Ethan semakin memeluk erat tubuh Nada yang terguncang karena tangis. Bibirnya kelu, hatinya hancur. Bibir dan lidahnya tak sanggup berkata-kata untuk menghibur Nada. Yang dapat dilakukannya hanya mendekap dan memeluknya hingga tangisan sang istri mereda dan Nada sedikit tenang.Perlahan Nada mengangkat kepala dan tegak menatap Ethan. Matanya basah dan sayu, Ethan segera mengusap air matanya dan mendekap wajah Nada menggunakan kedua tangan. Dengan cinta, satu kecupan manis diberikan pada kening Nada sebagai bentuk penghiburan."Anak kita meninggal," ucap Nada masih terlihat sedih."Kita harus ikhlas, Sayang," ucap Ethan."Kalau mereka tidak membunuhnya, dia pasti tidak akan meninggal, Ethan. Aku sudah menjaganya." Kembali tangis Nada terdengar.Ethan kembali membawa Nada ke dalam pelukannya. Melihat Nada kembali menangis, hatinya semakin hancur."Aku tau. Kamu sudah berusaha untuk menjaganya, tapi Tuhan berkehendak lain. Tuhan masih ingin memangkunya," ucap Ethan kembali menghibur Nad
"Aku akan selalu memelukmu saat tidur agar dalam mimpi pun aku bisa melindungimu," jawab Ethan.Nada terdiam sejenak. Netranya menembus ke dalam manik mata Ethan seolah sedang menyelami dan mencari kejujuran dan keseriusan dari ucapannya. Sorot mata itu awalnya terlihat ragu dan tidak yakin Ethan bisa masuk ke dalam mimpinya saat dia tidur, hanya saja sesaat kemudian sudut bibir Nada berkedut bersamaan perubahan sorot matanya.Nada tersenyum."Aku ingin selalu memelukmu saat tidur," ucapnya."Pasti, Sayang. Aku akan selalu memelukmu." Ethan pun kembali mengeratkan peluknya dibarengi dengan kecupan manis.Melihat senyum bibir Nada meski tipis, Ethan merasa sangat bahagia dan lega. Paling tidak ada secercah harapan dan cahaya yang membuatnya bisa sedikit bernapas lega.Nada sendiri merasa nyaman dan damai dalam pelukan Ethan. Sesaat melupakan mimpi buruknya dan menikmati kebersamaan mereka. Apalagi saat Ethan terus menemani dan memperlakukan dengan memanjakannya, Nada merasa terhibur ha
"Sayang!" Masih dengan mata lengket, Ethan menggerakan tangan meraba-raba kasur di sampingnya untuk mencari tubuh Nada. Niatnya ingin memeluk istrinya dan memberi kehangatan di pagi hari, tapi setelah meraba-raba beberapa detik tidak juga tangannya menemukan dan menyentuh tubuh istrinya. Ethan segera membuka mata."Nada!" Dia terkejut dan langsung terduduk. Kedua bola matanya membulat sempurna, bahkan melebar ketika tidak melihat istrinya di tempat tidur. Matanya langsung beredar ke segala sudut kamar. Dia pun bergegas melompat dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi berharap Nada ada di dalam kamar mandi."Sayang!" panggilnya sembari mengetuk pintu kamar mandi.Ethan menulihkan telinga dan mendekatkan telinganya pada pintu untuk mendengarkan suara dari dalam kamar mandi. Sepi dan hening. Sama sekali tidak ada bunyi air gemericik atau tanda-tanda ada orang di dalam kamar mandi. Ethan membuka pintu dan benar, kosong.Jantungnya langsung berdegup cepat, dadanya berdebar. Eth
"Hei, kenapa minta maaf?" Senyum Ethan berubah menjadi sorot lekat.Nada tidak menjawab, melainkan membalas sorot mata Ethan dengan tatapan lekat penuh rasa bersalah dan sesal. Lambat laun mata bening itu berkaca-kaca dan mulai mengembun. Ada bendungan air yang menggantung dan akhirnya jatuh juga. Nada menangis."Sayang." Ethan segera mendekap dalam pelukan dan berusaha menenangkan dengan kecupan lembut pada pucuk kepala Nada."Maafkan aku," lirih Nada dalam tangisnya.Ethan kembali memberikan kecupan penuh cinta dan pengertian."Tidak ada yang harus dimaafkan, Sayang. Kamu tidak bersalah," ucapnya menghibur.Meski tidak mengatakan apa arti kata maaf yang diucapkan, Ethan telah mengerti dengan sendirinya, dengan melihat dan merasakan kesedihannya. Meski melihat istrinya menangis, namun ada rasa bahagia dalam dirinya. Paling tidak Nada telah menyadari kondisinya selama ini.Tangis Nada semakin terisak setiap kali mendengar penghiburan suaminya. Selama dia sakit dan bersedih, Ethan sela
"Sayang, ayo dong jangan ngambek gini!" Sekeluarnya mereka dari ruang praktek Della dan sampai masuk ke dalam mobil hingga mobil yang membawa mereka melaju mengukur jalanan, Nada sama sekali tidak bicara pada Ethan. Bibirnya cemberut, wajah kesal dengan sorof mata cemburu."Sayang, bukankah sudah ku jelaskan? Sebelum aku mengajakmu konsultasi pada Della dan saat pertama kali papa kenalkan dia, aku sudah meminta Vidor untuk mencari informasi tentang kehidupannya, latar belakangnya karena aku tidak mau ada yang menyakitimu lagi."Entah sudah berapa kali Ethan menjelaskan kenapa dia tau banyak tentang Della. Dia pikir setelah dia menjelaskan saat masih di ruangan Della, Nada menerima penjelasannya dan mengerti. Ternyata tidak.Sikap ramah dan senyum Nada hanya saat bersama Della saja, saat telah keluar dari rumah sakit, Nada menunjukkan kemarahan dan rasa kesalnya. Namun, ini dari semua itu adalah dia cemburu. Nada sangat pandai menutup aura wajahnya di depan Della, sedangkan di hadap
"Kalau menurutmu mereka harus menerimanya, maka lakukan saja!" Ethan terdiam menatap lekat manik mata Nada. Sorot matanya seolah mencari arti dari perkataan istrinya. Nada tidak mengiyakan atau setuju, tapi wanita yang dicintainya itu lebih memilih menyerahkan padanya."Aku tidak akan menyakiti mereka dalam bentuk fisik, aku hanya ingin mereka merasakan apa yang kamu rasakan akibat dari ulah mereka sendiri," ucap Ethan sama sekali tidak mengalihkan pandangnya.Sudut bibir Nada berkedut memberikan senyum penuh pengertian. Dia pun melangkah semakin mendekati Ethan, lalu meraih dan menggenggam tangannya."Aku sudah lelah dengan mereka. Mulai dari mereka menipu aku hingga akhirnya kita menikah, aku tidak lagi peduli. Apalagi Danica telah membunuh anak kita, aku sama sekali tidak peduli apakah mereka akan hidup atau mati. Mereka telah membunuh anakku," ucap Nada. Bola matanya berkaca-kaca menahan kesedihan atas nasib yang menimpa anak mereka.Ethan langsung membawanya ke dalam pelukan da
“Sayang, kamu yakin sudah kuat bekerja?” tanya Ethan merapikan dasi pada lehernya di depan cermin sembari mematut diri.Dua hari ini Ethan sudah mulai aktif bekerja lagi karena desakan Nada. Nada tidak ingin suaminya menjadi bapak rumah tangga yang selalu menjaga dan duduk manis menemaninya di rumah. Lagi pula Nada merasa kondisinya sudah lebih baik dan sehat.“Aku yakin,” jawab Nada sembari mengambil jas Ethan dari dalam lemari, lalu berjalan mendekati Ethan.“Tapi proyek ini membutuhkan tenaga dan pikiran yang banyak.” Ethan khawatir.Nada tersenyum sembari membantu Ethan merapikan dasinya meski sudah rapi.Setelah meminta ijin pada Michael, papa mertuanya dan disetujui untuk bisa bergabung dalam tender proyek melawan beberapa perusahaan termasuk perusahaan keluarga Vincent, keluarga tirinya, Nada berusaha mengoptimalkan diri, baik kesehatan, maupun kondisi mentalnya. Meski menurut Della sudah sembuh dan baik, namun demi kerja keras yang akan dihadapi nantinya, Nada meyakinkan diri
"Kenapa tidak menggunakan nama perusahaan pusat saja?" tanya Nada bingung saat mengikuti rapat membahas tentang proyek untuk pertama kalinya. "Kalau kita menggunakan perusahaan pusat, maka tidak akan bisa memancing perusahaan itu agar menjaminkan sebagian besar sahamnya untuk proyek ini.""Kenapa?" Semakin bingung."Sayang, siapa yang tidak mengenal perusahaan kita? Kalau mereka tau kita ikut bersaing, maka mereka tidak akan menjaminkan harta mereka karena mereka pasti akan mengklaim diri mereka sendiri telah kalah dan merasa percuma menjaminkan harta banyak." Ethan mencoba menjelaskan pada Nada dan Serly karena dua orang itu baru bergabung.Nada terdiam memikirkan ucapan Ethan, lalu melihat Serly dan mereka saling bertukar pandang. Hingga akhirnya kembali melihat Ethan. Sorot matanya masih menunjukkan rasa bingung dan penasaran, hanya saja dia percaya suami dan papa mertuanya pasti memiliki rencana di balik semua keputusan yang mereka buat."Sayang." Ethan menyentuh tangan Nada. "Ak
"Aku-"Anak itu kembali ketakutan setelah melihat Ethan sejenak. Perlahan kakinya melangkah mundur menjauhi Ethan dan kembali wajahnya tertunduk dalam. Kedua tangannya saling meremas di depan perut."Huh ... aku pikir pria kecil ini pemberani dan bertanggung jawab. Ternyata nyalinya ciut juga," ucap Ethan dengan tawa kecil meledek, tapi sesungguhnya bercanda menggoda.Dia memang sempat marah karena anak itu hampir membahayakan istri dan anak dalam kandungan Nada. Hanya saja setelah melihat Nada memperlakukan dengan manis dan lembut, bahkan memaafkannya dengan mudah, kemarahan itu berangsur surut dan menghilang. Terlebih saat melihat wajah manis dan kata maaf yang diucapkan.Ethan merasa meski umur anak itu masih kanak-kanak, tapi dia telah belajar bertanggung jawab. Dengan kembali mendekati Nada dan mengakui kesalahannya serta meminta maaf, menunjukkan etika yang baik. Dia terharu oleh sikap berani anak kecil itu.Mendengar tawa kecil Ethan, perlahan anak itu mem
Tujuh bulan lewat usia kehamilan Nada."Ethan, kenapa jalannya lambat banget?" Sejak berangkat dari rumah sakit tiga puluh menit lalu, Nada merasa jarak yang mereka tempuh masih sangat dekat. Bahkan sebagian besar kendaraan dan bisa dikatakan semua kendaraan yang tadinya melaju di belakang mereka telah mendahului. Mungkin juga mereka telah sampai di tempat tujuan dan sudah melakukan pekerjaan.Ethan tersenyum menanggapi protes istrinya sembari memberi lirikan teduh."Ethan, cepatlah sedikit! Mau sampai kantor jam berapa kalau kamu bawa mobilnya kayak siput begini?" Nada mulai sedikit kesal."Sayang, aku sedang membawa wanita hamil. Mana boleh melajukan kendaraan cepat-cepat? Itu sangat berbahaya," ucap Ethan sembari condong ke arah Nada. "Kamu ingat kata dokter tadi? Kehamilanmu mulai besar, kamu harus hati-hati dalam bergerak. Tidak boleh melakukan gerakan secara berlebihan," sambungnya. Ethan mengingatkan Nada pesan dokter pada mereka.Siang ini mereka bar
"Apa aku sekejam itu?" Tiba-tiba Ethan mendorong pintu dan berjalan mendekati mereka.Tatapan dan wajahnya dingin penuh rasa kecewa atas perkataan Nada yang dia dengar dari balik pintu. Bahkan langkahnya tegas seperti langkah dewa perang siap menebas musuh yang menghadang, meski sebenarnya Ethan berjalan normal. Bahkan terbilang lebih lambat dari biasanya."Ethan?" Mata Nada membulat sempurna.Nada dan Serly terkejut setengah mati melihat kedatangan Ethan. Namun, rasa terkejut Serly tidak sebanding dengan rasa terkejut yang dialami Nada. Bukan hanya kedatangan Ethan saja yang membuatnya hampir shock, tapi juga kata-kata yang diucapkan suaminya, serta cara Ethan melihatnya membuat hati Nada bergetar. Namun, seluruh tubuhnya dingin dan membeku.Bahkan, angin yang terbentur oleh tubuh Ethan terasa mencekam baginya. Hingga saat Ethan menghentikan langkah dan berdiri tegak di hadapan dengan sorot mata lekat nan tajam yang sulit diartikan sebagai tatapan cinta, Nada masih membeku membalas
Semakin hari Ethan merasa istrinya semakin terlihat aneh dan berbeda, seolah istrinya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah ini hanya pemikiran dan dugaannya saja atau memang ada yang disembunyikan oleh Nada darinya? Yang pasti, Ethan merasa kebiasaan istrinya sedikit berbeda dari biasanya."Sayang," panggil Ethan.Sembari menyebut nama Nada, Ethan meraba-raba tempat tidur di sampingnya di mana Nada tidur bersamanya. Tidak ada. Tempat tidur di sampingnya kembali kosong ketika matanya terbuka di pagi hari. Hal seperti ini sudah terjadi beberapa kali dalam beberapa hari ini.Ethan mengarahkan pandangnya pada pintu kamar mandi dan memasang telinga. Sama seperti pagi biasanya, suara gemericik air terdengar cukup berisik. Bisa dipastikan beberapa saat lagi Nada pasti akan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Nada sembari mengusap wajah menggunakan handuk kecil.Seperti perkiraan Ethan, dalam hitungan menit pintu kamar mandi
"Sayang, ayo bangun ganti baju dulu!" Ethan menarik tangan Nada memintanya bangun setelah membantu istrinya melepaskan high heels."Tidak mau, Ethan. Aku ngantuk banget. Aku mau langsung tidur saja," tolak Nada melepaskan tangan Ethan dan kembali memeluk guling."Sayang, kamu tidak akan tidur nyenyak menggunakan pakaian ini. Lagi pula kamu belum cuci muka." Ethan terus membujuk agar istrinya mau bangun sebentar berganti pakaian dan mencuci wajah untuk menghilangkan riasan sisa pesta. Sayangnya, tidak berhasil. Rasa kantuk telah menguasai istrinya. Selain malam memang telah larut, kemungkinan besar Nada juga lelah meladeni tamu dan teman-temannya saat pesta karena bagaimanapun malam ini mereka adalah bintang party.Tidak berhasil membujuk juga tidak mau mengganggu tidur lelap istrinya, akhirnya Ethan memutuskan membantu mengganti pakaian Nada. Meski sedikit kesusahan, tapi akhirnya berhasil menukar gaun Nada dengan pakaian tidur."Akhirnya," desahnya lega melihat istrinya telah menggu
"Ethan, sebenarnya kita mau ke mana?" Nada bingung. Sepulang kerja, Ethan menyuruhnya segera mandi dan berdandan. Dia juga memberikan gaun dan high heels baru yang senada. Katanya sih ada undangan makan malam dari kolega, tapi gelagat yang diberikan suaminya itu cukup membuatnya curiga."Makan malam, Sayang." Jawaban ini yang selalu diberikan Ethan setiap kali Nada bertanya."Hanya makan malam, kenapa harus dandan cantik dan menggunakan gaun semewah ini?" gumamnya setengah menggerutu.Ethan tersenyum mendengar protes istrinya, terlebih melihat wajah cemberut dan kesal Nada yang disembunyikan. Dengan lembut meraih tangan Nada, lalu memberikan satu kecupan pada punggung tangan yang memiliki aroma wangi dari lotion yang dipakainya."Istriku memang harus selalu terlihat cantik," goda Ethan.Nada tersenyum memberi mencibir pada ucapan Ethan."Bagaimana kalau kolegamu tertarik pada kecantikanku, lalu jatuh cinta dan ingin memiliki aku? Apa kamu rela?" Kini giliran Nada yang menggoda.Senyu
"Ethan, biarkan aku masak untuk kita!" "Tidak boleh!" larang Ethan tegas. "Kamu baru pulang dari rumah sakit. Biarkan bibi saja yang membuat sarapan untuk kita. Kamu istirahat bersamaku saja di sini!" sambungnya."Tapi?" Nada menatapnya lekat, namun sedikit terselip keraguan dan menunjukkan bila dia sedang memikirkan sesuatu.Ada sorot sedih dalam matanya. Bukan sedih karena tidak diperbolehkan membuat sarapan, tapi sedih karena sejak Ethan kembali, suaminya itu langsung menemaninya di rumah sakit. Dia tau dan memahami rasa lelah dan capek yang Ethan rasakan, makanya setelah diperbolehkan pulang kemarin sore dan istirahat malam hari, pagi ini dia ingin membuat sarapan spesial."Sayang." Ethan meraih tangan Nada dan membawanya kembali berbaring dalam dekapan. "Aku belum lapar, aku hanya ingin bersamamu," sambungnya menghibur sembari mengeratkan pelukan dan semakin dalam membawa tubuh Nada masuk ke dalam selimut kehangatan.Sebenarnya Nada ingin kembali mencari alasan agar Ethan mau me
"Sayang, ada apa?" Ethan bingung dan khawatir ketika melihat Nada melepaskan pelukannya dan kembali bangun dari baringnya, lalu duduk menatap lekat. Dia pun turut bangun dan duduk berhadapan. Sekali lagi manik matanya menyelidik keanehan pada cara pandang Nada padanya."Sayang, ada apa?" Sekali lagi Ethan melontarkan pertanyaan yang sama.Seperti bumi bergerak sangat lambat, begitulah kedua tangan Nada bergerak sangat lambat mendekati wajah Ethan, lalu mendekapnya. Sorot matanya masih sama, tidak berubah sama sekali. Tatapan lekat seolah mencari sesuatu kepastian. Dalam manik mata yang kembali mulai berembun dan berkaca-kaca terlihat dengan jelas Nada sedang memastikan pria di hadapannya benar-benar Ethan, suaminya."Ethan, aku tidak sedang bermimpi, bukan? Ini sungguh kamu, bukan rohmu?" Pertanyaan Nada mampu membuat Ethan tercengang dan kaget, namun menggelitik. Dalam kepalanya tidak habis pikir bila Nada memiliki pikiran konyol seperti itu. Hanya saja, semua yang ditanyakan dan d
"Ethan!" Nada menangis histeris dan terus memanggil nama Ethan.Dengan kedua tangan menutup sebagian wajah dan terus menyaksikan berita tentang kecelakaan pesawat yang diketahui membawa suaminya pulang, tangis Nada semakin miris dan menyedihkan. Dunianya seketika menjadi gelap gulita ketika pembawa berita mengatakan pesawat itu mengalami ledakan di atas udara, di atas pegunungan dan diperkirakan tidak ada penumpang yang selamat. "Nyonya!" Mendengar teriakan Nada disertai tangis histeris, Serly langsung berlari menuju kamar Nada. Pintu kamar yang tertutup membuatnya sedikit ragu, namun teriak dan tangis Nada membuatnya langsung mendorong pintu dan menerobos masuk."Nyonya!" Serly terkejut ketika melihat Nada menangis histeris sembari bersimpuh di atas lantai dingin. Serly langsung berlari mendekat dan berjongkok di depan Nada. "Nyonya, ada apa?" tanyanya cemas.Tanpa menjawab dan terus menangis, Nada menunjuk televisi agar Serly melihat.Serly menoleh. Dia pun terkejut setelah beber