Terima kasih sudah membaca
Wanita mana yang tidak hancur hatinya saat mendengar ada seorang ibu mertua yang justru mendukung sikap anaknya yang menghianati istri sahnya? Amelia hanya wanita biasa yang sudah rapuh sejak penghiantan sang suami empat tahun yang lalu. Perih, sakit, dan kecewa sudah menjadi bagian dalam hidup Amelia. Arusha dan Sashi tampak bingung, mereka sama sekali tidak paham. "Nak, jangan katakan apapun, ya. Kita semua akan baik-baik saja." Amelia memberikan nasihat pada kedua anaknya dan mereka hanya mengangguk. "Ka-kamu sejak kapan di sini?" tanya Arsa yang kaget saat membuka pintu hendak mengantar sang mama dan di depan pintu sudah ada anak dan istrinya. "Baru saja." Amelia menjawab dengan datar. "Suami tanya itu jawabnya yang baik. Sopan sedikit, bukan pakai wajah songong seperti itu!" Ratna selalu saja ikut campur masalah anak dan menantunya itu. "Ma, sudahlah, mungkin Mamanya anak-anak sedang capek," kata Arsa masih dengan rasa gugup yang luar biasa saat ini. Tanpa basa-basi lagi, A
Arsa melajukan mobilnya menuju ke rumah Prita. Prita mempunyai sebuah rumah mewah. Wajar, dia lahir dan besar dari keluarga kaya raya. Saat ini sosok wanita perusak rumah tangga Arsa dan Amelia itu menjadi prioritas Ratna. "Ini rumah kamu?" tanya Ratna yang memandang takjub pada rumah mewah dan megah milik Prita. "Iya, Bu. Rumah pemberian Papa sebagai hadiah karena aku lulus Akpol dan tugas di sini. Udah lumayan lama sih belinya," jawab Prita sambil tersenyum lebar. Ratna berdecak kagum saat mobil milik Arsa memasuki halaman rumah Prita. Sangat jauh jika dibandingkan dengan rumah Arsa yang dibelinya dengan susah payah. Prita memang kaya raya. Hal itu yang ada di benak Ratna. "Aku nanti langsung pulang, ya." Arsa mengatakannya dengan nada dingin pada Prita. "Heh! Ngapain kamu pulang. Prita habis dirawat di rumah sakit dan kamu mau pulang?!" Ratna membentak Arsa di depan Prita. "Lagian kamu juga ngapain pulang? Di rumah juga ada wanita menyebalkan itu," lanjut Ratna yang merasa tida
Sepanjang perjalan menuju ke rumah sang Mama, Arsa hanya diam. Ratna berusaha menenangkan sang putra, tetapi gagal. Suami Amelia itu kini kini luar biasa takut. Tidak hanya masalah di rumah yang timbul, tetapi di kantor juga. Bisa berharap apa saat ini? Mita bukan orang yang mudah mendengar penjelasan nanti. Fajar pasti akan membuat semuanya jadi rumit. Lampu merah di jalan raya menghentikan laju mobil Arsa saat ini. "Arghh ....!" Arsa meremas rambutnya karena frustasi. "Sa ... kamu harus tenang. Besok jelaskan jika memang kebetulan Mama dan Prita saling kenal. Dia itu potensial alias kaya raya. Jauh kalo dibandingkan sama Amelia yang dekil," kata Ratna dengan nada sinis. Arsa sama sekali tidak menanggapi ucapan sang mama. Ia memilih diam, kepalanya sangat sakit saat ini. Tidak ada jalan keluar sama sekali. Satu hal yang mengusik hatinya; ia mendengar suara sang anak tadi saat di telepon. Benarkah Amelia merindukan kedua orang tuanya? Dusta apalagi yang diciptakannya saat ini? Ars
Arsa hanya melongo saat Amelia menghempas tangannya dengan kasar. Ia menatap Amelia yang kini juga menatapnya dengan tatapan tajam. Wanita yang setia menemaninya dari nol itu seolah tidak ada rasa takut sama sekali pada Arsa. Haruskah Arsa menampar istri yang telah berjuang melahirkan ketiga anaknya itu? "Apa yang mau kamu bicarakan?" Amelia mengatakannya sambil menatap Arsa yang kini hanya diam. "Jika membahas simpananmu maka aku tidak akan tertarik sama sekali. Aku sudah membuat keputusan bulat. Aku mengajukan gugatan cerai!" lanjut Amelia dengan nada tinggi, tetapi tidak berteriak karena takut mengganggu ketiga anaknya yang sudah tertidur. "Oh ... kamu berani menentangku?!" Bentak Arsa dengan suara keras. "Ya! Aku berani dan sama sekali tidak takut. Aku diam selama ini bukan berarti tidak tahu sama sekali tentangmu dan wanita itu. Terlalu banyak kebohongan dalam hidup kamu sampai akhirnya kamu sendirilah yang bingung bagaimana cara menyembunyikannya!" Amelia tidak dapat lagi memb
Astaga! Apalagi ini? Arsa memijit pelipisnya. Ia mendadak sakit kepala. Dua wanita itu akan bertemu? Tidak semua itu tidak boleh terjadi untuk saat ini. Berpisah dengan Amelia sama saja mengakui dengan jujur perselingkuhannya dengan Prita. Arsa tidak mau melakukan hal bodoh lagi. Cukup satu kali saja berurusan dengan Fajar dan jajaran penyidik lainnya. "Halo, Mas! Aku ngomong dicuekin. Kamu itu harus sadar, aku ga mau, ya, sampai kehilangan jabatan. Diturunkan pangkatku saja rasanya bisa jantungan. Aku susah payah untuk bisa sampai pada posisi ini." "Kamu tahu, ga, kalo saat ini lagi genting?" "Makanya biarkan aku ketemu sama Mbak Amelia. Aku akan tawarkan kerja sama. Kalian tidak akan sampai bercerai." Ucapan Prita seolah menyiram panas yang ada di dalam hati Arsa. Sosok ayah tiga anak itu memang mengakui kecerdasan Prita di atas rata-rata wanita pada umumnya. Salah satu daya tarik bagi Arsa jika dibandingkan dengan Amelia yang hanya berdiam dan tidak pernah mengeluarkan ide apa
Amelia tidak lagi terkejut saat Arsa mengatakan hal itu. Semalam ia telah mendengarnya; lebih tepatnya mencuri dengar pembicaraan mereka lewat sambungan telepon. Arsa masih sama, suara teleponnya akan keras. Ia lupa jika tadi malam berada di rumah. "Baiklah." Amelia menjawab tanpa beban sedikit pun. "Kamu setuju?" Pertanyaan Arsa sangat ambigu saat ini karena suami tidak tahu diri itu merasa jika Amelia tidak akan mempermasalahkan tentang hubungan terlarang. "Hanya bertemu saja 'kan? Tidak masalah." Amelia menjawab dengan wajah datar. Arsa tidak bisa menebak apa yang dipikirkan wanita yang saat ini sedang menggendong Aron itu. Lima belas menit berlalu tanpa ada sepatah kata pun dari sang istri. Arsa sama sekali tidak tahu harus melakukan apa saat ini. "Mel, aku janji akan lebih mengutamakan kamu setelah ini. Aku sadar telah menelantarkan kalian semua. Aku juga janji, Mama tidak akan ikut campur lagi urusan rumah tangga kita. Juga, aku akan menegur mama ketika berbuat kasar atau b
Sultan menoleh ke arah sumber suara. Ia mengenal Prita dengan baik sejak lama. Wanita perusak rumah tangga orang itu memang menaruh hati pada Sultan. Hanya saja sosok tampan itu mengabaikannya. "Ya, kebetulan lewat," jawab Sultan sambil melirik ke arah Arsa yang sibuk makan ikan lele goreng dengan sambal di ataanya. Sultan hanya menghela napas panjang saat melihat kedua pasangan itu. Ia berusaha bersikap seolah tidak tahu apapun perihal mereka berdua. Sebuah strategi agar Arsa tidak curiga ketika diam-diam ia mendekati Amelia. "Kamu sama siapa?" tanya Sultan setelah selesai memesan satu porsi pecel lele dengan kol goreng yang menjadi kesukaannya sejak Amelia pernah menyuapkan padanya dulu. "Ada sama teman." Ucapan Prita membuat Arsa tersedak es teh manis yang sedang diteguknya. Sultan tersenyum tipis melihat reaksi suami Amelia itu. Dianggap teman padahal sudah tinggal bersama itu rasanya menyakitkan. Seperti luka yang menganga dan sengaja ditaburi garam. Amelia pasti bahagia jika
Wajah Arsa menegang seketika. Ia menatap sang istri yang sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun saat ini. Amelia tampak sangat tenang dan tidak menunjukkan wajah sedih sama sekali. Arsa juga tidak pernah bisa memahami Amelia sepenuhnya; apa yang disukai dan tidak disukai dari wanita cantik itu, ia sama sekali tidak takut. "Kenapa bahas tentang Prita?" tanya Arsa dengan ketus dan merasa salah tingkah. "Apa salahnya? Bukankan wanita itu mau bertemu denganku?" tanya Amelia dan membuat Arsa sesak napas seketika. "Aku tidak tahu kapan Prita akan menemuimu. Aku harap, kamu tidak menyakiti perasaannya. Dia banyak kenalan jendral dan pejabat penting di kepolisian." Arsa mengancam Amelia dengan cara yang halus dan tidak lagi berkata kasar. "Mel, aku janji, setelah kalian bertemu nanti, kita akan mulai lagi sama-sama," lanjutnya tanpa memperhatikan perasaan Amelia yang saat ini sangat sakit. Amelia sudah terbiasa tersakiti dengan keadaan yang membuatnya tersudut. Keadaan saat ia harus
Semenjak kejadian itu, Sashi memilih tinggal bersama dengan Arusha--saudara kembarnya. Sudah enam bulan dan Aditya sama sekali tidak mencarinya. Entah apa yang mereka lakukan setelah Sashi keluar dari neraka yang mereka sebut rumah. Arusha merasa geram dengan ulah Santika."Mending kamu ajukan gugatan. Apa yang mau kamu pertahankan bersama dengan dia? Sejak awal, aku udah rasa jika mereka hanya akan memanfaatkan kamu saja." Arusha mengepalkan tangan karena merasa tidak terima saudara kembarnya diperlakukan tidak adil oleh mereka semua. "Aku menggugat cerai? Tidak, tidak akan aku lakukan. Aku ingin membuat mereka paham, siapa aku dan siapa mereka. Aku sedang menunggu kehancuran mereka satu per satu." Sashi tampak tidak setuju dengan pendapat saudara kembarnya."Kamu pikir dengan menunggu mereka akan hancur? Bodoh! Mereka justru sedang berbahagia sekarang. Lihat, gundik Aditya sedang memamerkan test pek ini," kata Arusha menyerahkan ponselnya pada Sashi.Sekuat apa pun Sashi, tetaplah
Anak-anak Amelia bersama Arsa sudah dewasa. Sashi bahkan sudah menikah. Hidup Amelia pun bahagia bersama dengan Sultan. Ia benar-benar merasa diratukan oleh laki-laki yang tepat."Ma, kenapa dulu Mama mengambil keputusan cerai?" tanya Sashi yang siang ini berada di rumah sang mama. Wajah Sashi seperti sedang menahan kesedihan yang luar biasa dalam. Amelia menatap sang putri yang sudah dua tahun menikah dengan tatapan benyak pertanyaan. Selama ini, Sashi tidak pernah menceritakan masalah rumah tangganya pada siapa pun. Ia menutup rapat-rapat masalah keluarga."Kenapa tanya seperti itu?" tanya Amelia yang merasa aneh pada pertanyaan sang putri.Sashi meraih piring di depannya dan mulai memakan buah potong. Amelia menyuguhkan camilan buah untuk sang putri. Ia tahu jika Sashi tidak begitu suka kue atau kudapan yang berbahan dasar tepung. Bukan diet, hanya saja Sashi memang kurang suka."Hanya tanya saja, Ma. Apa karena ada perempuan lain?" tanya Sashi dengan santai agar sang mama tidak c
"Terima kasih, Sayang, penantianku selama dua puluh satu tahun ga sia-sia. Akhirnya kamu menerima kamu." Sultan memeluk sang istri yang tak lain adalah Amelia putri.Mereka menikah setelah Amelia menjanda selama lima tahun. Tidak mudah bagi Sultan untuk meyakinkan hati sang istri. Amelia punya trauma luar biasa pada pernikahan. Apalagi Sultan punya semua yang wanita inginkan. "Maaf, aku belum sepenuhnya bisa percaya pada laki-laki." Amelia mengatakan terus terang pada sang suami.Menerima lamaran Sultan secara resmi pun karena ketiga putranya yang memintanya. Sejak kematian Arsa, Amelia memilih untuk menyibukkan diri dengan bekerja. Ia seolah menjaga jarak dengan banyak laki-laki. Cenderung galak pada laki-laki yang datang mendekatinya.Sejak Suriyana meminta Amelia membuka hati untuk Sultan, ternyata keduanya cocok. Ditambah lagi, ketiga anak Amelia sangat lengket pada Sultan. Mereka membutuhkan sosok seorang ayah yang tidak didapatkan dari mendiang Arsa. Sultan memberikan semua hal
Mita tersenyum ke arah Ratna yang saat ini ketakutan. Entah mengapa, sejak menjalani sidang, Mita adalah sosok yang menakutkan bagi Ratna. Padahal, mereka sama sekali tidak bersinggungan satu dengan lainnya. Mita tidak ditunjuk menjadi tim penyidik kasus besar ini. "Apakah aku begitu mengerikan di matamu? Hai! Ternyata kamu juga dalang penculikan anak-anak di kota ini. Kamu menikmati uang dari itu semua. Ck! Ternyata otakmu luar biasa. Ya, tapi semua harus berakhir di sini sekarang. Nikmati sisa usia kamu!" Mita langsung meninggalkan Ratna setelah sukses membuat mama Arsa itu ketakutan dan histeris.Mita lantas meninggalkan RSJ tempat Ratna dirawat. Hanya tinggal satu orang yang akan dibuat gila lagi. Dia adalah Prita. Wanita yang menjadi duri dalam rumah tangganya. Mita juga tidak ingin Prita hidup tenang dalam penjara."Antar aku ke penjara. Aku ingin ketemu Prita," kata Mita pada sopir pribadinya."Baik, Bu!" Sopir itu menjawab dengan tegas.Rupanya hari ini adalah jadwal para nar
Satu per satu dari mereka yang ditetapkan sebagai terdakwa harus menjalani proses sidang. Hari ini adalah sidang Prita dan Arsa. Mantan suami Amelia putri sebelumnya datang ke sidang putusan cerai. Ia menangis ketika harus melepaskan Amelia."Aku titip anak-anak," kata Arsa setelah selesai sidang putusan perceraian mereka berdua kepada Amelia.Arsa berlinang air mata saat mengatakannya. Amelia baru pertama kali melihat mantan suaminya menangis. Sebelumnya sama sekali tidak pernah. Akan tetapi, hatinya sudah benar-benar mati rasa saat ini."Ya. Sudah kewajibanku mendidik dan membesarkan mereka. Aku ikhlaskan agar suatu saat kamu bersama Prita." Amelia menegaskan hal itu lalu pergi meninggalkan Arsa.Arsa sadar, hidupnya setelah ini tidak akan baik-baik saja. Ia harus bertanggungjawab atas semua kesalahan di masa lalunya. Penjara sudah menanti dan jabatannya pun dicopot begitu saja oleh pihak kepolisian. Terlalu banyak kejahatan yang diperbuat oleh Prita dan Arsa.Hanya saja, Arsa mungk
"Mau mengamuk silakan. Kamu akan ditangkap oleh rekan kerja sendiri. Kalian yang selama ini menutupi kebusukan suami saya, juga sudah saya laporkan." Mita menunjuk dua orang ajudan Joko yang kini wajahnya pias."Argh!" Joko frustasi saat ini menghadapi sang istri.Atasan Joko dikenal tidak bisa kompromi sama sekali. Sudah jelas jabatan akan diturunkan atau dipecat. Hanya tinggal menunggu nasib baik saja yang memihak. Ternyata selama ini diam-diam Mita mengintai semua kegiatan Joko. Satu bulan setelah masa penyidikan dan ketiga tersangka pembunuhan Salina harus disidang di pengadilan. Ditambah satu lagi; Joko. Joko dianggap ikut terlibat karena berselingkuh dengan korban. Ratna adalah sosok yang pertama kali disidangkan. Sesuai dengan janjinya, Dandi tidak melibatkan Mita.Salina jatuh terduduk seorang diri bukan karena didorong. Setelahnya dibunuh dengan ditembak tepat pada kepalanya. Sebenarnya bukan kasus yang rumit. Menjadi rumit karena banyak pihak yang terlibat karena dendam. "
Dandi menerima rekaman cctv itu dengan banyak tanya di dalam kepalanya. Apa hubungan Mita dengan Salina? Astaga! Rumit sekali masalah ini. Baru kali ini ada kasus pembunuhan yang melibatkan banyak orang. Entahlah, siapa yang benar dan siapa yang berbohong.Dandi membuka rekaman itu setelah disambungkan pada komputer di meja kerjanya. Mita menunggu dengan harap-harap cemas saat ini. Ia pun sudah siap jika setelah ini juga menjadi seorang pesakitan seperti Prita."I-ini apa maksudnya, Kak?" tanya Dandi saat melihat rekaman itu.Mita mengusap air matanya. Wanita itu benar-benar terpukul karena penghianatan suaminya. Sosok yang dicintainya memilih bermain dengan wanita lain saat dirinya sedang berusaha untuk bisa hamil. Salah satu wanita itu adalah Prita. "Sekarang kamu tahu 'kan, kenapa aku selalu membuat jebakan dan mengintai Prita? Dia salah satu simpanan suamiku." Mita mengatakan dengan lirih sambil mengusap air matanya. "Aku sudah curiga sejak lama hubungan mereka. Rumah yang diakui
Joko tentu saja terkejut dengan semua ucapan Amelia. Rencana yang sudah disusun gagal total di tangan Amelia. Wajah wanita itu tampak sangat tegas dan tidak ingin dibantah sama sekali. Amelia sedang tidak ingin berkompromi dengan siapa pun dan apa pun itu."Silakan tinggalkan tempat ini. Kita tidak saling kenal," usir Amelia tanpa basa-basi sama sakali saat ini."Baiklah. Tapi, aku jamin suatu saat kamu membutuhkan bantuanku. Tidak sekarang, tapi pasti akan butuh." Joko berkata dengan penuh nada ancaman."Tidak. Aku dikelilingi oleh banyak orang baik. Aku hanya membutuhkan mereka semua." Amelia tidak takut sama sekali pada Joko saat ini. Joko tertawa miris. Ia kalah begitu saja dengan wanita rendahan. Bu Dibyo hanya diam dan memperhatikan interaksi keduanya. Ia tidak mau ikut campur terlalu jauh pada masalah ini. Ia belum tahu, apa yang membuat Amelia bersikap sinis pada Joko.Joko akhirnya meninggalkan rumah sakit. Ia marah sekaligus kecewa, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Jika me
Prita bisa kabur dari tahanan. Ia bekerja sama dengan polisi yang berjaga. Wanita simpanan Arsa itu menjanjikan sejumlah uang pada petugas. Entah apa yang dicari Prita saat ini.Amelia tidak mungkin menang melawan wanita yang datang bersama dengan empat orang laki-laki. Mereka semua berperawakan tinggi besar. Preman itu disewa Prita untuk meneror Amelia saat ini. Prita merasa, istri Arsa itu telah menjebaknya."Dia yang bikin aku dalam masalah harus dapat hukuman. Cari barang bukti itu!" Prita memerintahkan anak buahnya agar bekerja dengan cepat. "Beruntung aku bisa membuka pintu itu dengan mudah," kata Prita lagi yang seolah tidak takut apa pun.Prita sangat marah karena Amelia dianggap lancang telah membuat masalah. Bukan hanya itu, Prita kini tidak bisa mengelak tentang senjata api yang saat ini digunakan sebagai barang bukti. Memang tidak ada sidik jari yang menempel, tetapi polisi sudah tahh bagaimana cara kerja Prita itu. Tuduhan itu membuat Prita marah dan mendendam pada Amelia