"Erina, mana Ethan?" Syahna heran melihat putrinya kembali dengan wajah cemberut dan tidak bersama Ethan atau Nada.Erina tidak menjawab. Hatinya masih sangat kesal dan marah, juga ada rasa cemburu di dalam dirinya. Terjebak oleh ulahnya sendiri, masih juga melihat kemesraan Ethan dengan Nada membuatnya dibakar api cemburu.Erina duduk di sampjng ibunya dengan hentakan kecil melampiaskan kemarahannya."Erina?" Michael pun mempertanyakan.Dia juga bingung melihat wajah Erina cemberut. Apalagi cara Erina duduk menimbulkan bunyi berderit dari kursi yang ditarik kasar. Apa yang dilakukan Erina ini dianggap tidak sopan dilakukan oleh seorang gadis. Apalagi gadis dalam keluarga Andrew.Michael hendak memberikan Erina teguran, namun baru juga bibirnya membuka hendak bicara, tiba-tiba ...."Kami di sini, Pa," sahut Ethan di saat Syahna dan Michael memperhatikan Erina.Ethan dengan menggandeng tangan istrinya berjalan menuruni anak tangga. Senyumnya mengembang saat menatap Michael. Saat mel
"Erina, kenapa kamu di sini?" Ethan terkejut melihat Erina ada di kantornya, di mana Nada bekerja."Kak." Melihat Ethan menyapanya, Erina yang tadinya berjalan dengan santai hendak ke ruang kerja Jude langsung berhenti. Masih enak dilihat bila dia hanya berhenti dan menunggu hingga langkah Ethan mendekat padanya, sepertinya gadis itu tidak sabar, makanya dia bergegas mendekati Ethan.Tanpa peduli ada beberapa mata melihatnya, Erina langsung saja melingkarkan tangan pada lengan Ethan dan bersandar kepala dengan manja."Kak, kenapa belum pindah ke rumah?" tanyanya dengan suara manja.Ethan dan Nada pernah mengatakan pada Michael bila mereka akan segera pindah ke rumah utama mereka, dimana Erina dan Syahna tinggal."Erina, jaga sikapmu!" Suara Ethan memang lirih, namun penuh penekanan. Dia tidak mau memancing keributan.Ethan berusaha melepaskan tangannya dari Erina, namun tangan adik tirinya itu terlalu sulit untuk diurai. Bukan kali ini saja, sejak dulu bila Erina telah bergelayut dan
"Hei, kalau jalan pakai mata!" "Kamu tuh yang harusnya pakai mata! Mata sudah empat masih saja nggak lihat."Danica membuka kacamatanya. Mata yang dihiasi dengan warna gelap semakin membuat sorot matanya semakin terlihat galak dan garang. Ditambah dengan kemarahan karena seseorang menabraknya, Danica semakin terlihat seperti macan betina yang sedang melahirkan."Ternyata anak ingusan!" Senyumnya mencebik."Apa kamu bilang?" Erina yang juga tidak terima karena bertabrakan dengannya, ditambah Danica menyebutnya anak ingusan, langsung tersuliut emosinya. Erina menyerang dengan brutal dan menjambak rambut Danica. Jelas saja apa yang dilakukan Erina tidak bisa diterima oleh Danica. Dia pun membalas dengan perlakukan yang sama sehingga kedua wanita itu saling menjambak, saling mencengkeram dan saling memaki, hingga akhirnya terjadilah keributan di perusahaan Ethan yang menggemparkan dan menarik perhatian seluruh karyawan yang ada di sekitar mereka berada.Berita keributan ini langsung sa
"Sekarang kamu boleh menertawakan aku, Nada, tapi tidak untuk lain kali," gerutu Danica dengan wajah penuh kebencian dan dendam. "Ethan akan menjadi milikku seutuhnya karena seharusnya dia menikah denganku, bukan kamu."Setelah diusir secara paksa oleh satpam atas perintah Ethan, bahkan dua satpam itu melemparkannya dari pintu utama perusahaan, Danica berdiri menatap pintu masuk dengan berkacak pinggang.Bara api kemarahan berkobar dalam dirinya atas kemenangan Nada. Saudara tirinya itu sudah berani menentang, bahkan mempengaruhi Ethan untuk membencinya. Danica kembali menggerutu dan memaki dalam hati, lalu berbalik untuk pergi."Danica!"Namun, baru beberapa langkah kakinya beranjak, sebuah suara yang familiar membuat kemarahannya kembali meradang. Geram, tinjunya menggenggam erat. Dengan hitungan waktu, tubuhnya berputar dengan cepat seiring dengan wajah garang."Apa? Mau cari ribut lagi denganku?" bentaknya."Sengak amat!" Erina mencebik menanggapi kemarahan Danica."Kamu itu yang
"Apa kalian sedang membicarakan kami?" Suara bass Ethan terdengar tegas menambah tegang ruangan, namun membuyarkan."Kalian sudah datang."Michael menyambut kedatangan mereka dengan senyum. Majalah yang sejak tadi berada di tangannya meski Syahna mengambilnya, karena kedatangan Ethan dan Nada, Michael meletakkan di atas meja. Pria setengah baya yang masih terlihat gagah itu berjalan menyambut keduanya."Ayo, kita bicarakan di dalam saja!" ucap Michale menyentuh punggung Ethan dan mengajaknya masuk ke dalam.Ethan mengarahkan mata pada Syahna dan Erina dengan tatapan peringatan. Dia siap memberi mereka pelajaran bila keduanya tidak bisa menjaga sikap dan bicara, lalu merangkul kembali pinggang Nada dan mengajaknya mengikuti Michael."Ma." Erina menyenggol lengan Syahna menggunakan lengannya juga."Kita lihat saja bagaimana wanita miskin itu merayu papa," sahut Syahna. Tatapan matanya menyorotkan kebencian pada punggung Nada yang selalu nempel pada Ethan."Nada harus cerai dari Ethan. E
"Ethan, mau ke mana?" tanya Michael ketika melihat putranya tiba-tiba berdiri sembari menggandeng tangan Nada.Dia pikir Ethan akan membawa Nada pergi dari rumah itu karena marah pada Syahna dan Erina.Mata Ethan melirik sinis pada Syahna dan Erina sebelum menjawab pertanyaan papanya."Ke kamar, Pa. Kamar adalah tempat yang paling nyaman di rumah ini untuk kami berdua," jawabnya. Kembali ekor matanya melirik dua wanita yang tidak bisa berkata-kata lagi."Sebaiknya makan dulu! Bibi sudah menyiapkan makan malam."Ethan tidak mau membuat keputusan sendiri. Kali ini bola matanya menatap teduh sang istri meminta pendapat.Nada mengangguk. Meski merasa tidak nyaman tinggal di sana, namun dia menghormati papa mertuanya."Baiklah." Ethan setuju.Selama makan malam berlangsung, Syahna dan Erina masih saja terbungkam. Sepertinya perkataan Ethan untuk mereka menjadi lem yang sangat kuat sehingga bibir mereka tidak dapat terbuka lagi untuk menyerang Nada."Ethan, kapan kalian mau pindah ke rumah
"Sini, biar aku bantu keringkan rambutmu!" Ethan mendekati Nada dan membantu melepaskan handuk putih dari kepala Nada."Tidak perlu," tolak Nada.Nada memutar tubuh menghadap Ethan karena tadi dia duduk menghadap cermin di meja rias. Nada kembali mengambil handuk itu dari tangan Ethan, lalu melemparkan ke ranjang tempat pakaian kotor. Kembali tangannya meraih kedua tangan Ethan dan menggenggamnya.Kepala Nada mendongak untuk bisa melihat wajah Ethan karena suaminya itu berdiri, sedangkan dia duduk sehingga tinggi mereka tidak sejajar."Sayang?" Ethan memberi ekspresi atas penolakan istrinya. Ini tidak biasa. Biasanya setelah mereka mandi bersama dan rambut Nada basah, dia selalu membantu istrinya mengeringkan rambut. Nada paling tidak suka mengeringkan rambut menggunakan hair dryer. Meski begitu, Ethan dengan sabar membantu mengusap handuk pada rambut Nada dengan lembut."Biarkan sedikit basah," ucap Nada memberikan senyum saat melihat wajah murung Ethan."Kenapa? Nanti kamu masuk ang
"Dia urusanku," ucap Nada melerai kemarahan Serly."Tapi, Nyonya?" Serly kembali melarang Nada dengan menahan tangannya saat Nada hendak melangkah mendekati Dolly.Nada tersenyum melihat Serly melakukan tugasnya dengan baik. Ethan selalu saja memberinya yang terbaik. Meski saat ini Ethan tidak ada bersamanya, tapi melalui Serly, suaminya itu selalu melindunginya.Karena Nada melarangnya, Serly pun akhirnya menggeser kaki ke samping. Namun, pengawal Nada itu tidak diam begitu aja. Dia tetap waspada dan siap siaga pada apa pun yang bakal terjadi nantinya."Oh, ternyata sekerang sudah sombong ya semenjak menjadi nyonya besar?" ucap Dolly mencibir.Nada menanggapi dengan tersenyum. Menghadapi mama angkatnya itu, dia tidak boleh terbawa emosi. Dia harus berpikir tenang dan lebih cerdas. Nada yang sekarang bukanlah Nada yang dulu yang dengan mudah dapat mereka tindas. "Apa yang kamu inginkan?" Nada tetap memasang wajah tenang. Dia tidak mau terlalu menghoramati wanita yang kini berkacak
"Aku-"Anak itu kembali ketakutan setelah melihat Ethan sejenak. Perlahan kakinya melangkah mundur menjauhi Ethan dan kembali wajahnya tertunduk dalam. Kedua tangannya saling meremas di depan perut."Huh ... aku pikir pria kecil ini pemberani dan bertanggung jawab. Ternyata nyalinya ciut juga," ucap Ethan dengan tawa kecil meledek, tapi sesungguhnya bercanda menggoda.Dia memang sempat marah karena anak itu hampir membahayakan istri dan anak dalam kandungan Nada. Hanya saja setelah melihat Nada memperlakukan dengan manis dan lembut, bahkan memaafkannya dengan mudah, kemarahan itu berangsur surut dan menghilang. Terlebih saat melihat wajah manis dan kata maaf yang diucapkan.Ethan merasa meski umur anak itu masih kanak-kanak, tapi dia telah belajar bertanggung jawab. Dengan kembali mendekati Nada dan mengakui kesalahannya serta meminta maaf, menunjukkan etika yang baik. Dia terharu oleh sikap berani anak kecil itu.Mendengar tawa kecil Ethan, perlahan anak itu mem
Tujuh bulan lewat usia kehamilan Nada."Ethan, kenapa jalannya lambat banget?" Sejak berangkat dari rumah sakit tiga puluh menit lalu, Nada merasa jarak yang mereka tempuh masih sangat dekat. Bahkan sebagian besar kendaraan dan bisa dikatakan semua kendaraan yang tadinya melaju di belakang mereka telah mendahului. Mungkin juga mereka telah sampai di tempat tujuan dan sudah melakukan pekerjaan.Ethan tersenyum menanggapi protes istrinya sembari memberi lirikan teduh."Ethan, cepatlah sedikit! Mau sampai kantor jam berapa kalau kamu bawa mobilnya kayak siput begini?" Nada mulai sedikit kesal."Sayang, aku sedang membawa wanita hamil. Mana boleh melajukan kendaraan cepat-cepat? Itu sangat berbahaya," ucap Ethan sembari condong ke arah Nada. "Kamu ingat kata dokter tadi? Kehamilanmu mulai besar, kamu harus hati-hati dalam bergerak. Tidak boleh melakukan gerakan secara berlebihan," sambungnya. Ethan mengingatkan Nada pesan dokter pada mereka.Siang ini mereka bar
"Apa aku sekejam itu?" Tiba-tiba Ethan mendorong pintu dan berjalan mendekati mereka.Tatapan dan wajahnya dingin penuh rasa kecewa atas perkataan Nada yang dia dengar dari balik pintu. Bahkan langkahnya tegas seperti langkah dewa perang siap menebas musuh yang menghadang, meski sebenarnya Ethan berjalan normal. Bahkan terbilang lebih lambat dari biasanya."Ethan?" Mata Nada membulat sempurna.Nada dan Serly terkejut setengah mati melihat kedatangan Ethan. Namun, rasa terkejut Serly tidak sebanding dengan rasa terkejut yang dialami Nada. Bukan hanya kedatangan Ethan saja yang membuatnya hampir shock, tapi juga kata-kata yang diucapkan suaminya, serta cara Ethan melihatnya membuat hati Nada bergetar. Namun, seluruh tubuhnya dingin dan membeku.Bahkan, angin yang terbentur oleh tubuh Ethan terasa mencekam baginya. Hingga saat Ethan menghentikan langkah dan berdiri tegak di hadapan dengan sorot mata lekat nan tajam yang sulit diartikan sebagai tatapan cinta, Nada masih membeku membalas
Semakin hari Ethan merasa istrinya semakin terlihat aneh dan berbeda, seolah istrinya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah ini hanya pemikiran dan dugaannya saja atau memang ada yang disembunyikan oleh Nada darinya? Yang pasti, Ethan merasa kebiasaan istrinya sedikit berbeda dari biasanya."Sayang," panggil Ethan.Sembari menyebut nama Nada, Ethan meraba-raba tempat tidur di sampingnya di mana Nada tidur bersamanya. Tidak ada. Tempat tidur di sampingnya kembali kosong ketika matanya terbuka di pagi hari. Hal seperti ini sudah terjadi beberapa kali dalam beberapa hari ini.Ethan mengarahkan pandangnya pada pintu kamar mandi dan memasang telinga. Sama seperti pagi biasanya, suara gemericik air terdengar cukup berisik. Bisa dipastikan beberapa saat lagi Nada pasti akan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Nada sembari mengusap wajah menggunakan handuk kecil.Seperti perkiraan Ethan, dalam hitungan menit pintu kamar mandi
"Sayang, ayo bangun ganti baju dulu!" Ethan menarik tangan Nada memintanya bangun setelah membantu istrinya melepaskan high heels."Tidak mau, Ethan. Aku ngantuk banget. Aku mau langsung tidur saja," tolak Nada melepaskan tangan Ethan dan kembali memeluk guling."Sayang, kamu tidak akan tidur nyenyak menggunakan pakaian ini. Lagi pula kamu belum cuci muka." Ethan terus membujuk agar istrinya mau bangun sebentar berganti pakaian dan mencuci wajah untuk menghilangkan riasan sisa pesta. Sayangnya, tidak berhasil. Rasa kantuk telah menguasai istrinya. Selain malam memang telah larut, kemungkinan besar Nada juga lelah meladeni tamu dan teman-temannya saat pesta karena bagaimanapun malam ini mereka adalah bintang party.Tidak berhasil membujuk juga tidak mau mengganggu tidur lelap istrinya, akhirnya Ethan memutuskan membantu mengganti pakaian Nada. Meski sedikit kesusahan, tapi akhirnya berhasil menukar gaun Nada dengan pakaian tidur."Akhirnya," desahnya lega melihat istrinya telah menggu
"Ethan, sebenarnya kita mau ke mana?" Nada bingung. Sepulang kerja, Ethan menyuruhnya segera mandi dan berdandan. Dia juga memberikan gaun dan high heels baru yang senada. Katanya sih ada undangan makan malam dari kolega, tapi gelagat yang diberikan suaminya itu cukup membuatnya curiga."Makan malam, Sayang." Jawaban ini yang selalu diberikan Ethan setiap kali Nada bertanya."Hanya makan malam, kenapa harus dandan cantik dan menggunakan gaun semewah ini?" gumamnya setengah menggerutu.Ethan tersenyum mendengar protes istrinya, terlebih melihat wajah cemberut dan kesal Nada yang disembunyikan. Dengan lembut meraih tangan Nada, lalu memberikan satu kecupan pada punggung tangan yang memiliki aroma wangi dari lotion yang dipakainya."Istriku memang harus selalu terlihat cantik," goda Ethan.Nada tersenyum memberi mencibir pada ucapan Ethan."Bagaimana kalau kolegamu tertarik pada kecantikanku, lalu jatuh cinta dan ingin memiliki aku? Apa kamu rela?" Kini giliran Nada yang menggoda.Senyu
"Ethan, biarkan aku masak untuk kita!" "Tidak boleh!" larang Ethan tegas. "Kamu baru pulang dari rumah sakit. Biarkan bibi saja yang membuat sarapan untuk kita. Kamu istirahat bersamaku saja di sini!" sambungnya."Tapi?" Nada menatapnya lekat, namun sedikit terselip keraguan dan menunjukkan bila dia sedang memikirkan sesuatu.Ada sorot sedih dalam matanya. Bukan sedih karena tidak diperbolehkan membuat sarapan, tapi sedih karena sejak Ethan kembali, suaminya itu langsung menemaninya di rumah sakit. Dia tau dan memahami rasa lelah dan capek yang Ethan rasakan, makanya setelah diperbolehkan pulang kemarin sore dan istirahat malam hari, pagi ini dia ingin membuat sarapan spesial."Sayang." Ethan meraih tangan Nada dan membawanya kembali berbaring dalam dekapan. "Aku belum lapar, aku hanya ingin bersamamu," sambungnya menghibur sembari mengeratkan pelukan dan semakin dalam membawa tubuh Nada masuk ke dalam selimut kehangatan.Sebenarnya Nada ingin kembali mencari alasan agar Ethan mau me
"Sayang, ada apa?" Ethan bingung dan khawatir ketika melihat Nada melepaskan pelukannya dan kembali bangun dari baringnya, lalu duduk menatap lekat. Dia pun turut bangun dan duduk berhadapan. Sekali lagi manik matanya menyelidik keanehan pada cara pandang Nada padanya."Sayang, ada apa?" Sekali lagi Ethan melontarkan pertanyaan yang sama.Seperti bumi bergerak sangat lambat, begitulah kedua tangan Nada bergerak sangat lambat mendekati wajah Ethan, lalu mendekapnya. Sorot matanya masih sama, tidak berubah sama sekali. Tatapan lekat seolah mencari sesuatu kepastian. Dalam manik mata yang kembali mulai berembun dan berkaca-kaca terlihat dengan jelas Nada sedang memastikan pria di hadapannya benar-benar Ethan, suaminya."Ethan, aku tidak sedang bermimpi, bukan? Ini sungguh kamu, bukan rohmu?" Pertanyaan Nada mampu membuat Ethan tercengang dan kaget, namun menggelitik. Dalam kepalanya tidak habis pikir bila Nada memiliki pikiran konyol seperti itu. Hanya saja, semua yang ditanyakan dan d
"Ethan!" Nada menangis histeris dan terus memanggil nama Ethan.Dengan kedua tangan menutup sebagian wajah dan terus menyaksikan berita tentang kecelakaan pesawat yang diketahui membawa suaminya pulang, tangis Nada semakin miris dan menyedihkan. Dunianya seketika menjadi gelap gulita ketika pembawa berita mengatakan pesawat itu mengalami ledakan di atas udara, di atas pegunungan dan diperkirakan tidak ada penumpang yang selamat. "Nyonya!" Mendengar teriakan Nada disertai tangis histeris, Serly langsung berlari menuju kamar Nada. Pintu kamar yang tertutup membuatnya sedikit ragu, namun teriak dan tangis Nada membuatnya langsung mendorong pintu dan menerobos masuk."Nyonya!" Serly terkejut ketika melihat Nada menangis histeris sembari bersimpuh di atas lantai dingin. Serly langsung berlari mendekat dan berjongkok di depan Nada. "Nyonya, ada apa?" tanyanya cemas.Tanpa menjawab dan terus menangis, Nada menunjuk televisi agar Serly melihat.Serly menoleh. Dia pun terkejut setelah beber