Terima kasih sudah membaca.
Semua mata tertuju pada Amelia dengan wajah penuh tanda tanya. Suami Amelia mematung di tempatnya karena ditatap tajam oleh Subianto dan Arsyila secara bersaman. Amelia sadar, lantas mengaktifkan pengeras suara. Tentu tujuannya agar mereka mendengar apa dan bagaimana Prita saat berbicara. "Hai! Kenapa kamu yang angkat! Di mana Mas Arsa!" Suara kasar Prita membuat Arsa merah padam. Ia tidak berani mengambil paksa ponsel miliknya saat ada papa dan sang kakak. Mereka berdua pasti akan langsung menghajar Arsa habis-habisan. Bukan menghajar secara fisik melainkan dengan ucapan juga tudingan yang menjatuhkan mental. "Mau bicara dengan suami saya?" "Iya! Berikan ponselnya pada Mas Arsa!" "Kalo boleh tahu, apa yang Anda ingin bicarakan? Biar nanti saya sampaikan. Perempuan sudah tahu suami orang kenapa masih saja dihubungi dan bahkan menjalani hubungan terlarang. Lantas, bagaimana dengan kabar seragam yang kalian gunakan?" Amelia berusaha tenang saat mengatakannya. Ia tahu Prita pasti ti
Prita masuk ke dalam pagar rumah Amelia. Mungkin ia meloncat dari pagar rumah yang telah ditutup itu. Wanita simpanan Arsa itu berani mendatangi rumah suami sirinya. Memang benar, urat malunya sudah putus.Satu tamparan mendarat di pipi kanan Amelia. Wanita tiga anak itu diangkat kerah bajunya oleh Prita. Satu kali dorongan dari wanita jahat itu membuat tubuh kurus Amelia membentur pintu rumah dan membuat pintu itu terbuka dan membentur tembok. Suara benturan pintu itu mengejutkan Arsa saat ini."Rasakan kamu! Kamu memang harus mendapatkan hal ini!" Prita menendang perut Amelia yang saat ini jatuh telentang di lantai.Amelia yang tidak siap dengan serangan mendadak itu tidak bisa menghindar dari tendangan Prita. Sekuat tenaga Amelia berteriak meminta tolong. Ada satu warga yang sedang melintas dan gegas melompati pagar karena melihat Amelia sedang dihajar. Pun dengan Arsa yang sangat terkejut dengan kedatangan Prita saat ini."Kamu! Berhenti atau aku akan kasar padamu!" Arsa melindung
Ratna terkejut saat melihat ada sosok wanita yang dianggapnya berbahaya itu. Mendadak otak mama mertua Amelia itu merasa dijebak oleh Arsa. Anak bungsunya itu menghubunginya tadi dan meminta untuk menjaga ketiga anaknya. Justru sekarang ada wanita yang kapan saja bisa membuatnya jatuh di rumah ini."Bukannya urus suami, malah keluyuran tidak jelas. Dasar! Perempuan otak udang!" hina Bu Dibyo dengan bangga."Ini rumah anakku! Justru aku yang seharusnya bertanya. Ngapain kamu ke sini?" Ratna merasa tidak terima jika direndahkan oleh sosok yang selalu hadir saat Amelia terdesak. "Lagi pula suamiku, sekarang sibuk bekerja. Suamiku dapat kontrak kerja dari Permana Grup," pamer Ratna pada Bu Dibyo yang tidak terpengaruh sama sekali."Ga ada hubungannya dengan alasan kedatanganmu di rumah ini. Mau kerja sama dengan Permana Grup atau grup mana pun ga akan mengubah apa pun. Kamu tetaplah orang yang tidak berguna." Sebuah kalimat menohok yang keluar dari mulut Bu Dibyo dan langsung membungkam R
Prita harus menjalani rangkaian pemeriksaan perihal kesehatan mental dan juga jiwa. Sebuah pukulan telak yang saat ini diterima oleh Prita. Ia merasa ada yang salah dalam hidupnya beberapa hari ini. Kecurigaannya tetap pada Sultan yang mendadak hilang kabar saat ini. "Bu, boleh saya memakai ponsel saya?" tanya Prita pada sosok wanita berpangkat jenderal bintang satu yang juga seorang dokter spesialis jiwa itu."Boleh saja. Silakan." Dokter Anggita mengizinkan Prita menghubungi seseorang. Helaan napas lega tampak jelas pada wajah Prita saat ini. Ia akan menghubungi sosok polisi berpangkat bintang tiga itu--Joko. Bantuan laki-laki berusia empat puluh dua tahun itu sangat diperlukan oleh wanita yang saat ini sedang menjalani konsultasi kesehatan mental dan jiwa. Prita akan memberikan pelajaran pada Mita sang atasan.Prita : "Siang, Om, aku rupanya butuh bantuan. Mita Yasinta, atasanku mengirimkanku pada dokter Anggita. Panjang ceritanya."Pesan itu sudah dikirimkan oleh Prita. Hanya ce
Seluruh tubuh Arsa gemetar saat ini. Arsyila kini berada di depan sang adik. Wajah suami Amelia tampak pucat pasi saat ini. Rahasianya terbongkar kali ini. "Jadi, rupanya ini benar adanya?" Arsyila merebut akta nikah milik sang adik. "Kamu!" tuding Arsyila dengan wajah geram pada Arsa. "Mbak, a-aku bisa jelaskan," kata Arsa yang seolah tidak masalah jika menikah lagi. "Apa yang mau kamu jelaskan. Akta nikah ini sudah membuktikan semua. Aku paham sekarang, kenapa Amelia memilih menyerah. Rupanya, anak kebanggaan Mama dan Papa telah menyakitinya. Ya, dan aku baru sadar sekarang. Luar biasa sekali kamu menyembunyikan semua ini dari kami," sindir Arsyila tajam pada sang adik. Arsyila langsung keluar dari kamar sang adik. Ia geram bukan kepalang. Sebenarnya tujuan datang ke rumah ini adalah untuk bertanya di mana Amelia dirawat saat ini. Akan tetapi, justru kejutan yang luar biasa ia dapatkan. Arsyila melihat semua anak Amelia sudah berada di kamar. Hatinya sakit saat melihat ketiga k
Prita terperanjat kaget karena melihat kehadiran sosok laki-laki yang tidak dikenalnya sama sekali. Ia lantas mematikan panggilan dari atasannya. Prita saat ini berdiri dengan posisi sangat waspada. Tidak menutup kemungkinan jika laki-laki di depannya akan berbuat jahat. "Siapa kamu?" tanya Prita sambil menatap tajam ke arah laki-laki asing itu. "Ngapain sih, kamu kaya gitu? Kita bahkan sudah melewati malam bersama." Laki-laki itu mengoceh tidak jelas dan membuat Prita terkejut. "A-apa maksud kamu?" Prita saat ini sangat gugup karena mendengar ucapan laki-laki asing yang ada di kamarnya dan hanya menggunakan handuk. Prita mendadak diam dan mengingat kejadian semalam. Rasanya tidak mungkin karena semalam ia merasa berada di rumah sakit. Ia juga ingat jika semalam ada yang menyerangnya. Setelah itu Prita tidak ingat apa pun. "Kenapa? Bukankah kamu sangat gila berhubungan intim hingga suami orang pun kamu mau?!" Laki-laki asing itu membentak Prita dan membuat wanita simpanan Arsa itu
Arsa menatap tajam ke arah Dandi. Sosok yang ditatap pun sadar jika yang mencuri dengar obrolan mereka. Dandi tetap santai saja dan justru melambaikan tangan kepada Arsa. Ia tetap mengobrol dengan sosok yang menghubunginya. "Tidak ada masalah. Nanti paketannya bisa dikirim ke kantor aja. Kalo di rumah, susah nanti. Rumah sering kosong. Istri aku masuk shift pagi di rumah sakit." Astaga! Arsa merasa salah sasaran saat ini. Ia mengira jika Dandi sedang menghubungi seseorang. Arsa pun tampak lega setelah tahu bukan orang dari kepolisian yang dihubungi Dandi. Ia merasa telah dijebak saat ini. Dandi menutup ponselnya dengan setelah selesai berbincang. Ia mendekati Arsa yang saat ini masih saja berdiri. Sesi tanya jawab sudah berakhir sejak tadi. Arsa seperti orang yang sedang kebingungan saat ini. "Ada yang bisa aku bantu?" tanya Dandi kepada juniornya itu. "Enggak ada. Aku hanya merasa ...." Arsa mengembuskan napas berat, menunjukkan jika kini masalahnya sangat berat. Dandi paham jik
Arsyila tampak sangat heran dengan pertanyaan sang adik yang seolah tidak suka jika papa mereka ada di rumah ini. Padahal sejak pagi sang papa berada di rumah ini. Astaga! Rupanya Arsa ketakutan saat ini. "Kenapa kalo Papa di sini? Kamu takut?" Arsyila mengatakannya dengan nada sangat ketus. "Lagian Mama, tidak bisa diandalkan sama sekali. Saat menantunya sedang kesulitan justru sibuk dengan arisan. Hal yang sama sekali tidak penting," kata Arsyila dan membuat Arsa mengembuskan napas dengan kasar. Amelia lantas menuntun anaknya. Aron tampak sangat merindukan sang mama. Anak itu tampak tidak mau lepas dari Amelia. Sayang, ibu tiga anak itu belum bisa menggendong anak bungsunya. Ada rasa nyeri yang masih tersisa di dalam perutnya. "Nak, kamu jangan banyak gerak dulu. Selama masa pemulihan, biar Syila tetap di sini. Malam baru pulang dijemput Agung," kata Subianto dengan lembut pada Amelia. "Iya, Pa. Maafkan aku, merepotkan banyak orang." Amelia merasa tidak enak hati. Mereka seolah
Semenjak kejadian itu, Sashi memilih tinggal bersama dengan Arusha--saudara kembarnya. Sudah enam bulan dan Aditya sama sekali tidak mencarinya. Entah apa yang mereka lakukan setelah Sashi keluar dari neraka yang mereka sebut rumah. Arusha merasa geram dengan ulah Santika."Mending kamu ajukan gugatan. Apa yang mau kamu pertahankan bersama dengan dia? Sejak awal, aku udah rasa jika mereka hanya akan memanfaatkan kamu saja." Arusha mengepalkan tangan karena merasa tidak terima saudara kembarnya diperlakukan tidak adil oleh mereka semua. "Aku menggugat cerai? Tidak, tidak akan aku lakukan. Aku ingin membuat mereka paham, siapa aku dan siapa mereka. Aku sedang menunggu kehancuran mereka satu per satu." Sashi tampak tidak setuju dengan pendapat saudara kembarnya."Kamu pikir dengan menunggu mereka akan hancur? Bodoh! Mereka justru sedang berbahagia sekarang. Lihat, gundik Aditya sedang memamerkan test pek ini," kata Arusha menyerahkan ponselnya pada Sashi.Sekuat apa pun Sashi, tetaplah
Anak-anak Amelia bersama Arsa sudah dewasa. Sashi bahkan sudah menikah. Hidup Amelia pun bahagia bersama dengan Sultan. Ia benar-benar merasa diratukan oleh laki-laki yang tepat."Ma, kenapa dulu Mama mengambil keputusan cerai?" tanya Sashi yang siang ini berada di rumah sang mama. Wajah Sashi seperti sedang menahan kesedihan yang luar biasa dalam. Amelia menatap sang putri yang sudah dua tahun menikah dengan tatapan benyak pertanyaan. Selama ini, Sashi tidak pernah menceritakan masalah rumah tangganya pada siapa pun. Ia menutup rapat-rapat masalah keluarga."Kenapa tanya seperti itu?" tanya Amelia yang merasa aneh pada pertanyaan sang putri.Sashi meraih piring di depannya dan mulai memakan buah potong. Amelia menyuguhkan camilan buah untuk sang putri. Ia tahu jika Sashi tidak begitu suka kue atau kudapan yang berbahan dasar tepung. Bukan diet, hanya saja Sashi memang kurang suka."Hanya tanya saja, Ma. Apa karena ada perempuan lain?" tanya Sashi dengan santai agar sang mama tidak c
"Terima kasih, Sayang, penantianku selama dua puluh satu tahun ga sia-sia. Akhirnya kamu menerima kamu." Sultan memeluk sang istri yang tak lain adalah Amelia putri.Mereka menikah setelah Amelia menjanda selama lima tahun. Tidak mudah bagi Sultan untuk meyakinkan hati sang istri. Amelia punya trauma luar biasa pada pernikahan. Apalagi Sultan punya semua yang wanita inginkan. "Maaf, aku belum sepenuhnya bisa percaya pada laki-laki." Amelia mengatakan terus terang pada sang suami.Menerima lamaran Sultan secara resmi pun karena ketiga putranya yang memintanya. Sejak kematian Arsa, Amelia memilih untuk menyibukkan diri dengan bekerja. Ia seolah menjaga jarak dengan banyak laki-laki. Cenderung galak pada laki-laki yang datang mendekatinya.Sejak Suriyana meminta Amelia membuka hati untuk Sultan, ternyata keduanya cocok. Ditambah lagi, ketiga anak Amelia sangat lengket pada Sultan. Mereka membutuhkan sosok seorang ayah yang tidak didapatkan dari mendiang Arsa. Sultan memberikan semua hal
Mita tersenyum ke arah Ratna yang saat ini ketakutan. Entah mengapa, sejak menjalani sidang, Mita adalah sosok yang menakutkan bagi Ratna. Padahal, mereka sama sekali tidak bersinggungan satu dengan lainnya. Mita tidak ditunjuk menjadi tim penyidik kasus besar ini. "Apakah aku begitu mengerikan di matamu? Hai! Ternyata kamu juga dalang penculikan anak-anak di kota ini. Kamu menikmati uang dari itu semua. Ck! Ternyata otakmu luar biasa. Ya, tapi semua harus berakhir di sini sekarang. Nikmati sisa usia kamu!" Mita langsung meninggalkan Ratna setelah sukses membuat mama Arsa itu ketakutan dan histeris.Mita lantas meninggalkan RSJ tempat Ratna dirawat. Hanya tinggal satu orang yang akan dibuat gila lagi. Dia adalah Prita. Wanita yang menjadi duri dalam rumah tangganya. Mita juga tidak ingin Prita hidup tenang dalam penjara."Antar aku ke penjara. Aku ingin ketemu Prita," kata Mita pada sopir pribadinya."Baik, Bu!" Sopir itu menjawab dengan tegas.Rupanya hari ini adalah jadwal para nar
Satu per satu dari mereka yang ditetapkan sebagai terdakwa harus menjalani proses sidang. Hari ini adalah sidang Prita dan Arsa. Mantan suami Amelia putri sebelumnya datang ke sidang putusan cerai. Ia menangis ketika harus melepaskan Amelia."Aku titip anak-anak," kata Arsa setelah selesai sidang putusan perceraian mereka berdua kepada Amelia.Arsa berlinang air mata saat mengatakannya. Amelia baru pertama kali melihat mantan suaminya menangis. Sebelumnya sama sekali tidak pernah. Akan tetapi, hatinya sudah benar-benar mati rasa saat ini."Ya. Sudah kewajibanku mendidik dan membesarkan mereka. Aku ikhlaskan agar suatu saat kamu bersama Prita." Amelia menegaskan hal itu lalu pergi meninggalkan Arsa.Arsa sadar, hidupnya setelah ini tidak akan baik-baik saja. Ia harus bertanggungjawab atas semua kesalahan di masa lalunya. Penjara sudah menanti dan jabatannya pun dicopot begitu saja oleh pihak kepolisian. Terlalu banyak kejahatan yang diperbuat oleh Prita dan Arsa.Hanya saja, Arsa mungk
"Mau mengamuk silakan. Kamu akan ditangkap oleh rekan kerja sendiri. Kalian yang selama ini menutupi kebusukan suami saya, juga sudah saya laporkan." Mita menunjuk dua orang ajudan Joko yang kini wajahnya pias."Argh!" Joko frustasi saat ini menghadapi sang istri.Atasan Joko dikenal tidak bisa kompromi sama sekali. Sudah jelas jabatan akan diturunkan atau dipecat. Hanya tinggal menunggu nasib baik saja yang memihak. Ternyata selama ini diam-diam Mita mengintai semua kegiatan Joko. Satu bulan setelah masa penyidikan dan ketiga tersangka pembunuhan Salina harus disidang di pengadilan. Ditambah satu lagi; Joko. Joko dianggap ikut terlibat karena berselingkuh dengan korban. Ratna adalah sosok yang pertama kali disidangkan. Sesuai dengan janjinya, Dandi tidak melibatkan Mita.Salina jatuh terduduk seorang diri bukan karena didorong. Setelahnya dibunuh dengan ditembak tepat pada kepalanya. Sebenarnya bukan kasus yang rumit. Menjadi rumit karena banyak pihak yang terlibat karena dendam. "
Dandi menerima rekaman cctv itu dengan banyak tanya di dalam kepalanya. Apa hubungan Mita dengan Salina? Astaga! Rumit sekali masalah ini. Baru kali ini ada kasus pembunuhan yang melibatkan banyak orang. Entahlah, siapa yang benar dan siapa yang berbohong.Dandi membuka rekaman itu setelah disambungkan pada komputer di meja kerjanya. Mita menunggu dengan harap-harap cemas saat ini. Ia pun sudah siap jika setelah ini juga menjadi seorang pesakitan seperti Prita."I-ini apa maksudnya, Kak?" tanya Dandi saat melihat rekaman itu.Mita mengusap air matanya. Wanita itu benar-benar terpukul karena penghianatan suaminya. Sosok yang dicintainya memilih bermain dengan wanita lain saat dirinya sedang berusaha untuk bisa hamil. Salah satu wanita itu adalah Prita. "Sekarang kamu tahu 'kan, kenapa aku selalu membuat jebakan dan mengintai Prita? Dia salah satu simpanan suamiku." Mita mengatakan dengan lirih sambil mengusap air matanya. "Aku sudah curiga sejak lama hubungan mereka. Rumah yang diakui
Joko tentu saja terkejut dengan semua ucapan Amelia. Rencana yang sudah disusun gagal total di tangan Amelia. Wajah wanita itu tampak sangat tegas dan tidak ingin dibantah sama sekali. Amelia sedang tidak ingin berkompromi dengan siapa pun dan apa pun itu."Silakan tinggalkan tempat ini. Kita tidak saling kenal," usir Amelia tanpa basa-basi sama sakali saat ini."Baiklah. Tapi, aku jamin suatu saat kamu membutuhkan bantuanku. Tidak sekarang, tapi pasti akan butuh." Joko berkata dengan penuh nada ancaman."Tidak. Aku dikelilingi oleh banyak orang baik. Aku hanya membutuhkan mereka semua." Amelia tidak takut sama sekali pada Joko saat ini. Joko tertawa miris. Ia kalah begitu saja dengan wanita rendahan. Bu Dibyo hanya diam dan memperhatikan interaksi keduanya. Ia tidak mau ikut campur terlalu jauh pada masalah ini. Ia belum tahu, apa yang membuat Amelia bersikap sinis pada Joko.Joko akhirnya meninggalkan rumah sakit. Ia marah sekaligus kecewa, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Jika me
Prita bisa kabur dari tahanan. Ia bekerja sama dengan polisi yang berjaga. Wanita simpanan Arsa itu menjanjikan sejumlah uang pada petugas. Entah apa yang dicari Prita saat ini.Amelia tidak mungkin menang melawan wanita yang datang bersama dengan empat orang laki-laki. Mereka semua berperawakan tinggi besar. Preman itu disewa Prita untuk meneror Amelia saat ini. Prita merasa, istri Arsa itu telah menjebaknya."Dia yang bikin aku dalam masalah harus dapat hukuman. Cari barang bukti itu!" Prita memerintahkan anak buahnya agar bekerja dengan cepat. "Beruntung aku bisa membuka pintu itu dengan mudah," kata Prita lagi yang seolah tidak takut apa pun.Prita sangat marah karena Amelia dianggap lancang telah membuat masalah. Bukan hanya itu, Prita kini tidak bisa mengelak tentang senjata api yang saat ini digunakan sebagai barang bukti. Memang tidak ada sidik jari yang menempel, tetapi polisi sudah tahh bagaimana cara kerja Prita itu. Tuduhan itu membuat Prita marah dan mendendam pada Amelia