Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan betapa bahagianya Nada saat itu. Ethan memanjakan dengan membawanya ke tempat yang selama ini diimpikan dan menurutnya tidak akan mungkin didatangi."Sayang, bagaimana? Apa kamu suka?" tanya Ethan masih menggenggam dan menggandeng tangan Nada saat mereka keluar dan meninggalkan Starry Cafe."Suka banget!" jawab Nada sembari menatap penuh cinta pria yang telah memberinya kebahagiaan itu.Ethan membalas dengan senyum bahagia. Dengan lembut mencubit ujung hidung Nada sebagai ungkapan rasa cintanya yang tak terkira. Dia pun merasa bahagia melihat istrinya bahagia. Meski pernikahannya digelar secara sederhana, tapi bulan madu mereka harus terkesan dan tidak terlupakan."Ethan, sekarang kita mau ke mana?" tanya Nada ketagihan untuk kembali melihat keindahan lain yang dimiliki kota itu."Hotel," jawab Ethan sembari mengedarkan pandang sebentar, lalu melihatnya lagi."Kok, ke hotel?" Wajah Nada menunjukkan tidak suka. Rasanya tidak rela bila harus l
"Apa istriku ini cemburu pada adik tiri?" Ethan menggoda Nada. Bahkan sampai mengangkat kepala dan menyangga dengan tengannya hanya untuk dapat melihat wajah Nada dengan sempurna dan utuh."Tidak. Siapa yang cemburu?" Nada jual mahal dan mengelak dikatakan cemburu pada Erina. "Untuk apa aku cemburu pada Erina? Dia hanya adik tirimu, bukan? Sedangkan aku istri sahmu. Masih menang aku," sambungnya memberi alasan yang logis dan menunjukkan wajah sombong. Meski begitu, Nada tidak bisa menutupi rasa cemburunya.Ethan tersenyum mendengar jawaban dan pembelaan istrinya. Apa yang dikatakan Nada memang benar, bagaimanapun Nada tetap menang banyak dalam hatinya. Masih dengan posisi yang sama, sorot mata penuh cinta Ethan terus menatap lekat Nada. Hatinya berbunga melihat kecantikan dan wajah imut Nada di kala istrinya itu sedang kesal karena dibakar api cemburu.Cara Ethan diam dan terus menatapnya membuat Nada semakin tersipu malu dan salah tingkah. Sorot matanya membuat degup jantung semak
Entah sejak kapan Nada memiliki hobi baru saat bangun tidur. Memandangangi dan mengagumi wajah tampan Ethan saat mata suaminya itu masih terpejam. Dan entah dari kapan Ethan juga mempunyai hobi baru juga, memeluk Nada erat sepanjang malam. Pagi-pagi di antara dinginnya udara pagi, Nada telah membuka mata dan langsung dihadapkan pemandangan indah mempesona wajah Ethan. Pahatan Sang Maha Karya itu sangat indah dan sejuk dipandang mata. Garis wajah yang tegas membuat pesona Ethan tidak diragukan lagi."Tampan sekali!" lirih Nada memuji ketampanan suaminya. Lelaki yang telah menikahinya dengan kedok pria miskin itu telah membuatnya jatuh cinta.Dengan ujung jemarinya, Nada mulai membelai wajah indah Ethan. Sangat lembut dan halus sekali pergerakan jarinya menelusuri wajah Ethan, hingga akhirnya ujung jari lentiknya berada di atas puncak tertinggi hidung bangir Ethan. Sebenarnya Nada tidak ingin mengganggu tidur suaminya, namun tangannya tidak dapat dikendalikan dan hasrat untuk membelain
"Siapa?" tanya Nada ketika Ethan selesai meletakkan ponselnya."Hanya tikus pengerat saja," jawab Ethan sembari mengeratkan pelukannya kembali dan tentunya memberikan kecupan lembut pada pucuk kepala Nada."Bukan Danica?" Nada mengangkat wajah tengadah untuk melihat wajah Ethan."Apa kamu berpikir saudaramu itu tikus pengerat?" Ethan malah balik bertanya dengan kerlingan dahinya."Bukan. Dia bukan tikus pengerat, tapi rubah betina," jawab Nada kembali menyandarkan kepala pada dada bidang Ethan.Aldo tersenyum mendengar julukan istrinya untuk Danica. Menurutnya Danica memang bukan tikus pengerat, tapi lebih dari itu dan dia setuju dengan sebutan Nada untuk Danica."Kalau bukan Danica, apakah itu Erina, adik tirimu yang sok kecentilan dan sok cantik itu?" Nada kembali melihat Ethan dengan posisi yang sama sebelumnya.Rasanya tidak tahan bibir Nada ingin mengumpat Erina yang mulai memberi kesan mengganggu kehidupan rumah tangga mereka. Bahkan gadis itu menggunakan kecantikan dan kecentil
"Nada!" panggil Ethan.Matanya membulat lebar, jantungnya berdebar hebat. Ethan kaget setengah mati ketika menoleh ke arah di mana istrinya tadi berada ternyata tempat itu kosong. Tidak ada Nada di sana, juga tidak ada siapa pun.Masih dengan ponsel di telinga karena masih berbicara dengan Vidor, Ethan mengedarkan mata mencari sosok istrinya. Sayangnya, sampai seluruh sudut diamatinya, tidak ada bayangan Nada di sekitar tempat itu. Tidak ada juga bayangan siapa pun di sana.Suasana menjadi sunyi senyap dan sepi, padahal sebelum dia menerima telepon dari Vidor, di tempatnya berdiri dan di tempat istrinya menunggu ada beberapa pengunjung, ada juga becak berlalu-lalang di sana mengantar pengunjung."Vidor, nanti aku hubungi lagi," ucap Ethan segera memutus hubungan teleponnya.Ethan segera melangkah dan bergegas mencari Nada. Langkahnya cepat, namun tidak secepat detak jantungnya yang mulai menunjukkan irama tidak normal. Ada rasa cemas, khawatir, takut dan segala rasa dalam hatinya ket
"Ethan, cukup! Bagaimana aku bisa siap-siap kalau kamu tidak melepaskan aku?" Nada geram, namun senang juga saat Ethan terus memeluk tanpa mau melepaskannya. Padahal hari ini mereka akan kembali karena waktu bulan madu mereka telah habis. Ternyata saat Nada hendak pergi merapikan pakaiannya, Ethan memeluk pinggangnya dari belakang dan langsung meletakkan dagu di atas pundaknya."Sayang, bagaimana kalau kita tambah lagi harinya? Aku belum puas. Aku ingin kita begini terus," ucap Ethan tidak mau melepaskan pelukannya.Nada tersenyum, lalu melonggarkan tangan Ethan dan memutar tubuhnya sendiri. Kali ini mereka saling berhadapan dengan netra saling memandang penuh cinta. Melihat wajah merajuk Ethan membuat Nada merasa iba dan kasihan."Sayang." Nada menyentuh dan mendekap kedua sisi wajah Ethan. "Bukankah sudah kita undur dua hari? Kalau kita undur terus, bagaimana dengan pekerjaanku? Pekerjaanmu pun akan terbengkalai," ucap Nada memberi pengertian.Biasanya Ethan yang pengertian dan me
"Sayang, kalau kamu belum siap, tidak apa-apa," ucap Ethan."Apa papa tidak akan marah?" Nada menatap ragu suaminya."Nanti aku yang akan bicara pada papa."Michael mengetahui bila Nada dan Ethan telah kembali dari bulan madu dari Vidor sehingga papa Ethan itu meminta mereka untuk kembali ke rumah dan makan malam di rumah utama mereka. Lagi pula selama Ethan menikah, putranya itu belum pernah membawa istrinya ke rumah dan tinggal.Nada bukan tidak siap kembali bertemu dengan papa mertuanya. Dia hanya belum siap menghadapi sikap Erina yang selalu mendekati suaminya dan juga ibu tiri Ethan yang tampaknya tidak menyukai kehadirannya."Menantu macam apa ini? Sama sekali tidak menghargai papa mertuanya," celetuk Erina menyindir."Jaga mulutmu, Erina!" bentak Ethan. Kali ini dia tidak bisa menahan kesabarannya. "Kak?" "Diam atau aku turunkan kamu di sini!" Kembali Ethan memberi gertakan pada Erina."Aku setuju. Turunkan saja cacing pita ini di sini dan biarkan dia jalan kaki sampai rumah
"E ... Nada, aku-""Apa karena cinta kamu sampai merendahkan dirimu sendiri?" tukas Nada dengan penuh cibir.Erina jelas saja gugup dan kaget setengah mati. Dia pikir yang di dalam kamar mandi itu Nada dan Ethan, tapi ternyata Nada tidak di dalam. Itu artinya di dalam hanya Ethan saja. Erina membuat gerakan tidak terkeontrol karena tatapan tajam melekat Nada padanya.Semakin melihat Erina gugup, semakin tatapan Nada menusuk. Dia benar-benar tidak menyukai adik tiri suaminya itu dan baginya apa yang dilakukan Erina sangat lancang. Gadis itu telah berani masuk ke dalam kamar Ethan tanpa permisi."Bukankah sudah pernah ku katakan, aku tidak akan membiarkan siapa pun yang ingin merebut suamiku hidup dengan nyaman?" ucap Nada sembari melangkah dengan pelan mendekati Nada.Meski langkahnya lambat, namun dalam langkah itu ada banyak bom yang siap meledak membuat Erina semakin gemetar. Ditambah tatapan dan ekspresi wajah Nada yang menghunus dingin, namun tajam, Erina semakin terpojok."Nada,
"Aku-"Anak itu kembali ketakutan setelah melihat Ethan sejenak. Perlahan kakinya melangkah mundur menjauhi Ethan dan kembali wajahnya tertunduk dalam. Kedua tangannya saling meremas di depan perut."Huh ... aku pikir pria kecil ini pemberani dan bertanggung jawab. Ternyata nyalinya ciut juga," ucap Ethan dengan tawa kecil meledek, tapi sesungguhnya bercanda menggoda.Dia memang sempat marah karena anak itu hampir membahayakan istri dan anak dalam kandungan Nada. Hanya saja setelah melihat Nada memperlakukan dengan manis dan lembut, bahkan memaafkannya dengan mudah, kemarahan itu berangsur surut dan menghilang. Terlebih saat melihat wajah manis dan kata maaf yang diucapkan.Ethan merasa meski umur anak itu masih kanak-kanak, tapi dia telah belajar bertanggung jawab. Dengan kembali mendekati Nada dan mengakui kesalahannya serta meminta maaf, menunjukkan etika yang baik. Dia terharu oleh sikap berani anak kecil itu.Mendengar tawa kecil Ethan, perlahan anak itu mem
Tujuh bulan lewat usia kehamilan Nada."Ethan, kenapa jalannya lambat banget?" Sejak berangkat dari rumah sakit tiga puluh menit lalu, Nada merasa jarak yang mereka tempuh masih sangat dekat. Bahkan sebagian besar kendaraan dan bisa dikatakan semua kendaraan yang tadinya melaju di belakang mereka telah mendahului. Mungkin juga mereka telah sampai di tempat tujuan dan sudah melakukan pekerjaan.Ethan tersenyum menanggapi protes istrinya sembari memberi lirikan teduh."Ethan, cepatlah sedikit! Mau sampai kantor jam berapa kalau kamu bawa mobilnya kayak siput begini?" Nada mulai sedikit kesal."Sayang, aku sedang membawa wanita hamil. Mana boleh melajukan kendaraan cepat-cepat? Itu sangat berbahaya," ucap Ethan sembari condong ke arah Nada. "Kamu ingat kata dokter tadi? Kehamilanmu mulai besar, kamu harus hati-hati dalam bergerak. Tidak boleh melakukan gerakan secara berlebihan," sambungnya. Ethan mengingatkan Nada pesan dokter pada mereka.Siang ini mereka bar
"Apa aku sekejam itu?" Tiba-tiba Ethan mendorong pintu dan berjalan mendekati mereka.Tatapan dan wajahnya dingin penuh rasa kecewa atas perkataan Nada yang dia dengar dari balik pintu. Bahkan langkahnya tegas seperti langkah dewa perang siap menebas musuh yang menghadang, meski sebenarnya Ethan berjalan normal. Bahkan terbilang lebih lambat dari biasanya."Ethan?" Mata Nada membulat sempurna.Nada dan Serly terkejut setengah mati melihat kedatangan Ethan. Namun, rasa terkejut Serly tidak sebanding dengan rasa terkejut yang dialami Nada. Bukan hanya kedatangan Ethan saja yang membuatnya hampir shock, tapi juga kata-kata yang diucapkan suaminya, serta cara Ethan melihatnya membuat hati Nada bergetar. Namun, seluruh tubuhnya dingin dan membeku.Bahkan, angin yang terbentur oleh tubuh Ethan terasa mencekam baginya. Hingga saat Ethan menghentikan langkah dan berdiri tegak di hadapan dengan sorot mata lekat nan tajam yang sulit diartikan sebagai tatapan cinta, Nada masih membeku membalas
Semakin hari Ethan merasa istrinya semakin terlihat aneh dan berbeda, seolah istrinya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah ini hanya pemikiran dan dugaannya saja atau memang ada yang disembunyikan oleh Nada darinya? Yang pasti, Ethan merasa kebiasaan istrinya sedikit berbeda dari biasanya."Sayang," panggil Ethan.Sembari menyebut nama Nada, Ethan meraba-raba tempat tidur di sampingnya di mana Nada tidur bersamanya. Tidak ada. Tempat tidur di sampingnya kembali kosong ketika matanya terbuka di pagi hari. Hal seperti ini sudah terjadi beberapa kali dalam beberapa hari ini.Ethan mengarahkan pandangnya pada pintu kamar mandi dan memasang telinga. Sama seperti pagi biasanya, suara gemericik air terdengar cukup berisik. Bisa dipastikan beberapa saat lagi Nada pasti akan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Nada sembari mengusap wajah menggunakan handuk kecil.Seperti perkiraan Ethan, dalam hitungan menit pintu kamar mandi
"Sayang, ayo bangun ganti baju dulu!" Ethan menarik tangan Nada memintanya bangun setelah membantu istrinya melepaskan high heels."Tidak mau, Ethan. Aku ngantuk banget. Aku mau langsung tidur saja," tolak Nada melepaskan tangan Ethan dan kembali memeluk guling."Sayang, kamu tidak akan tidur nyenyak menggunakan pakaian ini. Lagi pula kamu belum cuci muka." Ethan terus membujuk agar istrinya mau bangun sebentar berganti pakaian dan mencuci wajah untuk menghilangkan riasan sisa pesta. Sayangnya, tidak berhasil. Rasa kantuk telah menguasai istrinya. Selain malam memang telah larut, kemungkinan besar Nada juga lelah meladeni tamu dan teman-temannya saat pesta karena bagaimanapun malam ini mereka adalah bintang party.Tidak berhasil membujuk juga tidak mau mengganggu tidur lelap istrinya, akhirnya Ethan memutuskan membantu mengganti pakaian Nada. Meski sedikit kesusahan, tapi akhirnya berhasil menukar gaun Nada dengan pakaian tidur."Akhirnya," desahnya lega melihat istrinya telah menggu
"Ethan, sebenarnya kita mau ke mana?" Nada bingung. Sepulang kerja, Ethan menyuruhnya segera mandi dan berdandan. Dia juga memberikan gaun dan high heels baru yang senada. Katanya sih ada undangan makan malam dari kolega, tapi gelagat yang diberikan suaminya itu cukup membuatnya curiga."Makan malam, Sayang." Jawaban ini yang selalu diberikan Ethan setiap kali Nada bertanya."Hanya makan malam, kenapa harus dandan cantik dan menggunakan gaun semewah ini?" gumamnya setengah menggerutu.Ethan tersenyum mendengar protes istrinya, terlebih melihat wajah cemberut dan kesal Nada yang disembunyikan. Dengan lembut meraih tangan Nada, lalu memberikan satu kecupan pada punggung tangan yang memiliki aroma wangi dari lotion yang dipakainya."Istriku memang harus selalu terlihat cantik," goda Ethan.Nada tersenyum memberi mencibir pada ucapan Ethan."Bagaimana kalau kolegamu tertarik pada kecantikanku, lalu jatuh cinta dan ingin memiliki aku? Apa kamu rela?" Kini giliran Nada yang menggoda.Senyu
"Ethan, biarkan aku masak untuk kita!" "Tidak boleh!" larang Ethan tegas. "Kamu baru pulang dari rumah sakit. Biarkan bibi saja yang membuat sarapan untuk kita. Kamu istirahat bersamaku saja di sini!" sambungnya."Tapi?" Nada menatapnya lekat, namun sedikit terselip keraguan dan menunjukkan bila dia sedang memikirkan sesuatu.Ada sorot sedih dalam matanya. Bukan sedih karena tidak diperbolehkan membuat sarapan, tapi sedih karena sejak Ethan kembali, suaminya itu langsung menemaninya di rumah sakit. Dia tau dan memahami rasa lelah dan capek yang Ethan rasakan, makanya setelah diperbolehkan pulang kemarin sore dan istirahat malam hari, pagi ini dia ingin membuat sarapan spesial."Sayang." Ethan meraih tangan Nada dan membawanya kembali berbaring dalam dekapan. "Aku belum lapar, aku hanya ingin bersamamu," sambungnya menghibur sembari mengeratkan pelukan dan semakin dalam membawa tubuh Nada masuk ke dalam selimut kehangatan.Sebenarnya Nada ingin kembali mencari alasan agar Ethan mau me
"Sayang, ada apa?" Ethan bingung dan khawatir ketika melihat Nada melepaskan pelukannya dan kembali bangun dari baringnya, lalu duduk menatap lekat. Dia pun turut bangun dan duduk berhadapan. Sekali lagi manik matanya menyelidik keanehan pada cara pandang Nada padanya."Sayang, ada apa?" Sekali lagi Ethan melontarkan pertanyaan yang sama.Seperti bumi bergerak sangat lambat, begitulah kedua tangan Nada bergerak sangat lambat mendekati wajah Ethan, lalu mendekapnya. Sorot matanya masih sama, tidak berubah sama sekali. Tatapan lekat seolah mencari sesuatu kepastian. Dalam manik mata yang kembali mulai berembun dan berkaca-kaca terlihat dengan jelas Nada sedang memastikan pria di hadapannya benar-benar Ethan, suaminya."Ethan, aku tidak sedang bermimpi, bukan? Ini sungguh kamu, bukan rohmu?" Pertanyaan Nada mampu membuat Ethan tercengang dan kaget, namun menggelitik. Dalam kepalanya tidak habis pikir bila Nada memiliki pikiran konyol seperti itu. Hanya saja, semua yang ditanyakan dan d
"Ethan!" Nada menangis histeris dan terus memanggil nama Ethan.Dengan kedua tangan menutup sebagian wajah dan terus menyaksikan berita tentang kecelakaan pesawat yang diketahui membawa suaminya pulang, tangis Nada semakin miris dan menyedihkan. Dunianya seketika menjadi gelap gulita ketika pembawa berita mengatakan pesawat itu mengalami ledakan di atas udara, di atas pegunungan dan diperkirakan tidak ada penumpang yang selamat. "Nyonya!" Mendengar teriakan Nada disertai tangis histeris, Serly langsung berlari menuju kamar Nada. Pintu kamar yang tertutup membuatnya sedikit ragu, namun teriak dan tangis Nada membuatnya langsung mendorong pintu dan menerobos masuk."Nyonya!" Serly terkejut ketika melihat Nada menangis histeris sembari bersimpuh di atas lantai dingin. Serly langsung berlari mendekat dan berjongkok di depan Nada. "Nyonya, ada apa?" tanyanya cemas.Tanpa menjawab dan terus menangis, Nada menunjuk televisi agar Serly melihat.Serly menoleh. Dia pun terkejut setelah beber