Yang pertama didatangi Golda, adalah rumah sakit, di mana Ethan terakhir di rawat. Menemui dr Givary Ardeon. Dari keterangan dr Givary, memang lewat dr Ben yang memintanya untuk melakukan tes DNA itu. "Itu data yang sebenarnya, bukan rekayasa.""Dr Ben?" "Ya, Ethan memang pegangan dr Ben."Golda mengerti, lalu berterima kasih pada keterangan yang disampaikan dr Givary.Golda lanjut memacu mobilnya menuju klinik di mana dr Ben, tinggal di sekitarnya.Dengan sikap mendesak, Golda meminta penjelasan dari dr Ben."Saya tahu, dokter selama ini tidak sepenuhnya jujur pada saya mengenai Abang. Tetapi kali ini, saya benar-benar butuh yang sejujur-jujurnya. Katakanlah, Dok!" Dr Ben agak memicingkan matanya. "Ada apa, yang membuatmu ingin tahu? Setelah setahun berlalu.""Dokter yang melakukan tes DNA Angel, kan? Mungkin abang sebelum meninggal menjelaskan sesuatu pada dokter?" tanya Golda."Ethan hanya meminta bantuan padaku, tetapi mengetahui hasilnya, aku tidak tahu. Yang jelas, setelahnya
Segala penyesalan karena rasa bersalahnya, telah meluluhlantakkan segala kebanggan yang ada pada diri Golda.Sepanjang perjalanan menuju Jakarta kembali, Golda jadi mengingat ketika dia diam-diam ingin memergoki Amberly dalam keadaan sendirian.Flashback OnMata bulat itu terbelalak dengan sempurna, begitu sore harinya dalam hari yang sama, Golda memergoki Amberly sedang menyiram tanaman di depan rumah. "Amberly …. Namamu Amberly, bukan?" tatap Golda. Anehnya, mata Amberly langsung dilarikan ke arah lain. Tidak mau menatap balik padanya.Tangannya gemetar hingga alat siram tanaman, terlepas jatuh menimpa kakinya. Amberly terkesiap merasakan sakit, tetapi yang paling utama dipikirkan, adalah bersiap mengambil langkah seribu. Dengan cepat Golda menarik pergelangan tangannya. "Aku adiknya bang Ethan, mengapa kamu harus merasa takut padaku? Apakah karena aku hampir menabrakmu tadi?"Amberly sekuat tenaga menarik sebelah tangannya, tanpa mengeluarkan suara, masih dengan ekspresi ketakutan
Mengabaikan rasa lelahnya, Golda menemui Sherra yang menyetujui untuk bertemu disuatu tempat terbuka.Dengan luwesnya wanita yang dikabarkan sudah menikah ini, tersenyum padanya. Sherra terlihat lebih cantik dengan muka glowingnya."Apa kabarmu, Golda?" sapanya sambil duduk. "Aku baik. Terima kasih sudah mau datang." kata Golda formal."Aku sudah menikah, jadi aku memintamu ketemuan di tempat terbuka seperti ini." Sharra melihat sekelilingnya. "Aku pun tidak ingin mengganggu rumah tanggamu." timpal Golda, cepat."Apa yang membuatmu minta untuk bertemu.""Aku hanya ingin menanyakan sesuatu yang sangat penting. Jawablah dengan jujur.""Apa itu?""Minuman apa yang kamu berikan padaku waktu sebelum aku ditendang keluar dari mobil, dulu." Golda mengajukan pertanyaan.Terlihat Sherra tertegun. Ia sendiri hampir melupakannya. Tetapi masih mengingat niatnya. Tidak harus ditutupi lagi.Sherra menyentuh tangan Golda. "Saat itu aku memang berniat tidak baik padamu. Aku mencampurkan obat afrodis
Diam-diam Amberly ditempatkan Berly di bagian driver alat-alat berat, sebagai orang biasa. Semua menyambutnya sebagai pekerja baru. Amberly sudah merubah penampilannya secara keseluruhan. Rambut pendek, penampilan maskulin, hanya wajahnya yang tidak bisa disembunyikan, kecantikannya tetap menarik perhatian.Ia berkenalan dengan driver lainnya, yang ternyata tidak didominasi oleh pekerja laki-laki semua, yang wanita pun ada. "Kamu ikut aku." kata pak Hadi, atasannya yang baru. "Kamu harus mengikuti pelatihan dan aturan menjadi driver di sini.""Siap, Pak." Dengan penuh semangat Amberly mengikutinya."Ini mobilnya, jangan melihat besarnya. Mobil ini mudah dioperasikan, kok. Lama-lama kamu akan terbiasa juga." senyum pak Hadi. Memperkenalkan dump truck, seolah mobil biasa. Padahal mobil yang sebagai mengangkut material dari area tambang ke kapal tongkang atau ke tempat penyimpanan ini, sangatlah besar bagi Amberly."Saya akan coba mempelajarinya. Atas bimbingan Pak Hadi, tentunya." uja
"Amber, dengarkan ibu, jangan cepat ditutup." ucap cepat, Almira."Aku menghubungi Ibu karena ingin bicara." balas Amberly."Apa yang kamu lakukan, Amber? Kenapa tidak bicara pada ibu?""Aku hampir tidak sanggup menghadapi ini semua, Bu. Beri kesempatan pada Am, untuk menyendiri dulu.""Ibu sudah tahu ceritanya. Golda bersujud di depan ibu.""Ibu …!" Dengan suara lirih, Amberly memanggil ibunya."Ibu mengerti kamu tidak menceritakan pada Ibu. Tetapi kamu harus tahu satu hal, Golda benar-benar amnesia tidak mengingat kejadiannya. Baru terbuka, setelah dia datang juga ke dr Indira. Dia jadi tahu yang sebenarnya melalui hipnotis. Lalu menemui bekas kekasihnya dulu, Sherra. Untuk tahu, minuman apa yang diberikan sesaat sebelum menendangnya jatuh." Almira menarik napas dulu sebelum melanjutkan dengan cepat bicaranya."Minuman itu, dicampur obat perangsang, Am. Membuat Golda hilang kendali." Almira baru berhenti. Setelah berhasil menjelaskan kejadian sebenarnya.Amberly terdiam, dengan mend
Dilain hari Amberly menyaksikan pertemuan Gojali dengan Rojak. Mungkin itu pertemuan biasa saja, tapi ia tidak meluputkan kesempatan untuk memotret dengan kamera ponselnya, sebagai dokumen. Itu sudah jadi kebiasaannya, sejak di pertambangan.Berly menghubungi. Menanyakan, apakah ia baik-baik saja? Amberly menjawabnya bahwa ia sudah merasa nyaman berada di lingkungan pertambangan. Memiliki banyak teman yang tidak tahu dirinya siapa. Dan Berly jangan terlalu mengkhawatirkan dirinya."Aku sudah balik ke rumah, sekarang." terang Berly."Papa sudah sembuh? Berjalan tidak memakai alat bantu lagi?" Amberly bertanya karena terkejut."Berly tertawa kemudian berkata lewat ponselnya. "Semua tes medisnya, sekarang sudah normal kembali. Bapak pun sudah bisa hidup normal lagi. Ibumu sudah bisa dihubungi, itu yang membuat Bapak lebih semangat lagi.""Aku senang mendengarnya." Amberly menanggapi dengan ikut bahagia."Ibumu berpesan lewat Bapak, karena kamu susah untuk dihubungi. Agar kamu hati-hati."
Untuk beberapa minggu, Sully merasa aman karena Rojak berhenti untuk mengganggunya. Pikir Amberly pun, Rojak merasa kapok sudah dihajar olehnya. Namun, kewaspadaan tetap ia jalankan, mengingat peringatan dari pak Hadi.Waktu libur yang lebih panjang, Amberly bersama Sully kedaerahnya, bertemu dengan kedua anaknya. Yang satunya sudah remaja berumur 14 tahun, cantik seperti ibunya. Yang kedua baru berumur sembilan tahun, seorang anak laki-laki."Inilah alasanku bekerja, Am. Kinara sudah mau masuk SMA. Ia mengincar sekolah favorit yang cukup besar biayanya." terang Sully."Kamu pasti bisa dengan gajimu sekarang, dipertambangan.""Aku juga harus berbagi dengan ibuku yang merawat kedua anakku. Aku menabung juga untuk membeli rumah sendiri." ungkap Sully."Ibuku juga menganggap, pendidikan hal yang terpenting. Meski dengan warung kecilnya, beliau mampu menjadikan aku sarjana." Ceritakan tentang hidupmu, Am. Sejauh aku kenal dirimu, tidak pernah menceritakan keluargamu." pinta Sully."Aku l
Golda meringis menahan sakit, Amberly segera memangku kepalanya tanpa ragu.Ia mengusap wajah tampan itu dengan tangan gemetar. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Amberly."Maafkan aku, Amberly." Golda memejamkan mata, tidak sanggup bicara lagi. "Golda!" teriak Amberly panik, saat melihat kepala Golda terkulai di pangkuannya."Pak, tolong segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk dapat pertolongan." pinta Amberly ke supir."Iya … iya …" Pak supir segera bergerak memangku tubuh Golda, kemudian dibantu mengangkatnya ke mobil oleh Amberly.Amberly duduk terlebih dahulu, lalu meletakkan kepala Golda di atas pangkuannya kembali.Amberly menepuk-nepuk pipi Golda secara pelan. Tetapi Golda tetap tidak bereaksi."Mengapa kamu datang, saat aku dalam bahaya? Dari mana kamu tahu aku ada di sini?" tanya Amberly.Tentu saja pertanyaannya tidak terjawab. Untuk menghilangkan kecemasannya, Amberly menangis."Dia siapa, Am?" tanya Sully yang duduk di depannya, samping pak supir.Amberly melihatnya. "
Seperti biasa Golda memandikannya dengan cara dilap. Sekarang tangannya lebih nakal dan menggoda Amberly.Kadang mereka berciuman dengan asiknya, tetapi tidak bisa lebih lagi. Karena Amberly masih sakit.“Sabar, belum waktunya.” Amberly mendorong tubuh Golda dengan lembut.Napas Golda yang sudah sedikit memburu, jadi melemah. Hasratnya tidak bisa terus lanjut, merasa terhalangi oleh fisik istrinya.Golda menatapnya penuh kabut, merapatkan dahi ke istrinya dengan mengatur napas lebih teratur. Beberapa lama dia bersikap begitu, Amberly hanya bisa menahan senyumnya. Lalu mengusap-usap dadanya dengan lembut.“Aku sudah ada di tanganmu, jangan terburu-buru.” ucapnya.“Kau godaan terbesarku, bisa disentuh, tapi tidak bisa diapa-apakan. Kamu curang ….” Golda berkata dengan menelan ludahnya.Amberly terkikik, kemudian menjauhkan wajahnya. “Kita belajar lebih mengakrabkan diri, apa kamu tidak ambil manfaatnya?”“Ya, kamu benar.” Golda akhirnya menyetujui, kemudian mengambil air minum dan meneg
“Kamu mau berbulan madu sama aku?” tanya Golda, setelah Gathan dan Lilian berpamitan.“Sama siapa lagi, sama kucing?” Amberly memalingkan wajahnya ke arah lain.“Kamu tahu, kan? Arti dari bulan madu? Kamu dan aku bersatu saling memadu kasih? Layaknya suami istri seperti pada umumnya.” Golda bertanya tidak percaya.“Aku ingin Ange punya adik, tidak jadi anak tunggal.” ujar Amberly ringan.Membuat Golda semakin ternganga, dibuatnya.“Tutup mulutnya, jangan malah bengong.” peringati Amberly. Tidak tahu apa yang harus dikatakan, Golda seperti menerima durian runtuh. Hanya bisa terbengong-bengong.“Apakah kamu waras? Diam saja.” Amberly menegurnya.“Hampir tidak percaya kamu mengatakannya.” Tiba-tiba air mata merebak di pelupuk mata Golda. Dia duduk disamping ranjang Amberly. Dengan lembut, Amberly menatapnya. “Kita mulai hidup baru dan lupakan semuanya.” Amberly meengambil sejumput rambut bagia depan Golda dan memainkannya. “Aku hampir tidak percaya, mendapatkan anugerah yang tidak ter
Tangan kanan yang di infus, mulai membuka baju tangan yg di gips. Terasa sulitnya membuka pakaian dari rumah sakit itu hanya ada tali yang tidak diikatkan. Mata Amberly melihat pada Golda yang malah bengong."Bisa bantu aku?" tanyanya.Tentu saja Golda tampak terkejut. Dia agak terbata-bata menjawabnya. "A --- aku ...?""Siapa lagi? Kamu suamiku, bukan?" kembali tanya AmberlyDengan agak tertegun sejenak, Golda tergagap. "Ka ---kamu yakin aku yang harus membuka bajumu?""Siapa lagi?" Sambil memutar matanya, tangan kanan Amberly berusaha terus membuka bajunya. Hingga sebagian dadanya terlihat.Dengan menahan napas, Golda membantu Amberly melepas pakaiannya dari tangan yang di gips.Jantung Golda bergemuruh dengan detak tidak keruan. Dia melihat kulit dadanya yang seputih susu dan membusung, tanpa baju yang menghalangi lagi.Namun, dia harus meneruskan apa yang sudah dilakukan.Sebenarnya sudah tidak tahan, melihat keindahan tubuh Amberly. Dengan sekuat tenaga berusaha mengendalikan dir
Dalam keadaan oleng itu, Amberly merasa terdesak harus kembali membanting setir. Karena posisi mobil kecil semakin terpepet, mobil besar mau menggilasnya.Itu jelas perbuatan yang disengaja, akhirnya Amberly menabrak gundukan di depannya. Tidak terhindarkan.Ia merasa ini akhir hidupnya, dadanya merasa sesak. Gelap gulita, tidak sadarkan diri.Bangun dari pingsan, tahu-tahu Amberly sudah berada di rumah sakit. Kaki dan tangannya di bebat, sepertinya kena patah tulang.Menyadari bahwa ada seseorang di sisi tempat tidurnya. “Sully … “ usapnya pada rambut Sully.“Am! Kau sudah sadar? Syukurlah ….” ucap Sully penuh rasa lega, jadi menatapnya.Amberly tersenyum sebelum menjawab. “Aku selamat.”“Maafkan aku tidak bisa menolongmu.”“Kaukah yang dalam penyanderaan Rojak?” tanya Sully.“Makanya aku tidak bisa berbuat apa-apa.”“Tidak juga, kamu berani memberi perlawanan meski beresiko membahayakan keselamatanmu juga.”“Aku hanya bisa memperhatikan bendera, jadi kadang aku rebut setirnya, dan b
Alangkah kagetnya Amberly, secara cepat ingin mengangkat tubuh Golda supaya ke atas.“Beri ampun padaku atas apa yang kulakukan, Amberly ….” kata Golda dengan nada penuh penyesalan.Tubuhnya sudah terguncang-guncang karena isak tangisnya. Dia tetap bertahan dalam posisi bersujud di depan Amberly.“Jangan begini Gold, bangkitlah! Aku memaafkanmu.” jawab Amberly yang langsung direspons oleh Golda.“Mengapa kamu begitu mudah memaafkan?” tanya Golda sambil menengadahkan wajahnya.“Seperti yang diutarakan ibuku sebelumnya, kamu melakukannya dalam keadaan tidak sadar, kenapa aku harus mengingat terus kesalahan yang tidak tersimpan di ingatanmu?” Pandangan mereka bertemu.“Amber … Lelaki bejat ini tahu akibat perbuatannya, kamu sangat menderita.” Suara serak Golda menjelaskan perasaannya.“Jangan ingat lagi, mari kita lupakan kejadian yang tidak menguntungkan ini. Aku sudah sembuh, jiwaku merasa bebas sekarang. Karena aku sudah berhasil mengampunimu.”“Amber, sebenarnya aku tidak layak mendap
Hari-hari selanjutnya, Amberly tetap sabar dalam menghadapi sikap Angel yang belum reda dari ngambeknya. Tidak mau memaksa, dirinya yang memang salah. Ia juga sambil menunggu hasil perkembangan kasus akibat perbuatan Rojak.Amberly terkejut dengan kedatangan Gathan dan Lilian ke rumah sakit. Mereka berpelukan dan saling menyatakan kerinduan. “Kemana saja, Am? Menghilang begitu saja?” tanya Gathan, menatap Amberly sangat dalam.“Aku membantu bapak di pertambangan.” jawab Amberly tenang sambil menyunggingkan senyumnya.“Tidak mungkin kamu jauh-jauh datang ke sana, tanpa tujuan.” Kini Lilianlah yg berbicara. Amberly mengalihkan tatapannya pada Lilian. “Ya! Kak Lilian pasti sudah tahu, ibu Ranti dijemput paksa sama polisi.”“Kita tidak mempermasalahkannya, kalau itu benar mama ada keterkaitan di penculikanmu beberapa tahun lalu. Aku tidak berpihak pada mama atas kejahatan yang telah diperbuatnya. Biar pihak pengadilan yang membuktikan.” kata Gathan, menepuk-nepuk bahunya.“Kamu sudah me
Begitu membuka pintu, Amberly melihat bapaknya datang.“Bapak langsung kemari?” tanya Amberly. “Tentu saja, Bapak ingin tahu yang terjadi padamu. Bagaimana keadaan menantu Bapak?” “Sudah tertolong, Pak.” Amberly menerima pelukan Berly Hanan.“Syukurlah ….” Berly Hanan bernapas lega, kemudian melepas pelukannya. “Kamu tidak apa-apa?” Terlihat khawatir, hingga melihat wajah Amberly dan seluruh tubuhnya. “Am, hanya kena pukulan beberapa kali, tapi tidak apa-apa. Benjut sedikit masih bisa Am tahan” Ia terkekeh, mengikuti langkah bapaknya.“Kamu jadi wanita kuat.” ujar Berly tersenyum, menggusak puncak rambut anaknya.Berly Hanan melihat Golda, lalu bertanya. “Bagaimana keadaanmu sekarang?”“Sudah membaik, tinggal pemulihan.” jawab Golda.“Sabar, pelakunya akan segera ditindak.” Berly menatapnya.“Mungkin sebentar lagi, polisi akan kemari untuk menanyakan kronologinya.”“Semoga polisi jeli hingga dapat mengungkap kasusnya. Kenapa sangat pas ada di tempat kejadian?”“Saya ingin bertemu Am
Golda meringis menahan sakit, Amberly segera memangku kepalanya tanpa ragu.Ia mengusap wajah tampan itu dengan tangan gemetar. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Amberly."Maafkan aku, Amberly." Golda memejamkan mata, tidak sanggup bicara lagi. "Golda!" teriak Amberly panik, saat melihat kepala Golda terkulai di pangkuannya."Pak, tolong segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk dapat pertolongan." pinta Amberly ke supir."Iya … iya …" Pak supir segera bergerak memangku tubuh Golda, kemudian dibantu mengangkatnya ke mobil oleh Amberly.Amberly duduk terlebih dahulu, lalu meletakkan kepala Golda di atas pangkuannya kembali.Amberly menepuk-nepuk pipi Golda secara pelan. Tetapi Golda tetap tidak bereaksi."Mengapa kamu datang, saat aku dalam bahaya? Dari mana kamu tahu aku ada di sini?" tanya Amberly.Tentu saja pertanyaannya tidak terjawab. Untuk menghilangkan kecemasannya, Amberly menangis."Dia siapa, Am?" tanya Sully yang duduk di depannya, samping pak supir.Amberly melihatnya. "
Untuk beberapa minggu, Sully merasa aman karena Rojak berhenti untuk mengganggunya. Pikir Amberly pun, Rojak merasa kapok sudah dihajar olehnya. Namun, kewaspadaan tetap ia jalankan, mengingat peringatan dari pak Hadi.Waktu libur yang lebih panjang, Amberly bersama Sully kedaerahnya, bertemu dengan kedua anaknya. Yang satunya sudah remaja berumur 14 tahun, cantik seperti ibunya. Yang kedua baru berumur sembilan tahun, seorang anak laki-laki."Inilah alasanku bekerja, Am. Kinara sudah mau masuk SMA. Ia mengincar sekolah favorit yang cukup besar biayanya." terang Sully."Kamu pasti bisa dengan gajimu sekarang, dipertambangan.""Aku juga harus berbagi dengan ibuku yang merawat kedua anakku. Aku menabung juga untuk membeli rumah sendiri." ungkap Sully."Ibuku juga menganggap, pendidikan hal yang terpenting. Meski dengan warung kecilnya, beliau mampu menjadikan aku sarjana." Ceritakan tentang hidupmu, Am. Sejauh aku kenal dirimu, tidak pernah menceritakan keluargamu." pinta Sully."Aku l