Makan malam itu berlangsung di keheningan. Setelah resign dari pekerjaannya, Andrea belum memutuskan mencari pekerjaan lain. Selain karena saran dokter, Fred juga tidak ingin wanita itu bekerja berat dan membahayakan kesehatannya dan juga bayinya. Pria itu sangat takut kejadian waktu itu terulang lagi. Setiap hari dilalui wanita itu dengan membaca buku, dan akhirnya mencoba-coba resep sendiri. Ia pun akhirnya memasakkan makan pagi dan makan malam untuk mereka berdua. Dengan alasan untuk menghilangkan kebosanan, padahal sebenarnya karena ia tidak ingin melihat suaminya sakit lagi.
Curi-curi pandang ke arah Fred yang sedang makan, Andrea memperhatikan kalau kondisi suaminya seperti sebulan lalu. Bawah mata pria itu menghitam dan wajahnya pucat, meski tidak separah dulu."Kau masih mual-mual?"Tiba-tiba saja pertanyaan itu tercetus dari mulutnya tanpa mampu ia tahan. Tampak suaminya mengangkat kepalanya dan memandangnya keheranan."Sedikit. Kamu tahuSelama beberapa hari setelah kejadian itu, Andrea menghindarinya. Mereka memang tetap makan bersama, tapi setelahnya wanita itu langsung pergi. Ada saja alasannya yang membuat Fred tidak bisa satu ruangan dengan isterinya lebih dari 30 menit. Meski sudah terbiasa dengan sikap dingin isterinya tapi perasaan pria itu akhir-akhir ini menjadi lebih sensitif, membuatnya cepat merasa down hanya karena permasalahan kecil.Seperti kejadian kemarin, ketika salah satu klien yang khusus minta ditanganinya meminta revisi design berkali-berkali. Biasanya ia akan menanggapi situasi itu dengan profesional, dan segera memberikan hasil revisi sesuai masukan klien. Apapun kondisinya, ia akan berusaha memberikan yang terbaik. Tapi tidak kali ini. Sudah beberapa jam ini, dirinya hanya bengong menatap kertas kosong di layarnya.Pikirannya kacau. Emosinya labil. Belum lagi kain kecil yang disimpannya beberapa hari lalu, sudah tidak bisa lagi memberinya ketenangan. Harum yang disukainya
= Di salah satu bangunan apartemen. Kota SD =Suara pintu yang terbuka membuat Lily menoleh. Tampak senyuman sumringah di wajahnya."Rory!"Tanpa basa basi, Lily melompat ke arah suaminya dan memeluknya erat. Pria itu menggendong isterinya dan tertawa cerah. Ia sangat menikmati sambutan dari wanita ini tiap kali pulang ke rumah. Sepertinya sejak menikahi isterinya hampir 10 bulan lalu, hidupnya semakin baik saja.Pasangan itu berpelukan erat dan Gregory membawa mereka duduk di sofa. Ia memberikan ciuman penuh sayang pada isteri di pangkuannya yang dibalas Lily dengan kelembutan yang sama. Mengusap pipi Gregory, Lily menatap suaminya dan kembali mengecupnya pelan beberapa kali.Tangannya mengelus rambut pria itu yang tebal dan ikal. "Jadi, bagaimana prosesnya? Mike mau?"Merapihkan helaian rambut isterinya yang sedikit berantakan, Gregory mengangguk sambil tersenyum."Dia mau. Tepat sebelum rencana opening minggu depan, R
= Kantor konsultan Ashley & Associates. Sekitar seminggu setelahnya =Riuh rendah tepuk tangan terdengar menggema dalam ruangan yang tidak terlalu besar itu. Jumlah tamu yang hadir tidak sampai 30 orang, tapi semuanya adalah keluarga dan teman dekat. Tampak wajah-wajah bahagia mengucapkan selamat pada pasangan suami isteri yang baru menggunting pita itu.Memeluk saudara angkatnya, Fred menepuk punggung Gregory cukup keras."Selamat, big bro! Akhirnya kau kembali pada tujuan awalmu!"Terkekeh pelan, Gregory balas menyalami Fred dengan erat. "Terima kasih, Frederick. Aku dan Lily sangat menghargainya. Sayang, kau tidak membawa Andrea ke sini."Ucapan itu membuat Fred tertegun. Matanya mengerjap dan ia mengamati pria di depannya heran."Kau 'berterima kasih'? Sejak kapan?"Senyuman samar di berikan oleh saudaranya. "Hmm."Melihat itu, kepala Fred meneleng dan ia bersiul pelan. "Wow. Lily benar-benar bisa merubahmu,
= Salah satu Kafe. Dekat kantor konsultan Ashley & Associates =Ayah dan anak itu selama beberapa saat hanya duduk dalam keheningan. Maverick menatap cangkir kopinya dan Gregory memandang ke arah jendela besar di samping meja mereka. Berbagai macam hal berseliweran dalam benak keduanya, tapi belum ada satu pun yang berbicara.Menghela nafasnya kasar, kepala Gregory akhirnya menoleh dan memandang ayahnya."Sebenarnya, apa yang ingin Anda bicarakan? Sampai sejauh ini menemui saya?"Kedua mata biru di depannya masih menatap cangkir di depannya. Jari-jarinya yang panjang mengetuk pelan meja di depannya dan ia mengangkat pandangannya. Menatap anaknya dengan sorot tajam."Bene. Sampai kapan kau mau menolak realita, kalau kau adalah anakku? Kau keturunan seorang Rothschild. Keluarga Rothschild adalah keluarga terpandang di Eropa. Salah satu yang terkaya. Sampai sekarang, aku tidak habis pikir dengan keputusanmu untuk membuang hak-mu sebagai anak
Pintu apartemen itu terbuka lebar dan pasangan yang lelah itu melangkah masuk dengan gontai. Tampak Lily melemparkan tasnya di kursi dan membuka mantelnya asal-asalan. Ia ke kulkas dan membuka pintunya. "Kamu mau minum, Greg?"Kepala Gregory mengangguk dan mengikuti isterinya. Pria itu mengambil botol air dari tangan Lily."Thanks."Pasangan itu langsung meminum air dari botol mereka dengan rakus. Keduanya sangat kehausan. Sepanjang hari, mereka benar-benar disibukkan dengan acara pembukaan kantor konsultan milik Gregory dan siangnya bekerja di sana. Karena sebelumnya pria itu sudah menang tender beberapa project kecil, timnya mau tidak mau segera sigap untuk mengerjakannya. Demikian pula Lily, yang terpaksa menyumbangkan tenaganya karena suaminya belum mendapatkan tenaga ahli di bidang interior. Kesibukan yang sangat tiba-tiba dan harus menangani lingkup project yang lebih besar, membuat keduanya harus beradaptasi kembali. Selama ini,
= Rumah sakit St. Collins. Kota CA =Tampak sepasang suami isteri duduk di depan seorang dokter berjas putih. Wajah sang dokter terlihat tidak ramah di usianya yang sebenarnya masih muda. Matanya yang gelap mengamati pasangan di depannya."Janin Anda baik-baik saja. Tidak ada masalah di usianya yang berjalan 10 minggu. Saya akan memberikan beberapa vitamin untuk Anda, Nyonya."Kepala Andrea mengangguk kaku. Bibirnya tidak tersenyum. "Terima kasih, dokter."Menuliskan resep, mata sang dokter beralih ke pria yang duduk di sebelah pasiennya. Lelaki itu memandangi pasangannya dengan tatapan mendamba tapi entah kenapa, ada jarak antara keduanya. Si wanita pun sama sekali tidak menoleh dan hanya menatap tangan di pangkuannya sendiri.Mata sang dokter menelusuri wajah si pria lebih intens. Mengamati bagian-bagian wajahnya, turun ke d*da bidang serta sepasang lengan yang terlihat kuat di balik kemejanya yang digulung hingga siku. Bulu-bulu halusn
= Beberapa bulan kemudian ="Apa ini?"Pasangan itu sedang makan pagi, saat Fred mengulurkan sebuah amplop di depan isterinya. "Komisi untukmu. Karena membantuku dalam project kemarin."Kedua alis Andrea berkerut tidak paham. "Project? Project apa?"Menyendokkan makanannya, Fred berkata santai. "Project kondominium kemarin. Beberapa bulan lalu, aku sedang mengerjakan revisinya dan kamu membantuku membuat design-nya. Klien cukup senang dengan revisimu, dan setuju untuk membangunnya sesuai idemu. Itu komisi sebagai seorang arsitek."Raut Andrea tertegun dan ia menatap Fred. Tampak matanya memandang amplop tertutup itu datar."Frederick. Aku ini bukan arsitek. Apa perlu aku ingatkan, kalau aku adalah mahasiswa DO? Aku tidak punya ijasah atau pengalaman profesional untuk bisa kamu sebut arsitek. Saat itu, aku hanya iseng membantumu. Bukan maksudku mencampuri pekerjaanmu dan kebetulan saja, klien-mu suka. Tapi aku tidak akan
= Salah satu apartemen mewah. Kota NY =Kepala cantik itu menoleh saat terdengar suara pintu yang terbuka. Tampak ia kembali sibuk dengan lipstik-nya saat tahu siapa yang sedang masuk ke ruangan itu."Tumben kau sering pulang malam, Keith. Biasanya kau paling tidak betah di kantor."Membuka dasinya asal, pria itu tidak menjawab. Ia malah memperhatikan wanita yang tampak berdandan sangat cantik malam itu. Gaunnya cukup mengundang, meski tertutup di bagian bawahnya."Kau mau pergi?"Pertanyaan itu membuat si wanita tersenyum dan mendekatinya. Salah satu tangannya mengusap pipi Keith yang sedikit berjambang karena lupa bercukur."Kau mau aku tinggal?"Sorot jijik tampak dari mata Keith dan pria itu mundur. "Jangan sentuh aku!"Penolakan itu membuat si wanita marah. Ia hampir saja menampar Keith tapi mengurungkannya. Tampak ia meraih mantelnya yang tergeletak di tempat tidur."Kau sekarang tidak asyik lagi,
= Beberapa minggu, hampir satu bulan setelah kejadian di apartemen Kyle ="Apa yang kau lakukan, Kyle? Bukan seperti ini rencana kita! Kau bilang hanya ingin membuat Fred dan Andrea putus dengan membuatnya cemburu padaku! Tidak pernah kau bilang akan menyebarkan foto-foto Frederick yang seperti itu di kampus!" Kekehan terdengar dari Kyle yang masih santai dengan dumbbell-nya. Ia asyik menatap bayangannya sendiri."Memangnya kenapa? Semuanya mulus, kan? Frederick terkena batunya, seperti keinginan kita.""Tapi tidak dengan Andrea! Tidak ada rencana membuat Andrea dikeluarkan, bruv! Apa yang kau lakukan sudah kelewat batas! Aku akan mengatakannya pada prof. Dec untuk mempertimbangkan kembali!"Melihat Keith akan keluar ruangan dengan marah, dengan santai Kyle meletakkan dumbbell-nya ke lantai."Memangnya apa yang mau kau bilang ke orangtua itu? Kalau aku yang menyebarkan foto-foto Frederick? Apa kau punya bukti aku yang melakukann
Selama beberapa waktu, Lorelai latihan bersama Kyle di ruangan gym milik pria itu. Apartemen Kyle cukup mewah dan pria itu merubah salah satu kamar tamunya menjadi ruangan latihan yang berisi beberapa peralatan mahal. Pria itu senang menghabiskan waktu di sana untuk latihan, sekaligus mengagumi dirinya sendiri karena dinding-dindingnya diubah menjadi cermin yang besar dan memenuhi ruangan.Tampak lelaki itu membantu Lorelai untuk melakukan peregangan dan tangannya berada di perut gadis itu yang rata. Matanya yang hijau menelusuri tubuh gadis itu yang meski masih berusia 15 tahun, tapi sudah terbentuk sempurna. Kedua asetnya tampak menggiurkan dan kakinya yang jenjang terlihat seksi. Gadis itu sangat seksi, dan sayangnya ia tidak tertarik. Ia jauh lebih tertarik pada kakak-kakak lelakinya yang s*alnya, justru menunjukkan rasa tidak suka padanya.Karena kesal, tanpa sadar salah satu telapak Kyle justru mer*mas d*da Lorelai kuat dan membuat gadis itu tertegun. Kedua p
= Flashback hampir 18 tahun yang lalu. Salah satu cafe, kota CA. Amerika ="Aku akan melakukannya malam ini. Kau ikut?"Pria muda di depannya tampak menunduk menatap minumannya sendiri. Tampangnya gugup."Kyle... Apa kau yakin-""Kau ini mau membantuku atau tidak!?" Nada suara saudaranya yang tinggi membuat Keith mendongak. Ia menelan ludah saat melihat ekspresi Kyle yang keras dan penuh kemarahan."Aku tentu saja mau membantumu, bruv. Tapi cara ini...""Kau sudah lupa yang dilakukan orang s*alan itu padaku? Dia menghajarku habis-habisan, mate! Dan dia melakukannya setelah mel*cehkan aku! Saudaranya pun tahu kekurangan orang kurang ajar itu, tapi malah diam saja dan justru memusuhiku! Kau tahu dia tidak suka padaku, kan?"Menghela nafasnya, Keith memandang Kyle skeptis. "Tapi dia tidak ada hubungannya, bruv. Apa kau tega memanfaatkannya? Anak itu masih polos dan tidak harus bertanggungjawab untuk kelakuan kakak
Mata indah Claudia membesar, dan wanita itu perlahan mundur ke belakang."Keith...?"Di depan matanya, terlihat Keith menggenggam benda besi berkilat di tangannya. Pria itu menodongkannya ke arahnya dengan raut muka yang kosong dan datar.Jantung Claudia berdebar kencang dan ia mengangkat kedua tangannya hati-hati."Keith. Turunkan benda berbahaya itu. Kau tidak tahu cara menggunakannya."Komentar itu membuat Keith akhirnya mengeluarkan dengusan dan juga tawa kecil. Tatapannya tampak geli."Kau bilang, aku tidak tahu caranya? Justru aku sangat tahu, Kyle. Apa kau tidak tahu kalau paman Keifer sering mengajakku berburu menggantikanmu? Kau yang terlalu pengecut melihat darah, sering bersembunyi di balik alasan latihan untuk pertandingan. Aku bukan banci seperti dirimu, Kyle Young karena aku sangat tahu bagaimana cara menggunakan senjata api. Apapun jenisnya!"Rahang Claudia mengeras dan terdengar aliran nafas yang kencang
= Salah satu apartemen mewah. Kota NY. Sekitar 5 hari kemudian =Dalam apartemen yang hampir kosong itu, terserak beberapa kotak sudah penuh yang terisi berbagai macam barang. Apartemen yang tadinya mewah dan rapih itu kini terlihat kotor dan tidak terpelihara. Beberapa pajangannya sudah tidak ada karena dijual. Sisanya, sebagian masuk ke dalam kotak. Tampak seseorang yang sedang berdiri di tengah ruangan terlihat frustasi dan melempar ponselnya kesal ke arah sofa. Ia hampir saja membantingnya tadi ke lantai, kalau tidak ingat keadaannya saat ini.Salah satu kakinya menendang kotak yang berisi barang yang asal-asalan dimasukkan ke dalamnya."S*alan!?"Sangat kesal, Claudia berteriak sangat kencang dalam ruangan itu beberapa kali. Ia sangat frustasi, tapi tidak tahu harus melampiaskannya pada siapa. Ayahnya masuk penjara, sepupunya menghilang entah ke mana. Ia sendiri tidak bisa ke kantor YnY Inc. karena perusahaannya telah disegel dan masih menung
Setelah kepergian Maverick, pasangan suami-isteri itu tampak membereskan meja makan. Menatap Lily yang tengah melipat lap-nya, Gregory sedikit bersender ke meja pantry."Bagaimana menurutmu dia?""Dia? Maksudmu ayahmu?""Hmm."Menyimpan lap-nya di meja pantry, Lily ikut bersender di sebelah suaminya. Wanita itu tampak berfikir."Dia sebenarnya mirip denganmu. Kaku seperti kanebo kering. Pertama melihatnya pun aku sedikit takut.""Kanebo kering? Memangnya, aku sekaku itu?"Pertanyaan itu membuat Lily tertawa kecil. "Memangnya kamu tidak sadar? Kamu itu kaku, Greg. Dari dulu sampai sekarang, banyak orang yang takut padamu. Anak magang di kantor pun begitu. Mereka lebih suka bertanya pada Mike dibanding padamu. Mungkin kalau tidak sekaku itu, akan banyak orang mendekatimu. Termasuk para agen pemasaran di sebelah kantor kita."Baru sadar dengan kata-katanya, Lily terdiam. Wanita itu tampak berfikir dan memandang sua
"KEITH!? KAU MEMANG B*NGSAT!? B*JINGAN KAU!?"Tidak terhindar lagi, sebuah bogem yang keras mendarat di wajah Keith yang mulus dan membuat tubuh pria tampan itu terdorong ke tembok. Fred hampir saja maju lagi, saat melihat tetesan darah di lantai. Pria itu segera menahan saudara angkatnya yang juga ingin mendaratkan hantaman di wajah tamunya."Jangan, Greg. Dia terjangkit HIV. Lebih baik hati-hati."Kata-kata itu membuat Gregory mundur dan menghela nafasnya. Sepertinya, ia memang tidak boleh berbuat tindakan kekerasan lagi. Kepalanya menggeleng dan ia menyerahkan keputusan pada Fred yang menepuk pundaknya. Tampak bibir adiknya memberikan senyuman kecut padanya."Biar aku yang membereskannya. Hal ini tidak akan pernah selesai kalau dilanjutkan dengan kekerasan.""Enak saja kau ngomong begitu! Kau sudah puas karena telah menghajarnya, Frederick!"Kembali Fred menepuk pundak Gregory. "Sudahlah. Aku cukup khilaf tadi."Kedua
= Apartemen Gregory & Lily =Suara pintu yang tertutup membuat Lily menongolkan kepalanya dari dapur. "Greg? Kamu datang?""Yes, baby. Aku sudah pulang." Gregory menggantungkan mantelnya ke lemari dan menyimpan ranselnya.Langkah pria itu membawanya ke dapur. "Kamu masak apa?"Raut Lily tampak bersalah dan ia meringis. "Maaf, aku tidak memasak. Aku hanya menghangatkannya saja. Tapi aku pulang dari rumah sudah cukup sore, dan tidak sempat kalau masak."Memeluk isterinya, Gregory memberinya ciuman sayang. "Tidak masalah, Red. Asal jangan membuatmu capek saja, aku tidak masalah memakan masakan jadi."Bibir wanita itu mencium suaminya beberapa kali dan menariknya ke meja makan."Hanya sekali saja. Aku janji, kalau nanti rumah kita sudah jadi, aku akan memasak makanan enak untukmu."Pria itu terkekeh dan keduanya mulai menikmati makan malam mereka. Setelahnya, pasangan itu bersantai di ruang keluarga sambil menonton
= Kantor konsultan Ashley & associates. Kota SD ="Bagaimana kabarmu?""Saya baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya, Tuan Rothschild."Jawaban yang tulus itu membuat Maverick mengerjap. Ia menatap sosok anaknya yang terlihat jauh lebih lembut dan lebih positif dibanding tahun kemarin. Sangat jelas, pria itu bahagia dengan kehidupannya.Pria baya itu menghela nafasnya dalam. Matanya menelusuri sejumlah orang yang tampak lalu-lalang di luar ruangan kantor Gregory yang berjendela kaca. Semua orang tampak sibuk, mencerminkan cukup banyak project yang diterima konsultan akhir-akhir ini. Dalam hatinya, Maverick merasa bangga untuk anaknya."Aku tidak melihat isterimu. Dia tidak datang hari ini?"Suara rendah Gregory terdengar melembut samar. "Lily sedang ada di rumah kami, mengurus interior-nya."Kepala Maverick berpaling dan memandang anaknya. "Kalian sudah punya rumah sendiri?""Baru saja jadi, tapi interiornya