Sejak kejadian waktu itu, Nabil tidak pernah berhubungan lagi dengan Karin. Karin juga tidak pernah menghubunginya. Hanya Ari yang masih terus berusaha mendekatkan sepupunya itu dengan Nabil. Namun Nabil menolak. Dia tetap dengan pendiriannya kalau mereka tidak cocok satu sama lain. Hubungan Nabil dengan Ari pun sempat memanas gara-gara masalah itu.Nabil mencoba bangkit. Dia mulai terbiasa menjalani hari-hari yang sangat berat. Semua ini sangat sulit. Tapi dia tahu tidak akan mungkin selamanya begini. Nabil sudah memupus asa. Kayla tidak akan mungkin kembali, dan ia tidak akan mengharapkannya lagi.Nabil berjanji akan membuka pintu hatinya lebar-lebar, dan membiarkan orang lain masuk untuk menggantikan Kayla. " Jadi laki-laki itu harus kuat. Jangan cengeng!" Kalimat itu yang sering terngiang di telinganya. Papa yang mengucapkannya waktu Nabil hancur di hari-hari pertama setelah pernikahan Kayla dan Radit. Nasihat Papa menjadi lecutan semangat untuknya. Dia bertekad, seorang wanita
Papa dan Pak Hendri saling berangkulan begitu mereka bertemu langsung. Mereka bagaikan dua sahabat lama yang sudah lama tak berjumpa. "Oh iya, Hen, kenalkan ini Nabil, anakku yang aku ceritain kemarin."Nabil segera mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Mereka saling berjabat tangan. Pak Hendri menatap wajah Nabil lekat-lekat, seolah sedang menilai. Nabil tersenyum lalu mengangguk sopan. Papa kemudian asyik mengobrol dan bercengkrama dengan Pak Hendri. Nabil ikut mendengarkan dan sesekali ikut tersenyum.Pak Hendri kemudian memanggil istrinya. Seorang wanita berpenampilan ala sosialita muncul ke hadapan mereka. Pak Hendri mengenalkannya pada Papa dan Nabil. Istri Pak Hendri cukup ramah namun tidak banyak bicara seperti suaminya."Mi, tolong panggilin Diandra ya," pinta Pak Hendri pada istrinya."Iya, Pi, sebentar," wanita itu berlalu dari hadapan mereka.Beberapa saat kemudian, istri Pak Hendri kembali muncul dengan seorang gadis muda disampingnya.Nabil terperangah. Semua ini san
Seperti biasa, setiap pagi sebelum Radit akan berangkat kerja, Kayla selalu memberikan wejangan-wejangan yang tidak ada habisnya. Bahkan Radit sampai bosan mendengarnya. Kayla kok gini amat ya? Radit sudah mencoba bersabar dan berusaha memahami perasaan Kayla. Tapi lama-lama ia mulai merasa jenuh dengan keposesifannya. "Beb, nanti kamu nggak pulang telat kan?" Kayla bertanya saat Radit sudah berada di belakang kemudi."Belum tau, yang. Andrea belum ngasih tau jadwalku hari ini apa aja.""Tapi kalo bisa kamu usahain cepat pulang ya, jangan sampai malam. Aku takut sendirian di rumah," rengek Kayla manja."Iya yang, aku usahain ya," jawab Radit mengakhiri percakapan mereka pagi itu.Setelah Radit pergi, Kayla masuk ke dalam rumah. Dan seperti pesan Radit, ia harus mengunci pintu dan tidak boleh membukanya apabila ada orang tidak dikenal. Itu semua karena tingkat kriminal yang akhir-akhir ini meningkat. Siapa pun bisa menjadi penjahat karena tingginya tekanan hidup.Kayla baru akan men
"Maksud kamu apa, Andrea?" tanya Radit tak mengerti. Rona keterkejutan sangat kental menghiasi wajahnya."Seperti yang saya bilang tadi, saya minta bantuan Bapak untuk jadi pacar saya," ulang Andrea."Saya benar-benar nggak ngerti, bisa kamu jelaskan secara detil?" pinta Radit."Jadi gini, Pak," Andrea mulai menjelaskan. "Sebenarnya orang tua saya mau menjodohkan saya dengan anak rekan bisnisnya. Semua demi kelangsungan kerajaan bisnis orang tua saya. Hidup saya itu kayak sinetron. Drama banget.""Lalu kenapa nggak mau? Bukannya malah bagus? Semua demi usaha orang tua kamu juga kan?""Masalahnya bukan itu, Pak.""Lalu apa?""Masalahnya saya tidak mencintai Roy.""Berarti kamu sudah mencintai orang lain?" tebak Radit."Saat ini belum. Mungkin nanti," jawab Andrea sambil menatap Radit penuh arti.Radit melarikan matanya dari pandangan Andrea. Dia memandang lurus kedepan dan konsentrasi menyetir. Di dalam hati Radit berpikir, dari ceritanya, kemungkinan besar Andrea adalah anak orang kay
"Yang, bukannya aku ngelarang kalo kamu mau bekerja lagi. Aku akan selalu dukung karir kamu. Tapi aku nggak setuju kalo kamu kerja di tempat Ryo," ujar Radit memberi penjelasan."Tapi kenapa nggak boleh?" tanya Kayla tidak mengerti. "Cari kerja zaman sekarang nggak gampang. Apalagi di umur segini. Masa pas ada peluang harus dibuang? Sayang kan!""Masalahnya aku nggak suka sama Ryo," Radit berargumen."Hanya karena itu?" Rasanya Kayla tidak bisa menerima alasan Radit. Semua itu terlalu absurd baginya."Sayang, Ryo itu bastard. Kamu harus tau itu.""Darimana kamu tau?" Kayla yakin kalau Radit hanya mengada-ngada demi mendukung argumennya."Kamu lupa kalau aku laki-laki?""Kamu nggak ngertiin aku banget!" Muka Kayla berubah cemberut, lalu mengambil posisi berbaring disamping Radit, membelakanginya sambil memeluk guling."Sayang..." Radit mencoba merangkul Kayla dan akan membujuknya, tapi wanita itu menepis tangannya.Radit menghempaskan nafas berat. Kalau Kayla sudah ngambek begini, ia b
Ryo mengajak Kayla makan siang di sebuah resto baru. Tempatnya sangat asri, berada di alam terbuka dengan gazebo-gazebo yang didesain khusus untuk dua orang. Sangat pas untuk pasangan yang tengah memadu kasih."Aku baru tau ada tempat seperti ini," ucap Kayla sambil memandang kagum pada pemandangan di sekitarnya."Emangnya Radit nggak pernah ajak kamu kesini?" tanya Ryo."Nggak. Aku baru pertama kesini. Radit mungkin juga belum tau tempat ini karena masih baru. Lagian, dia sangat sibuk. Weekend aja kadang harus ngantor," jelas Kayla sekalian curcol."Kasian kamu, Kay. Coba kalo kamu mau merid sama aku," gumam Ryo pelan."Kamu bilang apa?" tanya Kayla tidak mendengar suara Ryo dengan jelas."Nggak ada apa-apa," Ryo menyeringai jahil. Tapi Kayla merasa Ryo tadi mengatakan sesuatu yang serius, tapi entah apa.Kayla memilih nasi putih dan ikan bakar sebagai menu makan siangnya, sama persis dengan Ryo.Ryo benar, makanan di resto ini sangat enak, serta memiliki cita rasa yang khas. Kayla
Dan malam ini untuk kedua kalinya Radit menjadi "pacar" Andrea. Andrea mengajaknya nge-gym. Andrea beralasan kalau Roy sering ke Neo Gym, sebuah pusat kebugaran ternama di kota mereka. Andrea bilang, akan memupuskan angan-angan Roy yang masih berusaha mendekatinya saat mereka bertemu nanti.Jam 19.10 mereka tiba di Neo gym, salah satu gym modern terbaik. Peralatannya lengkap, banyak variasi serta personal trainernya pun sudah profesional.Neo gym cocok untuk pria dan wanita. Ada kelas zumba yang diadakan setiap hari dengan instruktur yang sudah berpengalaman. Buat cowok hardcore yang mau deadlift dan squat bisa banget disini karena ada squat rack, juga deadlift platform dan peralatan lainnya. Bagi yang suka crossfit style disini juga bisa, karena peralatannya sangat lengkap, mau kettlebell, monkey bar, medicine balls, plyo nox, sled push, semua ada."Ayo, Pak, ikut yuk!" ajak Andrea yang sudah berada diatas treadmill pada Radit yang duduk sambil memandangnya dari jauh.Radit hanya ter
Pagi ini Kayla bangun lebih cepat dari biasa, karena hari ini adalah hari pertamanya bekerja di kantor Ryo. Kayla tidak ingin terlambat. Meskipun Ryo adalah temannya sendiri, tapi dia tetap harus bersikap profesional."Hari ini aku yang antar ya, aku pengen tau tempat kerja kamu dimana," ujar Radit waktu mereka sarapan pagi bersama."Boleh, trus nanti pulangnya gimana? Kamu kan pulangnya malam.""Nanti aku usahain pulang cepat," janji Radit."Oo ya udah," Kayla tersenyum. Malahan bagus kalau Radit mengantar jemputnya. Syukur-syukur setiap hari.Radit memperhatikan Kayla yang sedang makan dengan seksama. Entah kenapa hatinya merasa berat untuk melepas Kayla bekerja lagi, apalagi di kantor Ryo."Kenapa ngeliatin kayak gitu?" tanya Kayla yang sadar Radit tengah memperhatikannya."Nggak apa-apa, yang. Kamu makin hari tambah cantik," puji Radit tulus."Kalo udah dapat yang cantik gini, nggak mungkin lagi kan cari yang lain?" sindir Kayla.Radit berdehem. Pertanyaan Kayla mengandung makna
Kayla sangat kaget melihat Radit memukuli orang yang tidak dikenalnya dan ia tidak tahu siapa dan apa masalahnya.“Dit, udah, Dit …. “ Kayla mencegah Radit yang terus memukuli Chicco tanpa ampun. Mukanya kelihatan panik.Kalau bukan istrinya yang melarang, Radit tidak akan berhenti. Namun Radit tidak melepaskan mangsanya begitu saja. “Berdiri!” bentaknya lagi pada Chicco yang sudah terkapar tidak berdaya.Dengan sisa-sisa tenaganya Chicco berusaha bangkit. Sekujur tubuhnya terasa remuk akibat serangan dari Radit. Kepalanya pusing dan pandangannya berkunang-kunang.“Aku bisa bunuh kamu sekarang kalo mau,” desis Radit tajam.Kayla bergidik mendengarnya. Tidak pernah ia melihat suaminya semarah itu. Matanya yang berkilat dan memerah akibat api amarah membuat Kayla ketakutan.“Katakan siapa dalang dibalik semua ini?” Radit kembali mencekal kerah baju Chicco sambil menatapnya dengan pandangan menusuk.Chicco menatap Radit takut-takut. Ia bagaikan sedang melihat malaikat maut yang akan m
Kayla mengusap-usap perutnya yang mulai membesar sambil tersenyum sendiri. Ia sudah membayangkan kebahagiaannya jika menjadi seorang ibu nanti. Repot sudah pasti. Namun pasti sangat menyenangkan. Rasanya ia sudah tidak sabar menantikan saat-saat itu datang. Tangannya tidak bisa menunggu ingin menggendong dan mendekap bayi mungil darah dagingnya sendiri. Buah cintanya bersama Radit. Bahkan di telinganya sudah terngiang-ngiang suara tangisan seorang bayi. Kayla sudah semakin tidak sabar jadinya. Pasti ia akan menjadi wanita paling bahagia sedunia.Membayangkan dirinya akan menjadi seorang ibu, Kayla langsung terkenang pada wanita yang melahirkannya. Tiba-tiba Kayla menjadi begitu merindukannya. Kayla ingin mengunjungi pusaranya dan mendoakannya disana.Dan begitu Radit pulang kerja, Kayla langsung mengutarakan keinginannya. “Dit, apa kamu tau letak makam ibuku?”“Aku nggak tau. Kenapa, yang?” Radit menjawab sambil membuka kaos kaki.“Rasanya pengen banget ziarah ke makam ibuku, Dit
Selesai mengantar Keyzia pulang, Nabil langsung menuju rumahnya. Ia harus bersiap-siap untuk memenuhi undangan makan malam dari orang tua Keyzia. Tadi Keyzia sudah memberitahu alamat restoran tempat mereka dinner nanti.Sampai di rumah, Nabil langsung mandi dan membersihkan diri. Tidak ada waktu untuk istirahat, karena waktunya sudah mepet. Andai saja tadi ia tidak berlama-lama di kantor Putri, mungkin sekarang ia bisa sedikit meluruskan badan.Nabil memandang wajahnya di cermin. Five o’clock shadow membuatnya terkesan macho dan membuktikan kalau dirinya adalah laki-laki sungguhan. Dua perempuan yang pernah hadir dalam hidupnya sangat menyukai itu. Entah dengan Keyzia.Nabil mengambil nafas dalam-dalam. Ada sedikit rasa kurang percaya diri. Nabil takut orang tua Keyzia akan menolaknya. Dan Nabil harus siap dengan segala kemungkinan itu. Siap diterima artinya juga harus berani ditolak.Baru saja Nabil keluar dari komplek rumahnya Keyzia sudah menelepon. “Bil, jangan sampai telat ya,”
Dea membeku melihat pemilik wajah yang kini berada di hadapannya. Kakinya mendadak goyah dan merasa tidak kuat lagi menopang tubuhnya. Tak sengaja, matanya tertuju pada tangan Nabil dan Keyzia yang saling menggenggam.Menyadari hal itu, Nabil melepaskan pelan jemarinya dari Keyzia yang menggenggamnya erat. Meskipun sudah menjadi mantan, namun Nabil ingin menjaga perasaan Dea. Karena ia tahu Dea masih sangat mencintainya.Hati Keyzia mencelos begitu Nabil melepaskan tangannya. Tapi ia mencoba mengerti.Radit berdehem memecahkan ketegangan yang tercipta seketika. “Duluan ya,” pamitnya sembari menepuk pundak Nabil.Nabil mengangguk kecil. Ia masih terpaku di tempatnya.“Pulang yuk, Bil!” ajak Keyzia menggamit tangan Nabil dan menyadarkan dari ketermanguan.Nabil beranjak dan mengikuti langkah Keyzia menuju mobil. Seperti biasa, ia membukakan pintu untuk Keyzia dan menutupkannya kembali. Dea menyaksikan semua itu sambil menahan perasaannya. Hatinya teriris menjadi serpihan-serpihan kecil
Seperti janjinya tadi pagi, setelah menjemput Keyzia, Nabil mampir di kantor Putri. Sebenarnya Nabil penasaran tentang sosok Alan, namun Nabil lebih memilih untuk menunggu Keyzia di mobil.Dalam keadaan mesin menyala, Nabil menggunakan waktunya untuk tidur sambil menunggu Keyzia menyelesaikan urusannya dengan Alan. Namun ternyata kepalanya tidak bisa diajak bekerja sama. Pikirannya mengembara kemana-mana. Nabil membayangkan pertemuannya dengan orang tua Keyzia. Pasti nanti ia akan diinterogasi dengan berbagai macam pertanyaan. Dan tentu saja ia harus menyiapkan jawabannya dengan sebaik mungkin. Nabil mulai mengira-ngira pertayaan apa saja yang mungkin akan diajukan orang tua Keyzia padanya.Nabil masih sibuk dengan pikirannya ketika ia mendengar suara ketukan di kaca mobil. Nabil membuka matanya yang terpejam, kemudian menggerakkan kepala kearah kanan. Ternyata Keyzia. Nabil segera membuka pintu mobil begitu memahami isyarat dari Keyzia.“Bil, turun dulu yuk, aku kenalin sama Alan.”
Pagi ini begitu bangun tidur, Keyzia dikejutkan dengan kehadiran orang tuanya yang ternyata sudah pulang dan menunggu di meja makan.“Mama sama papa kapan pulang?” tanya Keyzia seraya menarik kursi yang berhadapan dengan kedua orang tuanya, sedangkan Putri duduk di sebelahnya.“Tengah malam tadi,” jawab mama Keyzia.“Mama sama papa bakalan lama di rumah kan?” tanya Keyzia lagi.“Cuma sehari ini aja, Key, besok papa sama mama berangkat lagi.” Kali ini papa yang menjawab. “Pekerjaan kamu lancar kan?” sambungnya.“So far lancar, Pa. Nggak bisa ya, perginya diundur, lusa misalnya.” Sungguh, Keyzia ingin menikmati kebersamaan dengan kedua orang tuanya. Jarang-jarang mereka bisa bersama karena kesibukan masing-masing.“Nggak bisa, Key, ini juga papa nyuri-nyuri waktu karena udah kangen banget sama kalian. Nanti malam gimana kalau kita dinner di luar?” kata papa memberi saran.“Usul bagus, Pa,” timpal Putri. “Sekalian aja ajak Nabil,” sambungnya lagi.Mendengar celetukan adiknya itu, Keyzia
Setelah berbincang panjang dengan Alan, Keyzia dan Putri pun pamit pulang. Dan begitu berada di mobil, Putri mulai menginterogasi Keyzia. Tadi sewaktu di ruangan Alan, Putri lebih banyak diam dan memilih menjadi pendengar yang baik.“Jadi Pak Fadlan itu temen kamu dulu ya, Key?”“Iya. Dia tetanggaku. Apartemenku dan apartemennya dulu bersebelahan,” jelas Keyzia sambil tetap memandang lurus ke depan karena sedang fokus menyetir.“Ooo …. “ Mulut Putri membulat.“Kamu sama dia aja, Put,” celetuk Keyzia. “Udah ganteng, tajir, baik, cerdas, lulusan S3, masih jomblo pula,” sambungnya lagi.“Kenapa nggak kamu aja yang sama dia?” timpal Putri membalikkan kata-kata Keyzia.“Aku kan udah punya Nabil.”Lagi-lagi Putri mencebik. “ Kemakan omongan sendiri kan sekarang?”Keyzia terdiam. Ia kembali teringat kata-katanya dulu dan anggapannya pada Nabil. Mengenang itu semua Keyzia menjadi malu pada dirinya sendiri juga pada Putri. Keyzia menyesal sudah bersikap sombong bahkan meragukan kredibilitas Na
Kayla langsung melepaskan diri dari rangkulan Dea begitu merasakan perutnya kembali bergejolak. Setengah berlari Kayla menuju wastafel dan muntah disana karena tidak keburu ke kamar mandi. Dea mengikuti Kayla ke belakang. Begitu mengetahui Kayla yang muntah-muntah ia pun ikut peduli. “Kamu kenapa, Kay?” tanyanya dengan raut khawatir.Bukannya menunjukkan wajah cemas, Kayla malah tersenyum. “Aku lagi isi,” katanya kemudian.Dea tertegun selama beberapa saat dan mencoba mencerna kata-kata Kayla. Apa itu artinya Kayla sedang berbadan dua?“Maksudnya, kamu lagi hamil?” tanya Dea untuk lebih meyakinkan.Kayla mengangguk dan menampakkan senyum lebar.Lagi-lagi Dea terdiam. Kenyataan ini seakan menghempaskannya. Ucapan kasar yang keluar dari mulutnya dulu kembali terngiang di telinga Dea. Dea menyesal sudah mengata-ngatai Kayla tidak akan bisa hamil dan tidak tahu rasanya kehilangan anak. Rasa cemburunya pada Kayla membuatnya tidak mampu mengontrol diri.“Selamat ya, Kay, kamu beruntung ba
Sudah beberapa hari Dea tinggal di paviliun Alan. Alan sangat baik padanya. Selain memberikannya tempat tinggal juga memberi dan melengkapi kebutuhannya. Alan juga membantu mengurus kuliah dan dokumen-doumennya yang hilang. Dea tidak tahu bagaimana caranya membalas kebaikan Alan. Kalau saja Alan tidak menolongnya malam itu mungkin ia sudah mati dengan menyedihkan atau terlunta-lunta di jalanan.Ada kanvas besar di sudut ruangan yang menarik perhatian Dea, lengkap dengan alat-alat untuk melukis. Mungkin itu punya Alan, pikir Dea. Selama ini Dea tidak berani menyentuhnya. Tapi hari ini Dea begitu terusik. Tangannya sudah gatal untuk menyapukan kuas di atas kanvas berukuran besar itu. Dea memang suka melukis terutama lukisan-lukisan yang termasuk ke dalam golongan aliran romantisme dan surealisme. Namun, sudah sejak lama Dea meninggalkan hobinya itu. Dea bergerak ke sudut ruangan, dan duduk di atas kursi yang ada disana. Dea menuangkan cat berbagai warna ke palet, mencelupkan kuas kes