Saat benturan terjadi, kaca depan mobil langsung pecah berkeping-keping disertai asap mengepul yang muncul dari depan mobil. Roda-roda masih bergesekan dengan keras di aspal jalanan dan kantung udara telah terbuka tepat di saat mobil itu menghantam penghalang.Pada saat itu, Jeremy semakin mengencangkan pelukannya dan berusaha mati-matian melindungi Madeline.Mendengar rengekan lemah dan kesakitan Madeline, Jeremy tak peduli dengan luka-lukanya sendiri dan mengangkat matanya yang dalam yang dipenuhi rasa khawatir untuk mengamati situasi Madeline.Namun, begitu dia melakukannya, dia melihat kedua alis halus Madeline berkerut dalam-dalam dan wajahnya pucat.Yang membuatnya semakin kalut adalah kepala Madeline yang terkulai lemah dan kedua matanya terpejam rapat-rapat.Sejenak pikiran Jeremy kosong, merasakan hatinya telah terjatuh ke palung yang dalam. Matanya melebar saat tangannya yang berdarah karena tersayat kaca jendela mobil, menangkup wajah Madeline yang semakin pucat."Linnie? Li
Eloise dan Sean, yang belum meninggalkan rumah sakit, hampir ambruk saat kaki mereka lemas setelah mengetahui bahwa Madeline dan Jeremy terlibat dalam sebuah kecelakaan mobil.Mereka bergegas ke ruang gawat darurat dan melihat Jeremy yang sedang menunggu di luar. Pria itu duduk tak bergerak di kursi, tangannya masih berlumuran darah.Seluruh tubuhnya tampak membeku, memancarkan udara dingin dan pahit. Mendekati pria itu seolah-olah ditusuk oleh tajamnya sepatu seluncur es di tubuhnya.Eloise masih ingat apa yang terjadi tiga tahun lalu ketika Madeline dibawa ke meja operasi. Jeremy dulu juga seperti ini, ketakutan setengah mati.Eloise akhirnya mengerti sekarang mengapa dulu Jeremy sangat marah padanya dan Meredith. Itu karena dia takut sesuatu terjadi pada Madeline.Sekarang, Eloise juga punya firasat. Dia benar-benar tak mau adegan tiga tahun lalu terulang kembali.Melihat lampu merah masih menyala di luar ruang gawat darurat, hati Eloise dan Sean tegang.‘Madeline, tolong baik-baik
Dokter menatap Jeremy yang terlihat cemas dan menghiburnya dengan ramah. "Pak, Anda tak perlu terlalu khawatir. Tidak ada bahaya yang mengancam nyawa istri Anda dan juga tidak ada goresan ataupun memar di tubuhnya, tapi luka-luka di tangan Anda terlihat lebih serius daripada luka istri Anda.”Jeremy bahkan tidak memperhatikan telapak tangannya yang berdarah. "Punyaku hanya luka permukaan. Aku ingin tahu kondisi istriku. Jika dia baik-baik saja, mengapa dia pingsan dengan tidak nyaman? Bagaimana keadaannya sekarang? Aku mau masuk dan menemuinya!"Sambil berbicara, dia sudah hendak bergegas masuk ke ruang gawat darurat.Tiga tahun lalu, Madeline memasuki ruang gawat darurat dengan cara yang sama dan tak pernah keluar lagi.Peristiwa hari itu meninggalkan luka dan trauma yang tak terhapuskan di hatinya.Dia takut kejadian hari itu akan terulang kembali dan Madeline tak akan pernah keluar lagi setelah memasuki ruangan itu.Dia tidak sanggup menahan rasa sakit itu lagi.Ketika para dokter d
Tidak senang melihat Felipe yang menatap Madeline dengan penuh kasih sayang, Jeremy melangkah maju dan memblokir pandangan Felipe. "Ayo keluar, ada yang ingin kubicarakan denganmu."Felipe tersenyum santai saat mendengar kata-kata Jeremy. Dia kemudian berbalik dan mengikuti Jeremy keluar.Di ujung koridor, Jeremy berkata blak-blakan, "Felipe, kau mungkin bisa menipu Linnie, tapi kau tak bisa menipuku. Kau menggunakan Linnie untuk mencapai tujuanmu."Felipe mendengarkan dengan tenang, tanpa mendebat. Dia malah tersenyum dan berkata, "Benar, aku menggunakan Vera. Jika bukan karena Vera, akan sangat sulit bagiku untuk mendapatkan Whitman Corporation dan Whitman Manor secepat itu."Setelah dia mendengarkan jawaban Felipe yang tanpa penyesalan, Jeremy membengkokkan jari-jarinya dengan buku-buku jarinya yang mulai berderak. "Felipe, kau benar-benar hina."“Hina?" Felipe terkekeh saat arogansi mengalir dari kedua matanya. "Bukankah dirimu juga hina? Kau dulu melukai Vera sampai wanita itu ham
Pertanyaan yang diajukan Madeline mengejutkan semua orang di bangsal."Eveline, aku ibumu." Eloise menunjuk dirinya sendiri sambil terlihat panik. Air mata sudah mengalir dari kedua matanya.Sulit bagi Jeremy untuk mempercayai hal ini. Bahkan lebih sulit lagi untuk dipercaya ketika dia melihat ekspresi bingung dan waspada di wajah mungil yang lembut di depannya.Bagaimana mungkin?Bagaimana hal seperti itu bisa terjadi?Wanita yang sangat mencintainya, yang sama-sama membencinya dan sangat mencintainya, benar-benar melupakannya?Setelah melalui keterkejutan, Felipe menggunakan waktu sesingkat mungkin untuk menata keraguannya. Dia kemudian melengkungkan bibirnya ke atas dan berjalan ke sebelah Madeline sambil tersenyum hangat. "Jangan khawatir, Vera. Apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada di sisimu. Mari minta dokter memeriksa kondisimu dulu."Setelah mendengarkan kata-kata Felipe dengan cermat, Madeline menurut dan membiarkan dokter memeriksanya.Jeremy benar-benar tidak ingin mempe
Sambil menghampirinya, Madeline hanya menunjukkan senyuman sopan. "Halo, Mr. Whitman. Saya Vera, tunangan Felipe."Perkenalannya meremukkan hati Jeremy, namun membuat Felipe diam-diam menunjukkan senyum kemenangan.Jeremy memaksa dirinya untuk tenang, namun pada akhirnya dia tak bisa menahan diri dan tiba-tiba memegang tangan Madeline. "Linnie, aku bukan Mr. Whitman. Aku suamimu!"Madeline seketika menarik tangannya kembali dengan paksa ketika mendengar kata-kata itu. Dia memelototinya dengan tidak senang. "Mr. Whitman, tolong hormati saya. Saya ini calon bibi Anda."Kata-kata yang familiar itu kembali melewati gendang telinga Jeremy, menyebabkan hatinya yang sudah babak belur ditaburi garam di atasnya.Darah memenuhi jantungnya saat rasa sakit karena dirobek dan dikoyak membuat napasnya menegang."Jeremy, jangan bercanda. Nanti Vera marah." Felipe berjalan mendekat dan mengingatkan dengan serius.Kedua matanya secara halus bertemu dengan sepasang mata Jeremy yang memancarkan aura perm
Setelah mendengar kata-kata itu, Madeline mau tak mau mengerutkan kedua alisnya.Dia hendak mendorong pintu ketika tangannya yang terangkat digenggam dengan lembut.Madeline menoleh dan melihat senyum hangat Felipe. "Prosedurnya sudah lengkap, ayo pergi."Pria itu menggandengnya dan hendak pergi saat Madeline menahan tangannya. "Felipe, ada seorang wanita di dalam sana yang sedang menindas seorang laki-laki tua.""Kita tak seharusnya mencampuri urusan keluarga orang lain." Felipe mengerut kan kening seakan terganggu, namun tatapannya penuh kasih. "Lagi pula, kita tak tahu duduk perkara situasi itu. Ayo pergi."Madeline kembali melirik ke dalam bangsal. Wajah kejam Yvonne dan sosok menyedihkan yang duduk di kursi roda membuatnya merasa tak senang.Karen mengejar Madeline sampai ke lift, namun sebelum dia punya kesempatan untuk melampiaskan kemarahannya, pintu lift menutup di depan kedua matanya.Dia mengumpat dalam kemarahan, dan saat dia hendak berbalik, pintu lift di sampingnya terbuk
Setelah mengetahui bahwa Madeline telah keluar dari rumah sakit bersama Felipe, meskipun Eloise dan Sean sedikit gugup, mereka tidak terlalu panik.Meskipun mereka tidak mengenal Felipe, mereka cukup yakin kalau Felipe tidak akan menyakiti Madeline....Di pihak lain, Felipe langsung membawa Madeline pulang ke apartemen mereka sebelumnya.Madeline jelas tidak asing dengan apartemen ini. Dia pergi ke kamar tidurnya sendiri, lalu berganti dengan pakaian rumah yang sederhana.Felipe memandang Madeline dengan cermat. Meski dia merasa amnesia adalah hal yang tidak biasa, tingkah laku Madeline memang seolah menunjukkan bahwa wanita itu sebenarnya telah kehilangan sebagian dari ingatannya.Semua kenangan itu terkait dengan Jeremy.Madeline telah benar-benar melupakan Jeremy. Apakah itu cinta atau kebenciannya, wanita itu sama sekali tidak dapat mengingatnya.Bagi Felipe, tentu saja ini hal yang baik.Melihat Madeline tiba-tiba mulai mengemasi pakaiannya, Felipe melangkah maju dengan ragu. "