Beberapa detik kemudian Felipe berbalik, kekhawatiran mewarnai kelembutan fitur-fitur wajahnya yang kuat dan tegas yang semakin diperkuat oleh kehangatan sinar matahari terbenam. “Aku hanya ingin bertanya padamu untuk yang terakhir kalinya, Vera. Apa kau yakin ini yang kau inginkan? Tidak mudah melarikan diri dari cakar-cakar seorang monster. Apa kau yakin kau mau dikerangkeng olehnya lagi?” Nada pria itu hangat seperti angin musim semi, namun di kedua matanya ada sebuah kilatan tajam. Madeline ragu-ragu dalam beberapa saat yang membingungkan sebelum sebuah nyala api dendam berkobar di kedua matanya. “Aku bisa menahan rasa sakit dan penghinaan yang mereka berikan padaku, tapi aku tak akan pernah memaafkan mereka berdua karena bekerja sama menghancurkan abu anakku yang berharga. Kematian anakku adalah sesuatu yang harus aku balaskan dendamnya!” Madeline mengepalkan kedua tinjunya saat kebencian tercetak ke dalam fitur-fitur lembutnya. Ada sebuah tatapan tajam dan berkemauan keras be
Tanpa mempedulikan dirinya sendiri Madeline berlari ke arah Jackson, sama sekali tak menghiraukan betapa bahayanya situasi tersebut. Tubuhnya spontan membuat keputusan untuk melindungi Jackson, biarpun itu berarti melukai dirinya sendiri saat melakukannya. Mendekap erat Jackson dalam pelukannya, Madeline tak punya waktu lagi untuk berlari. Dia mempersiapkan dirinya sendiri untuk terluka saat dia merasakan mobil itu datang menabraknya.Tepat di saat krusial itu, seseorang menjerit, mengira akan terjadi sebuah kecelakaan mengerikan. Akan tetapi, mobil itu tiba-tiba berhenti. Meredith mengeluarkan sumpah serapah saat melihat pemandangan itu dari kejauhan. Oh, betapa dia tadi berharap mobil itu akan melenyapkan semua perusak pemandangannya, baik itu Vera maupun Jackson, dari hidupnya dengan kecelakaan ini! Mobil berhasil direm, dan Madeline merasakan dunia di sekeliling mereka mulai hening. Dengan hati-hati, dia membuka kedua tangannya untuk menatap bocah kecil yang terbenam di dalam
Video berakhir. “Vera.” Jeremy memutar ulang video itu dua kali saat jantungnya berdebar kencang di dadanya. Cepat-cepat mengenakan blazernya, dia menghubungi Madeline. Panggilan teleponnya tak terjawab. Dia kemudian melajukan mobilnya ke lokasi kecelakaan. Jeremy menerima sebuah panggilan telepon tepat ketika dia sampai. Jeremy merasakan debar jantungnya jauh lebih tenang melihat ID penelepon di layar. Mengetuk penyuara telinga Bluetooth-nya, dia menjawab panggilan itu dengan gugup. “Vera?” “Ini aku.” Sebuah suara akrab bergema, menenangkan ketegangan yang mencengkeram saraf-saraf Jeremy. Sepuluh menit kemudian dia menemui Madeline, tatapannya berat saat dia mengamati penampakan Madeline yang tidak terluka. Dia terus mendesak, bertanya, “Yakin kau benar-benar baik-baik saja?” Madeline menatap goresan di kakinya dengan tenang. “Ini masalah kecil. Daripada mengkhawatirkan aku, Mr. Whitman, aku lebih suka kalau kau mengkhawatirkan putramu.” Kedua alis Jeremy berkerut. “Jackso
Meredith menatap Jeremy dengan kedua mata menawan berbentuk almond-nya yang dipenuhi dengan kesedihan saat berkata dengan marah, "Jeremy, Jack adalah putra kita yang berharga. Aku tak akan membiarkan dia terluka sama sekali seolah-olah hidupku bergantung pada itu. Bagaimana mungkin aku telah menelantarkan dia?"Sesaat kemudian, Eloise perlahan berjalan dengan Jackson. Tatapan jijiknya tertuju pada Madeline. "Miss Quinn, kudengar kau akan menikah dengan paman Jeremy, jadi mengapa kau masih berkeliaran di sini sepanjang hari dengan tunangan putriku? Apakah orang tuamu tidak pernah memberitahumu bahwa tindakanmu ini tidak tahu malu?”Dihadapkan pada sarkasme Eloise, Madeline hanya memberikan seulas senyum tenang dan terkontrol. “Kau telah mengajukan pertanyaan yang bagus, Mrs. Montgomery. Orangtuaku tidak mengajariku ini karena tidak lama setelah aku lahir, mereka membawa pulang anak orang lain dan menelantarkan putri kandung mereka karena kelalaian mereka."Ketika Madeline tiba-tiba men
Madeline, yang belum terlalu jauh pergi, diam-diam tersenyum.Tindakan mundur untuk maju ini sangat berhasil, dan tentu saja, dialah yang lebih diperhatikan Jeremy untuk saat ini.Jeremy berbaik hati membukakan pintu mobil untuk Madeline.Madeline masuk ke mobil dan melihat Meredith meledak dalam amarah di kaca spion. Dia merasa gembira memikirkan itu.Setelah mobil dinyalakan, Madeline berkata sambil terlihat tidak nyaman, "Meskipun aku berjanji padamu untuk tak lagi memperpanjang kasus penculikan itu, sepertinya mereka justru akan menuntutku? Seorang perampok berpura-pura sebagai seorang polisi. Aku tak sanggup menahan tekanan seperti ini.""Aku tak akan membiarkan itu terjadi." Janji Jeremy.Madeline menatap pria itu dengan rasa ingin tahu. "Kau benar-benar berusaha keras untuk Meredith."Kedua mata Jeremy karam saat mendengar kata-kata itu. Dia ingin menyangkalnya, namun pada akhirnya, dia tak mengatakan apa-apa.Setelah hening untuk beberapa saat, Jeremy sepertinya telah teringat
Mendengar itu, kali ini Meredith tidak marah tapi malah tersenyum."Vera Quinn, kupikir kau akhirnya jadi gila. Kau berani mengatakan itu padaku tanpa sedikitpun rasa malu?""Aku tidak akan jadi gila bahkan meskipun kau sudah gila," balas Madeline tanpa terkejut, "Segala sesuatunya sudah sampai di titik ini. Apa kau masih mengira Jeremy akan menginginkanmu?""Bah! Berhenti bermimpi! Apa menurutmu Jeremy akan menginginkanmu meskipun misalnya dia tidak menginginkanku?" Meredith melipat kedua tangannya dan mencibir dengan bangga, matanya penuh dengan rasa percaya diri, "Vera Quinn, dengarkan aku baik-baik. Tidak peduli seberapa besar kau mengubah penampilanmu, wanita yang paling dicintai Jeremy selamanya adalah aku. Aku tak tergantikan!"Melihat penampilan Meredith yang percaya diri dan arogan, Madeline tersenyum. "Tak tergantikan?" Dia mengulangi kata itu dengan penuh arti. Dia tersenyum dan mengambil botol anggur merah yang mahal, menuangkan hampir setengah isinya ke gelas di depannya.
Niat membunuh yang kuat tiba-tiba menggelora di kedua mata Meredith. Sorot matanya seolah-olah dia berharap dia bisa menebas Madeline dengan seribu pedang.Dia mengambil gunting dari laci, mengarahkan ujung tajamnya ke Madeline, dan menerjang ke arah Madeline dengan niat membunuh.Meredith dipenuhi amarah dan berusaha keras untuk memberi Madeline sebuah pelajaran berdarah.Namun, Madeline tidak takut. Dia bahkan tidak berusaha untuk menghindar.Madeline mengulurkan tangannya dengan tenang, memanfaatkan kesempatan untuk mencengkeram tangan Meredith yang sedang mengayunkan gunting.Sepasang mata almond Meredith membelalak. Dia mengangkat tangannya yang lain untuk menyelipkan sebuah serangan susulan, tapi Madeline sudah melihatnya sekilas. Sambil menghentikan Meredith, dia tanpa basa-basi mengangkat tangannya ke arah wajah Meredith dan mengirimkan sebuah tamparan keras.Dengan satu tamparan itu, Meredith berteriak kesakitan.Luka karena pisau di wajahnya bahkan belum sembuh dan dia juga b
Meredith tak menduga Jeremy akan mendorongnya dengan begitu mudahnya. Dia tercengang!Dia mendengar Jeremy memanggil nama Vera dengan gugup. Kekhawatiran dan kepedulian dalam intonasi pria itu jelas hanya miliknya seorang!Sekarang, bagaimanapun, pria itu memberikannya ke wanita lain.Yang membuat Meredith makin heran adalah dia benar-benar melihat wanita itu duduk di lantai saat ini dengan ekspresi tak berdaya dan lemah, seakan-akan habis didorong jatuh oleh seseorang."Kenapa kau duduk di lantai?" Jeremy bergegas berjalan ke arah Madeline sebelum berlutut. Kedua sudut mata dan alis pria itu diwarnai kesedihan dan sebuah kelembutan yang langka.Madeline perlahan mengangkat kedua mata indahnya dan melirik Meredith yang berada di belakang Jeremy."Kalau aku bilang Miss Crawford yang mulia ini mendorongku sampai jatuh, akankah kau percaya padaku?" Madeline menatap sepasang mata dalam Jeremy dengan polos.Saat Meredith mendengar itu, dia mengepalkan kedua tinjunya dengan ganas dan dengan