BAGIAN 77
POV MAMI
MENEMUKAN JEJAK ANAK LELAKI KAYA ITU
“Tenang! Biarkan ibu ini bicara terlebih dahulu!” Penyidik di depanku menunjuk ke arah belakangku. Kulihat mata polisi berusia muda tersebut sampai berkilat-kilat saking emosinya.
“Silakan teruskan,” ujar penyidik itu kepadaku setelah suasana tenang.
“Bisakah saya diperiksa tanpa harus ada orang-orang di belakang? Saya merasa cukup terganggu,” kataku dengan perasaan takut-takut.
“Lho, bisa-bisanya Anda merasa terganggu setelah apa yang telah dilakukan anak Anda kepada Bagus dan Dewi!” bentak pria tua setengah botak
BAGIAN 78POV MAMIADA APA DI APARTEMEN? Aku tertatih-tatih dibopong Prita menuju mobil patroli. Sedang tiga orang buser lainnya masih tertinggal di dalam rumah untuk mengangkut beberapa barang bukti yang dibutuhkan. Isak tangisku masih saja membanjiri wajah. Bahkan sampai kami sampai di mobil pun, aku belum juga dapat menyurutkan air mata. “Mbak Prita … saya ingin ketemu Zulaika,” lirihku sambil memeluk erat tubuh Prita yang harum elegan. Wanita yang mengaku belum menikah itu, membalas dekapanku dengan lembut. Dia sibuk menenangkan kegamangan hati, meskipun ini bukanlah untuk yang pertama kali. Mungkin polwan itu sudah bosan, tetapi demi rasa kemanusiaan dia tak mungkin untuk menolak rengek cengeng dariku.
BAGIAN 79POV MAMIRAUNG AMBULANS “Mbak Prita, ada apa dengan apartemen itu?” tanyaku dengan degupan jantung yang sangat kencang. Prita terlihat tersenyum tipis. Tampak dari rautnya, dia tengah berusaha untuk menenangkanku. “Kita akan menuju tempat yang ditunjukan oleh suspek, Bu Rima. Pasti ada sesuatu di sana.” “Anak saya, apakah mungkin ada di sana?” Aku masih belum puas dengan jawaban Prita yang mengambang. Masih berkelebat sejuta pertanyaan di dalam batok kepala. Antara ketakutan luar biasa dan kebimbangan lainnya.&n
BAGIAN 80POV MAMIKEMATIAN YANG MENJADI MISTERI Aku merasakan nyeri di sekujur tubuh. Rasa pening yang menghantam, membuatku tak mampu untuk sekadar membuka mata. Namun, suara riuh rendah begitu membisingkan telinga sehingga mau tak mau aku harus terbangun. “Ika ….” Aku lirih menyebut si sulung. Hal pertama yang ingin kuketahui setelah sadar dari pingsan yang entah sudah berapa lama tersebut, satu-satunya adalah Zulaika. “Bu Rima.” Sayup-sayup terdengar suara yang menyebut namaku. Suara itu mirip milik seseorang. Ya, dia adalah Prita, polwan cantik yang mendampingiku selama proses pencarian Zulaika. 
BAGIAN 81POV ZULAIKAPENYIKSAAN TERPAHIT Di tengah rasa menggigil dan nyeri di tubuh yang bertalu-talu, jiwaku harus menciut kembali ketika Daddy datang bersama simpanan barunya. Perempuan bernama Rose itu berjalan beriringan sambil memeluk mesra Daddy. Keduanya seolah ingin menunjukan kepadaku, bahwa aku kini hanyalah seonggok limbah yang tak berguna. “Rose, ajari dia cara bersopan santun,” ujar Daddy sambil mencium gadis berpenampilan wow tersebut di depan ambang pintu. Gadis berambut panjang dengan dandanan super lengkap seperti mau manggung itu terlihat membalas kecupan Daddy dengan mencium balik pipi gembil lelaki tua bangka di sebelahnya. Aku yang kini semakin berkunang-kunang, hanya dapat menyaksikan kemesraan yang mereka pertontonkan dengan hati yang penuh luka. Sak
BAGIAN 82POV ZULAIKADESING PELURU “Nah, sekarang giliran rencana eksekusi Danu. Sebentar, aku mau telepon John dulu.” Usai pecahnya tawa yang mengguncang perasaanku, Daddy kini berkata kalau dia akan membuat rencana untuk menghabisi Papi. Dalam hati aku bersorak. Silakan saja kalau Papi mau dibunuh. Makin cepat makin bagus! Rasakan Tante Yeslin, kamu akan segera kehilangan suami sekaligus ayah dari jabang bayi yang tengah berada dalam kandungan! Mampus kalian. Akhirnya, kehancuran rumah tangga sialan itu akan terjadi juga. “Diam dulu, ya.” Daddy memberi peringatan untuk kedua kalinya kepada Rose. Apakah dia sebodoh itu sampai harus dua kali dikasih tahu? Cuih, selera baru Daddy sungguh rend
BAGIAN 83POV ZULAIKARUNTUHNYA MASA DEPAN “Argh!” Daddy berteriak histeris bertepatan dengan tumbangnya tubuh gemuk itu ke lantai. Dengan mata kepalaku sendiri, darah bercucuran dari betis kanan dan kirinya. Senjata api yang dia pegang pun terlepas dari genggaman. Lelaki itu tersungkur. Lumpuh seketika hanya dengan tiga kali tembakan dari polisi yang kini timah panasnya bersarang di bertis maupun paha miliknya. Rose yang juga ikut histeris, kali ini tak bisa berbuat apa pun. Gadis itu langsung tiarap di tempat dan menerima konsekuensi bahwa kini kedua tangannya telah diborgol paksa oleh seorang polisi berkepala plontos dengan wajah yang menyeramkan. Sedangkan Daddy, menangis kencang terlebih dua orang p
BAGIAN 84POV ZULAIKAMUNCULNYA TERSANGKA BARU “P-pak … tolong kasihani aku. Badanku luka-luka dan sakit semua. Aku juga lapar, butuh makan,” mohonku sambil memelas kepada para polisi. Apa yang kukatakan memang tak ada dustanya. Aku jujur. Namun, lebih kudramatisir lagi supaya mereka mau mengizinkanku untuk dibawa ke bawah menuju rumah sakit. Yang paling kuinginkan saat ini adalah berjumpa dengan Mami dan Jo. Aku ingin menatap wajah mereka berdua, sebelum … aku masuk bui dan kemungkinan ditahan untuk waktu yang lama. Dua orang polisi di depan ambang pintu sana saling bersitatap. Tinggal mereka bersamaku dan seorang perawat yang ada di ruang tamu ini. Sisanya sudah mengangkut Daddy dan Rose, serta memeriksa bagian dalam kamar milik tuan rumah. 
BAGIAN 85POV ZULAIKAMALAIKAT PENYELAMATKU Polisi berkepala botak dan rekannya yang berseragam hitam pun keluar dari kamar mandi. Mereka berjalan menuju ruang tamu, mungkin karena mendengarkan keributan dari sini. Perawat di sebelahku yang memiliki wajah berbentuk persegi dengan dagu berbelah tersebut lalu cepat-cepat kembali membersihkan luka-luka milikku. Aku pun pura-pura tak melihat mereka dan memilih untuk menatap kerja sang perawat. “Ada apa rupanya, Don?” tanya polisi yang membawa senjatta laras panjang tersebut. “Ini, Ndan. Manager pengembang apartemen. Dia marah saat mau dibawa ke kantor untuk diperiksa. Kenapa harus marah kalau memang tidak bersalah?” sindir Doni dengan suara yang
BAGIAN 142ENDINGKUIKHLASKAN YANG PERNAH TERJADIPOV HANA Air mataku luruh seperti hujan lebat di penghujung September yang basah. Dada ini sesak. Langkah kakiku pun terasa begitu berat sekaligus tertatih. Ucapan yang terlontar dari Jo sempurna membuat jantungku remuk redam. Hancur sudah harapku. Telah pupus segala impi tentang indahnya masa depan. Mas Doni yang berulang kali mendapat maklum dan maaf dariku, nyatanya kembali berulah di saat aku telah jatuh terlelap. “Hana!” Pekik itu sama sekali tak kugubris. Aku terus menapaki jalanan. Tak peduli lagi dengan lalu lalang kendaraan atau orang yang kebetulan memandangiku dari halaman kafetaria yang bersebelahan dengan gedung Real Grill. Kuusap air mata di pipi. Berjalan dengan sepatu hak tinggi di atas jalan beraspal bukanlah suatu hal mudah. Terlebih gaun malamku yang panjangnya menyentuh jalan. Aku terseok-seok. Sedang perasaan kini sekacau kota yang habis diterjang tsunami. Ah,
BAGIAN 141EXTRA PARTPOV DONIPENGAKUAN DOSA “Hal penting apa itu?” Istriku terdengar agak syok. Kutoleh ke arahnya, wajah cantik itu langsung pias. Dia seperti bertanya-tanya dan dilanda sebuah kecemasan. Sialan si Jo, pikirku. Dia akan membuat hubungan rumah tangga kami retak setelah ini. Namun, aku sadar bahwa ini karena kebodohanku juga. Seharusnya … aku tak membawa serta istriku ke sini. Ah, mengapa sikap ceroboh masih saja melekap di diriku? Aku ingin sekali berubah menjadi lebih baik. Akan tetapi, tetap saja sikap kekanakanku bakal muncul lagi. Sungguh, aku benci dengan diriku sendiri. “Sebaiknya, kita pesan makanan saja. Baru setalah itu ngobrol banyak. Oke?” Ika mencoba mencairkan suasana. Wanita dengan wajah bak rembulan yang sedang terang-terangnya tersebut membuat seketika tenang tatkala mendengarkan suara lembutnya. Namun, buru-buru aku istighfar. Tidak pantas aku terus begini. Doni, sadarlah! Kamu dan dia sama-sama telah membina
BAGIAN 140EXTRA PARTPOV DONIMAAFKAN AKU, HANA “Mas, makasih ya, udah ngajakin jalan-jalan malam ini. Kamu tahu aja aku seharian capek di rumah sakit.” Hana berkata saat kami telah berada di dalam mobil miliknya. Perempuan yang mengenakan gaun warna silver dengan model lengan balon bertahtakan manik-manik kristal tersebut begitu anggun malam ini. Wajah oval tembamnya dihias make up yang fresh. Sapuan perona pipi warna peach begitu serasi di kulit putih mulusnya. Apalagi bibir tipis itu. Begitu ranum nan manis. “Iya, sama-sama.” Aku mengulas senyum. Menutupi rasa bersalah yang begitu besar menggelayuti batin. Entah bagaimana reaksi Hana saat tahu tujuanku mengajaknya keluar malam ini. “Ayo, jalan, Mas. Aku udah nggak sabar pengen makan steak di Real Grill.” Hana berkata dengan penuh semangat. “Iya, Han.” Hatiku lemah sebenarnya. Takut-taku kupandangi wajah cantik Hana. Ya Allah, berdosa sekali aku selama ini. Maafk
BAGIAN 139EXTRA PARTPOV DONISALAHKU “Halo, Mas?” Suara Jo menggema di telinga. Membuatku makin tambah gelagapan. “Eh, i-iya, Jo. M-maaf.” Aku tergagap-gagap seperti orang bodoh. Sedang irama nadi ini semakin bertambah kencang. Habislah aku malam ini. “Jawab saja, Mas. Aku ingin mendengarnya langsung dari mulutmu.” Rasa bersalah itu begitu besar membebani pundak dan seluruh isi hati. Aku muak pada diriku sendiri. Andai bisa kuhapus seluruh bayang akan Ika di ingatan, pastilah ingin kulakukan sejak dulu kala. Sayangnya, tak semudah membalikkan telapak. “Jo, maaf,” lirihku. Aku sudah kehabisan kata-kata. “Tidak perlu minta maaf. Minta maaflah kepada istrimu, Mas.” Plak! Lagi-lagi aku tertampar oleh kalimat Jo. Benar-benar menohok sekali ucapannya. Membuatku semakin sadar akan kesalahan-kesalahan yang telah kuperbuat. “Aku tahu seperti apa perjuangan dokter Farhana untuk bisa
BAGIAN 138EXTRA PARTPOV DONIMASIH BERUSAHA UNTUK MENERIMA “I love you, Mas,” kata Hana sambil mengecup keningku. “I love you too, Sayang.” Hana menerima kembali sebuah kecupan di bibir merahnya. Perempuan itu terlihat tersipu-sipu. Senyumnya merekah. Aku tahu jika dia pasti merasa begitu spesial. “Selamat tidur, ya.” Hana seakan tak ingin mengakhiri percakapan. Dia masih saja berbasa-basi sambil memeluk tubuhku erat. “Iya. Kamu lekas tidur, ya. Pagi-pagi kita harus bangun untuk kerja.” Hana mengangguk. Wanita itu pun mulai memejamkan mata. Di saat-saat seperti inilah jiwaku bakal terombang-ambing. Kutatap wajah Hana lekat-lekat. Dia adalah wanita yang sempurna, sebenarnya. Cantik, ayu, cerdas. Rambut hitamnya selaksa sutera yang halus nan lembut. Pipi tembam putihnya begitu mulus dan akan merona merah apabila aku memuji-muji. Tak ada yang kurang darinya. Aku saja yang sebenarnya cukup kurang ajar.
BAGIAN 137EXTRA PARTPOV YESLINBERATNYA TERPURUK Gagal dapat warisan, hampir masuk penjara, dan dicampakkan oleh kekasih hati adalah segelintir kepahitan yang harus kuteguk dalam hidup. Begitu berat perjalanan ini. Namun, mau tak mau aku harus menjalaninya dengan tabah hati. Hidupku sempat terpuruk dalam lubang kelam yang menyeramkan. Terlunta-lunta usai dibuang oleh keluarga Mas Danu dan keluargaku sendiri. Hidup berpindah menumpang dari rumah teman yang satu ke rumah teman yang lainnya. Sebulan lamanya aku seperti gelandangan. Sampai urat maluku rasanya sudah putus. Ah, kalau ingat masa-masa itu, aku selalu ingin menjatuhkan air mata.Mimpi untuk memiliki seluruh harta warisan Mas Danu pun juga sirna. Hingga saat ini, segala aset mantan suamiku telah berada di tangan keluarga besarnya. Rumah mewah yang begitu kubangga-banggakan itu pun telah ditempati oleh Bu Pipit dan Poppy. Mereka sekarang menuai hasil yang sangat banyak, tanpa mau membagiku barang se
BAGIAN 136EXTRA PARTPOV HANAAKU BAHAGIA “Selamat pagi, Sayang.” Sebuah kecupan mendarat di atas keningku. Hangat. Seketika membuat tubuh ini menggeliat dan perlahan kubuka mata. Mas Doni, suamiku tercinta, tengah berbaring di sebelah. “Mas …,” lirihku sambil tersenyum. “Bangun, yuk. Udah pagi. Aku udah siapin sarapan buat kamu.” Aku langsung bangkit. Merasa sangat tidak enak hati. Ini adalah hari ketiga dalam pernikahan kami. Sudah tiga hari aku haid dan dua pagi bersama suamiku selalu saja dia yang bangun lebih dahulu. Rasanya malu. “Maaf, Sayang. Aku kesiangan lagi,” kataku sambil buru-buru merapikan rambut. “Santai aja. Nggak apa-apa.” Mas Doni ikut bangkit. Duduk di hadapanku sambil menyibak poni yang tergerai menutupi setengah wajah oval ini. “Kamu cantik,” pujinya. Mukaku terasa begitu hangat. Ada degup-degup nervous yang menggelayuti jiwa. Seperti bar
BAGIAN 135EXTRA PARTINDAH PADA WAKTUNYAPOV ZULAIKA “Dokter! Masyaallah, sebulan tidak jumpa, makin cantik aja!” Aku berseru saat berjumpa dengan dokter Farhana di lobi mewah hotel Grand Crown Hotel. Wanita berpasmina warna dusty pink tersebut setali tiga uang denganku. Sama hebohnya. “Masyaallah, pengantin baru! Berseri-seri sekali.” Dokter Farhana yang sekarang lebih chubby dan berisi tersebut memelukku erat-erat. Spesialis kesehatan jiwa itu tampak bahagia. Merona-rona pipinya. “Maafkan Hana tidak bisa ikut hadir semalam, Ika. Dia ada workshop di Jakarta. Baru sampai ke sini sore.” Sebuah suara menceletuk di depan sana. Dapat kulihat sosok Mas Doni berdiri tegap di belakang dokter Farhana. Cowok itu tak selesu kemarin. Wajah kusamnya sudah berubah cerah ceria. Rambut gondrongnya juga sudah dipangkas rapi. Wow! Hanya dalam semalam saja, wujud Mas Doni sudah bertransformasi sedrastis ini. Apakah pertanda bahwa mereka benar-benar balikan?
BAGIAN 134EXTRA PARTPOV ZULAIKAHANYA MIMPI? “Ya Allah! Mas Doni! Mas Doni!” “Bee! Bangun!” Sebuah teriakan dan guncangan di tubuhku seketika membuat terperanjat. Aku mendadak bangkit. Kedua mata ini langsung membelalak dan merasa sangat silau sebab cahaya lampu yang benderang. Aku benar-benar terengah. Napas ini memburu seperti orang yang habis dikejar-kejar anjing. Keringat sebesar bulir jagung pun membasahi pelipis. “Kamu kenapa, Bee?” Jo yang berada di sebelahku terdengar panik. Lelaki itu merangkul erat, sementara tangannya sibuk mengelap keningku dengan selembar tisu. “Boo, sekarang jam berapa?” tanyaku sambil menatapnya. Lelaki itu tergopoh mencari ponselnya. Suamiku akhirnya menemukan ponsel di bawa bantal yang dia pakai, kemudian menatap layar yang baru dia hidupkan. “Jam empat pagi. Kamu kenapa?” “Ya Allah, aku mimpi buruk. Mas Doni mati bunuh diri,” ucapku sambil meremas ramb