua yang dibicarakan mereka. Dia akan menjadikan rekaman itu untuk menyerang balik atas apa yang telah dilakukan Ike padanya. Nada tidak mau nama baiknya dicemarkan oleh orang yang iri dan sirik padanya."Kamu tau, semalam aku melihat Nada dan Eric pergi ke hotel," ucap Ike
"Bagaimana? Apa ini belum cukup mengantarmu masuk ke dalam penjara?" Nada menunjukkan wajah puas melihat Ike terkejut tidak dapat berkata-kata lagi.Ike amat sangat terkejut. Dia sama sekali tidak menyangka Nada akan mempunyai nyali dan keberanian tinggi melawan dirinya. Yang dia lihat selama ini, Nada adalah orang yang jarang melawan dan sering kali memilih menghindari bermasalah dengannya, apalagi dia adalah senior. Ike adalah karyawan lama di perusahaan."Kamu pikir hanya dengan modal rekaman remeh itu polisi akan percaya begitu saja?" Ike panik, namun sifatnya yang tidak mudah menyerah dan tidak mau kalah tetap dipertahankan untuk membela diri.Nada menyeringai, menertawakan pembelaan Ike dalam ketakutannya. Meski Ike masih berlagak sombong layaknya tidak memiliki rasa gentar, namun Nada tau wanita yang sekarang berdiri di hapadannya itu sedang berusaha mengalahkan dan menutupi rasa paniknya."Kamu pikir aku tidak bisa memberikan bukti lain dari fitnah yang kamu sebarkan?" tantang
Keesokan harinya, Nada baru saja sampai di ruang kerjanya telah ada Indah yang langsung menyusul masuk dengan wajah dan aura ceria, tampak begitu senang."Indah, ada apa?" Nada heran dan penasaran melihat tingkah temannya tampak riang saat menghampirinya."Nada." Dengan kedua tangan menyentuh pundak Nada. Sorot matanya menunjukkan kegembiraan tiada tara seolah kegembiraan itu tidak terukur. "Kamu pasti akan kaget, tapi senang mendengar berita yang terjadi pagi ini," ucap Indah tampak begitu yakin."Apa?" Kesenangan Indah tersalur mudah pada Nada.Nada menanggapi berita yang akan disampaikan Indah dengan antusias, bahkan tas tangan yang dibawanya langsung diletakkan, lalu Nada menghadap sepenuhnya ke arah Indah dan siap mendengarkan kabar yang konon katanya menggembirakan dan akan membuatnya kaget. Sorot mata Nada pun tidak kalah bersinar dari Indah."Ike, dia turun jabatan," jelas Indah masih dengan mata berbinar."Kamu bercanda, Indah." Nada tidak percaya. Kini aura pada respon diri
Nada sangat terkejut dan jantungnya langsung berdegub cepat ketika mereka sampai di tempat yang katanya sebuah restauran, tapi tempat itu tidak layak disebut sebagai restauran."Kamu yakin kita akan melakukan pertemuan di tempat ini?" Nada kembali bertanya untuk meyakinkan Eric bila mereka tidak salah tempat."Ya, klien kita sudah menunggu di dalam. Ayok!" Eric menjawab dengan tegas dan percaya diri.Kaki Nada terasa berat melangkah masuk, tapi Eric dengan lancang meraih dan menggenggam pergelangan tangannya, lalu menariknya paksa untuk masuk ke dalam restauran yang tampak tidak jelas.Bagimana bisa dikatakan jelas? Eric mengatakan bila tempat itu adalah sebuah restauran, tapi menurut Nada tempat itu bukan dan tidak layak disebut restuaran. Mungkin lebih tepatnya cafe atau diskotik tersembunyi dengan kedok restauran karena pencahayaan yang seharusnya terang benderang layaknya restauran tidak dimiliki tempat itu.Ashera melepaskan tangan Eric dari tangannya, namun tetap mengikuti lang
Ethan melepaskan pelukan Nada, lalu berdiri dengan cepat, tegas dan tegap. Dia marah melihat Eric tidak juga menyerah dan meninggalkan kamar itu. Tatapannya tajam melebihi sebilah pedang yang siap menghunus musuh."Pergi dari sini atau aku akan membuatmu menyesal seumur hidup!" tegas Ethan.Dengan suara dan aura yang kuat, Ethan membuat nyali Eric menciut sehingga pria itu tidak bisa lagi memiliki keberanian untuk melakukan perlawanan.Sembari mendengus kesal, Eric melangkahkan kaki dan pergi. Namun sebelum pergi dan benar-benar keluar dari pintu kamar, Eric kembali mengarahkan pandang pada Nada dengan tatapan kecewa dan marah. Ada sorot ancaman juga dia sana sehingga membuat Ethan kembali menghunus dengan membalas tatapannya.Setelah Eric pergi, Ethan kembali mendekati Nada dan kembali memeluknya erat."Pria brengsek itu sudah pergi," ucapnya menenangkan Nada.Meski dia sendiri melihat Eric sudah pergi dan melihat bagaimana Ethan menyelematkannya seperti ksatria kuda putih yang gagah
Nada berdiam diri cukup lama di kamar mandi karena dia sama sekali tidak membawa handuk. Ingin memanggil Ethan dan meminta tolong, tapi dia ragu. Bisa saja Ethan bukan menolongnya, tapi malah menggoda dan mengejeknya. Tidak ada cara lain selain menunggu hingga yakin Ethan pergi dari kamarnya."Nada!" panggil Ethan. Terdengar juga ketukan pintu kamar mandi.Ethan yang belum pergi dari kamar Nada merasa khawatir dan cemas karena sudah cukup lama Nada di kamar mandi dan belum keluar juga sehingga Ethan berinisiatif mengetuk pintu dan memanggilnya."Nada, kamu baik-baik saja?" Ethan setengah berteriak memanggil Nada. Dia takut Nada tidak mendengarnya."Ya, aku baik-baik saja," sahut Nada dari dalam kamar mandi. Suara Nada sedikit bergetar karena menahan dingin."Apa ada masalah?" "Tidak," sahutnya lagi.Ethan tersenyum mendengar jawaban Nada. Padahal dia tau, Nada pasti mengalami masalah. Bila tidak, tidak mungkin dia akan berada di dalam kamar mandi cukup lama. Awalnya dia khawatir, tet
Melihat wajah Ethan semakin mendekat, jantung Nada yang memang sudah berpacu cepat, kini semakin cepat lagi. Nada tidak tenang dan merasa kacau. Matanya mulai terpejam dan merasa ngeri saat jarak mereka sudah cukup dekat, namun ...."Aku kedinginan." Tiba-tiba Nada menghentikan laju wajah Ethan yang bibirnya hampir menyentuh bibir Nada dengan cara menutup bibir Ethan menggunakan tangannya.Nada tertawa nyengir memperlihatkan barisan gigi putihnya setelah berhasil menghalangi Ethan menikmati bibirnya. Terlebih saat melihat wajah kecewa Ethan karena gagal mencuri kesempatan."Aku harus segera memakai baju, takut masuk angin," ucap Nada masih dengan cengirannya.Nada ingin melepaskan diri dari pelukan Ethan, tapi Ethan malah mengubah caranya memeluk. Kini pria itu memeluk Nada dari belakang dan kedua tangannya sempurna melingkari pinggang ramping Nada dengan dagu menyandar pada salah satu sisi pundak Nada yang polos sehingga Nada dapat merasakan kulit Ethan menyatu dengan kulitnya yang m
"Aku-"Anak itu kembali ketakutan setelah melihat Ethan sejenak. Perlahan kakinya melangkah mundur menjauhi Ethan dan kembali wajahnya tertunduk dalam. Kedua tangannya saling meremas di depan perut."Huh ... aku pikir pria kecil ini pemberani dan bertanggung jawab. Ternyata nyalinya ciut juga," ucap Ethan dengan tawa kecil meledek, tapi sesungguhnya bercanda menggoda.Dia memang sempat marah karena anak itu hampir membahayakan istri dan anak dalam kandungan Nada. Hanya saja setelah melihat Nada memperlakukan dengan manis dan lembut, bahkan memaafkannya dengan mudah, kemarahan itu berangsur surut dan menghilang. Terlebih saat melihat wajah manis dan kata maaf yang diucapkan.Ethan merasa meski umur anak itu masih kanak-kanak, tapi dia telah belajar bertanggung jawab. Dengan kembali mendekati Nada dan mengakui kesalahannya serta meminta maaf, menunjukkan etika yang baik. Dia terharu oleh sikap berani anak kecil itu.Mendengar tawa kecil Ethan, perlahan anak itu mem
Tujuh bulan lewat usia kehamilan Nada."Ethan, kenapa jalannya lambat banget?" Sejak berangkat dari rumah sakit tiga puluh menit lalu, Nada merasa jarak yang mereka tempuh masih sangat dekat. Bahkan sebagian besar kendaraan dan bisa dikatakan semua kendaraan yang tadinya melaju di belakang mereka telah mendahului. Mungkin juga mereka telah sampai di tempat tujuan dan sudah melakukan pekerjaan.Ethan tersenyum menanggapi protes istrinya sembari memberi lirikan teduh."Ethan, cepatlah sedikit! Mau sampai kantor jam berapa kalau kamu bawa mobilnya kayak siput begini?" Nada mulai sedikit kesal."Sayang, aku sedang membawa wanita hamil. Mana boleh melajukan kendaraan cepat-cepat? Itu sangat berbahaya," ucap Ethan sembari condong ke arah Nada. "Kamu ingat kata dokter tadi? Kehamilanmu mulai besar, kamu harus hati-hati dalam bergerak. Tidak boleh melakukan gerakan secara berlebihan," sambungnya. Ethan mengingatkan Nada pesan dokter pada mereka.Siang ini mereka bar
"Apa aku sekejam itu?" Tiba-tiba Ethan mendorong pintu dan berjalan mendekati mereka.Tatapan dan wajahnya dingin penuh rasa kecewa atas perkataan Nada yang dia dengar dari balik pintu. Bahkan langkahnya tegas seperti langkah dewa perang siap menebas musuh yang menghadang, meski sebenarnya Ethan berjalan normal. Bahkan terbilang lebih lambat dari biasanya."Ethan?" Mata Nada membulat sempurna.Nada dan Serly terkejut setengah mati melihat kedatangan Ethan. Namun, rasa terkejut Serly tidak sebanding dengan rasa terkejut yang dialami Nada. Bukan hanya kedatangan Ethan saja yang membuatnya hampir shock, tapi juga kata-kata yang diucapkan suaminya, serta cara Ethan melihatnya membuat hati Nada bergetar. Namun, seluruh tubuhnya dingin dan membeku.Bahkan, angin yang terbentur oleh tubuh Ethan terasa mencekam baginya. Hingga saat Ethan menghentikan langkah dan berdiri tegak di hadapan dengan sorot mata lekat nan tajam yang sulit diartikan sebagai tatapan cinta, Nada masih membeku membalas
Semakin hari Ethan merasa istrinya semakin terlihat aneh dan berbeda, seolah istrinya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah ini hanya pemikiran dan dugaannya saja atau memang ada yang disembunyikan oleh Nada darinya? Yang pasti, Ethan merasa kebiasaan istrinya sedikit berbeda dari biasanya."Sayang," panggil Ethan.Sembari menyebut nama Nada, Ethan meraba-raba tempat tidur di sampingnya di mana Nada tidur bersamanya. Tidak ada. Tempat tidur di sampingnya kembali kosong ketika matanya terbuka di pagi hari. Hal seperti ini sudah terjadi beberapa kali dalam beberapa hari ini.Ethan mengarahkan pandangnya pada pintu kamar mandi dan memasang telinga. Sama seperti pagi biasanya, suara gemericik air terdengar cukup berisik. Bisa dipastikan beberapa saat lagi Nada pasti akan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Nada sembari mengusap wajah menggunakan handuk kecil.Seperti perkiraan Ethan, dalam hitungan menit pintu kamar mandi
"Sayang, ayo bangun ganti baju dulu!" Ethan menarik tangan Nada memintanya bangun setelah membantu istrinya melepaskan high heels."Tidak mau, Ethan. Aku ngantuk banget. Aku mau langsung tidur saja," tolak Nada melepaskan tangan Ethan dan kembali memeluk guling."Sayang, kamu tidak akan tidur nyenyak menggunakan pakaian ini. Lagi pula kamu belum cuci muka." Ethan terus membujuk agar istrinya mau bangun sebentar berganti pakaian dan mencuci wajah untuk menghilangkan riasan sisa pesta. Sayangnya, tidak berhasil. Rasa kantuk telah menguasai istrinya. Selain malam memang telah larut, kemungkinan besar Nada juga lelah meladeni tamu dan teman-temannya saat pesta karena bagaimanapun malam ini mereka adalah bintang party.Tidak berhasil membujuk juga tidak mau mengganggu tidur lelap istrinya, akhirnya Ethan memutuskan membantu mengganti pakaian Nada. Meski sedikit kesusahan, tapi akhirnya berhasil menukar gaun Nada dengan pakaian tidur."Akhirnya," desahnya lega melihat istrinya telah menggu
"Ethan, sebenarnya kita mau ke mana?" Nada bingung. Sepulang kerja, Ethan menyuruhnya segera mandi dan berdandan. Dia juga memberikan gaun dan high heels baru yang senada. Katanya sih ada undangan makan malam dari kolega, tapi gelagat yang diberikan suaminya itu cukup membuatnya curiga."Makan malam, Sayang." Jawaban ini yang selalu diberikan Ethan setiap kali Nada bertanya."Hanya makan malam, kenapa harus dandan cantik dan menggunakan gaun semewah ini?" gumamnya setengah menggerutu.Ethan tersenyum mendengar protes istrinya, terlebih melihat wajah cemberut dan kesal Nada yang disembunyikan. Dengan lembut meraih tangan Nada, lalu memberikan satu kecupan pada punggung tangan yang memiliki aroma wangi dari lotion yang dipakainya."Istriku memang harus selalu terlihat cantik," goda Ethan.Nada tersenyum memberi mencibir pada ucapan Ethan."Bagaimana kalau kolegamu tertarik pada kecantikanku, lalu jatuh cinta dan ingin memiliki aku? Apa kamu rela?" Kini giliran Nada yang menggoda.Senyu
"Ethan, biarkan aku masak untuk kita!" "Tidak boleh!" larang Ethan tegas. "Kamu baru pulang dari rumah sakit. Biarkan bibi saja yang membuat sarapan untuk kita. Kamu istirahat bersamaku saja di sini!" sambungnya."Tapi?" Nada menatapnya lekat, namun sedikit terselip keraguan dan menunjukkan bila dia sedang memikirkan sesuatu.Ada sorot sedih dalam matanya. Bukan sedih karena tidak diperbolehkan membuat sarapan, tapi sedih karena sejak Ethan kembali, suaminya itu langsung menemaninya di rumah sakit. Dia tau dan memahami rasa lelah dan capek yang Ethan rasakan, makanya setelah diperbolehkan pulang kemarin sore dan istirahat malam hari, pagi ini dia ingin membuat sarapan spesial."Sayang." Ethan meraih tangan Nada dan membawanya kembali berbaring dalam dekapan. "Aku belum lapar, aku hanya ingin bersamamu," sambungnya menghibur sembari mengeratkan pelukan dan semakin dalam membawa tubuh Nada masuk ke dalam selimut kehangatan.Sebenarnya Nada ingin kembali mencari alasan agar Ethan mau me
"Sayang, ada apa?" Ethan bingung dan khawatir ketika melihat Nada melepaskan pelukannya dan kembali bangun dari baringnya, lalu duduk menatap lekat. Dia pun turut bangun dan duduk berhadapan. Sekali lagi manik matanya menyelidik keanehan pada cara pandang Nada padanya."Sayang, ada apa?" Sekali lagi Ethan melontarkan pertanyaan yang sama.Seperti bumi bergerak sangat lambat, begitulah kedua tangan Nada bergerak sangat lambat mendekati wajah Ethan, lalu mendekapnya. Sorot matanya masih sama, tidak berubah sama sekali. Tatapan lekat seolah mencari sesuatu kepastian. Dalam manik mata yang kembali mulai berembun dan berkaca-kaca terlihat dengan jelas Nada sedang memastikan pria di hadapannya benar-benar Ethan, suaminya."Ethan, aku tidak sedang bermimpi, bukan? Ini sungguh kamu, bukan rohmu?" Pertanyaan Nada mampu membuat Ethan tercengang dan kaget, namun menggelitik. Dalam kepalanya tidak habis pikir bila Nada memiliki pikiran konyol seperti itu. Hanya saja, semua yang ditanyakan dan d
"Ethan!" Nada menangis histeris dan terus memanggil nama Ethan.Dengan kedua tangan menutup sebagian wajah dan terus menyaksikan berita tentang kecelakaan pesawat yang diketahui membawa suaminya pulang, tangis Nada semakin miris dan menyedihkan. Dunianya seketika menjadi gelap gulita ketika pembawa berita mengatakan pesawat itu mengalami ledakan di atas udara, di atas pegunungan dan diperkirakan tidak ada penumpang yang selamat. "Nyonya!" Mendengar teriakan Nada disertai tangis histeris, Serly langsung berlari menuju kamar Nada. Pintu kamar yang tertutup membuatnya sedikit ragu, namun teriak dan tangis Nada membuatnya langsung mendorong pintu dan menerobos masuk."Nyonya!" Serly terkejut ketika melihat Nada menangis histeris sembari bersimpuh di atas lantai dingin. Serly langsung berlari mendekat dan berjongkok di depan Nada. "Nyonya, ada apa?" tanyanya cemas.Tanpa menjawab dan terus menangis, Nada menunjuk televisi agar Serly melihat.Serly menoleh. Dia pun terkejut setelah beber