Terima kasih sudah membaca.
"Ada apa? Apa kalian tidak bertemu?" Amelia tampak sangat sinis melihat sang suami yang kini menatapnya dengan heran. "Atau kamu berharap wanita itu akan menginap di sini? Boleh saja, tapi setelah kita selesai urusan cerai," lanjut Amelia sambil mematikan televisi dan segera beranjak dari duduknya. Arsa sama sekali tidak menggubris ucapan sang istri. Amelia bahkan bisa mendengar dengan jelas isi percakapan wanita simpanan sang suami dengan laki-laki bernama Sultan itu. Percakapan yang terjadi di terasnya siang tadi. Kasihan kamu Arsa, ternyata Prita tidak sebaik yang kamu kira. "Kamu mau kemana?!" bentak Arsa pada Amelia yang saat ini sedang emosi tingkat tinggi. "Aku? Aku mau tidur. Sudah saatnya aku istirahat." Amelia tidak peduli dengan kemarahan sang suami. Arsa menatap tajam ke arah sang istri. Ia ingin melampiaskan kekesalannya pada ibu dari ketiga anaknya itu. Amelia tampak tenang saat ini meski ada rasa takut dalam hatinya. Tangan Arsa hendak melayangkan tamparan pada pipi
Subianto menepikan mobilnya dan segera keluar dari dalam mobil. Saat melintas jalan ini, ia tidak sengaja melihat menantu dan cucunya sedang berjalan kaki. Tentu saja ada rasa tidak tega saat melihat Amelia harus menggendong Aron. Subianto kecewa dengan sang putra karena dianggap tidak bertanggungjawab. "Kami mau ke sekolah, Kek. Udah dekat kok," kata Arusha setelah menyalami laki-laki paruh baya itu. "Dekat bagaimana? Sekolah kamu masih di ujung jalan sana. Bisa telat kalo jalan kaki. Ini udah mau pukul tujuh pas. Ayo masuk ke mobil, biar Kakek yang antar!" Subianto tampak sangat memaksakan pada cucunya saat ini. Amelia patuh dan langsung masuk ke dalam mobil papa mertuanya itu. Satu hal yang dilupakan, berkas gugatan perceraian itu ada di tangan Amelia tanpa dibungkus dengan menggunakan tas atau plastik. Tentu saja Subianto bisa membacanya dengan jelas. Akan tetapi, ia tidak membahasnya sampai kedua cucu kembarnya masuk ke dalam sekolah. "Pa ... terima kasih sudah antar kami semu
Prita menoleh ke arah sumber suara itu dan menatap sosok Dokter laki-laki itu dengan angkuh. Hanya Dokter Umum biasa, tetapi berani mengatakan hal itu pada Prita. Tidak ada yang salah dengan ucapan sang Dokter. Hanya memang Prita luar biasa menyebalkan; semua harus tunduk padanya. "Kamu hanya Dokter Umum, jangan berlagak paling pintar di sini." Prita mengatakannya dengan penuh keangkuhan seperti biasanya. Bagi wanita simpanan Arsa, semua orang itu lebih rendah dan tidak sebanding dengannya. Ia sama sekali tidak sadar diri. Prita jauh lebih rendah dan murahan dibanding dengan yang lain. Rupanya sifat buruk itu mulai tampak saat ini. "Ya, apalah saya di mata Anda. Saya hanya seorang Dokter biasa." Aldo mengatakannya karena enggan berdebat dengan wanita sinting di depannya itu. "Setidaknya saya dan perawat lain di sini jauh lebih waras jika dibandingkan dengan Anda. Bukankah, pelakor itu sama dengaj orang gila. Sudah tahu milik wanita lain, tapi masih ingin dimiliki," lanjut Aldo yang
Salina datang bersama dengan Agung dan Arsyila. Jujur wanita yang saat ini sedang merasakan jatuh cinta itu tidak suka dengan sikap kasar Ratna pada Amelia. Sudah sangat di luar batas kemanusiaan. Apalagi saat ini Arsyila jadi tahu bagaimana sang mama memperlakukan adik iparnya. "Jangan ikut campur masalahku sama dia. Istri Arsa ini memang pantas menerima tamparan. Dia kurang ajar karena berani menggugat cerai anakki. Memangnya siapa dia?!" Ratna tidak bisa menerima teguran dari Salina. Rupanya ucapan Ratna justru membuat Arsyila tahu tentang badai rumah tangga sang adik. Apa yang dilihatnya selama ini ternyata sebuah kebohongan besar. Rumah tangga Arsa tampak seolah baik-baik saja dan ternyata menyimpan api. Api itu kini membakar amarah pasangan itu. "Hentikan, Ma. Jangan kasar pada Amelia." Arsyila menegur sang mama dengan nada dingin. "Dan kamu hanua diam saja saat istri kamu ditampar oleh Mama? Di mana rasa sayangmu pada Amelia!" bentak Arsyila sambil menudingkan telunjuk ke ara
Semua mata tertuju pada Amelia dengan wajah penuh tanda tanya. Suami Amelia mematung di tempatnya karena ditatap tajam oleh Subianto dan Arsyila secara bersaman. Amelia sadar, lantas mengaktifkan pengeras suara. Tentu tujuannya agar mereka mendengar apa dan bagaimana Prita saat berbicara. "Hai! Kenapa kamu yang angkat! Di mana Mas Arsa!" Suara kasar Prita membuat Arsa merah padam. Ia tidak berani mengambil paksa ponsel miliknya saat ada papa dan sang kakak. Mereka berdua pasti akan langsung menghajar Arsa habis-habisan. Bukan menghajar secara fisik melainkan dengan ucapan juga tudingan yang menjatuhkan mental. "Mau bicara dengan suami saya?" "Iya! Berikan ponselnya pada Mas Arsa!" "Kalo boleh tahu, apa yang Anda ingin bicarakan? Biar nanti saya sampaikan. Perempuan sudah tahu suami orang kenapa masih saja dihubungi dan bahkan menjalani hubungan terlarang. Lantas, bagaimana dengan kabar seragam yang kalian gunakan?" Amelia berusaha tenang saat mengatakannya. Ia tahu Prita pasti ti
Prita masuk ke dalam pagar rumah Amelia. Mungkin ia meloncat dari pagar rumah yang telah ditutup itu. Wanita simpanan Arsa itu berani mendatangi rumah suami sirinya. Memang benar, urat malunya sudah putus.Satu tamparan mendarat di pipi kanan Amelia. Wanita tiga anak itu diangkat kerah bajunya oleh Prita. Satu kali dorongan dari wanita jahat itu membuat tubuh kurus Amelia membentur pintu rumah dan membuat pintu itu terbuka dan membentur tembok. Suara benturan pintu itu mengejutkan Arsa saat ini."Rasakan kamu! Kamu memang harus mendapatkan hal ini!" Prita menendang perut Amelia yang saat ini jatuh telentang di lantai.Amelia yang tidak siap dengan serangan mendadak itu tidak bisa menghindar dari tendangan Prita. Sekuat tenaga Amelia berteriak meminta tolong. Ada satu warga yang sedang melintas dan gegas melompati pagar karena melihat Amelia sedang dihajar. Pun dengan Arsa yang sangat terkejut dengan kedatangan Prita saat ini."Kamu! Berhenti atau aku akan kasar padamu!" Arsa melindung
Ratna terkejut saat melihat ada sosok wanita yang dianggapnya berbahaya itu. Mendadak otak mama mertua Amelia itu merasa dijebak oleh Arsa. Anak bungsunya itu menghubunginya tadi dan meminta untuk menjaga ketiga anaknya. Justru sekarang ada wanita yang kapan saja bisa membuatnya jatuh di rumah ini."Bukannya urus suami, malah keluyuran tidak jelas. Dasar! Perempuan otak udang!" hina Bu Dibyo dengan bangga."Ini rumah anakku! Justru aku yang seharusnya bertanya. Ngapain kamu ke sini?" Ratna merasa tidak terima jika direndahkan oleh sosok yang selalu hadir saat Amelia terdesak. "Lagi pula suamiku, sekarang sibuk bekerja. Suamiku dapat kontrak kerja dari Permana Grup," pamer Ratna pada Bu Dibyo yang tidak terpengaruh sama sekali."Ga ada hubungannya dengan alasan kedatanganmu di rumah ini. Mau kerja sama dengan Permana Grup atau grup mana pun ga akan mengubah apa pun. Kamu tetaplah orang yang tidak berguna." Sebuah kalimat menohok yang keluar dari mulut Bu Dibyo dan langsung membungkam R
Prita harus menjalani rangkaian pemeriksaan perihal kesehatan mental dan juga jiwa. Sebuah pukulan telak yang saat ini diterima oleh Prita. Ia merasa ada yang salah dalam hidupnya beberapa hari ini. Kecurigaannya tetap pada Sultan yang mendadak hilang kabar saat ini. "Bu, boleh saya memakai ponsel saya?" tanya Prita pada sosok wanita berpangkat jenderal bintang satu yang juga seorang dokter spesialis jiwa itu."Boleh saja. Silakan." Dokter Anggita mengizinkan Prita menghubungi seseorang. Helaan napas lega tampak jelas pada wajah Prita saat ini. Ia akan menghubungi sosok polisi berpangkat bintang tiga itu--Joko. Bantuan laki-laki berusia empat puluh dua tahun itu sangat diperlukan oleh wanita yang saat ini sedang menjalani konsultasi kesehatan mental dan jiwa. Prita akan memberikan pelajaran pada Mita sang atasan.Prita : "Siang, Om, aku rupanya butuh bantuan. Mita Yasinta, atasanku mengirimkanku pada dokter Anggita. Panjang ceritanya."Pesan itu sudah dikirimkan oleh Prita. Hanya ce
Semenjak kejadian itu, Sashi memilih tinggal bersama dengan Arusha--saudara kembarnya. Sudah enam bulan dan Aditya sama sekali tidak mencarinya. Entah apa yang mereka lakukan setelah Sashi keluar dari neraka yang mereka sebut rumah. Arusha merasa geram dengan ulah Santika."Mending kamu ajukan gugatan. Apa yang mau kamu pertahankan bersama dengan dia? Sejak awal, aku udah rasa jika mereka hanya akan memanfaatkan kamu saja." Arusha mengepalkan tangan karena merasa tidak terima saudara kembarnya diperlakukan tidak adil oleh mereka semua. "Aku menggugat cerai? Tidak, tidak akan aku lakukan. Aku ingin membuat mereka paham, siapa aku dan siapa mereka. Aku sedang menunggu kehancuran mereka satu per satu." Sashi tampak tidak setuju dengan pendapat saudara kembarnya."Kamu pikir dengan menunggu mereka akan hancur? Bodoh! Mereka justru sedang berbahagia sekarang. Lihat, gundik Aditya sedang memamerkan test pek ini," kata Arusha menyerahkan ponselnya pada Sashi.Sekuat apa pun Sashi, tetaplah
Anak-anak Amelia bersama Arsa sudah dewasa. Sashi bahkan sudah menikah. Hidup Amelia pun bahagia bersama dengan Sultan. Ia benar-benar merasa diratukan oleh laki-laki yang tepat."Ma, kenapa dulu Mama mengambil keputusan cerai?" tanya Sashi yang siang ini berada di rumah sang mama. Wajah Sashi seperti sedang menahan kesedihan yang luar biasa dalam. Amelia menatap sang putri yang sudah dua tahun menikah dengan tatapan benyak pertanyaan. Selama ini, Sashi tidak pernah menceritakan masalah rumah tangganya pada siapa pun. Ia menutup rapat-rapat masalah keluarga."Kenapa tanya seperti itu?" tanya Amelia yang merasa aneh pada pertanyaan sang putri.Sashi meraih piring di depannya dan mulai memakan buah potong. Amelia menyuguhkan camilan buah untuk sang putri. Ia tahu jika Sashi tidak begitu suka kue atau kudapan yang berbahan dasar tepung. Bukan diet, hanya saja Sashi memang kurang suka."Hanya tanya saja, Ma. Apa karena ada perempuan lain?" tanya Sashi dengan santai agar sang mama tidak c
"Terima kasih, Sayang, penantianku selama dua puluh satu tahun ga sia-sia. Akhirnya kamu menerima kamu." Sultan memeluk sang istri yang tak lain adalah Amelia putri.Mereka menikah setelah Amelia menjanda selama lima tahun. Tidak mudah bagi Sultan untuk meyakinkan hati sang istri. Amelia punya trauma luar biasa pada pernikahan. Apalagi Sultan punya semua yang wanita inginkan. "Maaf, aku belum sepenuhnya bisa percaya pada laki-laki." Amelia mengatakan terus terang pada sang suami.Menerima lamaran Sultan secara resmi pun karena ketiga putranya yang memintanya. Sejak kematian Arsa, Amelia memilih untuk menyibukkan diri dengan bekerja. Ia seolah menjaga jarak dengan banyak laki-laki. Cenderung galak pada laki-laki yang datang mendekatinya.Sejak Suriyana meminta Amelia membuka hati untuk Sultan, ternyata keduanya cocok. Ditambah lagi, ketiga anak Amelia sangat lengket pada Sultan. Mereka membutuhkan sosok seorang ayah yang tidak didapatkan dari mendiang Arsa. Sultan memberikan semua hal
Mita tersenyum ke arah Ratna yang saat ini ketakutan. Entah mengapa, sejak menjalani sidang, Mita adalah sosok yang menakutkan bagi Ratna. Padahal, mereka sama sekali tidak bersinggungan satu dengan lainnya. Mita tidak ditunjuk menjadi tim penyidik kasus besar ini. "Apakah aku begitu mengerikan di matamu? Hai! Ternyata kamu juga dalang penculikan anak-anak di kota ini. Kamu menikmati uang dari itu semua. Ck! Ternyata otakmu luar biasa. Ya, tapi semua harus berakhir di sini sekarang. Nikmati sisa usia kamu!" Mita langsung meninggalkan Ratna setelah sukses membuat mama Arsa itu ketakutan dan histeris.Mita lantas meninggalkan RSJ tempat Ratna dirawat. Hanya tinggal satu orang yang akan dibuat gila lagi. Dia adalah Prita. Wanita yang menjadi duri dalam rumah tangganya. Mita juga tidak ingin Prita hidup tenang dalam penjara."Antar aku ke penjara. Aku ingin ketemu Prita," kata Mita pada sopir pribadinya."Baik, Bu!" Sopir itu menjawab dengan tegas.Rupanya hari ini adalah jadwal para nar
Satu per satu dari mereka yang ditetapkan sebagai terdakwa harus menjalani proses sidang. Hari ini adalah sidang Prita dan Arsa. Mantan suami Amelia putri sebelumnya datang ke sidang putusan cerai. Ia menangis ketika harus melepaskan Amelia."Aku titip anak-anak," kata Arsa setelah selesai sidang putusan perceraian mereka berdua kepada Amelia.Arsa berlinang air mata saat mengatakannya. Amelia baru pertama kali melihat mantan suaminya menangis. Sebelumnya sama sekali tidak pernah. Akan tetapi, hatinya sudah benar-benar mati rasa saat ini."Ya. Sudah kewajibanku mendidik dan membesarkan mereka. Aku ikhlaskan agar suatu saat kamu bersama Prita." Amelia menegaskan hal itu lalu pergi meninggalkan Arsa.Arsa sadar, hidupnya setelah ini tidak akan baik-baik saja. Ia harus bertanggungjawab atas semua kesalahan di masa lalunya. Penjara sudah menanti dan jabatannya pun dicopot begitu saja oleh pihak kepolisian. Terlalu banyak kejahatan yang diperbuat oleh Prita dan Arsa.Hanya saja, Arsa mungk
"Mau mengamuk silakan. Kamu akan ditangkap oleh rekan kerja sendiri. Kalian yang selama ini menutupi kebusukan suami saya, juga sudah saya laporkan." Mita menunjuk dua orang ajudan Joko yang kini wajahnya pias."Argh!" Joko frustasi saat ini menghadapi sang istri.Atasan Joko dikenal tidak bisa kompromi sama sekali. Sudah jelas jabatan akan diturunkan atau dipecat. Hanya tinggal menunggu nasib baik saja yang memihak. Ternyata selama ini diam-diam Mita mengintai semua kegiatan Joko. Satu bulan setelah masa penyidikan dan ketiga tersangka pembunuhan Salina harus disidang di pengadilan. Ditambah satu lagi; Joko. Joko dianggap ikut terlibat karena berselingkuh dengan korban. Ratna adalah sosok yang pertama kali disidangkan. Sesuai dengan janjinya, Dandi tidak melibatkan Mita.Salina jatuh terduduk seorang diri bukan karena didorong. Setelahnya dibunuh dengan ditembak tepat pada kepalanya. Sebenarnya bukan kasus yang rumit. Menjadi rumit karena banyak pihak yang terlibat karena dendam. "
Dandi menerima rekaman cctv itu dengan banyak tanya di dalam kepalanya. Apa hubungan Mita dengan Salina? Astaga! Rumit sekali masalah ini. Baru kali ini ada kasus pembunuhan yang melibatkan banyak orang. Entahlah, siapa yang benar dan siapa yang berbohong.Dandi membuka rekaman itu setelah disambungkan pada komputer di meja kerjanya. Mita menunggu dengan harap-harap cemas saat ini. Ia pun sudah siap jika setelah ini juga menjadi seorang pesakitan seperti Prita."I-ini apa maksudnya, Kak?" tanya Dandi saat melihat rekaman itu.Mita mengusap air matanya. Wanita itu benar-benar terpukul karena penghianatan suaminya. Sosok yang dicintainya memilih bermain dengan wanita lain saat dirinya sedang berusaha untuk bisa hamil. Salah satu wanita itu adalah Prita. "Sekarang kamu tahu 'kan, kenapa aku selalu membuat jebakan dan mengintai Prita? Dia salah satu simpanan suamiku." Mita mengatakan dengan lirih sambil mengusap air matanya. "Aku sudah curiga sejak lama hubungan mereka. Rumah yang diakui
Joko tentu saja terkejut dengan semua ucapan Amelia. Rencana yang sudah disusun gagal total di tangan Amelia. Wajah wanita itu tampak sangat tegas dan tidak ingin dibantah sama sekali. Amelia sedang tidak ingin berkompromi dengan siapa pun dan apa pun itu."Silakan tinggalkan tempat ini. Kita tidak saling kenal," usir Amelia tanpa basa-basi sama sakali saat ini."Baiklah. Tapi, aku jamin suatu saat kamu membutuhkan bantuanku. Tidak sekarang, tapi pasti akan butuh." Joko berkata dengan penuh nada ancaman."Tidak. Aku dikelilingi oleh banyak orang baik. Aku hanya membutuhkan mereka semua." Amelia tidak takut sama sekali pada Joko saat ini. Joko tertawa miris. Ia kalah begitu saja dengan wanita rendahan. Bu Dibyo hanya diam dan memperhatikan interaksi keduanya. Ia tidak mau ikut campur terlalu jauh pada masalah ini. Ia belum tahu, apa yang membuat Amelia bersikap sinis pada Joko.Joko akhirnya meninggalkan rumah sakit. Ia marah sekaligus kecewa, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Jika me
Prita bisa kabur dari tahanan. Ia bekerja sama dengan polisi yang berjaga. Wanita simpanan Arsa itu menjanjikan sejumlah uang pada petugas. Entah apa yang dicari Prita saat ini.Amelia tidak mungkin menang melawan wanita yang datang bersama dengan empat orang laki-laki. Mereka semua berperawakan tinggi besar. Preman itu disewa Prita untuk meneror Amelia saat ini. Prita merasa, istri Arsa itu telah menjebaknya."Dia yang bikin aku dalam masalah harus dapat hukuman. Cari barang bukti itu!" Prita memerintahkan anak buahnya agar bekerja dengan cepat. "Beruntung aku bisa membuka pintu itu dengan mudah," kata Prita lagi yang seolah tidak takut apa pun.Prita sangat marah karena Amelia dianggap lancang telah membuat masalah. Bukan hanya itu, Prita kini tidak bisa mengelak tentang senjata api yang saat ini digunakan sebagai barang bukti. Memang tidak ada sidik jari yang menempel, tetapi polisi sudah tahh bagaimana cara kerja Prita itu. Tuduhan itu membuat Prita marah dan mendendam pada Amelia