Saat sedang asyik tiduran di kamarnya sambil memejamkan mata, dia mendengar suara pintu terbuka dan sengaja makin memejamkan matanya dan ingin tahu apa yang dilakukan Hafens padanya kalau dia tidur. Dia juga enggan membuka mata, rasanya cukup lelah dan malas. Hingga ketika dia hanya diam di sana, Hafens berjalan ke arahnya dan tersenyum melihat istrinya memejamkan matanya dengan nyaman. Walau sedikit bergerak-gerak dan itu terlihat mencurigakan. Hafens tahu Christa belum tidur tapi sengaja tidak menyambutnya.Menunduk sedikit, Hafens mengecup bibir Christa dengan lembut dan memagutnya perlahan. Dia merasakan kehangatan disana dan bergerak lebih jauh, dia mengungkungnya pelan membuat Christa yang belum tertidur langsung merasa nyaman dan bergerak menyambut ciuman hangat pria itu. Hafens tersenyum di sela ciumannya, tapi dia tetap lakukan selama beberapa saat dan melepaskan ciuman mereka setelah Christa sesak napas. Dia menatap wajah Hafens yang sudah tersenyum, mengusap bibir bawahny
Hafens menaikkan alis mendengarnya. "Hadiah? Untuk apa?" tanyanya sedikit heran karena dia belum pernah melakukan semua ini sebelumnya."Untuk dokter Gerson atas rasa terima kasih kita. Dulu kita mendapatkan banyak sekali bantuan dari yang termasuk aku. Jadi aku berniat untuk berterima kasih padanya kalau kau mengizinkan." Christa berkata antusias.Kantuk wanita itu semakin hilang karena dia malah semakin bersemangat. Hal yang membuat Hafens tersenyum dan mengusap kepala istrinya itu dengan lembut."Kau mau menyiapkan hadiah apa?" "Emm? Aku belum dapat ide. Nanti saja kau panggil dia ketika aku sudah mendapatkan ide untuk memberikan hadiah untuknya. Tetapi karena aku tidak punya uang, bolehkah aku memintanya darimu?" tanya Christa membuat Hafens diam sesaat.Dia bergerak dalam dan menarik laci nakas yang ada di sebelah ranjang mereka. Dia mengeluarkan sebuah kartu dari dalam tas hitam miliknya lalu memberikannya pada Christa."Aku belum pernah memberikanmu uang atau pegangan kartu sa
Christa dan Hafens makan bersama pagi itu pada akhirnya. Sementara perawat Hansen memberikan bantuan mereka makanan pendamping ASI karena Hansen sudah membesar dan dia mudah lapar. Makanya sekarang susu saja tidak cukup untuknya, di atas butuh makanan-makanan pendamping seperti biskuit dan bubur. "Mungkin dalam waktu dekat aku akan pergi ke luar kota dan belum kembali selama dua atau tiga hari. Aku boleh pergi? Ada urusan kecil dari pekerjaan yang harus kulakukan," ujar Hafens saat mereka hampir selesai makan."Boleh, seharusnya untuk urusan pekerjaan seperti ini kalau tidak perlu meminta izin pada aku." Christa berkata membuat Hafens menatapnya. "Kau memang bebas untuk bekerja, sama seperti aku belum datang dulu kau terserah mau pergi ke mana saja selama urusan pekerjaan. Yang penting kau menjaga dirimu dengan baik," ujarnya lagi hingga Hafens tersenyum kecil."Kau tidak suka aku meminta izin padamu?""Bukan, hanya saja jangan terlalu menjelaskan dengan detail jika kau memang mau pe
Christa malam ini melihat Hafens yang terlihat duduk di atas balkon dan menatap langit malam yang kelam. Bisa dikatakan apa yang dilakukan oleh Hafens sedikit aneh karena sejak tadi pria itu sama sekali tidak ada bicara. Sejak pulang tadi, pria itu memang agak menghindarinya hingga membuat Christa agak heran. Tetapi dia memutuskan untuk tidak bicara apapun dan membiarkan pria itu sampai semua urusan mereka selesai. Memakai gaun merah tidurnya, Christa mengintip Hafens yang seolah tak menyadari kedatangannya. Christa tak tahu apakah Hafens ada masalah atau tidak makanya dia juga ragu ingin mendekat. "Kau tidak mengantuk?"Setelah banyak pertimbangan, dia akhirnya bertanya tapi tak ada jawaban dari Hafens hingga membuatnya mulai yakin kalau bisa jadi apa yang dirasakan oleh Hafens saat ini adalah hal yang berkaitan dengannya makanya pria itu tidak mau bicara dengannya."Ada masalah apa?" tanya Christa sambil berjalan mendekatinya yang membuka mata dan bersandar dengan santai di kursin
Christa menatap wajah Hafens yang sudah bangun. Sementara dia masih di atas ranjang dan menatap pria itu sedang berjalan ke arah kamar mandi.Hafens masih belum bicara apapun padanya sejak bangun beberapa menit lalu. Hal itu membuatnya menghela napas dan menatap wajah Hafens yang baru keluar."Kalau kau marah padaku, kau bisa katakan, bisakah jangan main diam-diaman seperti ini?" tanya Christa dengan kedua tangannya yang bertaut.Hafens menoleh, menatap Christa yang tampak takut untuk bicara dengannya. Dia ingat memang belum ada bicara dengan istrinya ini, sejak tadi malam setelah mereka tidur dia memang sudah mengabaikan Christa dan membuat wajah istrinya itu berubah sendu."Kalau ada salah dan perbuatanku yang membuatmu tidak senang, katakan saja. Aku akan intropeksi diri dan berubah menjadi lebih baik. Kenapa kau merahasiakan semuanya?" tanya Christa lagi. "Aku tahu tidak pantas menjadi istrimu, tapi kalau kau memang kecewa jangan memendamnya sendiri dan membuatku merasa bersalah."
Hafens merokok menggunakan tembakau yang berkualitas dan aman. Dia sudah merasa jauh lebih baik setelah membuang pemikirannya tentang Albene. Dia sudah seminggu membiarkan pria itu disiksa anak buahnya, membiarkannya mendapatkan penderitaan tanpa harus membuatnya mati. Kapan berhentinya? Dia memutuskan untuk menunggu kapan dia akan puas mendengar rintihan kesakitan yang dirasakan oleh Albene. Jika mau membebaskannya sekarang itu terlalu cepat. Dia akan sangat senang kalau Hafens nyatanya tak bisa menyiksanya lebih lama.Yang pastinya, semua ini tidak diketahui oleh Christa. Dia tidak mengatakan kalau ayah angkat istrinya itu sedang dia siksa. Hal itu bisa membuatnya dan sang istri bebas dari permasalahan atau pertengkaran.Mau bagaimanapun, pernikahan mereka sudah sangat membaik dan juga sudah lebih dari apa yang selama ini mereka harapkan. Jadi dia tidak akan menciptakan masalah baru untuk keluarganya."Tuan, Albene Adixon sudah pingsan sejak dua jam lalu dan belum sadarkan diri." D
Christa yang tidur di dalam campervan terlihat cantik dimata Hafens yang sejak tadi memandanginya. Dia tersenyum melihat wanita itu, sementara di bagian depan ada Dave dan sopir yang membawa kendaraan, lalu di bagian belakang ada suster yang menjaga Hansen.Mereka ada di dalam sebuah mobil yang dilengkapi tempat tidur. Tadinya Hansen juga tidur bersama dengan ibunya tapi baru saja bangun bermain dengan perawatnya yang memiliki kelembutan sama seperti Christa. Hansen merasa nyaman dengannya juga karena seolah mengerti dengan apa yang sudah terjadi pada ibunya. Dia tidak mau mempersulit wanita itu makanya menurut saja ketika tak bisa dipegang atau dipeluk ibunya.Perjalanan kali ini cukup panjang tapi Hafens keberatan sepanjang malam menjaga dan memandangi wajah wanitanya itu. Ini adalah waktu full untuk liburan mereka tanpa ada pekerjaan sama sekali, Hafens meninggalkannya kurang lebih semingguan hanya untuk menenangkan pikiran."Sudah sangat lama aku tidak keluar dan tidak menikmati w
Hafens menatap wajah istrinya yang makan dengan lahap itu lalu mengusap wajahnya. "Jam berapa ini?"Christa tersenyum lalu menyodorkan semangkuk nasi yang dia panaskan tadi. "Baru jam delapan malam. Kenapa sama sekali tidak ada yang membangunkan untuk makan malam? Aku lapar sekali," ujarnya membuat Hafens menegakkan tubuhnya.Dia juga heran kenapa tidak ada orang yang membangunkannya sama sekali. Tapi karena dia melihat campervan mereka yang masih berjalan, dia jadi tak ingin menyalahkan siapapun."Kau cukup hanya memakan itu? Mau aku masak beberapa makanan lagi?"Christa menaikkan alisnya. "Kau bisa memasak?" tanyanya tak percaya.Hafens tersenyum dan bangkit dari duduknya. "Aku bisa memasak beberapa makanan sederhana karena sering bertahan di alam liar dulunya. Aku akan memasak beberapa makanan sebentar, kau makan saja dan aku akan antarkan ke meja," ucapnya membuat Christa semakin tidak percaya.Bagaimana bisa? Hafens semakin banyak berubah dan tidak seperti dirinya yang dulu. Chr
Setelah pulang dari menjenguk Albene dan Alex, Christa merasa kehidupannya sudah sangat lengkap dan tidak ada lagi yang harus dia khawatirkan. Ayah angkatnya yang selama ini dia pikirkan dalam diam nyatanya hidup dengan baik walau harus menjadi petani anggur dan bisa dikatakan juga menjadi anak buah dari Hafens."Mau makan apa malam ini? Aku akan buatkan."Hafens menatap wajah Christa yang sedang bertanya padanya sambil membantu melepaskan jas yang dia pakai. Hari ini pelayan semua cuti dan memang sedang memasuki sebuah hari perayaan, dalam satu tahun memang biasanya Hafens akan memberikan para pelayan untuk libur, jadi sekarang yang akan memasak adalah Christa sampai dua hari lagi pelayan akan kembali ke rumah mereka untuk bekerja."Aku sudah meminta anak buah untuk membawa beberapa bahan makanan. Hari ini kita bakar-bakar daging dan beberapa makanan di luar nanti, ini malam pergantian tahun jadi akan sangat bagus kalau berbaquean, Sayang," ucap Hafens membuat Christa tersenyum."Bai
Hafens berhenti melangkah dan menunjuk arah sebuah tempat di mana mereka bisa melihat dua orang pria sedang asyik berkebun. Keduanya terlihat seperti ayah dan anak yang begitu akrab, di bawah pohon anggur keduanya sedang memetik hasil panen dan tertawa satu sama lain seperti membicarakan sesuatu hal yang lucu."Itu mereka? Ayah dan Alex?" tanya Christa tak percaya membuat Hafens bergumam sebagai jawaban.Christa masih tercengang tak percaya Karena ayahnya dan Alex benar-benar mendapatkan perlakuan yang baik dan bahkan menjadi petani anggur di sebuah lahan yang besar. Ada sebuah rumah tadinya yang sepertinya adalah tempat tinggal ayahnya dan Alex, lalu kini dia malah melihat ayahnya dan Alex yang sedang memetik anggur dan bercanda satu sama lain.Dia sempat mengira kalau Ayahnya mungkin berada di sebuah kurungan yang merupakan pembalasan dari Hafens. Tetapi nyatanya ayahnya hidup dengan begitu baik dan bahkan jauh lebih baik dibanding yang dia kira, karena malah menjadi petani anggur wa
Mendengar Hafens mengatakan semua itu, Christa merasa sangat senang. Dia langsung memeluk tubuh suaminya dan mencium rahang tegas Hafens dengan lembut."Terima kasih, aku senang sekali kau mau menuruti permintaan ini dan mau membawaku ke sana. Setidaknya walaupun hanya sekali kau mengizinkannya aku sangat berharap bisa melihat keadaannya. Dia adalah musuh dan kau membencinya, tapi dia tetap orang yang memiliki jasa padaku karena telah membesarkanku. Jadi sedikit banyak aku tidak bisa melupakan tentang hutang budi ini dan aku merasa harus terus mengingatnya karena dia menyayangiku selama bertahun-tahun seperti anakmu sendiri." Christa berkata seraya menatap Hafens dengan tatapan berkaca-kaca karena terharu.Hafens tersenyum pelan dan mengecup bibir Christa dengan lembut sebelum melumatnya penuh perasaan tanpa ada tuntutan sama sekali. Setelahnya dia kembali memeluk tubuh wanita itu dan mengejamkan matanya karena sebenarnya dia mengantuk, tapi dia tidak mungkin meninggalkan Christa dan
"Sudah semuanya?"Christa mengangguk, meringis melihat banyaknya paper bag yang bersusun di depan dan sedang diangkat oleh pelayan toko pakaian, anak buah dan juga security mall."Sepertinya belanja hari ini terlalu banyak dan aku sedikit kalap karena sudah lama tidak belanja. Beberapa hari ini aku melihat pakaian Cherry sedikit banyak sudah mulai sempit karena dia semakin bertumbuh besar. Dia tidak pernah menuntutku untuk membelikannya pakaian baru karena dia selalu berkata kalau masih bisa digunakan maka dia akan selalu menggunakannya. Apakah aku sudah membuat anak-anak terlalu sederhana, Hafens?" tanya Christa membuat Hafens tersenyum dan mengecup pipinya lagi."Itu sangat penting untuk mereka. Mereka harus tetap menggunakan kesederhanaan walau mereka adalah anak-anak kita yang ke depannya sulit kemungkinan mereka akan hidup susah karena aku sudah membuat deposito yang begitu panjang dan bahkan bisa mempunyai hidup mereka sampai mereka tua. Itu untuk mengontrol sikap dan emosi supa
"Tuan Besar Barack, selamat datang."Langsung pemilik universitasnya yang menyangkut kedatangan Hafens, Christa dan Hansen. Cherry sudah masuk sekolah setelah libur dua minggu lebih jadi dia tidak bisa ikut datang melihat universitas kakaknya. Hafens hanya mengangguk dan menatap putranya. Hansen sudah tersenyum dan mencium tangan ibu dan ayahnya, sengaja melakukan semua itu untuk meminta restu belajar. Beberapa mahasiswi memperhatikannya seraya berbisik-bisik, mereka tak pernah bertemu dengan Hansen secara umum karena pria ini jarang keluar dan hanya di rumah saja setiap hari setelah pulang sekolah, makanya sekarang dia yang muncul di hadapan mereka semua membuat para mahasiswi memperhatikannya dengan kagum.Walau tidak semua orang kenal dengan Hansen karena pria itu selalu menyembunyikan dirinya, tapi dari mulut ke mulut mereka bisa menemukan fakta dan juga beberapa ciri-ciri tentang yang merupakan anak mafia dan juga penguasa terbesar di Klan ini. Bukan sebuah rahasia, karena bagaim
Hari kelulusan tiba dan Hasan berhasil mendapatkan nilai yang baik. Dia libur selama beberapa hari sebelum akhirnya masuk ke dalam universitas, tak ada lagi yang bisa mengganggu seperti dia berada di sekolah menengah ke atas, karena Claudia juga sudah semakin diam dan tidak banyak mengganggu sejak dia terakhir kali mengancamnya. "Kalau nanti sudah di universitas, kau akan sangat sibuk. Tetap yakin mau pulang pergi dan tidak menginap di asrama?" tanya Christa seraya menemani putranya itu memakan potongan buah."Ya, Bu. Aku akan tetap pulang pergi. Ayah sudah memberikan aku satu mobil jadi aku akan menggunakan itu dan tidak mau menginap di asrama. Menginap di asrama terlalu jauh dan juga lama, aku tetap mau pulang melihat Ayah, Ibu dan adik. Bagaimana tidak begitu jauh jaraknya dari rumah kita dan aku akan tetap bisa pulang setiap selesai pembelajaran." Handphone berkata sambil menggeser tabletnya dan belajar kecil-kecil.Christa tersenyum pelan mendengarnya. "Kalau kau punya teman dan
Hafens melihat halaman belakang dimana istrinya sedang duduk di atas matras dan melakukan senam yoga. Dia mengakui Christa pasti akan selalu melakukan kegiatan dan gaya hidup sehat yang biasa dilakukan oleh wanita yang menginginkan bentuk tubuhnya bagus dan sempurna.Christa juga biasa gym dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk kesehatan tubuhnya, membuat Hafens kadang suka memperhatikannya dari jauh."Wanita yang dulu hampir putus asa itu, sudah bisa melihat dan menyaksikan masa depannya yang dulu suram. Aku berharap bisa terus menjadi bagian dari masa depanmu, Christa."Ini bukan hanya soal kisah dendam antara mafia, juga ada kisah cinta dan pelajaran hidup. Semuanya lengkap dan Hafens merasa semua yang dia rasakan lebih baik dan tidak ada yang harus diubah. Wanita itu dengan segala macam hal yang dia punya membuat Hafens merasa jatuh cinta tanpa paksaan, hingga tak terasa nyatanya sudah hampir delapan belas tahun mereka bersama."Tuan butuh sesuatu?"Hafens menatap pelayan itu dan me
Hafens menatap putranya yang baru kembali, hingga dia menaikkan alisnya dan mengajak Hansen duduk di kursi sebelah taman dan agak menjauh dari rumah."Kau baru dari satu tempat?"Hansen mengangguk dan menatap ayahnya. "Menemui pria tua bangka yang tidak pernah mau mati itu. Aku kesal karena anak perempuannya suka mengganggu Cherry dan terang-terangan melakukan aksi pengejaran karena dia suka padaku. Hanya dengan melihat dia mati maka keluarga itu akan berhenti untuk melakukan hal yang menyebalkan," ujarnya datar membuat Hafens tersenyum kecil."Ayah sudah mendengar apa yang dikatakan oleh Cherry tadi, dia mengadukan hal itu pada ibu kalian. Sepertinya keputusan Ayah untuk memindahkannya sekalian adalah hal yang baik, tapi kemudian Ayah berpikir untuk memindahkan anak itu saja kalau misalnya tidak memungkinkan. Bagaimanapun satu tahun lagi Cherry akan segera lulus dan dia membutuhkan tempat yang sama untuk mendapatkan nilai yang baik sesuai dengan harapannya. Kalau pindah sekolah maka
Beberapa tahun kemudian ...Hansen menatap wajah adiknya yang tampak merah padam dengan tatapan kesal."Bisa-bisanya Claudia mengatakan semua itu! Aku kesal padanya, dia sudah keterlaluan!"Hansen tersenyum pelan, mengacak rambut adiknya itu dengan gemas. "Sudah kukatakan abaikan saja dia," ucapnya santai. "Kita akan segera lulus dari sekolah ini, kenapa harus peduli dengannya? Aku dan kau akan pergi ke universitas yang tidak semua orang bisa memasukinya. Kau dan dia tidak akan pernah bertemu lagi."Cherry menarik napasnya beberapa kali dengan tak beraturan hingga membuat Hansen tersenyum dan membawanya ke arah kantin. Dia tahu apa yang terjadi pada Cherry makanya tidak mengatakan banyak hal. "Makanlah, aku akan membayarnya." Hansen berkata seraya mendudukkan diri dihadapan adiknya yang sudah duduk di kursi seberang. "Kau mau makan apa, katakan saja."Cherry menghela napas, merasa lebih baik karena kakaknya selalu tahu kalau dia marah maka akan memberikannya makanan yang banyak untuk