"Kenapa kalian berbisik-bisik?" tanya Mama Laras.Viona dan Danish hanya terdiam."Apa yang kalian bicarakan?" selidik Mama Laras sambil menatap Viona dan Danish secara bergantian."Jujur saja, Danish," kata Viona."Em, begini Ma, Mas Damar memintaku menanyakan kapan Papa dan Mama pulang. Karena malam Minggu nanti Mas Damar mau lamaran." Akhirnya Danish bicara dengan jujur."Kenapa dia tidak bicara sendiri pada Papa atau Mama?" celetuk Pak Yuda."Nggak tahu, Pa.""Dasar Damar nggak punya otak. Baru selesai putusan sidang, belum keluar surat kuningnya. Eh malah mau lamaran. Pasti Jihan yang mendesak Damar. Mama nggak sreg dengan Jihan, anak kecil kok beraninya berkata tidak sopan dengan Mama." Mama Laras mengomel, kemudian berhenti sejenak."Bilang sama Damar, Minggu sore baru sampai rumah," lanjut Mama Laras."Terus acaranya Mas Damar gimana?" "Terserah dia, kalau masih menganggap kami sebagai orang tua, harusnya menunggu kami pulang dulu. Kalau nggak sabar, ya sudah." Mama Laras mul
Drtt...drtt… Terdengar suara ponsel berdering. Pak Yuda yang sedang asyik bermain dengan Arka, melihat sekilas ke arah ponselnya. Karena yang menelpon itu nomor yang tidak dikenal, Pak Yuda pun melanjutkan aktivitasnya bermain dengan Arka. Walaupun Arka dalam kondisi yang kurang sehat, ia berusaha untuk bermain. Tadi malam Arka demam juga muntah-muntah dan rewel, tapi siang ini sudah tampak sedikit ceria.Drtt…drtt…Drtt…drtt…"Pa, kok nggak diangkat sih? Siapa yang menelpon?" tanya Mama Laras yang mendekati suaminya, ia merasa terganggu dengan suara ponsel yang tidak berhenti berdering."Nggak tahu, nomor tidak dikenal."Drtt…drtt.."Angkat Pa, siapa tahu itu penting."Drtt…drttDrtt…drttKarena suara dering itu sangat mengganggu, akhirnya Pak Yuda menerima panggilan telepon itu. "Halo?" ucap Pak Yuda.Kemudian terdengar suara dari seberang, Pak Yuda terdiam untuk beberapa lama. Wajahnya tampak serius sekali. Mama Laras yang mengamati ekspresi wajah suaminya, menjadi cemas.Cukup la
Viona sangat terkejut ketika melihat Arka sedang duduk di kasur dengan pakaian yang sangat kotor. Sepertinya ia baru saja muntah. Tangis Arka belum juga berhenti, Viona segera menggantikan pakaian, dan kemudian menggendongnya. Akhirnya Arka berhenti menangis."Arka pup ya?" tanya Viona sambil mencium tubuh Arka. Ia mencium aroma yang kurang sedap. Setelah ia melihat ke diapers Arka, ternyaman memang Arka sedang buang air besar yang berbentuk cairan. Viona pun segera mengganti popok Arka. Untuk sesaat, Arka pun tertidur dalam gendongan Viona. Viona tidak tega untuk meletakkan Arka ke tempat tidur, ia terus menggendong Arka.Viona membereskan sprei yang tampak kotor karena muntahan Arka, kemudian membersihkan muntahannya dan selanjutnya masukkan ke dalam mesin cuci. Tentu saja Arka masih di gendongan Viona. Sebagai seorang ibu muda, Viona sudah cukup terampil melakukan pekerjaan lain sambil menggendong Arka. Tak lama kemudian, Arka buang air besar lagi. Masih berupa cairan, Viona meng
Ditengah kekalutan dan kegundahannya, akhirnya Viona memutuskan untuk menelpon Yunita. Bagaimanapun juga hanya Yunita saudara yang ia punya disini. Yunita berjanji akan datang ke klinik. Viona pun menunggu Arka yang tampak tertidur. Tak terasa air matanya menetes. "Maafkan, Bunda. Seharusnya kamu tidak dirawat disini. Arka harus sembuh ya?" kata Viona sambil terisak-isak. Akhirnya ia pun terlelap dalam tidur.Samar-samar Viona mendengar suara pintu dibuka. Viona langsung membuka matanya."Tante," kata Viona sambil menghambur dipelukan Yunita.Ia menangis sesenggukan."Kenapa kamu menangis? Anak sakit itu hal biasa. Tapi kamu hebat, cepat tanggap," kata Yunita sambil mengelus kepala Viona. Rusman tampak tersenyum melihat Viona yang terlihat manja pada Yunita. Rusman kemudian mendekati Arka."Apakah aku gagal jadi seorang ibu?""Enggak, kamu nggak gagal. Kamu harus selalu optimis, demi Arka. Opa dan omanya kemana?""Sudah pulang siang tadi.""Kok mendadak? Kenapa kamu nggak bilang sama
"Halo Jihan, ini mamanya Damar. Kami sudah mendengar semua yang kamu katakan tadi. Ternyata kamu masih sangat kekanak-kanakan. Kamu memang tidak mudah percaya dengan orang ya? Kalau kamu tidak percaya dengan Damar, bagaimana kehidupan kalian nantinya. Damar benar-benar kecelakaan, ia mengalami patah tulang. Apa kamu masih maksa dia melaksanakan acara lamaran?" Mama Laras langsung nyerocos, ia sudah sangat kesal dengan semua ucapan Jihan tadi."Tante jangan bohong," jawab Jihan."Kamu pikir Tante bohong?" Mama Laras mulai marah."Tante, keluarga Mas Damar kan nggak menyukaiku, jadi akan melakukan segala cara untuk menggagalkan rencana kami. Sudahlah Tante, kalau mau mengarang cerita, cerita yang lain saja. Nanti Mas Damar benar-benar kecelakaan lho.""Kalau nggak percaya ya sudah! Jangan menghubungi Damar lagi!" Mama Laras langsung mengakhiri panggilan itu."Lihatlah Damar, apakah perempuan ini yang akan kamu jadikan pendamping hidupmu?" kata Mama Laras dengan emosi.Pak Yuda mengelus
Hanya satu malam saja Damar menginap di rumah sakit di dekat tempat kejadian. Hari ini Damar langsung ke rumah sakit besar di kota tempat mereka tinggal. Untuk mengecek ulang kondisi tubuhnya. Tepat jam sepuluh pagi, Damar pulang bersama Pak Yuda dan Danish. Damar duduk di tengah sendirian dengan tangan kanan yang digendong. Butuh waktu hampir dua jam perjalanan untuk mencapai kota mereka, tapi karena mereka sempat istirahat untuk salat Jumat, jadi waktu tempuh menjadi lebih lama dari biasanya. Mama Laras sudah pulang tadi malam bersama Adel dan Gibran.Sampai juga di rumah sakit besar di kota mereka, Danish segera turun dari mobil dan memapah Damar. Damar pun berjalan dengan perlahan, kakinya memang tidak ada luka serius hanya memar-memar saja. Tidak menunggu lama, Damar sudah Bisa masuk ke ruang periksa. Seorang dokter yang seumuran dengan Pak Yuda sudah menyambut Damar dan Danish. Setelah berbasa-basi sebentar, dokter memeriksa Damar. Dengan berbekal hasil rontgen yang dibawa, do
"Pagi itu aku kesini mau bertemu dengan Viona dan Arka. Tapi ternyata semua sudah pergi mengantar Viona. Jihan terus mendesak untuk tetap melaksanakan acara itu. Tanpa pikir panjang besoknya aku pergi ke rumah orang tua Viona, karena aku yakin pasti Viona pulang kesana." Damar menjelaskan kronologinya."Apa kamu sempat bertemu dengan Baskoro?" tanya Pak Yuda."Iya. Tapi ternyata Viona tidak ada disana. Pak Baskoro tidak mau memberitahu dimana Viona tinggal.""Tentu saja ia tidak memberitahumu. Ia takut kalau kehadiranmu nanti membuat kehidupan Viona menjadi kacau." Pak Yuda membenarkan tindakan Baskoro."Tapi, Pa. Viona bersama anakku. Dia tidak berhak menghalangiku untuk bertemu dengan anakku sendiri," kilah Damar."Anak? Kamu baru sadar kalau punya anak, kemarin-kemarin kemana? Disaat Viona hamil kamu malah sibuk dengan perempuan lain. Sekarang kamu menuntut hak untuk bertemu dengannya. Kamu mimpi?" Mama Laras mulai emosi."Sabar, Ma." Pak Yuda mengelus pundak istrinya."Damar ini y
"Beberapa hari yang lalu Damar datang ke rumah untuk mencarimu," kata Pak Baskoro.Viona tidak terkejut dengan kata-kata bapaknya. Ia sudah menduga sebelumnya, karena lokasi terjadinya kecelakaan yang menimpa Damar, merupakan arah menuju ke rumah orangtuanya."Untuk apa mencariku, Pak?""Mau bertemu denganmu dan ia bilang ingin bertemu dengan Arka. Ia juga minta maaf sama Bapak.""Minta maaf?" Viona mengernyitkan dahi."Ya, minta maaf karena tidak bisa membahagiakanmu.""Sebenarnya Mas Damar bisa membahagiakanku, hanya saja ia tidak mau melakukannya," kata Viona dalam hati."Memangnya ia belum puas bertemu dengan Arka? Kalian kan dua bulan berada disana." Bu Paramita menimpali ucapan suaminya."Dia nggak tahu kalau aku tinggal di rumah orang tuanya, karena selama kami disana ia tidak pernah datang. Dia datang ketika sidang itu sudah selesai. Kemudian besoknya kami pulang kesini.""Jadi dia tidak menggendong anaknya?" tanya Bu Paramita.Viona menggelengkan kepalanya."Benar-benar keter
"Eh malah asyik pacaran disini, sampai-sampai lupa sama anaknya sendiri." Mama Laras berkata sambil tersenyum menggoda Damar dan Viona."Mama?" Viona tersipu malu."Apa sih yang kalian bicarakan? Masa depan?" tanya Adel dengan penasaran."Nggak ada apa-apa kok, Mbak. Hanya membuatkan kopi lagi untuk Mas Damar. Soalnya kopi yang aku buat tadi sudah dingin karena Mas Damar ketiduran." Viona menjelaskan. Damar hanya tersenyum."Ayo kita kesana saja, nggak enak ngobrol di dapur," ajak Viona. Mereka pun menuju ke ruang keluarga."Mumpung ada kalian berdua disini. Apakah ada kemungkinan kalian untuk rujuk? Ingat lho, ada Arka yang membutuhkan kalian berdua." Mama Laras mulai berbicara."Sepertinya memang kita yang harus bergerak, Ma. Kalau menunggu mereka berdua, kelamaan. Terus terang kami sangat menginginkan rujuknya kalian berdua. Apalagi ada pengikat di antara kalian yaitu Arka." Tanpa basa basi, Adel langsung bertanya pada Viona. Viona menjadi salah tingkah. "Ini kesempatanku untuk m
"Arka, Arka," gumam Viona. Damar bingung harus berbuat apa."Arka, Arka." Viona mengigau lagi. Damar memegang dahi Viona, ternyata Viona demam.Damar mencari-cari tas Viona. Biasanya Viona selalu membawa obat-obatan di tasnya. Tas Viona ada di bawah tempat tidur Arka. Dengan perlahan ia membuka tas tersebut. Ternyata benar, di dalam tas Viona ada beberapa obat, seperti Paracetamol juga asam mefenamat.Setelah mengambil Paracetamol dan air mineral, Damar pun mengambil mendekati Viona lagi. "Viona," panggil Damar dengan pelan. Perlahan Viona membuka matanya."Mas, jangan ambil Arka dariku. Aku janji akan merawat dia dengan baik." Tiba-tiba Viona langsung berkata seperti itu sambil menangis. Damar hanya bisa bengong mendengar ucapan Viona.*Aku mohon, Mas." Tangis Viona semakin menjadi-jadi."Vio, tidak ada yang mau mengambil Arka darimu. Aku juga tidak, aku percaya kalau kamu merawat Arka dengan baik." Damar berusaha meyakinkan Viona."Tapi tadi Mas memaksaku menyerahkan Arka." Viona m
"Arka kenapa?" Viona mengelus-elus kepala Arka. Arka masih saja menangis."Arka kenapa, Nak? Bilang sama Bunda, apa yang Arka inginkan?" Suara Viona bergetar, menahan sesak di dada. Sebenarnya ia ingin menangis, tapi tetap berusaha untuk tidak menangis. Jangan sampai menangis di depan Arka."Tangan sakit." Suara Arka sangat lemah. Viona melihat ke tangan Arka, tampak agak membengkak. Viona sangat kaget, kemudian ia melihat ke arah botol infus dan mengamatinya. Ternyata infusnya tidak menetes, Viona menjadi semakin ketakutan. Ia segera memencet bel.Tak lama kemudian masuklah seorang perawat."Ada yang bisa dibantu, Bu?" Perawat itu bertanya dengan sopan."Infusnya kok nggak menetes ya?" tanya Viona. Perawat itu segera memeriksa botol infus dan saluran infus yang menempel ke tangan Arka."Apa adik ini banyak bergerak, Bu?""Enggak, tadi habis saya gendong ke kamar mandi karena mau buang air kecil."Perawat itu tersenyum."Lihatlah tangan adik ini, mungkin tadi waktu bergerak jarumnya
"Arka sangat dekat dengan ayahnya, apa nggak sebaiknya kalian rujuk saja. Kalau misalnya Damar mengajakmu rujuk, apa kamu mau?" Deg! Jantung Viona berdebar-debar. Pipinya merona tersipu malu."Nggak tahu, Mbak. Lagipula nggak mungkin Mas Damar mengajakku rujuk. Dia kan sudah mau menikah?" sahut Viona, ia pun menyibukkan diri dengan kegiatan menggoreng nugget tadi. Malu kalau sampai ketahuan ia merona.Viona memang masih mencintai Damar, walaupun ia tahu kalau Damar tidak mencintainya. Susah untuk menghilangkan rasa itu, tapi untuk berharap kembali bersama, sepertinya jauh panggang dari api."Siapa bilang? Hubungan Damar dan Jihan sudah selesai.""Bukankah mereka sudah tunangan?" tanya Viona untuk meyakinkan berita itu."Iya, tapi nyatanya nggak bisa dilanjutkan lagi.""Kasihan Mas Damar, pasti sangat kecewa berpisah dengan orang yang dicintainya." Ada rasa perih di hati ketika mengucapkan itu."Kamu tahu, mereka putus gara-gara kamu." Ucapan Adel tak khayal membuat Viona tampak sanga
Semua menjadi panik karena tidak menemukan sosok Arka. Mereka tadi asyik membahas tentang ide rujuknya Damar dan Viona. Damar beranjak dari duduknya dan berjalan ke depan, takutnya Arka keluar. Mama Laras mencari ke dapur, siapa tahu Arkq sedang bermain bersama Lina. Tapi ternyata Lina tidak ada. Mama Laras pun menuju ke ruang keluarga, tempat mereka berkumpul dan bermain bersama Arka tadi."Ketemu nggak?" tanya Damar dengan panik. Tentu saja ia sangat panik melihat Arka menghilang dari pandangan mereka berempat.Semua menggelengkan kepalanya masing-masing. "Papa, bagaimana ini? Aku nggak tahu harus ngomong apa sama Viona." Damar sangat kebingungan. "Tenang, pasti Arka ketemu." Pak Yuda berusaha menenangkan Damar."Lina, kamu melihat Arka?" tanya Damar ketika melihat Lina berjalan menuju ke arah mereka"Arka? Ada kok." Lina menjawab dengan tenang tampak santai."Dimana?" tanya Damar, wajahnya langsung ceria."Saya bawa ke kamar Mas Damar. Arka sedang tidur.""Kok bisa?" Damar masih
"Ayah!" Terdengar teriakan bahagia dari seorang anak kecil yang bernama Arka. Tampak Viona berdiri di samping Arka. Arka langsung memeluk ayahnya, kemudian menarik tangan ayahnya untuk masuk ke dalam.Damar tampak ragu, ia pun melirik ke arah Viona. Viona mengangguk kecil, menandakan kalau ia menyetujui tindakan Arka. Damar dan Arka masuk ke dalam, disusul Viona yang selesai menutup pintu. Dari saat mengetuk pintu tadi sampai sekarang, jantung Damar masih berdetak dengan kencang, ia tampak canggung berhadapan dengan Viona. "Maafkan aku, Mas. Seharusnya aku tidak merepotkan Mas pagi-pagi seperti ini," kata Viona dengan pelan ketika mereka bertiga duduk di sofa."Nggak apa-apa. Aku akan selalu melakukan apapun permintaan Arka. Ini aku bawakan sarapan untukmu." Damar menyerahkan bungkusan yang tadi ia bawa. Ia masih berusaha untuk menetralisir suasana hatinya. Entah kenapa, melihat Viona hari ini membuat Damar merasa sangat bahagia. Mungkin karena ia diizinkan mengajak Arka jalan-jalan.
"Ayah nanti pulang kelja bobok sama Alka ya?" kata Arka dengan penuh harap. Suara cadelnya membuat yang mendengarkan menjadi gemas. Tak khayal, ucapan Arak membuat Damar dan Viona tampak sangat kaget. Mereka tidak menyangka jika Arka akan berkata seperti itu."Iya, sayang. Sekarang Arka sama Bunda dulu ya?" bujuk Damar. Arka mengangguk, kemudian memeluk ayahnya. "Ayo Nak, kita pulang," ajak Mama Laras. Arka pun jalan bersama bunda dan omanya. Dengan berat hati, Arka mengikuti Oma dan bundanya. Ia pun melambaikan tangan pada ayahnya.Dama tampak terharu dengan perlakuan Arka kepadanya. Ia tidak menyangka jika Arka sangat dekat dengannya. Padahal selama ini ia tidak mendampingi keseharian Arka. Mungkin inilah yang namanya ikatan batin antara anak dan ayah. Walau terpisah, tapi tetap merasa dekat."Bundamu hebat, Nak. Tidak mengajarimu untuk membenci Ayah," kata Damar dalam hati."Ayo ke kantor lagi! Suara Irfan membuyarkan lamunan Damar. Damar dan Irfan berjalan menuju ke tempat parkir
"Boleh saya bertemu dengan Jihan?" pinta Damar."Untuk apa?" Mega masih saja menanggapi dengan ketus. Ia belum bisa menerima kalau hubungan Jihan dan Damar selesai. Ia masih membayangkan bagaimana komentar saudara, teman dan tetangga tentang putusnya hubungan Damar dan Jihan. Mereka pasti akan mencibir dan membicarakannya, bakal jadi trending topik di komplek ini. Mega mengkea nafas panjang."Ingin berbicara sebentar, Bu.""Saya rasa nggak ada yang perlu dibicarakan lagi. Semua sudah selesai. Silahkan pulang." Mega mengusir Damar."Bu, Damar kesini sebagai tamu, tidak baik seperti itu. Apa salahnya kalau ia bertemu dengan Jihan sebentar saja." Dedi berusaha menenangkan istrinya."Tamu tapi membuat tuan rumah sakit hati. Aku nggak mau melihat Jihan bersedih lagi. Silahkan pergi sebelum saya berteriak." Mega tetap bersikeras."Sebentar saja, Bu." Damar masih memohon pada Mega."Pergi! Pergi!" Mega berteriak sambil menunjuk-nunjuk wajah Damar."Maaf, Pak. Saya permisi pulang," pamit Dama
"Viona." Mama Laras menutup mulutnya, ia seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya."Iya, Ma. Ini Viona." Viona mendekati Mama Laras kemudian mencium tangan dan memeluknya.Mama Laras meneteskan air mata karena terharu melihat siapa yang datang. "Mama jangan nangis," kata Viona ketika melepaskan pelukannya."Mama bahagia melihat kamu datang." Mama Laras segera menghapus air matanya."Arka, kasih salam sama Oma." Viona berkat pada Arka."Ini Oma, Sayang. Sudah lupa, ya?" Mama Laras menggendong Arka. Arka hanya terdiam, ia masih bingung dengan situasi ini."Arka sudah besar ya, sudah berat." Mama Laras mencium Arka."Ayo ke dalam," ajak Mama Laras pada Viona."Iya, Ma."Viona mengikuti langkah kaki Mama Laras menuju ke ruang keluarga."Opa, lihat siapa yang datang," kata Maam Laras pada suaminya yang sedang asyik menonton berita di televisi. Pak Yuda menoleh ke arah istrinya."Viona? Arka." Pak Yuda tak kalah terkejutnya dengan kehadiran Viona dan Arka. Viona segera mendekati Pak