Cahaya matahari pagi menimpa kulit putih itu dan perlahan, kedua mata yang tadinya tertutup itu mulai terbuka. Ia mendesah puas dan bibirnya tersenyum bahagia. Menutup matanya lagi, tangan Fred menyentuh kasur di sebelahnya dan gerakannya terhenti. Matanya yang cokelat langsung terbuka dan pria itu bangun dari posisinya. Ia terlihat bingung dan saat mendengar suara pintu dari arah luar, lelaki itu langsung berdiri dan menghambur keluar kamar tanpa mengenakan sehelai benang pun.
Sosok yang saat ini terlihat hampir keluar dari apartemen itu membuat Fred memanggil panik."Andrea!"Tubuh wanita itu sedikit mematung, sampai akhirnya perlahan berbalik. Tampak wajahnya yang bersih dan segar tanpa make-up. Meski hampir berkepala-4, tapi wanita itu terlihat jauh lebih muda dibanding usianya. Rambutnya yang pendek pun tampak bergelombang membingkai wajahnya yang oval."Fred. Selamat pagi." Suara wanita itu datar.Kening Fred berkerut dalam. Ia cuk"Terima kasih banyak, dokter.""Pastikan dia tidak dehidarasi dan stress. Anda bisa minta bantuan perawat full time kalau memang perlu.""Saya akan mengingatnya. Sekali lagi, terima kasih atas bantuannya."Menutup pintu depan, Gregory kembali pada salah satu kamar tidur di rumah itu. Tampak sosok ayahnya yang duduk di samping anaknya yang terbaring di tempat tidur. Isterinya juga berdiri dengan khawatir di salah satu sisinya. Kepalanya menoleh dan menampilkan senyum miris saat melihat suaminya.Tersenyum masam, Gregory menghampiri adiknya dan mengusap rambut pirangnya yang tebal."Bagaimana keadaanmu, lil' bro?" Sangat jarang Gregory mengeluarkan panggilan itu.Memaksakan senyuman di wajahnya, Fred menatap Gregory sayu. "Lebih baik. Thanks, bro.""Kuharap ini terakhir kalinya aku membawamu ke rumah sakit, dude. Kau ini merepotkan saja!"Kekehan lemah terdengar dari mulut Fred. "Yeah. Aku juga berharap begitu."
Kata-kata yang diucapkan dengan halus tapi sangat tajam itu membuat Rod tersadar, betapa getirnya hidup gadis itu selama ini. Ia cukup sering bertemu orang-orang dengan masalah berat dalam hidupnya. Orang-orang yang harus terus berjuang, meski penuh darah dan air mata. Dan mereka tidak bisa menunjukkan kepedihan dan kegetiran hidup itu pada orang lain. Karena di saat lemah, maka akan ada banyak orang-orang di luar sana yang mengantri untuk melibasnya hingga rata dengan tanah.Rod sangat yakin, wanita ini adalah salah satunya.Sebelum mengadakan pertemuan ini, ia telah meminta seseorang untuk sedikit menyelidiki latar belakang Andrea dan hasilnya membuat pria tua itu terkejut. Gadis ini ternyata telah menjadi sebatang kara tidak lama setelah peristiwa naas dulu. Hidupnya pun luntang-lantung dan berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang tidak jelas. Sampai akhirnya ia menemukan keahliannya di bidang kuliner dan menata karir-nya sedikit demi sedikit, dari m
Pertanyaan penuh nada khawatir itu membuat hati Fred menghangat. Ia tidak mau berharap tapi sialnya, perasaannya jauh lebih kuat dibanding akalnya. Ia masih sangat mencintai wanita di depannya ini dan yakin, tidak akan pernah dapat menemukan penggantinya hingga ia mati nanti."Aku tidak apa-apa. Hanya pusing sedikit.""Duduklah. Kami akan kesulitan mengangkatmu kalau kamu sampai pingsan."Terkekeh pelan, Fred menurut saat dirinya dituntun untuk duduk di lantai. Andrea menyusul dan ikut duduk. Klara yang melihat interaksi keduanya tidak mau kalah. Wanita itu perlahan beringsut mendekati Fred dan duduk di samping pria itu sambil menempelkan bahu mereka. Aroma parfum yang cukup menyengat menerpa hidung lelaki itu dan membuatnya mendorong bahu Klara menjauh. Ia sangat mual."Jauh-jauh dariku. Kau sangat bau."Melihat wajah Fred yang memutih dan berkeringat, Andrea sangat khawatir. "Fred? Kamu tidak apa-apa? Kamu pucat sekali."
= Taman St. George. Beberapa hari kemudian ="Sekarang, kau boleh mencium pengantinmu."Kata-kata itu membuat hati Fred berdebar-debar. Tangannya gemetar saat membuka tutup kudung Andrea yang kini telah menjadi isterinya. Tampak wajah pengantinnya yang cantik sempurna. Mata cokelat pria itu bergerak-gerak dan salah satu tangannya mengusap pipi wanita itu lembut. Kepalanya menunduk dan dengan sangat lembut, bibirnya mencium bibir wanita itu. Pelan dan dalam.Gemuruh tepuk tangan yang terdengar di telinganya, membuat Fred menjauhkan kepalanya dan menatap isterinya. Tatapan wanita itu tertunduk, mengarah ke buketnya. Bibirnya sama sekali tidak tersenyum. Hati Fred kembali sakit. Benarkah wanita ini sekarang sangat benci padanya?Berusaha meredakan kesedihannya, pria itu menggandeng isterinya dan tersenyum ke arah tamu-tamunya. Senyumnya tampak lebar dan bahagia, sama sekali tidak menggambarkan keterpurukannya di dalam. Pria itu tahu, ia tel
= Salah satu apartemen mewah di kota CA. Malam hari =Pasangan pengantin yang baru menikah pagi itu berdiri dengan canggung di tengah ruangan. Keduanya masih mengenakan pakaian pesta dan sama-sama lelah. Dua orang itu lelah setelah seharian berakting bahagia di hadapan semua orang, karena tidak satu pun dari mereka yang benar-benar merasa bahagia. Melepas jasnya capek, Fred berjalan pelan ke sebuah ruangan dan membuka pintunya. Saat menoleh pada Andrea, ia memutuskan tidak akan beradu argumen malam ini. Ia tahu wanita itu berusaha menampilkan diri sebagai isteri yang sempurna siang tadi, dan telah berhasil.Andrea Garrett adalah wanita sempurna baginya yang sayangnya, ia sendiri bukanlah pria yang sempurna untuk wanita itu. Selama di samping Andrea, ia telah menjadi pria lebih baik. Tapi kehadiran dirinya, justru membuat nasib wanita itu lebih buruk. Sepertinya, ia memang pembawa sial bagi kehidupan wanita itu. Termasuk sekarang. Ia menyeretnya masuk ke k
Penuturan suaminya membuat Lily tertegun. Ia sangat terkejut Gregory ternyata memiliki masalah berat sejak terakhir kali mereka berpisah. Ia tadinya menyangka pria itu baik-baik saja dan tidak peduli padanya. "Aku... Aku tidak tahu kalau kejadian itu sangat mempengaruhimu, Rory. Aku tidak pernah meminta dr. Hills untuk menceritakan apapun padamu, karena tidak mau membebanimu. Aku-""Justru seharusnya kamu menceritakannya, Red."Pandangan marah suaminya membuat Lily terdiam. Ia sangat merasa bersalah pada pria itu. "Rory...""Kamu seharusnya bilang padaku kalau kamu hamil anak kita. Anak KITA, Red. Dan aku baru mengetahuinya saat anak itu sudah tidak ada. Bagaimana bisa kamu setega itu padaku? Aku memintamu menikahiku saat itu, yang berarti aku benar-benar serius padamu. Kamu mengenalku sejak dulu, Red. Sejak kamu masih kecil. Apa kamu menyangka kalau aku pria jahat dan akan menyakitimu?"Mata biru Gregory terlihat berkaca-kaca. Baru kali
Keith Jacob Lee adalah anak tunggal dari Keith Lee, sr. Ayahnya adalah karyawan kantoran biasa dan ibunya seorang guru TK. Keith dibesarkan cukup baik dan memiliki cita-cita untuk menempuh karir sebagai psikolog pendidikan, mengikuti jejak ibunya. Namun demikian, keluarganya hanya dari kalangan menengah. Ayah dan ibunya harus banting tulang untuk membiayai sekolahnya yang termasuk sekolah elite, termasuk memenuhi cicilan rumah mereka yang selesai entah kapan. Keith kecil tidak mengetahui kondisi finansial keluarganya, sampai ia akhirnya bertemu dengan sepupunya ketika dirinya memasuki usia SMP.Pertemuan pertama itu cukup berkesan. Itu adalah pertama kalinya Keith bertemu Kyle Young. Orang tuanya hampir tidak pernah menceritakan mengenai asal-usul mereka, sampai Keith bertemu sendiri dengan sepupunya itu. Fisik dan perawakan keduanya yang hampir mirip membuat dua orang itu akrab dengan cepat. Tidak lama, Keith pun mengajak teman barunya ke rumah dan di situlah awal dari seg
"Bubba!"Teriakan kencang itu membuat kepala Keith menoleh dan senyuman lebar terlihat di bibirnya.Dari arah taman, tampak kibaran rambut keriting berwarna kemerahan. Pemiliknya adalah seorang gadis kecil bermata biru bulat dengan lesung di pipinya yang berbintik-bintik. Gadis itu mengingatkannya pada satu karakter di komik yang dulu pernah dibacanya saat kecil. Perilakunya pun hampir mirip. Ceria, senang tertawa dan kelihatan malu-malu saat ia bertemu dengan seseorang yang disukainya.Tentu saja Keith sangat tahu siapa orang yang disukai anak berambut merah itu. Sudah sejak beberapa tahun ini, ia telah menjadikan anak itu subject observasinya. Ia sangat mengenal sifat anak itu dari interaksinya yang hampir tiap minggu. Akhirnya, ia juga sadar kalau anak itu sebenarnya tidak percaya diri. Sebagai kompensasinya, anak itu belajar lebih banyak dan lebih keras dibanding orang lain. Sayangnya, cukup jarang orang-orang di luar sana yang bisa melihatnya sebagai
= Beberapa minggu, hampir satu bulan setelah kejadian di apartemen Kyle ="Apa yang kau lakukan, Kyle? Bukan seperti ini rencana kita! Kau bilang hanya ingin membuat Fred dan Andrea putus dengan membuatnya cemburu padaku! Tidak pernah kau bilang akan menyebarkan foto-foto Frederick yang seperti itu di kampus!" Kekehan terdengar dari Kyle yang masih santai dengan dumbbell-nya. Ia asyik menatap bayangannya sendiri."Memangnya kenapa? Semuanya mulus, kan? Frederick terkena batunya, seperti keinginan kita.""Tapi tidak dengan Andrea! Tidak ada rencana membuat Andrea dikeluarkan, bruv! Apa yang kau lakukan sudah kelewat batas! Aku akan mengatakannya pada prof. Dec untuk mempertimbangkan kembali!"Melihat Keith akan keluar ruangan dengan marah, dengan santai Kyle meletakkan dumbbell-nya ke lantai."Memangnya apa yang mau kau bilang ke orangtua itu? Kalau aku yang menyebarkan foto-foto Frederick? Apa kau punya bukti aku yang melakukann
Selama beberapa waktu, Lorelai latihan bersama Kyle di ruangan gym milik pria itu. Apartemen Kyle cukup mewah dan pria itu merubah salah satu kamar tamunya menjadi ruangan latihan yang berisi beberapa peralatan mahal. Pria itu senang menghabiskan waktu di sana untuk latihan, sekaligus mengagumi dirinya sendiri karena dinding-dindingnya diubah menjadi cermin yang besar dan memenuhi ruangan.Tampak lelaki itu membantu Lorelai untuk melakukan peregangan dan tangannya berada di perut gadis itu yang rata. Matanya yang hijau menelusuri tubuh gadis itu yang meski masih berusia 15 tahun, tapi sudah terbentuk sempurna. Kedua asetnya tampak menggiurkan dan kakinya yang jenjang terlihat seksi. Gadis itu sangat seksi, dan sayangnya ia tidak tertarik. Ia jauh lebih tertarik pada kakak-kakak lelakinya yang s*alnya, justru menunjukkan rasa tidak suka padanya.Karena kesal, tanpa sadar salah satu telapak Kyle justru mer*mas d*da Lorelai kuat dan membuat gadis itu tertegun. Kedua p
= Flashback hampir 18 tahun yang lalu. Salah satu cafe, kota CA. Amerika ="Aku akan melakukannya malam ini. Kau ikut?"Pria muda di depannya tampak menunduk menatap minumannya sendiri. Tampangnya gugup."Kyle... Apa kau yakin-""Kau ini mau membantuku atau tidak!?" Nada suara saudaranya yang tinggi membuat Keith mendongak. Ia menelan ludah saat melihat ekspresi Kyle yang keras dan penuh kemarahan."Aku tentu saja mau membantumu, bruv. Tapi cara ini...""Kau sudah lupa yang dilakukan orang s*alan itu padaku? Dia menghajarku habis-habisan, mate! Dan dia melakukannya setelah mel*cehkan aku! Saudaranya pun tahu kekurangan orang kurang ajar itu, tapi malah diam saja dan justru memusuhiku! Kau tahu dia tidak suka padaku, kan?"Menghela nafasnya, Keith memandang Kyle skeptis. "Tapi dia tidak ada hubungannya, bruv. Apa kau tega memanfaatkannya? Anak itu masih polos dan tidak harus bertanggungjawab untuk kelakuan kakak
Mata indah Claudia membesar, dan wanita itu perlahan mundur ke belakang."Keith...?"Di depan matanya, terlihat Keith menggenggam benda besi berkilat di tangannya. Pria itu menodongkannya ke arahnya dengan raut muka yang kosong dan datar.Jantung Claudia berdebar kencang dan ia mengangkat kedua tangannya hati-hati."Keith. Turunkan benda berbahaya itu. Kau tidak tahu cara menggunakannya."Komentar itu membuat Keith akhirnya mengeluarkan dengusan dan juga tawa kecil. Tatapannya tampak geli."Kau bilang, aku tidak tahu caranya? Justru aku sangat tahu, Kyle. Apa kau tidak tahu kalau paman Keifer sering mengajakku berburu menggantikanmu? Kau yang terlalu pengecut melihat darah, sering bersembunyi di balik alasan latihan untuk pertandingan. Aku bukan banci seperti dirimu, Kyle Young karena aku sangat tahu bagaimana cara menggunakan senjata api. Apapun jenisnya!"Rahang Claudia mengeras dan terdengar aliran nafas yang kencang
= Salah satu apartemen mewah. Kota NY. Sekitar 5 hari kemudian =Dalam apartemen yang hampir kosong itu, terserak beberapa kotak sudah penuh yang terisi berbagai macam barang. Apartemen yang tadinya mewah dan rapih itu kini terlihat kotor dan tidak terpelihara. Beberapa pajangannya sudah tidak ada karena dijual. Sisanya, sebagian masuk ke dalam kotak. Tampak seseorang yang sedang berdiri di tengah ruangan terlihat frustasi dan melempar ponselnya kesal ke arah sofa. Ia hampir saja membantingnya tadi ke lantai, kalau tidak ingat keadaannya saat ini.Salah satu kakinya menendang kotak yang berisi barang yang asal-asalan dimasukkan ke dalamnya."S*alan!?"Sangat kesal, Claudia berteriak sangat kencang dalam ruangan itu beberapa kali. Ia sangat frustasi, tapi tidak tahu harus melampiaskannya pada siapa. Ayahnya masuk penjara, sepupunya menghilang entah ke mana. Ia sendiri tidak bisa ke kantor YnY Inc. karena perusahaannya telah disegel dan masih menung
Setelah kepergian Maverick, pasangan suami-isteri itu tampak membereskan meja makan. Menatap Lily yang tengah melipat lap-nya, Gregory sedikit bersender ke meja pantry."Bagaimana menurutmu dia?""Dia? Maksudmu ayahmu?""Hmm."Menyimpan lap-nya di meja pantry, Lily ikut bersender di sebelah suaminya. Wanita itu tampak berfikir."Dia sebenarnya mirip denganmu. Kaku seperti kanebo kering. Pertama melihatnya pun aku sedikit takut.""Kanebo kering? Memangnya, aku sekaku itu?"Pertanyaan itu membuat Lily tertawa kecil. "Memangnya kamu tidak sadar? Kamu itu kaku, Greg. Dari dulu sampai sekarang, banyak orang yang takut padamu. Anak magang di kantor pun begitu. Mereka lebih suka bertanya pada Mike dibanding padamu. Mungkin kalau tidak sekaku itu, akan banyak orang mendekatimu. Termasuk para agen pemasaran di sebelah kantor kita."Baru sadar dengan kata-katanya, Lily terdiam. Wanita itu tampak berfikir dan memandang sua
"KEITH!? KAU MEMANG B*NGSAT!? B*JINGAN KAU!?"Tidak terhindar lagi, sebuah bogem yang keras mendarat di wajah Keith yang mulus dan membuat tubuh pria tampan itu terdorong ke tembok. Fred hampir saja maju lagi, saat melihat tetesan darah di lantai. Pria itu segera menahan saudara angkatnya yang juga ingin mendaratkan hantaman di wajah tamunya."Jangan, Greg. Dia terjangkit HIV. Lebih baik hati-hati."Kata-kata itu membuat Gregory mundur dan menghela nafasnya. Sepertinya, ia memang tidak boleh berbuat tindakan kekerasan lagi. Kepalanya menggeleng dan ia menyerahkan keputusan pada Fred yang menepuk pundaknya. Tampak bibir adiknya memberikan senyuman kecut padanya."Biar aku yang membereskannya. Hal ini tidak akan pernah selesai kalau dilanjutkan dengan kekerasan.""Enak saja kau ngomong begitu! Kau sudah puas karena telah menghajarnya, Frederick!"Kembali Fred menepuk pundak Gregory. "Sudahlah. Aku cukup khilaf tadi."Kedua
= Apartemen Gregory & Lily =Suara pintu yang tertutup membuat Lily menongolkan kepalanya dari dapur. "Greg? Kamu datang?""Yes, baby. Aku sudah pulang." Gregory menggantungkan mantelnya ke lemari dan menyimpan ranselnya.Langkah pria itu membawanya ke dapur. "Kamu masak apa?"Raut Lily tampak bersalah dan ia meringis. "Maaf, aku tidak memasak. Aku hanya menghangatkannya saja. Tapi aku pulang dari rumah sudah cukup sore, dan tidak sempat kalau masak."Memeluk isterinya, Gregory memberinya ciuman sayang. "Tidak masalah, Red. Asal jangan membuatmu capek saja, aku tidak masalah memakan masakan jadi."Bibir wanita itu mencium suaminya beberapa kali dan menariknya ke meja makan."Hanya sekali saja. Aku janji, kalau nanti rumah kita sudah jadi, aku akan memasak makanan enak untukmu."Pria itu terkekeh dan keduanya mulai menikmati makan malam mereka. Setelahnya, pasangan itu bersantai di ruang keluarga sambil menonton
= Kantor konsultan Ashley & associates. Kota SD ="Bagaimana kabarmu?""Saya baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya, Tuan Rothschild."Jawaban yang tulus itu membuat Maverick mengerjap. Ia menatap sosok anaknya yang terlihat jauh lebih lembut dan lebih positif dibanding tahun kemarin. Sangat jelas, pria itu bahagia dengan kehidupannya.Pria baya itu menghela nafasnya dalam. Matanya menelusuri sejumlah orang yang tampak lalu-lalang di luar ruangan kantor Gregory yang berjendela kaca. Semua orang tampak sibuk, mencerminkan cukup banyak project yang diterima konsultan akhir-akhir ini. Dalam hatinya, Maverick merasa bangga untuk anaknya."Aku tidak melihat isterimu. Dia tidak datang hari ini?"Suara rendah Gregory terdengar melembut samar. "Lily sedang ada di rumah kami, mengurus interior-nya."Kepala Maverick berpaling dan memandang anaknya. "Kalian sudah punya rumah sendiri?""Baru saja jadi, tapi interiornya