"Memangnya dia kira kamu tidak punya pekerjaan lain apa?"Hana memasang senyum tak berdaya."Pak Pasha memang begitu kak, terlalu protektif berlebihan sama Hana""Tapi ini bukan berlebihan lagi, tapi udah fanatik banget. Yang benar saja, tiap lima menit sekali? Seperti kita tidak punya pekerjaan lain saja. Kalau kakak punya pasangan kaya gitu, udah jauh-jauh hari kakak minta putus karena gak tahan"Keira memandangi ekspresi Hana yang seolah sudah terbiasa dengan itu, berujar, "Memangnya kamu gak lelah Han? Sama sikap suami kamu yang kaya gitu?"Hana tersenyum kecil, "Entah lah kak, mungkin udah terbiasa kali ya. Jadi ya gitu. Yah walaupun suka gak habis pikir juga sih""Haa, syukur istrinya 'pangeran dingin' itu kamu Han. Kalau wanita lain, mungkin udah dari kemarin-kemarin minta cerai karena gak sanggup"Hana tergelak kecil sebagai respon.Mungkin Keira benar, jika itu wanita lain, pasti sudah lama melarikan diri dari sikap protektif dan posesif Pasha yang terkadang bisa sangat menak
Tepat sebelum tidur, sebagaimana kesepakatan pagi hari tadi. Pasha sudah duduk manis di atas ranjang, menanti ciuman dua puluh kali di bibir dari Hana.Sedangkan Hana baru saja selesai menyisir rambutnya. Ia meletakkan sisir di atas meja rias dan bergegas pergi menghampiri ranjang."Bukan mengecup, tapi mencium" Amaran Pasha tepat sebelum Hana akan mencium bibirnya. "Iya, Hana tau""Harus seperti tadi pagi""En, Hana mengerti"Hana mengalungkan tangannya di leher Pasha, memejamkan matanya dan mulai mencium bibir Pasha. Ia membuka mulutnya dan menarik Pasha dalam permainannya yang masih kaku.Biar begitu, Pasha menikmatinya dengan sabar. Malam masih panjang, jadi tidak perlu terburu-buru.Setelah beberapa menit kemudian tautan bibir mereka terlepas, Hana mengumpulkan oksigen sekitar dan berkata dengan bulu matanya yang berkibar malu, "Sekali"Lalu Hana mencium Pasha lagi. Proses tersebut pun terus berulang hingga pada yang ke sepuluh kali. Hana mendapati bibirnya seperti sudah mati r
Kedatangannya langsung membuat ketiganya antusias."Wah mbak Dina, kue keringnya lucu-lucu banget.." Tukas Chaca, memandangi kue-kue itu ada yang berbentuk anak ayam bewarna kuning, Doraemon dan bahkan hello Kitty"Hehe iya dong, imut macam nona Chaca""Ahh, mbak Dina! Chaca kan jadi baper nih karena dikatain imut"Koki Dina hanya terkekeh. "Wah, rasanya pasti enak nih, secara koki Dina kan koki bintang lima" Seru Miftah."Ah, nona Miftah bisa saja" Karena Chaca dan Miftah sudah beberapa kali datang ke mansion, tentu mereka sudah mengenal beberapa pekerja di mansion itu, termasuk salah satunya Kepala koki Dina. "Yasudah kalau begitu saya permisi dulu ya""Iya, makasih banyak ya mbak Dina" Seru Miftah, Chaca dan Hana serentak."Iya sama-sama"Koki Dina bersama dua koki lainnya pun pergi.Chaca langsung mencomot salah satu kue kering itu dengan karakter Doraemon dan memakannya sambil menonton. Begitupun dengan Miftah yang sudah habis satu dan mengambil yang lain. Sedangkan Hana hany
"Kamu sebenarnya tidak perlu sampai berucap terimakasih seperti ini. Saya hanya melakukan hal yang sewajarnya. Karena saya juga seorang kakak dan punya adik, tentu saja saya mengerti bagaimana pikiran dan posisi mu"Eman sudah duduk disebuah cafe bersama salah seorang putri konglomerat yang tersohor di kota Z. Seorang wanita energik, pemimpin perusahaan muda dan sangat dielu-elukan karena prestasi dan pemikiran bisnisnya yang selalu saja berhasil menggaet kepercayaan para investor.Ratna menyesap sedikit cangkir cappucino hangat miliknya dan meletakkannya di meja. Lalu ia tampak mengukir senyum anggun di bibir, "Meskipun menurut pak Eman itu adalah suatu hal yang sewajarnya anda lakukan karena menimang status kita yang sama-sama seorang kakak, tapi tetap saja saya sangat berterimakasih"Eman mengangguk saja. Ia mengambil segelas americano dingin miliknya dan meminumnya seteguk."Omong-omong, apa pak Eman masih lajang?"Pertanyaan itu membuat sepasang mata Eman mengerjap-ngerjap, "Ya"
"Ya tetap saja, perut kamu sudah sebesar ini, dengan tubuh mu yang sekecil ini, bagaimana saya bisa berhenti khawatir" Ucap Pasha, tangannya terulur ke depan, mengusap perut besar Hana yang tak lama lagi akan memasuki usia delapan bulan.Hana tersenyum menyikapi itu. Ia menoleh ke samping dan mengecup pipi Pasha. Kebetulan kepala suaminya itu sedang bergelantungan manja di atas pundaknya."Khawatir nya bapak terlalu berlebihan. Saya gak selemah itu kok"Pasha menghembuskan nafas kasar, "Hana""Ya""Mau sampai kapan kamu panggil saya pak?""Memangnya kenapa? Bapak gak suka?"Hana meletakkan gembor yang tak lagi berisi air itu di atas meja dan berbalik menghadap suaminya."Tidak"Hana mengalungkan tangannya manja di leher Pasha, "Terus bapak maunya saya panggil apa?""Panggil nama saya saja"Sepasang mata Hana berkedip-kedip, ,"Mana bisa, gak sopan dong. Pak Pasha kan lebih tua dari Hana"Sepasang mata Pasha menyusut tak senang.Hana menghela nafas pelan. Mungkin tidak ada masalahnya ia
Sebelum menjawab, Ratna meraih gelas air lemon dan menyesapnya lagi sedikit. Kemudian ia meletakkannya di meja dan sudah siap menjawab pertanyaan Hana. "Kakak mengenalnya baru-baru saja. Kami juga tidak berhubungan akrab. Untuk perasaan, sepertinya sejauh ini cuma sebatas rasa kagum. Karena pria seperti Eman itu langka sekali di masa sekarang. Baik, bertanggung jawab, sangat menjaga batasan antara pria dan wanita, dan yang terpenting— dia satu-satunya orang yang berani mengomentari dan membantah kinerja suamimu itu Han""Pak Eman?""Ya"Hana membuka mulutnya dengan tampang tak percaya."Kakak benar-benar membutuhkan pendamping hidup yang seperti Eman. Kakak butuh seseorang yang dapat mengendalikan karakter kakak yang keras kepala dan gila kerja. Jika El Murad Pasha saja tak dapat mengendalikannya. Apa lagi kakak" Tukas Ratna, sambil mengatupkan kedua tangannya penuh semangat melanjutkan, "Jadi kakak yakin, dia dapat menjadi pendamping hidup yang baik yang dapat mengendalikan kakak k
Tak terasa kandungan Hana sudah menginjak usia sembilan bulan. Semenjak itu pula Pasha tidak lagi membuat Hana tinggal di mansion yang jaraknya cukup jauh dalam mencapai rumah sakit di kota. Karena itulah ia membawa Hana kembali ke apartemen yang selama ini diurus dengan baik oleh Bi Titin.Saat tanggal kelahiran yang diprediksi kan oleh dokter mulai mendekat, buat jaga-jaga, Pasha langsung mengambil cuti. Hal tersebut membuat kelipatan kerja Eman sebagai sekretarisnya bertambah.Pasha pun menghabiskan harinya dengan mengurus dan menjaga Hana sedemikian rupa. Ia masih menyiapkan makanan, membuat jus dan terkadang memijit pundak dan kaki Hana yang kerapkali merasa pegal.Sedangkan urusan apartemen, piring kotor dan pakaian, bi Titin yang mengurus semuanya."Pashaa, Hana mau minum jus bayam" Pinta Hana manja. Sebulan membiasakan diri memanggil Pasha tanpa sebutan 'pak', Hana akhirnya dapat melakukannya dengan lancar.Bahkan ia berpikir untuk memanggil suaminya itu dengan 'sayang' nantiny
Hana tersenyum tenang menanggapi mereka semua. Jempolnya mengusap lembut pipi bayinya dan menundukkan kepalanya, ia kembali mengecup lembut bayi mungilnya itu. "Pasha, masih belum sadar?" Tanya Hana pada mereka semua.Shahbaz menghela nafas panjang, "Kata dokter Pasha mengalami syok berat karena melihat keadaan mu di ruang persalinan tadi. Dan sampai sekarang ia masih belum sadar"Hana tersenyum tipis. Ia sudah menduganya, itu pasti terjadi karena Pasha terlalu mengkhawatirkan keadaannya."Kenapa dia jadi lelaki bisa lemah sekali? Bukannya menemani istrinya sampai selesai melahirkan, tapi ia malah pingsan" Ketus Keira.Ratna langsung menyikut perut Keira, "Jangan berkata begitu. Dia bisa selemah itu juga karena hampir mati ketakutan karena merisaukan keadaan Hana"Keira hanya memasang ekspresi cemberut.Brak!Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Tampak Pasha muncul dan setengah berlari menghampiri ranjang."Hanaa" Pasha langsung memeluk Hana yang tengah berbaring di ranjang. Kepa