Di tengah pesta perayaan yang meriah, Celia merasa butuh sejenak menjauh dari keramaian. Dia dengan tenang meninggalkan ruangan dan berjalan menuju toilet yang terletak di koridor yang agak sepi. Tidak ada yang memperhatikannya pergi, kecuali Luxian yang sejak awal memang memperhatikan setiap gerak-geriknya. Luxian, yang merasa ada sesuatu yang perlu dibicarakan dengan Celia, dia memutuskan untuk diam-diam mengikutinya.Sementara itu, seorang petugas kebersihan hotel yang juga merupakan fans fanatik Abigail sudah menunggu saat yang tepat untuk mendekati Celia, dia secara kebetulan melihatnya berjalan keluar. Dia adalah seorang pria muda yang terlalu terobsesi dengan Abigail, dan menganggapnya sebagai dewinya. Kemarahan serta kecemburuannya terhadap Celia muncul karena menganggap gadis itu telah menghancurkan popularitas Abigail. Kekesalannya telah mencapai puncaknya setelah melihat bagaimana Celia menjadi pusat perhatian dalam pesta itu. Dengan penuh dendam, dia menyembunyikan pisa
Dokter merasa heran sambil memandang Abigail dia mengerutkan kening, “Nona Abigail bukankah seharusnya ini yang anda inginkan? Sebelumnya anda menyuruh saya untuk memberikan hasil tes palsu untuk pacar anda, dan sekarang saat benar-benar hamil, anda malah ingin menggugurkannya?”Abigail terdiam, karena emosi dia hampir saja mengatakan yang sebenarnya jika itu bukan anak Luxian. Tanpa banyak bicara lagi dia langsung pergi meninggalkan rumah sakit.Dalam perjalanan pulang Abigail memeras otak bagaimana cara agar bisa mendapatkan Luxian dengan menggunakan anak dalam kandungannya. Dia tidak mau rugi sedikitpun.Sementara itu di kediaman Montague.Celia berdiri dengan gugup. Di ruang keluarga itu hanya ada kakek, ayah, ibu dan juga Amelia. Hari ini dia bermaksud menceritakan tentang hubungannya dengan Luxian kepada mereka.Kecuali ayahnya, yang lain begitu terkejut mendengar penjelasan Celia. Dia menceritakan semuanya tanpa ada yang ditutupi. Mulai awal pertemuan mereka hingga saat ini.Da
Karena kesibukan, kedua keluarga sepakat mencari waktu yang tepat untuk bertemu.“Sergio bilang dia melihat kamu kemarin, kalian tidak sengaja saling bertabrakan di lobby kantor ayah,” jelas Thomas sambil menikmati makan malamnya.Celia menggali kembali ingatannya yang kemarin, “Oh, ternyata dia,” katanya acuh tak acuh.“Lalu bagaimana menurutmu tentang Sergio?” Tanya Amelia dengan nada menggoda.“Apa maksudmu?”“Maksudku, apa menurutmu dia tampan?”“Aku tidak ingat wajahnya.”“Bagaimana mungkin, kalian bertabrakan tapi kau bilang tidak ingat wajahnya…”“Saat itu aku sedang fokus ingin bertemu dan bicara dengan ayah, jadi mataku tidak mungkin memperhatikan wajah seorang pria.”“Apa benar seperti itu?” Mata Amelia melirik Celia yang duduk disebelahnya sambil tersenyum, “Atau bagimu, tidak ada pria yang lebih tampan dari Luxian.”“Ehem… kita sedang membahas Sergio, jangan membawa nama orang lain dalam topik ini,” ucap Thomas.“Tapi ayah, di seluruh negara X ini mana ada pria yang bisa d
Abigail merasakan kepuasan yang luar biasa saat melihat gosip tentang Celia semakin memanas. Rencananya untuk menghancurkan reputasi Celia tampaknya berhasil dengan sempurna. Sambil tersenyum licik, dia tahu bahwa ini adalah saat yang tepat untuk melangkah lebih jauh dan memastikan bahwa Celia benar-benar tersingkir dari kehidupan Luxian.Tidak perlu menunggu lama, Abigail segera mengatur konferensi pers yang dirancang dengan hati-hati. Di depan puluhan wartawan yang penasaran, Abigail tampil dengan penuh kepercayaan diri. Dengan memasang ekspresi menyedihkan, dia bermain peran sebagai seorang wanita tertindas yang diabaikan oleh kekasihnya. Setelah puas dan membuatnya hamil, pria itu meninggalkannya dan tidak mau bertanggung jawab. Dia bahkan mencoba mendekati wanita lain. Dan pria itu adalah Luxian.Saat kamera-kamera mulai menyorot ke arahnya, Abigail dengan suara terisak kemudian berkata, ”Aku hanya ingin anakku mempunyai seorang ayah,” Abigail mengelap sudut matanya yang basah,
Setelah meninggalkan hacienda, Celia menuju tempat kerja ayahnya.Di dalam ruangan, Thomas sudah menunggu dengan ekspresi serius. Tanpa basa-basi, dia menyerahkan sebuah berkas kepada Celia. "Ini hasil penyelidikan yang pamanmu Keenan serahkan. Baca dan pahami baik-baik," ucap Thomas tegas.Celia membuka berkas itu dengan perasaan campur aduk. Di dalamnya, tertulis hasil penyelidikan tentang kejadian di Hotel Diamond, khususnya mengenai siapa yang sebenarnya berada di kamar 1509 bersamanya pada malam itu. Celia membaca laporan itu dengan cermat, matanya terus bergerak dari satu baris ke baris berikutnya. Namun, saat dia sampai pada nama yang disebutkan, matanya membelalak."Luxian?" bisiknya tak percaya. Jantungnya berdetak kencang.Thomas kemudian menyalakan monitor dan memutar rekaman CCTV yang menunjukkan siapa saja yang keluar masuk kamar 1509 pada hari itu. Luxian, Bryan dan bahkan dirinya sendiri yang diantar masuk ke kamar oleh Eliza terlihat jelas di layar.Thomas memperhatik
Celia berjalan menghampiri Eliza, “Tentu saja karena ada hal penting yang ingin aku tanyakan padamu,” jawabnya, lalu dia berhenti di depannya sambil melipat tangan di dada.Eliza mundur dua langkah, di wajahnya terlihat kecemasan. “Apa Celia tahu jika aku yang mengirim pembunuh bayaran? Tidak, Celia tidak bisa melakukan penyelidikan sejauh itu. Kecuali jika dia menyewa pengacara seperti yang dia lakukan saat mengambil alih semua aset kami.” Pikirnya.“Aku tidak punya urusan denganmu, jadi sebaiknya kau pergi dari sini.” Eliza berusaha untuk tidak gugup.“Aku akan pergi setelah kau memberitahuku dimana kau simpan barang-barang berhargaku,” nada suara Celia pelan tapi penuh tekanan yang mengintimidasi. Apapun caranya dia harus mendapatkan apa yang menjadi miliknya.Eliza terkesiap, dia teringat dengan gelang safir yang ia curi dari kamar Celia. “Barang berharga apa?! Perhiasanku lebih banyak, jadi untuk apa mengambil milikmu,” kata Eliza sambil memalingkan wajahnya.“Hentikan omong koso
Celia merasa tubuhnya ditarik dengan kasar, tangan-tangan yang mencengkeramnya semakin kuat seiring mereka menyeretnya menuju lobby gedung Whispers. Setiap langkah yang diambil terasa seperti pukulan telak terhadap harga dirinya.Sepanjang jalan menuju lobby, ponsel-ponsel masih terangkat tinggi, merekam setiap detik yang terjadi. Suara-suara yang mengejek, mencemooh, dan mengancam terus terdengar, menjadi latar belakang yang memekakkan telinga bagi Celia. Dia berusaha keras untuk tetap tegak dan tidak membiarkan dirinya hancur di depan mereka.Ketika akhirnya mereka sampai di lobby, salah satu pria yang memegang tangan Celia melemparkan tubuhnya dengan kasar, membuatnya hampir terjatuh. Celia terhuyung ke depan, mencoba untuk menjaga keseimbangan, tetapi sebelum dia sempat menguatkan kakinya, sebuah dorongan keras menghantam punggungnya.Dorongan itu datang dari Eliza, yang tiba-tiba muncul di belakangnya dengan senyum penuh kebencian. Dengan satu gerakan cepat, Eliza mendorong Celia
Namun, Keenan melangkah maju, menghalangi petugas keamanan yang mendekati Celia. Tatapannya berubah menjadi lebih gelap, wajahnya menunjukkan kemarahan yang tak bisa ditahan lagi."Saya ingin tahu, Jack," Keenan memulai dengan suara dingin yang membuat suasana di sekitar mereka seketika hening, "Apakah ini cara kamu memperlakukan seorang wanita yang belum tentu bersalah? Apakah ini caramu memperlakukan tamu di tempat ini?"Jack terdiam, tidak menyangka bahwa Keenan akan bersikap seperti ini. Dia mencoba untuk berbicara, tetapi Keenan memotongnya dengan nada tegas yang tidak memberikan ruang untuk argumen."Bagaimana bisa kamu bersikap arogan di depan orang yang akan menggantikan posisimu?" lanjut Keenan, menatap Jack dengan mata yang tajam. "Apa kamu tidak tahu siapa yang sedang kamu usir? Atau kamu hanya tidak peduli bahwa tindakanmu mencerminkan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan?"Jack yang tadinya penuh percaya diri kini merasa cemas. Dia bisa merasakan dinginnya kemarahan Keen
Jantung Celia berdegup semakin kencang, perasaannya tidak menentu.Mereka sampai di sudut jalan yang lebih sepi, tapi pria itu sudah tidak terlihat lagi. Celia berhenti dan menatap sekeliling dengan nafas yang tidak beraturan. "Dia... dia ada di sini tadi," ucapnya.Luxian mendekat, meletakkan tangan lembut di bahu Celia. "Celia, mungkin ini hanya perasaanmu. Kau mungkin melihat seseorang yang mirip, tapi Sergio... dia sudah tidak ada." Suaranya lembut, mencoba menenangkan.“Kau benar, itu mungkin hanya imajinasiku saja, Luxian maaf,” jawab Celia.***Celia melihat berita mengejutkan di ponselnya. Sebuah laporan menayangkan rekaman yang diambil oleh warga di jalan.Di layar, terlihat seorang wanita dengan pakaian lusuh dan rambut acak-acakan, tampak berusaha dipegang oleh beberapa petugas medis dan polisi. Wajah wanita itu tampak penuh dengan kebingungan dan ketakutan, sementara di pelukannya, dia memeluk bantal kecil. Wanita itu berteriak dan meronta, menolak dimasukkan ke dalam mob
Setelah berhari-hari menunggu dengan penuh harapan, keluarga Lannister akhirnya harus menerima kenyataan yang pahit. Pihak berwenang mengonfirmasi bahwa tidak ada korban selamat dari kecelakaan pesawat yang menewaskan banyak penumpang. Jenazah sebagian besar penumpang tidak ditemukan karena pesawat jatuh di laut lepas, membuat pencarian semakin sulit dan perlahan dihentikan. Keluarga Lannister, yang awalnya begitu berharap akan keajaiban, kini tak punya pilihan selain menyerah.Di tengah duka yang mendalam, orang tua Sergio, duduk bersama Celia di rumah mereka. Mereka tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Dalam percakapan yang penuh dengan emosi, mereka akhirnya memutuskan untuk memberikan Celia kebebasan."Celia, sayang," ujar Mrs. Lannister dengan suara lembut. "Kami tahu ini tidak mudah, dan Sergio akan selalu ada di hati kita semua. Tapi... kamu masih muda, dan kami ingin kamu bahagia. Kamu bebas untuk menikah lagi, jika kamu menemukan seseorang yang membuatmu bahagia."Celia me
Dan kemudian, tanpa peringatan, Celia mulai menangis terisak. Tangisnya begitu dalam dan penuh dengan kesedihan yang dia tahan selama bertahun-tahun. Bahunya bergetar, nafasnya tersengal-sengal, dan dia merasa seluruh dunia runtuh di sekitarnya. Tanpa berpikir panjang, Celia meraih tubuh Luxian, memeluknya erat seolah-olah dia takut kehilangan lagi. Tangannya yang gemetar melingkari pinggang Luxian, memegang erat seolah-olah dia menemukan satu-satunya pijakan di tengah badai yang menerjang hidupnya."Aku nggak tahu harus bertanya kemana lagi tentang Abigail dan semua yang terjadi." Celia terisak di dadanya, suaranya hampir tak terdengar. "Aku nggak tahu apa yang terjadi padamu. Kau menghilang. Dan sekarang aku pikir kamu sudah pergi selamanya."Luxian, yang merasakan tubuh Celia gemetar dalam pelukannya, dengan lembut membalas pelukan itu. Tangannya yang kuat namun lembut melingkari bahu Celia, menariknya lebih dekat. Dia membelai rambut Celia dengan lembut, memberikan rasa tenang d
Luxius menceritakan apa yang terjadi dan Luxian sangat terkejut. Karena saat kejadian dan berita kecelakaan di umumkan, dia sudah berada di dalam pesawat.“Sebenarnya apa yang terjadi?” Tanya Luxius.Hari itu, Luxian sedang bersiap-siap untuk kembali pulang setelah menjalani perawatan panjang di luar negeri. Kesehatannya berangsur membaik, dan akhirnya dia merasa cukup kuat untuk kembali ke keluarganya di Summerfield. Semua barangnya sudah dikemas, dan tiket penerbangan di tangannya menunjukkan bahwa dia akan pulang pada malam hari itu. Ada perasaan lega yang perlahan mengisi dadanya, karena setelah berbulan-bulan jauh dari rumah, dia akhirnya bisa bertemu dengan orang-orang yang dia cintai. Tapi di tengah persiapannya, sebuah peristiwa kecil mengubah segalanya.Di rumah sakit tempat dia terakhir kali melakukan pemeriksaan, Luxian bertemu dengan seorang pria yang tampak sangat panik. Pria itu duduk di bangku ruang tunggu, tampak gelisah dengan ponsel di tangannya, mengusap wajahnya b
Di ruang tunggu bandara yang penuh dengan keheningan dan kesedihan, Celia hampir tenggelam dalam kelelahan. Tubuhnya terasa begitu berat setelah berjam-jam menunggu kabar yang belum pasti. Matanya yang sembab oleh air mata hampir tertutup, dan dia mulai terjebak di antara keadaan sadar dan tidak. Kepalanya yang bersandar di pundak ibunya perlahan mulai terjatuh, seolah-olah rasa kantuk dan kelelahan telah menguasai dirinya.Namun, di tengah kondisi antara tidur dan terjaga itu, matanya yang setengah terbuka tiba-tiba menangkap sesuatu yang tak terduga. Di pintu kedatangan yang berada agak jauh dari tempat dia duduk, dia melihat sosok yang sangat dikenalnya. Pria itu berjalan dengan tenang, mengenakan pakaian kasual, rambutnya yang hitam agak kusut. Di sebelahnya, ada Bryan, yang juga terlihat familiar untuk Celia.“Luxian...?” Bisik Celia pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Matanya tiba-tiba melebar, dan kesadarannya mulai kembali. Dia mengerjapkan mata beberapa k
"Celia, semuanya sudah siap. Kita akan merayakan kepulangan Sergio dengan penuh suka cita," kata Eleanor, sambil tersenyum hangat di ruang tamu kediaman Montague. Meja makan sudah dihiasi dengan bunga-bunga segar dan hidangan terbaik, sementara semua orang bersemangat menunggu kedatangan Sergio.Di tempat lain, suasana serupa juga menyelimuti kediaman Davies. Mereka menerima kabar dari Luxian bahwa dia juga sedang dalam perjalanan pulang setelah menjalani perawatan di luar negeri selama berbulan-bulan. Keluarga Davies yang telah lama menanti kabar baik ini merasa lega. "Akhirnya, Luxian pulang. Aku tak sabar melihatnya," ujar Paula dengan mata berbinar. Di rumah itu, suasana dipenuhi harapan, dan Luxius tampak tersenyum lega mendengar kabar baik dari kakaknya. Setelah semua drama dan ketegangan, keluarga Davies merasa hari itu akan menjadi awal yang baru bagi mereka.Namun, ketika waktu mendekati siang, suasana yang penuh kebahagiaan itu berubah dalam sekejap.Tiba-tiba, televisi m
Dengan wajah yang perpaduan sempurna antara Celia dan Luxian, anak itu menjadi simbol dari hubungan masa lalu yang rumit, tapi juga penuh cinta.Sergio sangat mencintai anak itu dan menganggapnya seperti darah dagingnya sendiri.***Suatu hari, di sebuah taman kota yang tenang dan indah, Celia sedang berjalan-jalan dengan putranya. Anak kecil itu tampak riang, berlari-lari kecil di sekitar taman, mengejar burung-burung dan tertawa ceria. Celia mengawasinya dengan senyum hangat di wajahnya, menikmati momen damai bersama anaknya. Hari itu cuaca sangat cerah, dengan sinar matahari yang lembut menyinari taman, membuat suasana semakin nyaman.Sementara Celia duduk di bangku taman, tiba-tiba dia melihat sebuah keluarga yang dikenalnya sedang berjalan di sepanjang trotoar taman. Itu adalah keluarga Davies. Nyonya Paula sepertinya sedang mengajak Nenek Iris jalan-jalan menikmati suasana sore hari.Celia merasa dadanya berdegup sedikit lebih cepat. Dia tidak pernah benar-benar memutuskan kont
Beberapa hari sebelum hari pernikahannya, Celia memutuskan untuk mengunjungi Hacienda, rumah keluarga besar keluarga Davies di Ashford.Di sana, ia berharap bisa bertemu dengan Nenek Iris, Celia berpikir, jika ada orang yang bisa memberinya petunjuk tentang keberadaan Luxian atau tentang apa yang sebenarnya terjadi padanya, mungkin itu adalah Nenek Iris.Saat Celia tiba di Hacienda, suasana terasa hening dan damai. Angin sepoi-sepoi meniup lembut dedaunan pohon di halaman, dan langit sore berwarna keemasan memberikan perasaan tenang. Namun, hati Celia tidak tenang. Langkah kakinya sedikit gugup ketika dia mendekati pintu rumah tua itu.Nenek Iris menyambutnya dengan senyuman ramah seperti biasanya, tetapi senyuman itu terasa penuh arti, seolah-olah ada sesuatu yang disimpan di baliknya. "Celia, sayang, apa yang membawamu ke sini?" Tanyanya lembut, suaranya tenang dan menenangkan.Celia, yang awalnya mencoba tersenyum, kini menunjukkan keraguannya. Matanya menatap langsung ke wajah Nen
Di rumah sakit, suasana terasa tegang saat Abigail berbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit, kondisinya kritis akibat pendarahan hebat setelah pengejaran dramatis bersama Simon. Tim medis bergerak cepat, mempersiapkan operasi darurat. Dokter memberitahu bahwa kondisi Abigail dan bayinya sangat kritis. Kemungkinan besar, bayinya sudah meninggal dalam kandungan dan harus segera dikeluarkan, akibat trauma dan stres fisik yang dialaminya.Di kediaman keluarga Davies suasana menjadi sangat tegang. Mereka tampak khawatir dan frustasi dengan semua situasi yang kacau ini. Abigail telah menjadi pusat masalah bagi keluarga mereka. Awalnya mereka berpikir bahwa bayi yang dikandung Abigail adalah anak Luxian, tapi dengan berita bahwa Abigail terlibat dengan Simon, segalanya menjadi tidak jelas. Mereka tidak mau mengambil risiko dan memutuskan untuk meminta dokter melakukan tes DNA pada bayi Abigail. Dengan kekuasaan dan pengaruh yang mereka miliki, keluarga Davies berhasil memaksa pihak ruma