Dua detik kemudian, Jeremy keluar dari mobil dikelilingi dengan aura dingin.Wajahnya sedingin es ketika melihat para polisi itu mencengkram kedua lengan Madeline. Dia menaikkan alisnya sebelum menarik Madeline ke sisinya dan menjauh dari para polisi itu.“Jatuhnya Meredith hanya sebuah kecelakaan. Itu tidak ada hubungannya dengan dia. Tolong investigasi dengan cermat sebelum melakukan penangkapan.”Intonasi pria itu dingin di saat kedua matanya menyipit. Setelah itu, Jeremy merengkuh bahu Madeline dan membuka pintu kursi penumpang. “Masuk.”Dibandingkan dengan mobil polisi, Madeline lebih memilih masuk ke mobil Jeremy.Hanya dalam beberapa menit, Jeremy telah membawanya ke sebuah pinggiran kota yang sepi dan kosong.Ketika keluar dari mobil, Madeline bertanya pada pria itu dengan terus terang, “Aku menyebabkan wanita yang paling kau cintai jatuh dari atap gedung. Kenapa kau masih membantuku?”Jeremy menatapnya dengan sebuah senyum palsu. “Wanita yang paling aku cintai? Apa kau tahu si
“Pfft.” Madeline meledak dalam tawa. “Wanita yang paling kau cintai adalah mantan istrimu Madeline? Mr. Whitman, lelucon ini sama sekali tidak lucu.”Madeline tertawa, namun di hatinya ada sebuah rasa sakit yang menumpulkan.Luka berdarah itu masih membuatnya kesakitan tanpa menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Saat ia mengingat kembali semua adegan dari masa lalunya, yang ada hanyalah darah dan air mata.Namun, apa yang pria ini katakan saat itu? Apa dia bilang kalau dia mencintainya?Jika kebalikan dari cinta adalah benci, maka pria ini memang benar-benar ‘mencintai’ dirinya. Dia bahkan ‘mencintai’ dirinya sampai mati!Ketika melihat senyum sinis di wajah Madeline, Jeremy melepaskan sebuah senyum palsu. “Kau benar. Itu hanya sebuah lelucon.”Dia sedang menertawakan dirinya sendiri, namun jauh di lubuk hatinya, hatinya sesakit bagaikan diiris dengan sebilah pisau.Hal itu benar-benar bagaikan sebuah lelucon. Sangat menyedihkan hingga dia sendiri hampir tak mempercayainya.Namun, ini s
Akan tetapi, karena ada Jackson, Eloise harus mengontrol kemarahannya.“Vera.” Jackson mengangkat kepalanya untuk menyapanya. Di wajahnya yang bersih dan mulus tersungging seulas senyum yang langka.Madeline tersenyum balik. “Jack, apa kabar?”Saat Eloise melihat ini, wajahnya muram. “Jack, kau panggil dia tadi siapa? Apa kau kenal dia? Bagaimana kau bisa kenal wanita iblis ini?”“Vera bukan orang jahat.” Jackson mengerutkan kedua alisnya. Senyum di wajahnya perlahan menghilang saat dia kembali menjadi sedih dan muram.“Dia orang jahat! Dialah yang menyebabkan ibumu dirawat di rumah sakit!” Intonasi Eloise menjadi mengerikan. Dia memelototi Madeline sambil menggertakkan gigi-giginya. “Vera Quinn, jauh-jauh dari keluargaku. Aku akan membalas apa yang sudah kau perbuat pada Mer!”“Oma Cantik, kenapa kau berteriak pada ibuku?” Lilian bertanya dalam suara sehalus kapas.Eloise akhirnya melihat gadis kecil yang terlihat berumur sekitar dua atau tiga tahun di sebelah Madeline.Dia ingin memb
Daniel telah menemukan dimana Madeline tinggal. Saat tiba di sana untuk melihat keadan wanita itu, dia tak menyangka akan melihat adegan ini di depan kedua matanya.“Maddie!”Jantungnya mulai berpacu. Dia tak menghiraukan apa pun dan menginjak pedal gas dalam-dalam untuk mengikuti mobil yang membawa Madeline pergi.Akan tetapi, mobil itu melaju sangat cepat dan bahkan tanpa peduli menerobos lampu merah. Daniel tak ingin kehilangan mobil itu, jadi dia juga ikut mengabaikan lampu merah. Namun, di saat ini, ada dua pelajar berseragam yang sedang menyeberangi jalan. Seketika itu juga Daniel menginjak pedal rem.Dia berhasil menghindari sebuah kecelakaan yang akan terjadi, tapi juga kehilangan mobil itu.Dia memikirkan apa yang bakal dihadapi Madeline nanti dan segera menelpon polisi. Kemudian, dia menggunakan pengaruh dan kekuasaannya dan berhasil mendapatkan rekaman kamera CCTV.Dia telah kehilangan wanita itu sekali sebelum tiga tahun lalu. Kali ini, dia tak akan membiarkan apa pun terja
“Tinggalkan kami sendiri.” Jeremy dengan dingin menyela Rose. Menatap Meredith yang diam, Rose menyeka air mata palsu dari kedua sudut matanya. “Kalau begitu aku akan mempercayakan padamu untuk merawat Meredith dengan baik. Dia tidak akan sanggup lagi menerima guncangan lain.” Kemudian, dia berbalik dan pergi, menutup pintu di belakangnya. Jeremy berjalan mendekati Meredith yang berbaring diam di tempat tidur. Menggelar pertunjukan menyedihkan, Meredith memejamkan kedua matanya dan memalingkan wajahnya, jauh dari Jeremy. “Aku sudah mendapatkan dokter terbaik yang bisa merawatmu. Kedua kakimu akan segera sembuh," kata Jeremy dengan tenang, "Jika kau tak ingin melihatku, maka aku akan pergi saja.” Mendengar itu, dengan segera Meredith membalikkan kepalanya dan mengulurkan tangannya untuk memegang tangan Jeremy. “Jangan pergi, Jeremy!” Dia menatap dengan penuh kasih pada pria itu di saat tetesan-tetesan besar air mata yang dia paksa keluar mulai mengalir dengan pilu. “Kau pasti
Jeremy mengerutkan kedua alis tajamnya. “Apa kau bilang?” “Kapan kau akan berhenti, Jeremy? Sampai Madeline mati? Apakah mencintaimu begitu dalam adalah sebuah dosa? Katakan padaku, kemana kau membawanya?” Menembakkan semua pertanyaan secepat kilat, kekhawatiran dan kecemasan Daniel menjadi terlihat jelas dan nyata. Tetap saja, Madeline telah tiada. Itulah kebenarannya tak peduli seberapa besar dia menolak untuk menghadapinya. Sesaat kemudian, dia teringat Vera Quinn.Vera adalah satu-satunya alasan yang masuk akal kenapa Daniel percaya bahwa Madeline masih hidup. Apakah sesuatu terjadi pada Vera? Hatinya karam di saat sebuah perasaan tidak nyaman mulai bergejolak di dalam dirinya. Tanpa berpikir lagi, Jeremy membebaskan dirinya dari pegangan Meredith dan berbalik. Meredith tertegun selama dua detik penuh dan tepat di saat dia memeriksa, Jeremy sudah berjalan keluar dari bangsal rumah sakit. “Jeremy! Jeremy, ke mana kau akan pergi?” Dia bertanya dengan panik, namun Jeremy bahka
“Lalu bagaimana denganmu? Apa kau lupa taco yang dirimu dan istriku nikmati dengan mesra di pinggir jalan, Daniel? Kau bahkan mengantarnya pulang sesudahnya. Sungguh baik sekali dirimu. Mungkin kau lupa tentang ciuman di siang hari bolong itu?" Jeremy menginterogasi dengan dingin, senyuman di wajahnya sekarang sudah hilang dan telah digantikan oleh bunga es yang memaksa seseorang untuk mengalihkan pandangannya. “Dengar baik-baik, Daniel. Madeline akan selalu menjadi gadisku. Bahkan dalam kematian, abunya adalah milikku! Kau pikir siapa dirimu? Kau tak lebih dari seorang perusak rumah tangga penuh delusi yang mencoba mencuri seorang wanita dari suaminya.” Mendengar itu, Daniel terkekeh. “Seorang perusak rumah tangga? Jadi, kau tahu istilah itu. Mungkin Madeline tak akan pernah dijebak berkali-kali oleh si perusak rumah tangga Meredith itu seandainya kau tidak menutup mata setiap saat! Kau adalah kaki tangan!” Sebuah riak emosi melintasi wajah tenang Jeremy. Dia tak dapat menyangkal
Jantung Madeline berpacu dan dia gugup. Dari suaranya, semua laki-laki itu sudah mencapai pintu. Madeline tak punya pilihan lain. Ia harus bertindak sekarang. Memberanikan diri melewati rasa sakit dari tangannya yang berdarah, Madeline memindahkan sebuah kursi rusak. Terdengar suara kunci bergemerincing di tangan laki-laki di luar pintu. Setelah mengambil sebuah batu dari lantai, Madeline naik ke atas kursi. “Brengsek! Bukankah kau baru saja membuka pintu? Bagaimana kau bisa kehilangan kunci? Cari, sekarang! Sebuah suara marah terdengar dari luar pintu.Mendengar mereka, Madeline menyadari kalau ini adalah kesempatan bagus buatnya. Menatap jendela rusak di depannya, ia mengangkat batu itu dan melemparkannya ke kaca jendela. Praaang!Kaca jendela seketika pecah berkeping-keping dengan suara nyaring. Orang-orang di luar pintu langsung terdiam untuk beberapa detik sebelum seseorang meraung. “Brengsek! Cewek itu tak mungkin kabur, ‘kan?” “Apa? Dia kabur?” Suara marah seorang peremp