Sementara pria itu masih terdiam dengan memandangi punggung pemuda itu hingga hilang di balik pintu. Selepas itu pria yang tak lain adalah Arman memutuskan untuk segera pergi lantaran masih ada urusan.
Arman pergi dengan pikiran yang kacau, andai saja Dewa datang lebih awal. Mungkin mereka akan bertemu."Siapa pemuda itu, kenapa wajahnya tidak asing. Apa mungkin dia ... tidak mungkin, tapi aku merasa seperti punya ikatan batin dengannya," batin Arman, kakinya terus melangkahkan meninggalkan resto tersebut.
Sementara itu, Sinta nampak terkejut saat melihat putranya datang. Ia menyuruh Salsa untuk datang, tetapi kenapa Dewa yang datang. Tan
Keesokan harinya, Dewa tengah bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Tetapi saat ini ia tengah sibuk mencari sesuatu di dalam almari. Entah apa yang tengah ia cari sampai-sampai isi almarinya berantakan dan keluar semua. Padahal Salsa sudah menyiapkan pakaian kantor untuknya, tetapi mungkin masih ada yang kurang sehingga Dewa mencarinya sendiri."Di mana sih, kok nggak ada ya," batinnya. Tangan Dewa terus berkutat mengobrak-abrik isi almari tersebut.Selang beberapa menit, pintu kamar terbuka, terlihat seorang wanita dengan balutan dress bermotif bunga-bunga tengah berjalan masuk ke dalam. Wanita itu tak lain adalah Salsa, ia terkejut saat melihat suaminya tengah memporak-porandakan isi almarinya. Salsa tidak tahu apa yang tengah Dewa cari sampai semua yang ada di almari keluar tanpa ada sisa. Rasanya benar-benar geram saat melihat itu semua."Mas apa-apaan sih, kenapa lemarinya dibe
Waktu terus bergulir, dan saat ini kandungan Salsa sudah berusia lima bulan. Waktu demi waktu terlewati bersama, hubungan keduanya pun semakin romantis. Sekarang Salsa juga sudah pandai memasak, ia selalu berusaha dan usahanya tidak sia-sia. Hal itu membuat Dewa semakin cinta pada sang istri, meski terkadang sikapnya membuatnya harus bersabar.Pagi ini setelah mandi Salsa tengah sibuk memilih pakaian. Hampir yang ada di almari keluar semua, tetapi tidak ada satupun yang muat di badan Salsa. Perutnya yang sudah membesar serta badannya juga semakin berisi, hal itu membuat Salsa kesulitan memakai pakaian. Berat badannya juga terus naik, pipinya yang dulunya tirus sekarang semakin chubby."Astaga, Salsa. Kurang kerjaan banget sih, lemari pakai diberantakin segala," ucap Dewa yang baru keluar dari kamar mandi."Aku lagi cari baju, Mas. Nggak ada yang muat," ujar Salsa, tangannya masih sibuk memilih baju.
Salsa berteriak begitu kencang membuat Dewa yang berada di kamar mandi panik. Ia keluar dan melihat jika istrinya tengah berteriak dengan mata yang masih terpejam. Dengan rasa panik Dewa naik ke atas ranjang dan mencoba membangunkan sang istri. Ia menepuk pelan pipi Salsa, bahkan digoncangkan tubuh istrinya agar cepat bangun.Seketika Salsa terbangun dan terduduk dengan napas yang memburu. Bahkan ia langsung menghambur ke pelukan suaminya dengan tangis yang pecah. Dewa membalas pelukan istrinya dengan erat, ia merasa jika Salsa dalam ketakutan, entah apa yang terjadi, atau mungkin mimpi buruk yang membuat sang istri ketakutan seperti itu. Dewa semakin mempererat pelukannya, ia terus berusaha memberi ketenangan pada sang istri.Setelah cukup lama, Dewa melepas pelukannya dan menangkup wajah sang istri. "Ada apa, hem? Apa kamu mimpi buruk.""Bayi aku." Salsa memegangi perutnya, ia bernapas lega saat merasakan jika bayinya masih di dalam rahimnya.
Hari demi hari telah terlewati, Minggu demi Minggu telah berlalu, bahkan bulan demi bulan terus berjalan. Sejak pertemuannya dengan ayah kandungnya, Dewa tidak merasa penasaran lagi. Hubungan keduanya pun baik, bahkan sekarang Dewa dan Arman telah bekerja sama. Hanya saja, Sinta belum mau memaafkan kesalahan Arman pada masa lalunya.Sinta dan Surya juga belum merestui pernikahan Dewa dan Salsa, meski mereka tahu jika Salsa tengah hamil. Dan bulan ini adalah bulan di mana Salsa akan melahirkan. Dewa sudah sangat menunggu kehadiran buah hatinya yang telah lama ia tunggu. Bahkan Dewa sudah menyiapkan kamar serta nama. Ia sangat mengharapkan anak laki-laki.Siang telah berganti, matatahari pun telah kembali keperaduannya, menyisakan cahaya kemerah-merahan yang mulai memudar. Dan kini telah tergantikan oleh sinar rembulan. Hembusan angin malam terasa sangat menusuk kulit, Salsa yang saat ini berada di balkon kamarnya memilih untuk masuk ke dalam. K
Dewa dan Salsa masih berdiri di tempat, sementara wanita itu pun demikian. Ada perasaan aneh yang Salsa rasakan, ia juga merasa heran dengan wanita yang sedari tadi menatap ke arah suaminya tanpa berkedip. Sementara itu Dewa merasa terkejut dengan kehadiran wanita di masa lalunya, ia tidak menyangka jika dia akan kembali lagi."Dewa, aku senang bisa bertemu lagi denganmu. Aku sangat .... ""Stop, maaf aku buru-buru. Sayang, ayo." Dewa memotong ucapan wanita itu. Lalu segera mengajak Salsa untuk masuk ke mobil."Dewa, aku pastikan kamu akan kembali lagi ke pelukanku," batinnya. Wanita berambut pirang itu menatap kepergian Dewa dengan senyum liciknya.Dalam perjalanan pulang, Dewa memilih untuk diam, karena kebetulan baby boy yang ada di pangkuannya tertidur pulas, begitu juga dengan kembarannya. Sementara itu, Salsa merasa curiga dengan wanita yang ditemuinya tadi.
Dewa nampak terkejut saat melihat siapa yang berada di ruangannya. Ia tidak menyangka kalau dia berani datang dan tanpa seizin darinya, tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerjanya. Wanita itu tersenyum lalu bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya mendekati Dewa yang masih berdiri di ambang pintu."Kaget ya, kenapa sepagi ini aku sudah ada di kantormu," ucapnya dengan tersenyum.Dewa menghembuskan napas, ia berjalan masuk ke dalam. "Ada urusan apa kamu datang ke sini. Apa belum puas kamu .... ""Stst, masih pagi jangan emosi dong. Kedatanganku ke sini untuk melanjutkan hubungan kita yang sempat tertunda selama hampir lima tahun." Wanita itu meletakkan jari telunjuknya tepat di depan bibir Dewa.Dewa menepis tangan wanita itu dengan kasar. "Lebih baik sekarang kamu pergi, sebelum kesabaranku habis. Lagi pula tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Semuanya sudah berakhir."
"Siapa kamu, dan untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Salsa. Ia masih begitu ingat dengan wajah perempuan yang kini berdiri di hadapannya itu.Tanpa memperdulikan pertanyaan dari Salsa, perempuan berambut pirang itu menerobos masuk ke dalam. "Dewa kamu di mana, Dewa aku datang untuk jemput kamu, Dewa.""Dasar, perempuan tidak tahu malu, masuk ke rumah orang tanpa izin. Pake acara teriak-teriak lagi, dia pikir ini hutan," batin Salsa. Rasanya ia ingin menjambak rambutnya yang pirang itu lalu menyeretnya keluar."Heh, kamu nggak pernah diajari sopan santun ya. Masuk ke rumah orang tanpa izin, udah gitu teriak-teriak lagi, kamu pikir ini hutan apa," ungkap Salsa dengan menahan emosinya.Wanita itu hanya menyunggingkan senyumnya. "Ck, aku nggak ada perlu sama wanita murahan sepertimu.""Sayang, ada apa kok ribut-ribut, siapa yang datang?" tanya Dewa seraya ber
Malam telah tiba, pukul tujuh si kembar sudah tertidur. Azzam dan Azura kecapean setelah seharian bermain di rumah kakek Surya. Salsa dan Dewa merasa lega karena sang kakek sudah merestui pernikahan mereka. Tinggal dengan Sinta---ibunya, sampai mereka pulang, Sinta belum pulang.Setelah merapikan dan menyimpan mainan si kembar, Salsa beranjak keluar dari kamar. Ia akan melihat apakah makan malam sudah tersaji atau belum. Setibanya di ruang makan, makan malam sudah tersaji, melihat itu Salsa bergegas kembali ke kamar untuk mengajak Dewa makan malam bersama. Setibanya di kamar, terlihat Dewa masih sibuk dengan leptopnya."Mas makan malam dulu," ajaknya. Salsa berjalan menghampiri suaminya, lalu berdiri di samping meja kerja sang suami.Dewa menutup leptopnya lalu menarik pinggang Salsa hingga terduduk di pangkuannya. "Aku mau makan malam kamu saja."Salsa mengernyitkan keningnya. "Maksudnya, Mas."
Lima tahun telah berlalu, kehidupan rumah tangga Dewa dan Salsa semakin membaik dan harmonis. Bahkan kini mereka akan kembali di karunia bayi kembar lagi, saat ini Salsa tengah hamil sembilan bulan. Mereka tinggal menunggu waktunya kapan bayi kembar akan lahir, dan itu adalah masa-masa yang tengah Dewa dan Salsa nanti-nantikan.Salsa merasa tenang karena sudah tidak ada lagi pengganggu. Alina dinyatakan meninggal saat kejadian dulu, di mana tubuh wanita itu tertabrak oleh truk. Sejak saat itu, Salsa merasa hidupnya tenang dan juga nyaman. Sementara itu, Vira menjalani kehidupannya dengan Sinta, ia tidak merasa kesepian lagi, kasih sayang yang Vira dambakan, kini telah ia dapatkan."Mas, kok aku tiba-tiba pengen nyium Reno ya," ucap Salsa tiba-tiba. Saat ini ia dan Dewa tengah duduk santai di taman samping rumah."Jangan sembarangan kamu, kalau minta jangan yang aneh-aneh ngapa. Masa ngidam pengen nyium Re
Tidak terasa air matanya jatuh tanpa meminta izin. Bahkan ponsel di tangannya ikut jatuh, marah dan kecewa menjadi satu. Tega-teganya orang yang sangat ia percaya berhianat. Salsa tidak pernah menyangka kalau Dewa bisa berbuat hal serendah itu."Kamu tega, Mas. Kamu bilang mau ke kantor, tapi nyatanya ... sudah cukup aku bertahan, aku tidak sanggup lagi," lirihnya, Salsa menyeka air matanya, lalu memandangi si kembar yang tengah tertidur.Selang berapa menit, terdengar suara deru mobil, sudah dapat dipastikan jika itu adalah Dewa. Dan benar saja, tidak butuh waktu lama pintu kamar terbuka. Terlihat Dewa masuk ke dalam, bahkan pria berlesung pipi itu langsung memeluk tubuh Salsa dari belakang. Namun Salsa hanya diam, bahkan langsung melepas pelukan suaminya itu."Sayang kamu kenapa?" tanya Dewa, kedua alisnya saling bertautan, heran."Tidak usah pura-pura tidak tahu," jawab Salsa. Hatinya terasa sakit dengan foto yang ia terim
Kini Salsa sudah tiba di depan ruang rawat Dewa, saat hendak masuk terdengar samar-samar orang bicara dari dalam. Salsa berpikir jika ayahnya sudah sampai, untuk memastikan, Salsa membuka pintu ruangan tersebut. Seketika mata Salsa membulat sempurna saat melihat bukan ayahnya yang berada di dalam, melainkan wanita yang telah lama menghilang, dan sekarang dia kembali lagi."Mau apa kamu kembali lagi, lebih baik sekarang kamu pergi dari sini!" bentak Salsa. Ia tidak menyangka kalau perempuan itu kembali lagi, perempuan yang sudah banyak membuat rumah tangga Salsa dan Dewa berantakan."Apa kamu lupa kalau aku adalah calon istri, Dewa." Dengan santainya perempuan itu berjalan menghampiri Salsa, dia adalah Alina. Perempuan berhati iblis yang sudah mencelakai Salsa."Sayang, kamu benar kan akan menikahiku?" tanya Alina seraya berjalan menghampiri Dewa yang masih duduk di atas brangkar."Iya." Dewa menganggukan kepalanya."Aku ngga
Seketika Salsa dan Bram terkejut mendengar ucapan Vira. Bahkan, dunia serasa berhenti berputar, persendian Salsa terasa lemas seketika. Ia tidak menyangka kalau Vira akan memakai kesempatan ini demi keuntungannya sendiri."Kamu sudah gila! Kamu pikir kamu siapa hah!" bentak Salsa, ia benar-benar geram dengan apa yang Vira ucapkan."Jangan mentang-mentang kamu anak, Mama Sinta. Jadi bisa seenaknya seperti ini, iya." Salsa menatap tajam wanita yang berdiri di sebelah Sinta."Silahkan kamu mau teriak atau apa, aku tidak peduli. Nyawa suamimu ada di tanganku," ujar Vira dengan santai."Kamu bukan Tuhan, jadi kamu tidak bisa menentukannya," sahut Salsa. Seketika Vira menatap tajam ke arah Salsa."Sudah, jangan bertengkar lagi. Salsa, mama minta maaf, jika keputusan mama ini salah. Namun demi kebaikan Dewa, tolong .... ""Enggak, Ma. Aku nggak mau pisah sama, mas Dewa. Bagaimana dengan anak-anak nanti," potong Salsa,
Kini Dewa dan Salsa sudah berada di rumah sakit, Dewa langsung mendapat penanganan oleh dokter. Bahkan saat ini pria berlesung pipi itu berada di ruang ICU, kondisinya kritis. Benturan di kepala yang keras membuat Dewa mengalami pendarahan di otak, bahkan saat ini ia membutuhkan donor darah. Namun, sampai sekarang belum ada darah yang cocok.Berbeda dengan Salsa, luka yang ia alami memang tak separah suaminya. Namun, Salsa harus rela kehilangan calon anaknya yang masih dalam kandungan. Akibat benturan yang keras membuatnya keguguran, saat ini Salsa sudah sadarkan diri bahkan ia tengah menemani suaminya yang tergeletak tak berdaya, dengan beberapa alat medis menempel di badan.Sinta, dan Bram sudah ada di rumah sakit, bahkan Arman yang mendengar kabar itu seketika terbang ke Indonesia. Arman memang sosok ayah yang sangat peduli dengan anaknya. Mereka hanya bisa berdo'a semoga Dewa bisa secepatnya mendapatkan donor darah. Arman memang bisa mendonorkan darahny
Kakek Surya menghembuskan napas terakhirnya, lantaran terkena serangan jantung. Dewa tidak menyangka kalau kakeknya akan pergi dengan cara seperti itu. Begitu juga dengan Sinta. Ia merasa bersalah, karena masalah yang ia ciptakan, menjadi akhir hidup seseorang yang sangat ia sayangi.Jenazah sudah dimandikan, bahkan sudah dikafani dan dishalatkan. Kini mereka tengah menunggu kabar dari makam, apakah sudah selesai membuat makam atau belum. Banyak tetangga, kerabat bahkan teman-teman kakek Surya yang datang. Pengusaha dan para pejabat pun saling berdatangan, terlebih kematian yang mendadak membuat mereka tidak percaya.Dewa duduk tepat di samping kepala almarhum kakek Surya, ia merasa sedih dengan kematian kakeknya yang mendadak itu. Sementara Sinta duduk berseberangan dengan putranya, ia tak kalah sedih, bahkan air matanya terus mengalir. Selang sepuluh menit, Salsa datang bersama dengan Bram. Wanita hamil itu bergegas masuk ke dalam dan duduk di sebelah sua
Sementara telepon itu masih saja berbunyi, Vira terus meminta tolong pada Dewa, dengan suara tangisannya yang begitu memekakan telinga. Sementara Dewa bingung harus berbuat apa. Di sisi lain ia merasa kasihan, tetapi ia juga tidak mau bertengkar lagi dengan istrinya."Kalau dia lebih penting, silahkan pergi. Tapi jika aku lebih penting, tetap di sini," ujar Salsa. Bukannya mau egois, tapi ia istrinya. Seharusnya Dewa lebih mementingkan istri dari pada orang lain.Dewa menghela napas, ia bingung harus berbuat apa. Tidak mungkin ia memaksa pergi, bisa-bisa nanti istrinya tidak mengizinkan dirinya untuk bertemu dengan si kembar dan sang istri. Dewa menoleh Salsa yang masih memunggunginya, sementara ponselnya masih saja berbunyi.[Maaf, saya tidak bisa. Saya sedang ..... ]Terdengar jika Vira berteriak memanggil kakaknya, bahkan suara tangisannya semakin kencang. Dewa benar-benar merasa tidak tega, ia bingung harus berbuat apa. Mana yang har
Satu minggu telah berlalu, dan selama seminggu ini Salsa tinggal di rumah Bram, bersama dengan si kembar. Sementara Dewa, memilih untuk mengalah, dan setiap dari kantor, ia selalu menyempatkan diri untuk berunjuk ke rumah ayahnya, menemui istri dan anak-anak. Rasanya sehari saja tidak melihat mereka, sudah seperti satu bulan.Lalu, untuk masalah ibunya dan Vira, Dewa masih mencari informasi tentang hubungan mereka berdua. Dewa berharap semoga ibunya tidak menyembunyikan apapun dari dirinya. Sudah cukup dulu Sinta menyembunyikan siapa ayah kandung Dewa. Kali ini, ia tidak ingin ada rahasia lagi yang tersembunyi antara mereka.Sementara itu, Vira juga masih bekerja di kantor Dewa, memang jika diperhatikan, ada yang tidak beres dengan wanita itu. Namun, Dewa akan tetap mempertahankannya, sampai rahasia tentang Vira terkuak. Dan apa hubungannya dengan Sinta, sejak Dewa memergoki kedua wanita itu di rumah sakit, pria berlesung pipi itu menyuruh orang kepercayaan
Keduanya masih beradu pandang, tetapi tiba-tiba ponsel wanita itu berdering. Dengan cepat ia bangkit dan beranjak dari tempat tersebut. Sementara Sinta masih memandangi punggung wanita itu yang kini menghilang di balik dinding."Ya, Allah. Gadis itu ... apa mungkin dia ... tidak mungkin, dia pasti hanya mirip," gumam Sinta, ia pun memilih untuk beranjak pergi. Pikiran Sinta kacau, sudah tua kali ia bertemu gadis itu.Di dalam ruangan, Bram tengah menemani putrinya. Salsa terus merengek meminta pulang, padahal dokter belum mengijinkan. Dan yang membuat Bram berpikir dua kali adalah, Salsa meminta pulang ke rumahnya, bukan ke rumahnya sendiri."Yah, boleh ya. Salsa ingin menenangkan pikiran, Salsa akan membawa si kembar juga," bujuknya. Salsa terus berusaha membujuk ayahnya agar mengijinkan dirinya untuk pulang ke rumahnya.Bram menghembuskan napasnya. "Baiklah, terserah kamu saja, tapi kamu harus izin dulu sama Dewa. Karena bagaiman