Beri satu kata untuk part ini teman-teman. (^_-) Terima kasih buat yang udah kasih ulasan di sampul depan. Yang belum aku tunggu yaa... Big hugs.
Modus Gyan mengajak Resta mandi bersama gagal total. Untuk kedua kalinya Gyan terjungkal dari tempat tidur lantaran Resta mendorongnya dengan kekuatan kamihame. Teriakan pria itu menggelegar di seantero kamar, tapi Resta pura-pura tuli dan dengan cepat melesat ke kamar mandi duluan. Akibatnya wanita itu melewati pagi dengan silent treatment dari sang pacar. Bahkan Gyan melakukan aksi mogok makan. Sarapan yang Resta buat cuma Gyan lirik, tanpa disentuh. Jus buah tanpa gula yang biasanya langsung Gyan tandaskan tanpa bersisa pun dibiarkan utuh. Pria itu memilih keluar unit daripada duduk manis di meja makan seperti biasanya. Yang menyebalkan, Resta sama sekali tidak menghubunginya sampai dia kembali pulang lagi tepat pukul satu siang. "Kamu udah pulang?" tanya Resta seolah tidak tahu kedongkolan pacarnya itu.Gyan tidak menjawab dan memilih menyingkir ke dapur daripada bergabung dengan Resta di living room. "Udah makan siang belum?" tanya Resta lagi yang ternyata menyusulnya ikut ke
Resta pikir rumah Daniel Jagland adalah rumah yang paling besar di kota ini. Namun begitu melihat rumah Bill Basco pikirannya mendadak berubah. Dia tidak menyangka, fasad rumah yang tertutup di dalamnya menyimpan kemewahan yang luar biasa. Akses masuk pun dijaga ketat oleh dua orang bertubuh tinggi dan besar. Sepanjang jalan dari pintu masuk menuju rumah utama, Resta tak hentinya mengerjap. Kontras dengan Gyan di samping wanita itu yang tampak begitu tenang dan tidak terpengaruh sedikit pun. Resta berusaha menahan diri untuk tidak membuka mulut ketika berhasil menginjak lantai rumah Bill yang sebening kaca. Interior klasik modern ala-ala Italia dengan perabot yang benilai mahal itu hanya bisa membuat Resta menelan ludah. Jiwa miskin wanita itu meronta melihat ini semua. "Tuan Bill ada di lantai atas. Mari saya antar," ucap seorang laki-laki dengan tuksedo hitam sambil tersenyum ramah. Dia mempersilakan Gyan dan Resta untuk mengikutinya. Keduanya dibawa menuju sebuah lift yang
Joana menggigit sate ayam sambil menatap wanita berambut sebahu di depannya. Wanita yang sudah berminggu-minggu sudah jarang hang out bersama dirinya lantaran sibuk momong anak big boss. Siapa lagi kalau bukan Resta? Agenda makan siang bersama yang biasa rutin mereka lakukan pun bisa dihitung jari dalam satu bulan. Seperti sekarang. Setelah sekian lama akhirnya Resta bisa lolos dari kukungan bosnya dan bisa makan siang bersama Joana lagi. "Bos lo lagi ke mana? Tumben banget baby sitternya dibiarin lepas," komentar Joana setelah berhasil menandaskan tiga tusuk sate ayam. "Lagi makan siang bareng presdir sekalian meeting di luar," sahut Resta sambil lalu. Dia terlalu sibuk menikmati sate padang di piringnya. Mulutnya agak megap-megap lantaran bumbu satenya terlalu pedas. "Kok lo nggak ikut?" tanya Joana lagi."Ada yang mesti gue kerjain di kantor." "By the way Minggu depan anak-anak mau gathering. Lo mau ikut nggak?" Anak-anak yang Joana maksud adalah para staf di bawah divisi mark
Resta berlari ketika melihat pintu lift akan tertutup. Dia sudah telat. Tidak ada waktu menunggu lift lain terbuka. Gyan bisa mengomel. Wanita itu nyaris putus asa saat dilihatnya pintu lift terbuka kembali. Perasaan lega kontan menghampiri. Dia mengulas senyum sebelum mengayunkan kaki, bermaksud memasuki lift. Tapi... Seseorang di dalam lift yang menahan agar pintu besi itu tetap terbuka membuat Resta urung melangkah dan malah terbengong di tempat. "Nggak mau masuk?" tanya orang itu. Saat tidak mendapat jawaban dari Resta, dia mengedikkan bahu. "Oke aku tutup." "T-tunggu!" seru Resta terkesiap ketika pintu lift bergerak lagi. Dari dalam, dengan gerakan secepat kilat orang itu langsung menarik tangan Resta. Menyentaknya hingga tubuh Resta terhempas masuk ke dalam lift dan terjerembab di pelukan orang tersebut. Bersamaan dengan itu, pintu besi di belakang Resta tertutup sempurna. Sadar dirinya ada di pelukan orang asing, Resta segera menjauh. Rasa canggung kontan menyerbu. Bib
Dari awal Gyan sudah tidak nyaman dengan investor itu. Bill Basco, seandainya tahu orang itu ayah Ridge, mungkin dia akan melakukan apa pun agar penandatanganan perjanjian kerja itu tidak terjadi. Gyan benci berurusan dengan Ridge lagi. "Old friend? Old friend my ass," umpat Gyan dalam hati. Seorang teman tidak akan memakan teman sendiri. Pagar makan tanaman. Teman tidak mungkin berkhianat dan merusak kepercayaannya. "Gy, kamu baik-baik aja?" tanya Resta yang duduk di samping lelaki itu. Sejak keluar dari ruang meeting, Gyan belum mengeluarkan satu patah kata pun. Pria itu konsisten memasang raut keras pada wajahnya. Ada emosi yang sedang Gyan tahan. Dan itu bisa dirasakan Resta. "I'm ok," sahut pria itu lirih. Mata birunya masih lurus menatap jalanan di depan. Sesekali tangannya meremas kemudi. Resta sendiri tidak melanjutkan bertanya. Dia memutuskan diam lantaran paham mood Gyan sedang tidak bagus. Daripada menjadi sasaran kemarahan lelaki itu, Resta memilih mengerjakan s
Gyan tengah membantu Resta turun dari atas bed ketika korden bangsalnya dibuka seseorang dari luar. Wajah memerah Joana lantas muncul. Resta bisa melihat raut kesal campur khawatir pada wajah sahabatnya itu. "Lama-lama lo bisa beneran mati," gerutu wanita itu seraya melirik sekilas ke arah Gyan. Resta yang tahu sahabatnya itu marah langsung memberi isyarat dengan gelengan kepala. Beberapa saat lalu ketika Joana meneleponnya Resta terpaksa mengatakan dirinya habis kecelakaan. Dan dalam jangka waktu kurang dari lima belas menit sahabatnya sejak kuliah itu langsung muncul. "Sekarang kecelakaan, besok apa lagi?" Joana terus menggerutu tanpa peduli pada Gyan yang notabene pimpinan di perusahaan tempatnya bekerja. Mendengar Resta kecelakaan rasa kesal pada pria itu malah memuncak. Dia tahu Gyan itu kejam, tapi tidak menyangka sampai membuat Resta celaka begini. "Ini musibah, Jo," ujar Resta lirih merasa tidak enak kepada Gyan. "Yakin cuma musibah? Bukannya rekayasa agar lo menderita?"
Gyan tengah berdiskusi dengan Sella ketika seorang wanita cantik dengan hanbook dress berkelir maroon muncul. Wanita dengan tatanan ramput apik dan minim makeup itu tersenyum lega saat mendapati sosok Gyan dalam keadaan baik-baik saja. Gyan yang menyadari kehadiran wanita itu langsung menoleh. "Mam?" Seketika perhatiannya teralihkan dan langsung menyosong wanita yang ternyata Delotta, ibunya. "Kok mami ada di sini?" tanya pria itu seraya mendekati Delotta. "Mami ke sini karena khawatir sama kamu. Semalam mami sama papi ke apartemen, tapi kamu nggak ada. Mana HP mati lagi." Delotta melotot, tapi malah mendapat kekehan dari putranya. Gyan langsung menggandeng tangan ibunya, lantas menggiring perempuan cantik itu memasuki ruangannya. Sekilas Delotta tersenyum dan membalas sapaan Sella sebelum tenggelam di balik pintu ruangan Gyan. "Mami khawatir dengar kamu kecelakaan kemarin. Makanya begitu papi kamu pulang, mami langsung ngajak ke apartemen kamu. Eh, malah kosong," omelnya sambil m
Gyan terus diam ketika sampai di depan kamar kosan Resta. Moodnya terjun bebas melihat Resta bersama Ridge. Katanya mereka tidak sengaja bertemu, tapi entah kenapa Gyan tidak percaya. Ridge itu seorang manipulatif, tidak menutup kemungkinan dia menciptakan kebetulan itu. Lengannya disandarkan ke dinding seraya menunggu Resta membuka pintu. Pikirannya melayang dan menduga apa yang sebenarnya Ridge rencanakan. Gyan benar-benar tidak suka pria itu dekat-dekat kekasihnya. Begitu berhasil membuka pintu, Resta masuk diikuti Gyan. Wanita itu meletakkan kantong belanjaannya di meja, lalu membongkar isinya satu-satu. Sebenarnya dia agak aneh dengan sikap Gyan. Soal Ridge dan rapat kemarin belum sempat wanita itu tanyakan. Memecah kesunyian wanita itu tersenyum. "Aku mau nyeduh mie cup. Kamu mau? Aku beli banyak rasa," ujarnya sambil mengeluarkan mie cup dari berbagai merk yang dia beli. Namun detik selanjutnya dia dibikin terkejut dan menegang secara bersamaan ketika dua lengan mendekap