Share

Siapa Dia?

last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-21 22:54:33

Aku sudah terlampau malu. Aku tidak mungkin menunjukkan mukaku ke hadapannya. Lebih baik aku sembunyi di kamar hingga dia pergi.

Setelah beberapa saat kudengar suara motor pergi menjauh. Sepertinya dia sudah pulang. Aku bernapas lega. Kubuka pintu kamar dan keluar, benar ternyata dia sudah tidak ada.

Malam harinya aku sudah bisa membantu ayah berjualan bubur seperti biasanya. Malam ini nampak sepi, sudah hampir jam sembilan, tetapi bubur masih sisa setengah kuali.

“Pak, bungkus buburnya 5!” Seorang lelaki paruh baya turun dari mobil bersama istrinya.

Ayah tersenyum semringah, “Iya, Pak. Silakan duduk dulu. Tunggu sebentar.”

Aku segera membantu ayah menyiapkan bubur dan memasukkannya ke dalam plastik. Akhirnya ada juga pembeli di detik-detik terakhir. Aku sudah mengantuk, Ilham dan Faiha sudah kuminta istirahat karena esok mereka berangkat sekolah.

“Semuanya 15 ribu, Pak.” Ayah menyerahkan buburnya kepada pembeli tersebut.

“Menerima pesanan atau tidak, Pak? Saya mau ada acara haja
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Jangan jangan rumah yg Syifa datangi sekarang,rumah orang tuanya Arfan?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pesona Babang Ojol    Ustaz

    Langkahku terhenti kala mendengar lantunan ayat suci dari seseorang yang tidak asing lagi. “Bukankah itu suara Nak Arfan?” tanya ayah. Bahkan ayahku sudah hafal suara calon menantunya. Ups, aku keceplosan. Untung ayah tidak mendengar. “Benar, Pak. Itu suara Mas Arfan. Mari saya antar ke luar,” ujar Pak satpam.“Ayo pulang, Yah! Ini bukan tempat yang layak untuk kita.” Aku menggandeng tangan ayah. Secara tidak langsung, kedua satpam itu mengusir kami.“Tunggu sebentar, ayah mau lihat calon mantu dulu.”Sekarang malah ayah yang kepo. Dia tidak jadi mau pulang. Ya Allah, semoga tidak ada yang mendengar ucapan ayah.Kedua satpam itu saling pandang, “Nanti setelah lihat calon mantu mohon segera keluar, ya, Pak. Karena acara sedang berlangsung, kami yang bertanggung jawab jika terjadi kerusuhan.”Aku paham dengan ucapan mereka. Sakit, tapi tidak berdarah. Supir angkutan tadi sudah keluar. Semoga dia masih mau menunggu kami. Uangnya saja masih kubawa. Dia tidak akan pulang tanpa uang, bisa

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-22
  • Pesona Babang Ojol    Benda Keramat

    Benar juga, mana ada ustaz pandai merayu? Heh, dia pasti ustaz gadungan. Penampilannya saja yang menipu, nyatanya dia dosen mesum dan pandai merayu. “Tunggu dulu!”Aku menoleh ke belakang, Pak Arfan meminta pelayan membungkus makanan.“Tolong bawa ini, Pak. Cacing di perut Syifa sudah berdemo,” ucapnya sambil melirik ke arah perutku. Peka sekali telinganya, bahkan dia bisa mendengar suara cacing di perut. Aku memang belum sarapan ketika datang ke sini. Dia tersenyum ke arahku, jangan-jangan dia tahu isi hatiku. Aku menyilangkan kedua tangan di dada. “Makasih, Nak Arfan.” Kami segera keluar sebelum dia membuka semua aibku. Aku dan ayah sudah sampai di luar, tetapi mobil angkutan umum yang tadi kami sewa sudah tiada. “Ayah coba cari dulu, ya! Mungkin dia memarkirkan mobilnya di luar.”Aku menghentak-hentakkan kaki kesal. Sepertinya supir angkutan itu tidak mau dibayar. Belum dikasih uang sudah kabur begitu saja. Dasar supir gak ada akhlak!“Fa, mobilnya sudah tidak ada. Gimana kita

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-22
  • Pesona Babang Ojol    Akting

    Aku keluar dengan perasaan bahagia. Kututup pintu dan betapa terkejutnya aku kala melihat pemandangan di depan pintu kamar. Aku seperti sedang mimpi. Mana mungkin tamu tidur di lantai atas? Aku melihat sekeliling, ada beberapa kamar yang tertutup rapat. Nampak indah sebuah pemandangan di samping rumah. Aku mengintip dari jendela kaca yang besar. Ada taman bunga kecil dan gazebo. Tidak ada kolam renang, hanya ada kolam ikan. Aku menoleh saat mendengar seseorang membuka pintu ruangan di sebelah kamar yang kutempati. Seorang wanita berjilbab menghampiriku. Dia cantik sekali, kulit putih, hidung mancung, dan giginya gingsul. “Mbak Syifa, sudah ditunggu Mas Arfan di bawah.”“Mas Arfan?” Mengapa semua orang memanggilnya ‘Mas’?Wanita itu tersenyum kemudian memegang tanganku. Tangannya halus dan putih, tidak mungkin dia pembantu di rumah ini. “Iya, kami semua yang ada di sini memanggilnya ‘Mas’ karena dia laki-laki. Kalau wanita pasti dipanggil Mbak.”Mengapa aku lega mendengar jawabanny

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-23
  • Pesona Babang Ojol    POV Arfan

    Aku baru saja pulang dari Yogyakarta satu minggu yang lalu karena diminta untuk menjadi dosen selama satu bulan ke depan. Ayah sibuk dengan bisnisnya di luar kota, sehingga dia memintaku untuk sementara menggantikannya. Aku sudah lulus S2 tiga bulan yang lalu, tetapi aku tidak lantas pulang karena ayah akan memintaku untuk segera menikah. Namun, aku selalu menolaknya dengan alasan pekerjaan. Mencari pekerjaan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, apalagi mencari jodoh. Aku sudah berusaha kesana-kemari, tetapi tidak satupun perusahaan menerimaku. Ayah selalu memaksaku menjadi dosen, sungguh hal yang membosankan bagiku. “Gaji dosen itu sedikit, bagaimana Aku menghidupi anak dan istriku?” Selalu itu yang kukatakan jika ayah memaksaku menikah. Akhirnya dia diam dan membiarkanku menempuh jalan sendiri. Sebagai seorang rektor, ayah dengan mudah dia bisa saja memberikan gaji yang banyak untuk anak kesayangannya. Tetapi aku menolak, aku lebih suka menjadi ojol, bisa cuci mata setia

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-25
  • Pesona Babang Ojol    Ikatan Batin

    Syukurlah akhirnya dia pulang juga. Aku kembali mencuci perabot dapur yang kotor. Tadi pagi kami belum sempat beres-beres karena dikejar waktu. Aku hanya memasak nasi, sedangkan lauknya beli di warung. Kami masih punya sisa bubur untuk jualan nanti malam. Jadi, siang ini ayah bisa istirahat dengan tenang. Kulihat nasi tadi pagi masih banyak. Aku tidak perlu memasak lagi. Aku melihat sebuah bingkisan dari rumah Pak Shaka. Lumayan dapat sate ayam 20 tusuk. Aku mengambil sebuah piring dan mangkuk untuk menyajikannya. Piring untuk sate dan mangkuk untuk bumbunya. Namun, saat aku menuangkan bumbu, seperti ada yang menyenggol tanganku. Alhasil mangkuknya pecah. Untung saja bumbunya belum kumasukkan semuanya. Aku mengambil sapu dan membersihkan sisa pecahan mangkuk, tetapi nahas. Jari telunjukku terkena pecahan beling. Darah mengucur deras hingga tercecer di lantai. Aku segera mengambil obat untuk lukaku.“Ya Allah, Nak. Tangan kamu kenapa?”Ayah berlari menghampiri saat melihatku mengamb

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-25
  • Pesona Babang Ojol    Rumah

    Heh? “Gak bisa lah, Pak. Yang ada tuh lelaki boncengin perempuan. Bukan sebaliknya.”Dia pasti mau modus. Kalau bisa naik mobil, kenapa mesti naik motor? Paling dia mau memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. “Pasti kamu mikir kotor, dasar omes!” “Bapak tuh yang omes, pasti Bapak mau grayang-grayangin aku dari belakang, ’kan?”“Tuh ‘kan suuzon. Memangnya kamu mau aku yang di depan? Nanti kita sama-sama nyemplung ke got.”Benar juga katanya. Kalau masuk got malah tambah parah. “Ya sudah aku antar, tetapi jangan pegang-pegang!” Mendengar jawabanku, dia tersenyum semringah.Kemudian kami menikmati segelas es teh masing-masing hingga tandas. Sudah tidak ada obrolan lagi di antara kami, benar-benar canggung.Tidak lama kemudian datang seorang laki-laki memakai baju lusuh, banyak oli di bajunya. Nampaknya orang dari bengkel. “Kuncinya mana, Fan?”Pak Arfan memberikan kunci dan uang yang didapatkan dari Nia tadi. “Sekalian servis ya. Nanti antar ke rumah kalau sudah jadi.”“Tumben kas

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-26
  • Pesona Babang Ojol    Kepo

    “Mama?” ucapku pelan.Pak Arfan nampak terkejut, dia membelalakkan matanya. Aku penasaran dengan nama ‘mama’ di ponsel ini. Sebenarnya ini ibu atau istrinya. Jangan-jangan dia sudah beristri, dan bunga-bunga itu milik istrinya.Angkat tidak, ya? Angkat aja lah, daripada penasaran. Kugeser tombol warna hijau dan panggilan terhubung.“Arfan, kamu pulang ke mana? Buruan balik ke rumah! Mama khawatir denger kabar kamu kecelakaan.” Aku segera menjauhkan ponsel dari telingaku. Kencang sekali suaranya. Khas emak-emak yang sedang memarahi anaknya.Aku harus jawab apa ini? Aku bingung. Bukankah Pak Arfan sudah sampai di rumah?“Maaf, Pak Arfan sudah sampai rumah. Saya yang—“ Ah sial, belum selesai aku berbicara dan ponselnya direbut Pak Arfan.“Aku pulang ke rumahku, Ma. Lebih dekat pulang ke sini daripada ke rumah mama.”Rumahku? Berarti ini rumah Pak Arfan sendiri? Hebat sekali dia, eh tapi bisa jadi dia dibuatkan rumah orang tuanya. Anak zaman now gak mungkin bisa bikin rumah sendiri di usi

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-26
  • Pesona Babang Ojol    Keceplosan

    Duh, ‘kan aku keceplosan. Bagaimana ini? Semoga Nindi tidak curiga. Ah, kenapa aku jadi gugup begini. “Aku juga melihatnya tadi.”“Oh, ya?” tanya Nindi sembari penatapku penuh selidik.Aku harus segera menyembunyikan gamisku. Kalau dia memang melihatku, dia pasti akan mengenali gamis yang kupakai tadi. Di mana pula jilbabnya? Menyebalkan, kenapa bisa sampai tercecer seperti ini?Aku melihat ke arah kakiku. Baru saja aku berganti baju. Gamis warna ungu pemberian Pak Arfan masih tergeletak di dekat almari. Aku melempar asal gamisku ke bawah dipan. Untung saja Nindi membelakangiku.“Iya, aku ketemu di jalan sama Faiha.”Duh, mulut! Lincah amat bohongnya. Aku harus bilang apalagi ini? Faktanya memang akulah yang menantarkan Pak Arfan sampai ke rumahnya. Aku menyusul Nindi dan berbaring di sampingnya. Dipan dengan ukuran 200x180 cm ini cukup luas untuk kami berdua. Kami menghadap ke atas melihat genteng dan kayu. Sejenak kami termenung.“Fa, aku tuh ngefans ama Pak Arfan. Jadi, aku mau k

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-27

Bab terbaru

  • Pesona Babang Ojol    TAMAT

    Kehidupan berumah tangga di awal pernikahan memang selalu manis. Apalagi bagi kami yang selama ini tidak pernah pacaran. Namun, semuanya berubah saat negara api menyerang. Tidak hanya orang tua, tetangga, bahkan mahasiswa di kampus menggunjing karena aku tidak hamil-hamil. Padahal kami sudah berusaha semaksimal mungkin sampai Ayah membelikan ramuan Jawa yang katanya sangat ampuh. Bukannya manjur, aku dan suamiku malah masuk rumah sakit. Kami mengalami diare sampai dehidrasi. Katanya suami dan istri harus sama-sama meminum jamu supaya subur. Kami sudah cek ke dokter dan tidak ada masalah serius padaku maupun suamiku. Kami sama-sama sehat, mungkin memang belum rezekinya. “Maafin Ayah, ya, Fa. Tidak ada niat sedikit pun untuk mencelakai kalian,” ujar Ayah sambil menciumi tanganku. “Tidak apa-apa, Pak. Namanya juga usaha,” jawab Mas Arfan dengan senyuman yang setengah dipaksakan. Sudah lima bulan kami menikah dan belum ada tanda-tanda hamil. Mungkin benar kata Mas Arfan jika aku harus

  • Pesona Babang Ojol    Bonus

    Satu minggu setelah menikah, aku menemukan fakta baru. Ternyata suamiku orang kaya raya. Ayah hampir jantungan mengetahui semua fakta yang Pak Arfan ungkapkan. “Kenapa kamu nggak jujur dari awal, Nak?” tanya Ayah setelah kami pulang dari hotel. Baru dua hari kami menikah, aku kedatangan tamu bulanan. Pak Arfan kecewa karena kami gagal bulan madu ke Yogyakarta. Akhirnya dia memintaku tinggal di hotel selama satu minggu sebelum pulang ke rumah Pak Shaka, orang tuanya. “Kalau saya jujur dari awal, Syifa pasti langsung mau nikah sama saya,” jawabnya penuh percaya diri. Dengan kesal kucubit pinggangnya. Semenjak kami menikah, aku semakin dekat dengannya, tetapi tetap saja tidak bisa berhenti memanggilnya “Pak”.Ternyata dia lelaki yang sangat baik. Dia mau menerimaku apa adanya meski aku bukanlah wanita yang sempurna. Dia mau membimbing dan mengajarkan banyak hal yang selama ini tidak aku ketahui. Namun, sampai sekarang aku belum tahu apa alasannya merahasiakan identitasnya dari

  • Pesona Babang Ojol    Malam Pertama

    Aku kembali ke kamar setelah tidak ada seorang pun tamu. Lelah sekali rasanya berdiri seharian. Pak Shaka dan Mama sudah pulang setelah Ayah pergi. Gedung untuk acara resepsi pun sudah dibersihkan. “Fa, aku mandi dulu. Kamu mau ikut?” tanya Pak Arfan sambil mengerlingkan mata.Pak Arfan benar-benar meresahkan. belum apa-apa saja sudah membuat jantungku ingin lepas dari tempatnya.“Enggak, nanti yang ada enggak jadi mandi.” “Nggak jadi mandi? Terus ngapain?” tanya suamiku sambil berjalan mendekat ke arahku. Aku harus jawab apa? Duh, nih mulut kenapa asal jawab. “Ngapain, ya? Aku enggak tahu. Masih polos.”“Sini aku ajarin!” Heh? Aku melotot dibuatnya. Sejak kapan Pak Arfan jadi sevulgar itu?“Aku bercanda. Kamu jangan omes!” Dia tertawa hingga tubuhnya terguncang. Dengan kesal aku melempar bantal ke arahnya. Namun dia kabur, menyebalkan sekali.Kulepaskan hijab dan aksesorisnya yang terasa berat di kepala. Aku membersihkan sisa make up dengan milk cleanser dan face tonic. Wajahku t

  • Pesona Babang Ojol    Malam Pengantin

    Kami berjalan bergandengan menuju kamar, rasanya lututku lemas. Kuremas kuat tangan suamiku untuk mengurangi rasa gugup. “Mau kugendong?”Aku membelalakkan mata. Tidak menyangka dia tahu isi hatiku. Aku mengangguk pasrah, daripada pingsan. Dia membopongku ala bridal style. Bukan seperti mengangkat karung beras. Aku menenggelamkan muka ke dadanya. Pipiku pasti sudah sangat merah. “Ternyata kamu tambah berat.”What?Setelah sampai di kamar, Pak Arfan merebahkanku di kasur. Dia menatapku cukup lama hingga membuatku berpaling. Ya Allah, kami sudah halal, beginikah rasanya berduaan dengan laki-laki di dalam kamar? Jantungku berdebar tidak karuan, ada rasa yang menggelitik di hati. Ingin rasanya aku—“Kamu mikirin apa sampai senyum-senyum begitu?” Aku tersadar dari lamunan. “Enggak, aku cuma—“Suamiku masih dengan posisi yang sama, masih menatapku dalam. Kemudian semakin mengikis jarak di antara kami. “Bolehkan aku melakukannya lagi?”“Melakukan apa?” Pertanyaannya sangat ambigu. “Kiss,”

  • Pesona Babang Ojol    Alhamdulillah, Sah!

    Terdengar berisik suara gedoran pintu kamarku. Siapa, sih, pagi buta begini gangguin orang saja. Aku menarik selimut hingga menutup kepala. Kulihat Faiha masih tertidur pulas. Namun, beberapa saat kemudian suara Bulik terdengar melengking dari luar jendela. “Syifa! Kamu jadi nikah apa enggak, sih? Periasnya sudah datang,” teriak bulik sambil menggedor-gedor jendela kamar. Astaga, aku terperanjat dan segera mengecek ponsel. Tanggal 10 Oktober 2021. Ya Allah, hari ini aku akan melepas masa remaja. Waktu menunjukkan pukul setengah lima pagi. Gasik sekali datangnya. Aku harus segera mandi dan salat Subuh. “Iya Bulek, aku keluar.” Aku segera bangun dan turun dari tempat tidur. Namun nahas, kakiku semutan sehingga membuatku jatuh terjungkal. Aku tergeletak di lantai. Kakiku mati rasa, aku harus menunggunya hingga kembali pulih. Ya Allah, gini amat punya adik syemok. Kaki Faiha menindih kakiku hingga membuatnya kesemutan.Aku segera membangunkan Faiha dan mengajaknya salat, tetapi dia tid

  • Pesona Babang Ojol    Nggak jadi, deh!

    Setelah kepergian kedua adikku, aku pergi ke dapur untuk membuat kopi. Biasanya aku menyiapkan kopi untuk ayah. Namun, langkahku terhenti kala melihat pakde dan paklik menghadangku di depan pintu dapur.Mau apa mereka? Ayah tidak ada di rumah, bude dan bulik belum juga datang. Ya Allah, selamatkanlah aku. “Kamu mau ke mana, Fa?” tanya Paklik sambil tersenyum. Sedangkan pakde berbisik di samping telinga paklik. Sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu. Aku harus waspada. Jangan sampai kejadian di novel online itu terjadi padaku. Mengerikan sekali ketika ada seorang gadis yang dinodai 30 pria, dan orang yang menjebaknya adalah pamannya sendiri. “Aku mau bikin kopi buat ayah,” jawabku gugup. Mereka tersenyum menyeringai. Ayah, cepatlah pulang, anakmu sedang ketakutan. “Kebetulan sekali, Fa. Kami mau bikin kopi, tapi enggak tahu gulanya di mana,” jawab pakde sambil menggaruk kepala. Aku menepuk jidatku, separah inikah pengaruh novel online terhadapku? Aku menjadi orang yang sela

  • Pesona Babang Ojol    Dipingit

    Aku penasaran, sedang apa mereka di kamarku? Kuputar knop pintu dan mereka langsung duduk terdiam. “Syifa, kamu sudah pulang?” tanya ayah gugup. “Kalian sedang apa?” Mereka menyembunyikan tangan ke belakang. Sangat mencurigakan. “Kami lagi buka oleh-oleh dari Mas Arfan. Bagus enggak, Kak?” tanya Faiha. Dia membawa tunik panjang dengan motif batik. Sangat cocok untuk anak muda sepertinya. “Sepertinya Nak Arfan sudah mempersiapkan semuanya, Fa. Dia membelikan baju batik untuk kita. Lihatlah, semuanya seragam. Sangat cocok untuk resepsi nanti,” ujar ayah.Akad nikah akan dilangsungkan secara sederhana dan resepsi di gedung yang sudah disewakan Pak Shaka. Tadinya ayah tidak mau karena ingin menggelar resepsi di rumah, tetapi Pak Shaka menolak karena rumah kami terlalu sempit. “Keluarga kami sangat banyak, Pak. Pernikahan Arfan sangat dinanti-nantikan karena dia adalah cucu pertama di keluarga kami.”Akhirnya ayah menyetujuinya. Ayah sudah menyebar undangan ke semua sanak saudara. Aku

  • Pesona Babang Ojol    Oleh-oleh

    Kulihat penampilanku di cermin sudah oke. Namun saat aku menggeser tombol warna hijau, panggilan sudah berakhir. Hah? Ambyar sudah.Aku mencoba menghubunginya kembali, tetapi sedang sibuk. Dia sedang menghubungi siapa? Ah menyebalkan sekali. Lebih baik aku menunggunya. Mungkin saja dia sedang menghubungi orang tuanya, atu jangan-jangan dia sedang menghubungi mantan? Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya dia menelepon lagi. Aku segera mengangkatnya sebelum dimatikan lagi. “Assalamu’alaikum, Syifa.”“Wa’alaikum salam, Mas.” Duh keceplosan. Aku menutup mulutku. Aku segera mengganti video dengan kamera belakang. “Barusan kamu bilang apa?”“Aku cuma menjawab salam.”Kulihat dia terkekeh menatap ke kamera. “Mengapa kameranya diganti? Aku enggak bisa lihat wajah kamu, nih.”“Biarin! Bapak nyebelin.” “Kok Bapak lagi? Enakan dipanggil ‘Mas’ loh.” Benar ‘kan dia itu menyebalkan. “Maaf, tadi khilaf. Sekarang aku udah sadar.” Aku sedang menahan tawa. Rasanya aku ingin bilang jika aku mer

  • Pesona Babang Ojol    Rindu

    “Sebut namaku jika kau rindukan aku ...” Lagu terakhir yang masih kuingat hingga sekarang. Baru sehari dia pergi, mengapa aku sudah kelimpungan seperti ini?Dari tadi pagi aku tidak konsen bekerja. Berkali-kali kulihat ponsel, namun tidak ada satupun pesan darinya. Aku bisa gila jika tidak mendapat kabar darinya. Pak Arfan berangkat ke Yogyakarta tadi pagi sehabis Subuh. Dia hanya mengirimkan pesan jika dia sudah otewe. Aku sudah membalasnya, tetapi hingga sekarang tidak ada balasan. Padahal sudah centang dua warna abu. "Ehem, jangan main hape terus, Fa! Dilihatin Pak Herman tuh." Udin melirik ke arah kasir. Aku segera menyimpan ponselku kembali. "Lagi sepi, Din. Gapapa kali.""Kamu 'kan disuruh cek barang, buruan, gih!" Udin baik sekali kepadaku, dia selalu mengingatkan jika aku melakukan kesalahan. Aku segera berdiri mengambil buku serta bolpoin. Setiap hari, aku harus mengecek barang-barang yang sudah habis. Setelah itu, aku akan memberikan catatan kepada Pak Herman. Dia yang

DMCA.com Protection Status