Bandara Glendale. Dengan menggandeng Jackson, Madeline melangkah ke ruang tunggu VIP. Eloise dan Sean mengikuti mereka. Seorang penerima tamu telah membawakan sarapan yang lezat untuk mereka, tapi Madeline tampaknya tidak terlalu berselera. Kegelisahan menggerogoti dirinya, meskipun tak diketahui apa penyebabnya.Eloise bangkit dan pindah duduk di sebelah Madeline sebelum akhirnya menggenggam tangan Madeline setelah beberapa saat merenung. “Eveline.” Dia memanggil putrinya, kedua sudut matanya bertambah panas. “Jaga dirimu baik-baik, Eveline. Dan datanglah ke Glendale kapan pun kau ada waktu…” Dia berhenti sejenak saat matanya bertukar pandang dengan Sean. “Tengoklah Mom dan Dad.” Madeline menyerahkan selembar tisu untuk menyeka air mata Eloise. “Oke.” Eloise merasakan hidungnya terbakar saat memeluk Madeline erat-erat. “Mom benar-benar menyesal, Eveline… Kuharap dirimu tak akan menderita lagi.”Madeline menepuk-nepuk pundak Eloise sambil tersenyum tipis, namun dia merasakan ha
Felipe melingkarkan tangannya ke bahu Madeline. “Ayo pergi, Eveline. Sudah waktunya naik ke pesawat.” “Oke.” Madeline mengangguk dan menggandeng tangan Jackson. “Ayo naik ke pesawat, Jack.” “Tapi Daddy belum sampai di sini.” Jackson cemberut, enggan untuk pergi. “Kita tunggu Daddy sebentar lagi ya, Mom?” Madeline melepaskan diri dari rangkulan Felipe dan menghibur Jack sambil tersenyum kecil. "Kita tidak menunggu Daddy lagi, Jack. Ayahmu terlalu sibuk dengan pekerjaannya.” “Jeremy tidak sibuk dengan pekerjaannya. Dia di rumah sakit menjaga Old Master!" Winston mengatakan yang sebenarnya. Sepasang mata Felipe menggelap melihat Madeline menoleh ke arah Winston dengan kebingungan, mendesak pria itu untuk melanjutkan. “Old Master sedang dirawat di rumah sakit. Dokter memberi tahu kami untuk bersiap menghadapi yang terburuk karena beliau mungkin tidak punya banyak waktu tersisa. Namun, Old Master baru saja terbangun dari koma dan beliau terus memanggil namamu. Jeremy menyuruhku untuk
Madeline berbalik lalu berjalan keluar, meninggalkan Jeremy yang bingung di belakangnya. Itu terasa tidak nyata. “Kenapa kau masih berdiri di situ?” Winston menasihati, berkata, "Kalau kau tak mau dia pergi, ya jangan lepaskan.” Kata-kata itu terdengar familiar. Dia juga pernah bersumpah untuk tidak akan pernah melepaskan wanita itu. Namun sekarang, sepertinya tak ada lagi yang bisa dia lakukan untuk Madeline kecuali melepaskannya.Angin awal musim panas menyapu pipinya dengan dingin saat Jeremy dengan diam mengikuti Madeline ke jalan yang ramai, sepasang matanya menelusuri punggung sosok itu dengan penuh kerinduan. Madeline berhenti berjalan sebelum dia bisa lebih lama lagi memenuhi dirinya dengan kecantikan wanita itu. Langkah kaki Jeremy juga terhenti. Dia melihat Madeline berbalik, dan dia menyaksikan matahari menyinari fitur-fitur lembut wanita itu, menyelimuti wanita itu dalam selembar cahaya hangat. “Apa yang ingin kau katakan padaku, Linnie?”’ “Aku telah memutuskan kala
Winston telah menasehati Karen untuk tidak menghubungi Yvonne lagi setelah fakta mengenai penganiayaan Yvonne terhadap Old Master terungkap. Namun, tak hanya mengabaikan perintah suaminya dan terus berhubungan dengan Yvonne, mereka berdua bahkan membuat skema baru yang menjijikkan untuk menyakiti Madeline. Winston tidak pernah menyangka mereka bisa begitu keji. Karen berdiri di dekat pintu saat dia melihat Jeremy dan Winston membantu Old Master berbaring. Merenungkan pemikirannya, bagaimanapun, dia memutuskan akan berbicara dengan mereka. “Jeremy, Win, kalian pasti lelah karena kesibukan kalian beberapa hari terakhir ini. Aku akan menjaga Old Master." Dia mengajukan diri, tampak seperti mencoba menebus kesalahannya. Mengabaikan ibunya, Jeremy berbalik dan pergi. Karen memanggilnya, “Jeremy, Jeremy, aku masih ibumu. Bagaimana—” “Kau mengklaim bahwa dirimu tahu tempatmu, tapi mengapa kau melakukannya? Bagaimana bisa kau bergabung dengan keponakanmu untuk menyakiti menantu perem
Madeline baru saja melewati pintu ketika Karen memutuskan untuk melampiaskan amarahnya. Dengan tenang dia menatap Karen tajam. “Apa kau bilang?” “Hentikan kepura-puraan mu, Madeline!” Karen menekan luka berdarah di dahinya. “Kaulah yang baru saja memukulku!” Madeline menatap dahi Karen dan sedikit mengernyit saat melihat luka berdarah itu. Dia menjawab, "Kusarankan dirimu segera pergi ke rumah sakit karena ada yang salah dengan otakmu. Jangan cuma mulai sembarangan menuduh orang.” Dia melepaskan cengkeraman tangan Karen dan berjalan ke arah Old Master yang telah meninggalkan kamarnya. “Kau…” Ekspresi Karen memucat. Mengulurkan tangannya hendak meraih Madeline, dia merasakan kepalanya berdenyut pusing. “Aku di sini, Aunty Karen!” Yvonne berlari masuk, berpura-pura baru saja tiba. Melihat situasi Karen, dia dengan cepat berlari dengan ekspresi panik untuk membantunya. “Apa yang terjadi dengan kepalamu, Aunty Karen? Kenapa kepalamu banyak mengeluarkan darah?” “Apa maksudmu dengan b
“Made...line…” Madeline tersenyum. “Jika kau mau, kau bisa memanggilku 'Madeline' seperti dulu, Grandpa.” Kedua alis Old Master mengendur saat ekspresi lega dan senang menyapu wajahnya yang cekung. Jeremy menyaksikan pemandangan itu dari jauh, ujung-ujung bibirnya tersenyum. Namun, saat dia menatap Madeline, yang terlihat di matanya hanyalah hati yang sakit. ‘Tidak, Linnie.’ ‘Aku tak pernah berharap dirimu menjadi Madeline Crawford lagi.’ ‘Kau adalah Eveline Montgomery, mutiara dan jantung Keluarga Montgomery. Kau bukan lagi Madeline yang dimanfaatkan oleh Keluarga Crawford.’Kegembiraan tertoreh ke sepasang mata bunga persiknya saat dia memikirkan itu. …Dua jam kemudian, Karen pulang dengan luka yang telah diperban dan Yvonne yang penuh perhatian mengikuti di belakangnya. Menyadari kalau Madeline tidak ada di rumah, dia naik ke lantai atas untuk berganti pakaian baru. Memasuki ruangan, Karen menyadari kalau dompet dan perhiasan yang diletakkannya di atas meja rias telah hi
Mendengar itu, tatapan semua orang jatuh ke perawat wanita itu. Jantung Yvonne berdebar kencang, teringat adegan di mana setelah mencuri perhiasan beserta kotaknya dan dompet, dia berlari menuruni tangga. Dia kebetulan bertemu dengan Old Master yang sedang didorong keluar dari kamar tamu di lantai bawah. Mereka saling bertatapan saat melihat satu sama lain.Dia terlalu panik saat itu untuk menyadari bahwa ada seorang perawat di belakang Old Master Whitman. Berpikir bahwa dia telah terekspos, Yvonne terhuyung mundur dua langkah. “Kau tahu siapa yang memukulku?" Karen bertanya, menunjuk ke Madeline, “Apa itu dia?”Tidak senang dengan metode interogasi Karen, Jeremy hendak membuka mulut saat melihat perawat itu menatap ke arah Madeline sambil mengangguk.“Ya, nona itu.” Baik Madeline maupun Jeremy menunjukkan ekspresi terkejut yang sama sebagai tanggapannya. Winston tertegun dan menunjuk Madeline. “Apa kau yakin nona ini?” Perawat itu melihat lebih dekat ke wajah Madeline dan menja
“Aku yakin ini tidak ada hubungannya denganmu. Aku percaya padamu," kata Winston kepada Madeline dengan tulus sebelum berbalik untuk memberi tahu perawat itu, "Jangan khawatir. Jika polisi datang dan bertanya, katakan sebenarnya apa yang kau lihat.” Perawat itu melirik Madeline dan Jeremy dengan ketakutan sebelum dia mengangguk dan pergi. Jeremy dan Madeline sekarang berdua saja di kamar. Tatapan pria itu hangat dan penuh keyakinan saat dia melepaskan lengan yang dia lingkarkan di bahu Madeline. “Aku percaya padamu, Linnie.” Madeline tersenyum tipis. "Aku telah mendapatkan lebih dari cukup situasi 'bukti konklusif' ini, bukan? Aku mungkin sudah terbiasa.” Terbiasa. Jeremy mendapati ungkapan itu sangat ironis. Wanita ini sudah terbiasa menjadi korban salah tuduh, yang berarti dia telah menderita begitu banyak fitnah dan tuduhan yang tidak beralasan. Melihat rasa sakit dan penyesalan di mata Jeremy, Madeline berbalik tanpa peduli. Jeremy tidak ingin mengganggunya, dia juga ti