Christa menghabiskan waktunya selama beberapa hari dalam keadaan yang sama berulang kali. Tidak pernah diberi makan adalah hal yang paling sering dia dapatkan, bahkan dia pernah hampir kehilangan nyawa entah berapa kali.Hari ini, dia bangun dan membersihkan diri. Sementara Hafens baru pergi dari kamarnya setelah mereka bercinta tadi malam. Setalah dia keluar dari kamar mandi, sudah ada sarapan disana dan membuatnya duduk usai memakai pakaian. Memakan makanan itu, dia tampak kelaparan dengan tubuhnya yang lemas setelah tadi malam Hafens bercinta dengan kasar dan masih dengan penyiksaan yang dia lakukan.Christa menatap pergelangan tangannya yang dicengkeram oleh Hafens. Pergelangan tangannya itu meninggalkan bekas merah dan dia bisa merasakan masih sedikit perih yang terasa disana."Tidak ada obat sama sekali disini, juga tidak ada dokter. Biasanya kalau sakit seperti ini harus diberi obat, tapi mana mungkin aku akan mendapatkannya disini." Christa terbatuk pelan lalu meneguk air yang
Setelah meminum jus itu, Hafens mengajaknya ke sebuah tempat. Dia mengikuti saja dengan tenaganya yang mulai pulih karena meminum lumayan banyak jus itu."Mau kemana aku dibawanya? Jangan-jangan dia akan membawaku ke tempat kandang singa waktu itu?" Christa menggigit bibirnya tapi dia tidak berani bertanya secara langsung dan hanya mengatakannya di dalam hati.Hafens berjalan dengan tenang di depannya dan itu membuatnya mengikuti saja. Nanti juga dia akan tahu, selama itu bukan tempat yang tidak begitu buruk sepertinya dia masih bisa minta toleransi karena ini adalah markas mafia. Mana ada tempat yang indah di sini, karena Christa saja tak tahu sekitarnya apa karena dia benar-benar baru sadar ketika dia diculik dan sudah berada di sini."Kolam?" Christa menatap cahaya matahari dan perairan yang ada disana dengan tatapan serius. "Kenapa dia membawaku ke sini?" tanyanya tak mengerti.Pemikiran Hafens memang sulit ditembus, dia melakukan segalanya sesuka hati, seperti yang dia lakukan sa
Christa duduk menatap pemandangan di atasnya, bukan di hadapannya karena yang ada di hadapannya hanyalah dinding batu yang mengelilingi tempatnya sekarang. Hanya dari atas dia bisa melihat beberapa pepohonan yang sepertinya rindang, angin juga bertiup dari atas membuat tempat ini tidak begitu bagus sirkulasi udaranya.Pakaiannya masih separuh basah karena dia memainkan air itu dengan kakinya. Sepertinya hanya disini dia bisa menikmati waktu dan juga menikmati suasana tanpa ada rasa takut walau hanya dia sendiri yang ada di sana."Tempat ini bahkan jauh lebih buruk daripada rumah Ayah, padahal mereka sama-sama mafia. Hidup Hafens ternyata jauh lebih suram dan gelap dibandingkan dengan hidup ayah dan ibuku. Di sini tidak ada hal yang menarik, sepertinya dia benar-benar tidak tahu bagaimana cara menikmati kehidupan." Christa bergumam sambil memainkan air yang ada di hadapannya.Di bawah sana terasa arus air yang bergerak pelan dan itu menandakan kalau airnya memang terhubung dengan kolam
Tanpa ada rasa peduli atau sakit hati, Christa kembali ke kamarnya dan mengambil pakaian dari lemari untuk mengganti pakaian yang sudah basah saat ini. Dia membasuh tubuhnya di kamar mandi lalu berbaring di atas ranjang dengan sangat tenang. Hafens tidak akan masuk ke kamarnya karena dia baru saja tertembak jadi dia bisa tidur dengan tenang malam ini tanpa ada rasa takut pria itu akan datang dan melakukan hubungan suami istri dengan kasar padanya."Dia benar-benar tidak memiliki kebaikan bahkan dengan dokternya sekalipun. Dengan dokternya saja dia tidak memiliki kebaikan apapun, dengan pelayannya yang tersedia melayaninya saja dia tidak memiliki belas kasihan. Apalagi denganku yang hanya anak pembunuh orang tuanya. Pantas saja sikapnya sangat mengerikan kalau berhadapan denganku." Christa menghela napas ketika dia melihat bagaimana perlakuan Hafens saat membentak dokter pria itu tadi.Padahal pria itu sudah membantunya dalam mengobati luka tembak yang dia alami. Itu artinya dokter itu
Lelah, lemah dan tak bertenaga. Itu adalah kata-kata yang bisa dideskripsikan oleh Christa ketika dia membuka matanya yang terasa berat. Dia memegang kepalanya dengan yang terasa sakit lalu memegang dadanya saat dia merasa ingin muntah."Hoek!" Christa bangkit, menatap infus ditangannya dan langsung mencabutnya begitu saja.Membawa tubuhnya lemah dia berjalan cepat ke arah kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya yang bergelombang. Dia tampak memegang dadanya yang sakit, lalu memejamkan matanya dan menahan sakit."Kenapa denganku? Kenapa aku selalu merasa ingin muntah?" tanyanya dalam hatinya.Setelah merasa lebih baik, Christa memegang perutnya yang masih terasa di lilit. Dia sudah mengalami semua yang terjadi disini dan segala kesulitan. Duduk di atas kursi, dia memejamkan matanya dan merasa mulutnya begitu pahit. Dia tiba-tiba sangat ingin memakan buah mangga yang asam."Ssstt, kenapa aku malah ingin makan mangga seperti itu disini." Christa mendesah lemah lalu memegang perutnya ya
Hafens melangkah memasuki pasar dan mendapatkan sorotan dari banyak orang yang ada di sana. Dia memang menguasai pasar dan segala hal yang menjadi usaha utama di klan ini, makanya dia menjadi pemimpinnya karena dia yang paling kuat.Kedatangannya membuat pasar yang semula berisik dan heboh kini diam dengan senyap. Tatapan Hafens yang datar dan tajam membuat siapapun tidak berani mendekatinya. Sementara anak buah pria itu sudah bersiaga dan berjaga di belakangnya dan depannya."Kita ke toko buah saja." Dave mengangguk mendengar perintah itu, dia tampak berjalan lebih dulu dan membawa tuannya itu pergi ke arah yang diminta. Dia lumayan sering datang ke pasar ini untuk meninjau dan segala hal yang bisa dia lakukan, makanya sekarang dia bisa tahu di mana toko buah-buahan yang diminta oleh majikannya. "Apapun itu aku bahkan sangat tidak percaya kalau Hafens berada disini sekarang dan menjadi seorang suami yang membeli sesuatu di pasar." Gerson berkata dalam hatinya tapi dia tidak berani
Christa merasa lebih segar saat sudah menjelang siang. Hafens masih memandanginya dengan tatapan serius ketika dia baru bangkit dari atas ranjangnya.Haus, Christa mengambil minum di sisi nakas lalu meneguknya pelan. Dia sudah merasa lebih baik walau masih agak lemas, hingga dia akhirnya menatap wajah Hafens yang menatapnya dengan tatapan datar."Kau tidak melakukan sesuatu? Sejak tadi kau ada disini," ucap Christa pelan lalu berjalan ke arah Hafens yang diam saja.Pria itu memalingkan wajahnya dan menatap ke arah lain sebab dia malas untuk bicara. Dia hanya sedang memastikan kalau Christa baik-baik saja makanya sekarang dia masih ada disini dan enggan untuk pergi kemanapun.Melihat Hafens yang tak mau bicara apapun, Christa menatap ke arah meja dan melihat mangga muda miliknya masih ada di sana. Dia tersenyum, berjalan pelan ke meja dan mengambil sebuah mangga dengan pisau. Hafens hanya bisa diam saja memperhatikan itu, dia bergerak mendekat dan melihat Christa yang sudah mulai membu
Christa dibawa pergi oleh Hafens setelah dia menghabiskan mangganya. Beberapa pelayan membawakan pakaiannya di dalam koper serta beberapa keperluan yang dia punya di dalam kamar ruangan batu itu.Hafens berjalan di depannya dan itu membuat Christa berjalan perlahan-lahan karena tubuhnya yang masih melemah dan belum sebugar kemarin. Dia masih merasa sangat lemah tapi dia masih bisa berjalan karena penasaran akan dibawa kemana dia."Aku tidak peduli dia akan membawaku ke mana yang pasti tidak terputus makanan selama di sana atau aku akan mati. Bahkan kalau dia membawaku tempat yang lebih buruk maka aku juga tidak bisa menolaknya, aku tidak mampu." Christa berkata dalam hatinya seraya menghela napas.Bahkan untuk memikirkan tentang hal yang baik saja dia tidak mampu. Semua itu terasa tidak masuk akal karena bagaimanapun juga dia dalam keadaan yang tidak baik-baik saja saat ini. Sebagai seorang anak musuh yang sangat dibenci oleh Hafens, Christa hanya bisa pasrah selama disini dan dia aka
Setelah pulang dari menjenguk Albene dan Alex, Christa merasa kehidupannya sudah sangat lengkap dan tidak ada lagi yang harus dia khawatirkan. Ayah angkatnya yang selama ini dia pikirkan dalam diam nyatanya hidup dengan baik walau harus menjadi petani anggur dan bisa dikatakan juga menjadi anak buah dari Hafens."Mau makan apa malam ini? Aku akan buatkan."Hafens menatap wajah Christa yang sedang bertanya padanya sambil membantu melepaskan jas yang dia pakai. Hari ini pelayan semua cuti dan memang sedang memasuki sebuah hari perayaan, dalam satu tahun memang biasanya Hafens akan memberikan para pelayan untuk libur, jadi sekarang yang akan memasak adalah Christa sampai dua hari lagi pelayan akan kembali ke rumah mereka untuk bekerja."Aku sudah meminta anak buah untuk membawa beberapa bahan makanan. Hari ini kita bakar-bakar daging dan beberapa makanan di luar nanti, ini malam pergantian tahun jadi akan sangat bagus kalau berbaquean, Sayang," ucap Hafens membuat Christa tersenyum."Bai
Hafens berhenti melangkah dan menunjuk arah sebuah tempat di mana mereka bisa melihat dua orang pria sedang asyik berkebun. Keduanya terlihat seperti ayah dan anak yang begitu akrab, di bawah pohon anggur keduanya sedang memetik hasil panen dan tertawa satu sama lain seperti membicarakan sesuatu hal yang lucu."Itu mereka? Ayah dan Alex?" tanya Christa tak percaya membuat Hafens bergumam sebagai jawaban.Christa masih tercengang tak percaya Karena ayahnya dan Alex benar-benar mendapatkan perlakuan yang baik dan bahkan menjadi petani anggur di sebuah lahan yang besar. Ada sebuah rumah tadinya yang sepertinya adalah tempat tinggal ayahnya dan Alex, lalu kini dia malah melihat ayahnya dan Alex yang sedang memetik anggur dan bercanda satu sama lain.Dia sempat mengira kalau Ayahnya mungkin berada di sebuah kurungan yang merupakan pembalasan dari Hafens. Tetapi nyatanya ayahnya hidup dengan begitu baik dan bahkan jauh lebih baik dibanding yang dia kira, karena malah menjadi petani anggur wa
Mendengar Hafens mengatakan semua itu, Christa merasa sangat senang. Dia langsung memeluk tubuh suaminya dan mencium rahang tegas Hafens dengan lembut."Terima kasih, aku senang sekali kau mau menuruti permintaan ini dan mau membawaku ke sana. Setidaknya walaupun hanya sekali kau mengizinkannya aku sangat berharap bisa melihat keadaannya. Dia adalah musuh dan kau membencinya, tapi dia tetap orang yang memiliki jasa padaku karena telah membesarkanku. Jadi sedikit banyak aku tidak bisa melupakan tentang hutang budi ini dan aku merasa harus terus mengingatnya karena dia menyayangiku selama bertahun-tahun seperti anakmu sendiri." Christa berkata seraya menatap Hafens dengan tatapan berkaca-kaca karena terharu.Hafens tersenyum pelan dan mengecup bibir Christa dengan lembut sebelum melumatnya penuh perasaan tanpa ada tuntutan sama sekali. Setelahnya dia kembali memeluk tubuh wanita itu dan mengejamkan matanya karena sebenarnya dia mengantuk, tapi dia tidak mungkin meninggalkan Christa dan
"Sudah semuanya?"Christa mengangguk, meringis melihat banyaknya paper bag yang bersusun di depan dan sedang diangkat oleh pelayan toko pakaian, anak buah dan juga security mall."Sepertinya belanja hari ini terlalu banyak dan aku sedikit kalap karena sudah lama tidak belanja. Beberapa hari ini aku melihat pakaian Cherry sedikit banyak sudah mulai sempit karena dia semakin bertumbuh besar. Dia tidak pernah menuntutku untuk membelikannya pakaian baru karena dia selalu berkata kalau masih bisa digunakan maka dia akan selalu menggunakannya. Apakah aku sudah membuat anak-anak terlalu sederhana, Hafens?" tanya Christa membuat Hafens tersenyum dan mengecup pipinya lagi."Itu sangat penting untuk mereka. Mereka harus tetap menggunakan kesederhanaan walau mereka adalah anak-anak kita yang ke depannya sulit kemungkinan mereka akan hidup susah karena aku sudah membuat deposito yang begitu panjang dan bahkan bisa mempunyai hidup mereka sampai mereka tua. Itu untuk mengontrol sikap dan emosi supa
"Tuan Besar Barack, selamat datang."Langsung pemilik universitasnya yang menyangkut kedatangan Hafens, Christa dan Hansen. Cherry sudah masuk sekolah setelah libur dua minggu lebih jadi dia tidak bisa ikut datang melihat universitas kakaknya. Hafens hanya mengangguk dan menatap putranya. Hansen sudah tersenyum dan mencium tangan ibu dan ayahnya, sengaja melakukan semua itu untuk meminta restu belajar. Beberapa mahasiswi memperhatikannya seraya berbisik-bisik, mereka tak pernah bertemu dengan Hansen secara umum karena pria ini jarang keluar dan hanya di rumah saja setiap hari setelah pulang sekolah, makanya sekarang dia yang muncul di hadapan mereka semua membuat para mahasiswi memperhatikannya dengan kagum.Walau tidak semua orang kenal dengan Hansen karena pria itu selalu menyembunyikan dirinya, tapi dari mulut ke mulut mereka bisa menemukan fakta dan juga beberapa ciri-ciri tentang yang merupakan anak mafia dan juga penguasa terbesar di Klan ini. Bukan sebuah rahasia, karena bagaim
Hari kelulusan tiba dan Hasan berhasil mendapatkan nilai yang baik. Dia libur selama beberapa hari sebelum akhirnya masuk ke dalam universitas, tak ada lagi yang bisa mengganggu seperti dia berada di sekolah menengah ke atas, karena Claudia juga sudah semakin diam dan tidak banyak mengganggu sejak dia terakhir kali mengancamnya. "Kalau nanti sudah di universitas, kau akan sangat sibuk. Tetap yakin mau pulang pergi dan tidak menginap di asrama?" tanya Christa seraya menemani putranya itu memakan potongan buah."Ya, Bu. Aku akan tetap pulang pergi. Ayah sudah memberikan aku satu mobil jadi aku akan menggunakan itu dan tidak mau menginap di asrama. Menginap di asrama terlalu jauh dan juga lama, aku tetap mau pulang melihat Ayah, Ibu dan adik. Bagaimana tidak begitu jauh jaraknya dari rumah kita dan aku akan tetap bisa pulang setiap selesai pembelajaran." Handphone berkata sambil menggeser tabletnya dan belajar kecil-kecil.Christa tersenyum pelan mendengarnya. "Kalau kau punya teman dan
Hafens melihat halaman belakang dimana istrinya sedang duduk di atas matras dan melakukan senam yoga. Dia mengakui Christa pasti akan selalu melakukan kegiatan dan gaya hidup sehat yang biasa dilakukan oleh wanita yang menginginkan bentuk tubuhnya bagus dan sempurna.Christa juga biasa gym dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk kesehatan tubuhnya, membuat Hafens kadang suka memperhatikannya dari jauh."Wanita yang dulu hampir putus asa itu, sudah bisa melihat dan menyaksikan masa depannya yang dulu suram. Aku berharap bisa terus menjadi bagian dari masa depanmu, Christa."Ini bukan hanya soal kisah dendam antara mafia, juga ada kisah cinta dan pelajaran hidup. Semuanya lengkap dan Hafens merasa semua yang dia rasakan lebih baik dan tidak ada yang harus diubah. Wanita itu dengan segala macam hal yang dia punya membuat Hafens merasa jatuh cinta tanpa paksaan, hingga tak terasa nyatanya sudah hampir delapan belas tahun mereka bersama."Tuan butuh sesuatu?"Hafens menatap pelayan itu dan me
Hafens menatap putranya yang baru kembali, hingga dia menaikkan alisnya dan mengajak Hansen duduk di kursi sebelah taman dan agak menjauh dari rumah."Kau baru dari satu tempat?"Hansen mengangguk dan menatap ayahnya. "Menemui pria tua bangka yang tidak pernah mau mati itu. Aku kesal karena anak perempuannya suka mengganggu Cherry dan terang-terangan melakukan aksi pengejaran karena dia suka padaku. Hanya dengan melihat dia mati maka keluarga itu akan berhenti untuk melakukan hal yang menyebalkan," ujarnya datar membuat Hafens tersenyum kecil."Ayah sudah mendengar apa yang dikatakan oleh Cherry tadi, dia mengadukan hal itu pada ibu kalian. Sepertinya keputusan Ayah untuk memindahkannya sekalian adalah hal yang baik, tapi kemudian Ayah berpikir untuk memindahkan anak itu saja kalau misalnya tidak memungkinkan. Bagaimanapun satu tahun lagi Cherry akan segera lulus dan dia membutuhkan tempat yang sama untuk mendapatkan nilai yang baik sesuai dengan harapannya. Kalau pindah sekolah maka
Beberapa tahun kemudian ...Hansen menatap wajah adiknya yang tampak merah padam dengan tatapan kesal."Bisa-bisanya Claudia mengatakan semua itu! Aku kesal padanya, dia sudah keterlaluan!"Hansen tersenyum pelan, mengacak rambut adiknya itu dengan gemas. "Sudah kukatakan abaikan saja dia," ucapnya santai. "Kita akan segera lulus dari sekolah ini, kenapa harus peduli dengannya? Aku dan kau akan pergi ke universitas yang tidak semua orang bisa memasukinya. Kau dan dia tidak akan pernah bertemu lagi."Cherry menarik napasnya beberapa kali dengan tak beraturan hingga membuat Hansen tersenyum dan membawanya ke arah kantin. Dia tahu apa yang terjadi pada Cherry makanya tidak mengatakan banyak hal. "Makanlah, aku akan membayarnya." Hansen berkata seraya mendudukkan diri dihadapan adiknya yang sudah duduk di kursi seberang. "Kau mau makan apa, katakan saja."Cherry menghela napas, merasa lebih baik karena kakaknya selalu tahu kalau dia marah maka akan memberikannya makanan yang banyak untuk