“Jeremy, meskipun aku tidak tahu apa yang telah kau alami dalam enam bulan terakhir, aku tahu bahwa kau mengalami masa-masa sulit. Tapi, aku juga berharap dirimu bisa mempercayaiku. Tidak pernah ada pria lain di hatiku selain dirimu.”Madeline mengeratkan pelukannya. Meskipun Jeremy tidak mengatakan apa-apa, dia tahu kalau pria itu mendengar apa yang dia katakan.Keesokan harinya, Madeline bangun lebih awal. Dia menyiapkan sarapan dan kotak makan siang untuk anak-anaknya sebelum membiarkan sopir mengantar mereka ke sekolah. Setelah itu, dia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan Jeremy.Madeline menerima telepon dari Ryan tepat ketika dia selesai sarapan. Pria itu meminta untuk menemuinya di kantor pengacara setengah jam lagi.Ketika dia bertanya kepada Jeremy apakah pria itu ingin ikut, Jeremy kebetulan sedang menelepon dan mengatakan kepadanya bahwa ada sesuatu yang terjadi di kantor.Jadi, Madeline pergi ke kantor pengacara sendirian. Dalam perjalanan ke sana, mau tak mau dia mera
Setelah berdiri tegak lagi, Madeline merasa sangat canggung saat melihat tangan yang dilingkarkan di pinggangnya.Dia juga tak bisa membebaskan dirinya sekarang. Dia ingin membawa Ryan ke tempat tidur sesegera mungkin.Namun, setelah mencapai tempat tidur, Ryan mengeratkan pelukannya saat dia ingin melepaskannya.Suara pria itu terdengar agak sedih. "Sejujurnya, aku tidak benar-benar ingin melepaskanmu begitu saja," katanya.Apa?Madeline tercengang. Segera setelah itu, Ryan lalu membuat pengakuan. "Eveline, aku menyadari kalau aku benar-benar jatuh cinta padamu," katanya.“...” Madeline tak bisa mempercayai pengakuan yang begitu tiba-tiba itu.Ryan sedikit mengencangkan pelukannya, aroma ebony-nya melayang-layang di sekitar hidungnya.Ini bukan aroma yang dia ingin menyelimutinya. Madeline melepaskan pria itu dan berkata dengan tenang, "Ryan, duduklah dulu."“Eveline, kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan mempersulitmu. Aku sudah berjanji padamu kalau aku akan membiarkanmu kembali
Jeremy memasukkan satu tangannya ke saku dan mengambil satu langkah lebih dekat ke Ryan dengan lesu.“Aku akan meminta pengacara datang untuk berbicara denganmu besok. Kau tidak perlu mengambil satu langkah pun,” katanya. Dia sudah mengatur semuanya dengan sempurna. “Jika kau masih terus mencari alasan untuk menunda proses cerai kalian, itu akan membuktikan bahwa kau punya motif yang berbeda dari saat kau menikahi Eveline saat itu,” tambahnya.Ryan menatap Jeremy dengan tenang. “Motif ku yang sebenarnya adalah untuk melindungi Eveline. Jeremy, kau berpikir terlalu jauh."“Justru karena aku tidak memikirkannya saat itu. Karena itulah aku akhirnya rela menyerahkan wanita tersayang kepadamu seperti orang bodoh,” kata Jeremy, sedikit keganasan terpancar dari kedua matanya. Dia melirik kaki kanan Ryan yang dibalut gips.Nada suaranya merendahkan saat berbicara, "Kecelakaan lalu lintas ini terjadi pada waktu yang tepat." Dia kemudian berjalan ke sisi tempat tidur. Dia menatap kaki Ryan yang
Madeline tak menyangka Jeremy akan melakukan sesuatu seperti itu. Dia mulai memberontak setelah terjebak dalam kebingungan selama beberapa detik.Meskipun demikian, Jeremy sangat kuat. Dia memainkan lidahnya dan memperdalam ciumannya dengan sengaja.Wajah Madeline langsung memanas. Dia merasa malu dan canggung tapi tak berdaya untuk melakukan apa pun.Ryan menekan kedua bibirnya menjadi garis tipis sambil berusaha menghindari tatapan Jeremy. Namun, tak mungkin dia bisa mencegah dirinya untuk tidak melihat mereka."Apa yang sedang kalian lakukan?!" Mrs. Jones tiba-tiba masuk ke bangsal.Jeremy mengangkat sudut matanya dan menatap ibu Ryan dengan dingin. Dia melepaskan dirinya dari Madeline dengan dingin.Namun, dia tidak melepaskan Madeline sepenuhnya dan tetap memeluk wanita itu.Memperhatikan Madeline, yang berada dalam pelukan Jeremy, Mrs. Jones bergegas menghampiri menantunya dengan marah. "Eveline Montgomery, apa kau tak punya malu? Ryan ada di sini Berani-beraninya kau melakukan i
"Saat kutahu kalau kau akan meninggalkanku selamanya dan menghilang dari duniaku, aku tak ingin berhati-hati lagi. Aku tidak takut lagi. Aku hanya takut tidak akan bersamamu lagi."Mendengarkan setiap kata yang Madeline ucapkan, mata Jeremy berkilauan dengan rasa permintaan maaf dan penghargaan yang mendalam."Ryan dan aku baru saja menikah. Dia tidak pernah memaksakan apapun kehendaknya padaku. Aku tidak pernah bisa meyakinkan diriku untuk bersikap seperti pasangan yang sudah menikah dengannya. Karena selalu ada seorang pria bernama Jeremy Whitman di sudut hatiku yang paling dalam." Kalimat ini saja sudah menyentuh hatinya. Tak lama kemudian, dia mendengar Madeline menangis."Aku tak pernah membayangkan pria ini akan kembali ke sisiku. Tapi, aku tak ingin dia terus menyakitiku menggunakan metode ini setelah kembali ke sisiku.”"Jeremy, apakah terlalu berlebihan jika aku ingin memiliki cinta yang sederhana dan menjalani kehidupan yang tenang denganmu? Atau apakah kita tidak cocok seba
Madeline merasa seperti sedang bermimpi ketika terjebak dalam kabut yang memabukkan. Dalam mimpinya, seseorang terus memanggil-manggilnya."Eveline, Eveline, bangun."Suara lembut namun khawatir dari seorang pria terus menerus terdengar di telinganya.Madeline mengerutkan kening dan pelan-pelan membuka matanya. Wajah Ryan perlahan muncul di tengah-tengah tatapan kaburnya."Eveline, apa kau sudah bangun?" Dia bertanya."Ryan?""Ini aku," kata Ryan ketika menatapnya dengan khawatir. "Apa kau baik baik saja?" Dia bertanya lagi.Baik-baik saja?Kesadaran balik ke pikirannya saat itu juga. Dia ingat apa yang terjadi sebelum pingsan barusan. Dia kemudian menyadari kalau dirinya berbaring di tempat tidur.Seketika itu juga dia langsung duduk, selimut meluncur turun dari bahunya. Dia menyadari dengan kaget kalau pakaiannya telah terlepas dari tubuhnya. Dia hanya mengenakan sehelai kamisol.Seluruh situasi ini membuatnya merasa aneh.Dia menarik selimut dan buru-buru membungkus tubuhnya."Bagai
Ryan tiba-tiba menjangkau tangannya. Madeline refleks menepis tangan Ryan dan membebaskan tangannya dari pegangan pria itu.Melihat tatapan bingung Ryan yang ditujukan padanya, dia baru sadar kalau tanggapannya sedikit berlebihan. "Maaf, Ryan," katanya."Tidak apa-apa. Aku bertindak dengan sembrono," kata Ryan sambil menopang berat tubuhnya dengan lengannya. Dia berdiri dengan susah payah."Aku tahu ini sulit bagimu untuk menerima apa pun yang telah terjadi di antara kamu dan aku. Aku tahu kalau satu-satunya pria yang kau cintai adalah Jeremy Whitman. Ini akan tetap menjadi rahasia kita berdua. Aku tidak akan membocorkan kepada siapapun," katanya.Madeline mengerti apa yang pria itu maksud dan tahu kalau Ryan bersikap baik. Namun, apa yang terjadi benar-benar terjadi. Tidak ada gunanya menyangkal.Orang lain tidak perlu tahu tentang ini, tapi dia tak mungkin membohongi hati nuraninya.Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya mengangguk sebelum akhirnya pergi.Madeline pulang ke Whitman Mano
Jeremy berhenti ketika mendengar pertanyaan Madeline.Dia mengangkat mata almond sipitnya dengan perlahan. Kilatan dingin dan keras terpantul di sepasang mata amber-nya.Sorot matanya sepertinya tidak beres. Madeline merasa sangat penasaran. Dia berjalan ke arah Jeremy untuk melihat apa yang sedang dilihat pria itu.Namun, Jeremy buru-buru menyimpan foto-foto itu dengan memasukkannya ke dalam amplop. Dia kemudian mengangkat matanya dan tersenyum tipis pada Madeline.“Hanya beberapa foto dari kolaborator kami. Tidak banyak yang bisa dilihat," katanya. Dia melemparkan file itu ke dalam laci dan menguncinya. “Kenapa kau tiba-tiba datang? Apa kau kangen aku?" Dia bertanya.Sepasang mata Madeline berkerut saat dia tersenyum. “Aku kebetulan lewat setelah mengantar anak-anak ke sekolah,” jawabnya."Jadi kau ke sini hanya karena pas kebetulan lewat?" Dia bertanya."Ya, hanya karena aku ada di sekitar sini." Dia tertawa terbahak-bahak. Sebenarnya, dia tidak datang hanya karena kebetulan lewat.