Madeline tersenyum dan hampir mengatakan sesuatu saat ponselnya berbunyi.Dia melihat ke layar dan ternyata itu dari Felipe.Dengan santai dia mengangkat telepon itu dan menutupnya setelah beberapa kalimat singkat."Jeremy, sesuatu terjadi di tokoku. Aku harus kesana sekarang.""Aku akan mengantarmu.""Tidak perlu, kita akan bertemu lagi malam ini,” jawab Madeline sambil berbalik. Saat dia hendak pergi, Jeremy mengulurkan tangannya dan memeluknya. Ketika Madeline menatap balik dengan ragu-ragu, Jeremy menundukkan kepalanya dan mencium bibirnya."Ciuman perpisahan.""..."Madeline menerimanya sambil tersenyum meskipun ingin menolak.Setelah melihat Madeline berbalik dan pergi, senyuman di sudut bibirnya berangsur-angsur menghilang sementara ketajaman di sepasang matanya memudar, hanya menyisakan sedikit penyesalan.Ketika Eloise mengatakan bahwa Madeline sebenarnya adalah putri kandungnya barusan, asumsi itu telah memberikan jawaban paling sempurna atas pertanyaan-pertanyaan yang membel
Jeremy memegang ponselnya dalam diam, mendengarkan Sean memberitahunya hasil dari tes identifikasi itu kata demi kata…Nada bicara Sean sangat rumit. Ada kebahagiaan di sana, tapi masih ada sentuhan kesedihan dalam kegembiraan itu.Bisa dipastikan, setelah mendengarkan apa yang Sean katakan, tsunami melanda hati Jeremy."Jeremy, kau sudah pulang."Panggilan belum ditutup saat sebuah suara merdu terdengar di depannya.Jeremy mengangkat sepasang matanya dan melihat Madeline berjalan ke arahnya.Wajah indah yang tersembunyi jauh di dalam hatinya berangsur-angsur membesar di sepasang matanya yang dalam."Aku menunggumu pulang untuk makan malam." Madeline menghampiri Jeremy dan mengulurkan tangannya untuk membantu pria itu melepas jasnya.Jeremy diam-diam menutup telepon, sepasang matanya sepanjang waktu tertuju pada wajah Madeline yang dihiasi seulas senyum samar.Melihat Madeline berbalik untuk menggantung jasnya, dia tiba-tiba meraih pergelangan tangan wanita itu.Madeline menoleh ke bel
Eloise dan Sean mengikuti Jeremy dengan langkah-langkah kaki yang berat. Mereka akhirnya sampai di makam yang telah hancur berkeping-keping."Ini... Disini Madeline dimakamkan?" Mata Eloise membelalak karena terkejut.Dia benar-benar tak bisa menerima pemandangan di depannya.Makam itu hancur berantakan, dan bahkan batu nisannya pun hancur berkeping-keping sampai tak bisa lagi disatukan kembali."Meredith-lah yang menyebabkan kehancuran ini," jawab Jeremy ringan.Dua pasang mata Eloise dan Sean bersamaan menyala dalam amarah, tapi saat ini ada lebih banyak sakit hati dan kesedihan.Eloise meletakkan buket di tangannya, berjalan ke bongkahan bebatuan yang berserakan, dan perlahan berjongkok.Dia mengambil sepotong kecil batu nisan dan mengelusnya dengan lembut dan sangat hati-hati seolah-olah dia sedang memegang sebuah harta karun.Air mata penyesalan menetes diam-diam ke bebatuan, meninggalkan noda air mata yang berat."Putriku sayang..."Sean berjongkok dan memeluk Eloise, menangis da
Saat Eloise mengatakan itu, Jeremy dan Sean berbarengan menatapnya.Meskipun Madeline selama ini menganggap Len Samuels sebagai kakeknya, jelas sudah bahwa pria itu bukan kakek Madeline yang sesungguhnya.Bagaimana Eloise bisa tahu Len Samuels?"Eloise, kau sungguh-sungguh pernah melihat nama ini di rumah?" Sean terkejut.Entah itu seorang pelayan ataupun keluarga mereka atau teman-teman mereka, dia yakin kalau tak satupun dari mereka bernama Len Samuels.Eloise mengangguk dengan pasti. "Dengan Diana!"“Diana?" Jeremy sedikit mengerutkan keningnya."Dia pengurus rumah tangga kami. Dia sudah bekerja pada kami sejak berusia 20-an. Sudah selama 32 tahun." Eloise menjelaskan. "Aku melihat nama Len Samuels dari nama keluarganya.""Nama lengkap Diana adalah Diana Samuels, dan nama keluarganya adalah Samuels..." Mengatakan ini, emosi Eloise berangsur-angsur menjadi semakin gelisah saat sebuah dugaan tertentu muncul di hatinya."Sean, mungkinkah kalau... Kita harus pulang dan menanyakan hal in
Senyum Madeline bagaikan sekuntum bunga sementara sepasang matanya memancarkan kecerdasan, menyinari sepasang matanya seperti bintang-bintang yang cerah.Setelah menutup telepon, Jeremy bangkit dan menghampiri Madeline. "Vera, Mr. dan Mrs. Montgomery ingin mengundang kita ke rumah mereka malam ini."Gerakan Madeline yang sedang membuka bekal makan siang terjeda sejenak. "Mengapa mereka tiba-tiba mengundang kita untuk menjadi tamu mereka?""Mereka punya satu permintaan dan berharap kau bisa membantu mereka."Jeremy menatap Madeline, lalu memberi tahu istrinya permintaan tak masuk akal pasangan itu secara terperinci.Madeline berbalik dan menarik dasi Jeremy dengan jari-jarinya yang ramping, menampakkan seulas senyumnya yang feminin, memikat, dan hidup."Menatap wajahmu, aku akan menyetujuinya."Sepasang mata Jeremy dengan lembut mengagumi wajah cerah di hadapannya saat degup jantungnya berpacu agak sedikit lebih cepat...Senja pun tiba, sinar matahari terbenam bersinar melewati dahan-da
“Jeli juga matamu. Benar, aku sama sekali bukan Vera. Aku Madeline!”Jeremy, yang sedang berdiri di luar dapur, telah mendengar apa yang dikatakan Madeline tadi. Cahaya halus namun terpecah-pecah bersinar di kedua matanya yang seperti laut dalam. Berangsur-angsur memadat menjadi tsunami tanpa suara yang melonjak di dalam hatinya. Namun, dia hanya berdiri dalam diam.Diana, sebaliknya, langsung meledak saat mendengar itu.“Kau benar-benar dia! Kau benar-benar Madeline si pelacur itu!”Dia mengayunkan pisau dapur di tangannya dan mengarahkannya ke arah Madeline. Mata yang marah itu memerah seolah-olah hendak menelan Madeline hidup-hidup.“Aku harus membalaskan dendam Brit-ku hari ini!”“Brit-mu? Bukannya dia adalah Brittany-nya Mrs. Montgomery. Apa hubungannya gadis itu denganmu? Aku bahkan tak pernah menyentuh sehelai pun rambut Brittany. Bahkan jika aku benar-benar membunuh Brittany, Mr. dan Mrs. Montgomery-lah yang seharusnya mencariku untuk balas dendam. Hak apa yang kau, seorang pel
“Konyol sekali. Kau baru saja mengatakan dengan fasih bahwa kau akan membalaskan dendam putrimu sendiri, tapi sekarang kau bahkan tak berani mengakui putrimu..”“…”“Meskipun Brittany menjalani kehidupan sebagai seorang putri orang kaya, dia sangat menyedihkan karena memiliki seorang ibu sepertimu. Bahkan sampai Brittany meninggal pun, dia tak pernah benar-benar memanggil ibu kandungnya 'Mom'. Bahkan sekarang ketika dia sudah mati, dia masih tak bisa mati dengan damai. Dan kau juga akan menyesali ini seumur hidupmu.”“Tutup mulutmu! Diam! Jangan bicara lagi!" Diana kembali kehilangan kendali atas emosinya. Dia berdiri dan mau mengarahkan tangannya ke Madeline.Jeremy dengan dingin mengulurkan tangan dan menekan pergelangan tangan Diana, mendorong wanita itu menjauh.Diana terjerembab ke lantai.“Kalau kau berani mengangkat tanganmu untuk memukul Vera lagi, akan aku hancurkan makam Brittany!”Apa?!Diana gemetar ketakutan. Dia merangkak ke arah Jeremy dan berlutut di kaki pria itu, memo
Diana langsung tercengang setelah mendengar jawaban seperti itu. Dia menggelengkan kepalanya dengan ekspresi tidak percaya. Dia tak bisa menerimanya.“Bagaimana bisa? Mustahil! Bagaimana bisa pelacur itu menjadi putri Madam? Dia tidak layak. Dia sama sekali tidak layak menyandang gelar Nona Muda Montgomery. Dia hanya seorang perempuan jalang—”‘Tutup mulutmu!" Eloise sangat murka. “Siapa kau berani-beraninya mencaci-maki putriku seperti itu? Jika putriku tidak layak, apa kau layak? Kau melakukan hal-hal tercela dan tidak tahu malu yang lebih rendah dari yang paling rendah, tapi kau masih punya nyali buat mengkritik putriku? Diana, kau tidak punya rasa kemanusiaan atau hati nurani. Kau sama sekali tidak layak menjadi manusia!”Eloise mengecam Diana dengan murka. Memikirkan kesulitan yang mungkin dialami Madeline selama bertahun-tahun setelah dia ditukar, hati Eloise sakit luar biasa.“Ada apa, Eloise?” Melihat Eloise tertatih-tatih seolah mau pingsan, Sean memeluk istrinya dengan gugup.