Beberapa hari ini setelah mereka menghabiskan waktu di malam itu, Hafens akui kalau Christa menjauhinya. Dan entah mengapa, itu malah membuatnya merasa semakin tidak percaya diri untuk membicarakan apa yang ingin dia bicarakan. Christa menjauhinya, mengurangi faktor yang membuatnya merasa tertekan dan dia bisa melihat beberapa kali wanita itu meminum sesuatu yang dia ketahui adalah vitamin.Hafens mengetahui niatannya yaitu ingin hamil anak kedua. Tetapi dia juga khawatir kalau wanita itu melakukannya maka anaknya pasti harus dihentikan untuk menyusui. Makanya dia merasa khawatir tapi untuk bicara juga wanita itu terlalu banyak menghindarinya."Bisa kita bicara?" tanya Hafens saat dia berselisih dengan wanita itu ketika baru pulang kerja.Christa menatapnya lalu menelan ludahnya pelan dan mengangguk. Hal itu membuat Hafens memanggil seorang pelayan untuk mengambil Hansen dari mereka, dia benar-benar ingin bicara walau mungkin dia tidak akan menyinggung terlalu dalam tentang apa yang
Christa menatap Hafens yang mengatakan itu hingga dia akhirnya memalingkan wajah dan berpikir."Hanya untuk Hansen?""Untukku juga." Hafens berkata dengan wajahnya yang masih menatap Christa tanpa lepas sejak tadi. "Jadikan saja Hansen adalah hal yang utama tapi aku tetap membutuhkanmu di sini. Aku tidak bisa kalau kau pergi, aku frustasi memikirkan tentang bagaimana nanti Hansen saat kau meninggalkan kami."Christa menghela napas pelan. "Apakah statusku tetap sebagai seorang istri tawanan?"Hafens menatapnya dengan tatapan yang jauh lebih baik dari yang selama ini Christa ingat. Dia tahu kalau tatapan pria ini mulai berubah dan dia tak mengerti kenapa bisa secepat itu, padahal dia tidak melakukan apapun yang terlalu berlebihan untuk membuat pikiran pria ini terbuka untuknya."Kau tidak akan menjadi tawanan lagi, aku membebaskanmu dari status itu dan aku menyadari kalau kau tidak bersalah. Yang bersalah adalah ayahmu bukan kau, jadi aku ingin membuka pikiranku dan melepaskan dendam ini
Sejak saat itu, perlakuan Hafens sudah benar-benar berubah. Dia tidak mengerti kenapa bisa seperti itu, hanya karena anaknya mustahil sekali dia langsung berubah dan memperlakukan Christa selayaknya orang yang sangat dia sayangi dan harus dia lindungi.Christa kerap merasa tak tenang, kenapa sifat pria itu sudah berubah dan membuatnya khawatir sendiri. Tetapi untuk membuatnya bertanya atau berpikir dia juga sedang malas karena pria itu tidak akan mau menjelaskan."Huek!"Christa menahan perutnya yang terasa bergejolak. Tidak mengerti apa yang terjadi padanya tapi yang pasti dia merasa setiap semalam dia meriang dan sepertinya dia sudah mulai menduga tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Selama dua bulan terakhir dia tidak pernah lagi mendapatkan menstruasi dan dengan keadaan yang sepertinya akan dia alami selanjutnya.Duduk di sofa, Christa memegang perutnya sebelum akhirnya dia memutuskan untuk keluar dan mencari Gerson untuk bertanya. Dia mencari pria itu di lantai bawah tapi ta
Christa menatap Hafens lalu menghela napas mendengar ucapannya. "Berada di dalam kediamanmu tanpa status yang pasti apakah aku akan tetap ada di sana selamanya atau tidak, itu jauh lebih menyakitkan," balas Christa pelan. "Aku merasa tersiksa dengan semua perlakuan baikmu yang tanpa alasan. Aku tidak bisa melakukannya terus-terusan, karena semua itu hanya akan menjadi duri di hatiku sendiri."Hafens menatap wajah Christa yang diam saja dengan tatapan yang mulai berubah. Dia tahu kalau Christa memang seperti itu, tidak berharap hidup dengannya karena sejak awal dia hanya memberikan kebencian.Selama beberapa saat mereka hanya berdiam diri, sampai akhirnya Hafens menunduk dan menghela napasnya dalam-dalam."Maafkan aku ..."Christa menatapnya kaget, ucapan itu adalah hal yang tak pernah dia duga sebelumnya dan tidak pernah dia bayangkan akan dikatakan oleh pria ini."Aku salah, aku sudah menyiksa dan membencimu, aku sudah membuatmu tidak baik-baik saja dari keadaan mental dan fisik. Sela
Christa menatap Hafens yang mengatakan semua itu. Namun, setelah apa yang dikatakan oleh pria ini sebelumnya, membuatnya diam beberapa saat."Tetapi aku tetap anak pembunuh orang tuamu, Hafens ... Aku sudah memakan makanan dari mereka dan aku sudah menerima uang dari mereka. Melupakan semua dendammu dan memaafkanku bukanlah hal yang benar. Tidak layak dilakukan, kau harus tahu orang tuamu mungkin belum menerima kematian mereka sampai sekarang."Hafens memejamkan matanya dengan air mata yang bercucuran mendengar itu. Dia sudah berusaha untuk menahannya tapi tidak bisa, sementara Christa sudah melepaskan pelukan mereka lebih dulu dan tersenyum pada Hafens."Aku merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang tua, rasanya sakit. Saat itu saja usiaku masih kecil dan aku sudah merasakan sakit yang begitu kuat. Kau tidak boleh melupakan semua itu, tidak ada alasan kuat selain aku hanya anak angkat. Lagi pula selain kau tidak ada yang tahu tentang hal ini, jika kau membebaskan aku maka itu hany
"Kami akan patuh apa yang Tuan katakan."Belum sempat Christa protes, para anak buah dan pelayan sudah menjawab ucapan dari Hafens dengan kepala menunduk. Sebelum dia sempat protes lagi, Hafens sudah berbalik ke arahnya dan menarik pinggangnya. Dia tersenyum pada Christa dan tahu kalau ada protes besar yang akan Christa lalukan.Tetapi sebelum semua itu, dia menunduk, mencium bibir Christa hingga mata wanita itu membelalak. Dia sudah akan melepaskannya tapi Hafens dengan lembut memegang pundaknya, menekan tengkuknya hingga mereka saling berciuman di hadapan semua anak buah dan pelayan.Tidak lama, hanya sebentar tapi itu cukup. Hafens melepaskannya lalu menarik napas dan tersenyum pada Christa yang menatapnya dengan kaku."Dia adalah istri kesayanganku, jika kalian sengaja melakukan sesuatu yang menyakiti hatinya maka aku tidak akan pernah tinggal diam. Kalian tahu bagaimana berurusan denganku, bukan? Maka kalian juga harus mengerti kalau aku tidak akan pernah menarik kata-kataku." Haf
Entah berapa lama dia tertidur dan ketika dia meraba ranjang dihadapannya, dia mendapati kalau tempat itu kosong hingga Christa membuka matanya dan tak menemukan anaknya ada di sana.Bangkit dari tidurannya, dia melihat kanan kiri dan memang tak menemukan anaknya serta pria yang tak lain adalah suaminya itu. Sepertinya Hansen dibawa ke suatu tempat dan dia enggan untuk mencarinya.Selama beberapa saat dia hanya diam disana dan terlihat bersandar pada kepala ranjang. Tatapannya melihat ke arah depan dan masih memikirkan tentang apa yang sudah terjadi dan bagaimana dia akan menghadapi anak-anaknya."Aku bahkan lupa kalau aku hamil." Christa mengusap perutnya. "Masih ada waktu untuk menjalani kehamilan selama beberapa bulan ke depan. Masih sangat lama melahirkan. Aku hanya khawatir dia masih sama atau tiba-tiba saja berubah pikiran dan mengusirku. Apa yang sulit untuk dia lakukan? Dia adalah penguasanya di sini dan dia bebas untuk melakukan apa saja."Christa menghela napas tenangkan aga
Christa menatap wajah Hafens yang mengatakan semua itu. Dia sedikit tidak percaya tapi memutuskan untuk menatap lagi ke arah map yang sedang dipegangnya."Kau bisa menambah apa saja yang kau mau di dalam untuk menjadi sebuah perjanjian yang kuat. Ini akan disahkan oleh pengacara dan notaris, bahkan juga akan ada pihak kepolisian. Ini sama dengan perjanjian pernikahan yang tidak bisa dihancurkan sepihak. Lakukanlah apa yang kau mau dan tambahkan saja apa yang kau inginkan di dalamnya."Christa menggeleng pelan. "Bukankah semua ini percuma jika kau sudah menggunakan uang dan kekuasaanmu untuk mengalahkanku? Bagaimana aku bisa yakin kalau semuanya akan berakhir sekarang? Hati seseorang tidak ada yang tahu," ujarnya membuat Hafens tersenyum."Di sini aku berperan sebagai suamimu dan tidak ada sebagai seorang mafia Klan Brack. Aku adalah Hafens Barack, bukan pemimpin mafia di Klan ini. Jika kau mau mempercayaiku maka aku akan mengubah pandanganmu terhadapku. Kita jalani kehidupan pernikahan
Setelah pulang dari menjenguk Albene dan Alex, Christa merasa kehidupannya sudah sangat lengkap dan tidak ada lagi yang harus dia khawatirkan. Ayah angkatnya yang selama ini dia pikirkan dalam diam nyatanya hidup dengan baik walau harus menjadi petani anggur dan bisa dikatakan juga menjadi anak buah dari Hafens."Mau makan apa malam ini? Aku akan buatkan."Hafens menatap wajah Christa yang sedang bertanya padanya sambil membantu melepaskan jas yang dia pakai. Hari ini pelayan semua cuti dan memang sedang memasuki sebuah hari perayaan, dalam satu tahun memang biasanya Hafens akan memberikan para pelayan untuk libur, jadi sekarang yang akan memasak adalah Christa sampai dua hari lagi pelayan akan kembali ke rumah mereka untuk bekerja."Aku sudah meminta anak buah untuk membawa beberapa bahan makanan. Hari ini kita bakar-bakar daging dan beberapa makanan di luar nanti, ini malam pergantian tahun jadi akan sangat bagus kalau berbaquean, Sayang," ucap Hafens membuat Christa tersenyum."Bai
Hafens berhenti melangkah dan menunjuk arah sebuah tempat di mana mereka bisa melihat dua orang pria sedang asyik berkebun. Keduanya terlihat seperti ayah dan anak yang begitu akrab, di bawah pohon anggur keduanya sedang memetik hasil panen dan tertawa satu sama lain seperti membicarakan sesuatu hal yang lucu."Itu mereka? Ayah dan Alex?" tanya Christa tak percaya membuat Hafens bergumam sebagai jawaban.Christa masih tercengang tak percaya Karena ayahnya dan Alex benar-benar mendapatkan perlakuan yang baik dan bahkan menjadi petani anggur di sebuah lahan yang besar. Ada sebuah rumah tadinya yang sepertinya adalah tempat tinggal ayahnya dan Alex, lalu kini dia malah melihat ayahnya dan Alex yang sedang memetik anggur dan bercanda satu sama lain.Dia sempat mengira kalau Ayahnya mungkin berada di sebuah kurungan yang merupakan pembalasan dari Hafens. Tetapi nyatanya ayahnya hidup dengan begitu baik dan bahkan jauh lebih baik dibanding yang dia kira, karena malah menjadi petani anggur wa
Mendengar Hafens mengatakan semua itu, Christa merasa sangat senang. Dia langsung memeluk tubuh suaminya dan mencium rahang tegas Hafens dengan lembut."Terima kasih, aku senang sekali kau mau menuruti permintaan ini dan mau membawaku ke sana. Setidaknya walaupun hanya sekali kau mengizinkannya aku sangat berharap bisa melihat keadaannya. Dia adalah musuh dan kau membencinya, tapi dia tetap orang yang memiliki jasa padaku karena telah membesarkanku. Jadi sedikit banyak aku tidak bisa melupakan tentang hutang budi ini dan aku merasa harus terus mengingatnya karena dia menyayangiku selama bertahun-tahun seperti anakmu sendiri." Christa berkata seraya menatap Hafens dengan tatapan berkaca-kaca karena terharu.Hafens tersenyum pelan dan mengecup bibir Christa dengan lembut sebelum melumatnya penuh perasaan tanpa ada tuntutan sama sekali. Setelahnya dia kembali memeluk tubuh wanita itu dan mengejamkan matanya karena sebenarnya dia mengantuk, tapi dia tidak mungkin meninggalkan Christa dan
"Sudah semuanya?"Christa mengangguk, meringis melihat banyaknya paper bag yang bersusun di depan dan sedang diangkat oleh pelayan toko pakaian, anak buah dan juga security mall."Sepertinya belanja hari ini terlalu banyak dan aku sedikit kalap karena sudah lama tidak belanja. Beberapa hari ini aku melihat pakaian Cherry sedikit banyak sudah mulai sempit karena dia semakin bertumbuh besar. Dia tidak pernah menuntutku untuk membelikannya pakaian baru karena dia selalu berkata kalau masih bisa digunakan maka dia akan selalu menggunakannya. Apakah aku sudah membuat anak-anak terlalu sederhana, Hafens?" tanya Christa membuat Hafens tersenyum dan mengecup pipinya lagi."Itu sangat penting untuk mereka. Mereka harus tetap menggunakan kesederhanaan walau mereka adalah anak-anak kita yang ke depannya sulit kemungkinan mereka akan hidup susah karena aku sudah membuat deposito yang begitu panjang dan bahkan bisa mempunyai hidup mereka sampai mereka tua. Itu untuk mengontrol sikap dan emosi supa
"Tuan Besar Barack, selamat datang."Langsung pemilik universitasnya yang menyangkut kedatangan Hafens, Christa dan Hansen. Cherry sudah masuk sekolah setelah libur dua minggu lebih jadi dia tidak bisa ikut datang melihat universitas kakaknya. Hafens hanya mengangguk dan menatap putranya. Hansen sudah tersenyum dan mencium tangan ibu dan ayahnya, sengaja melakukan semua itu untuk meminta restu belajar. Beberapa mahasiswi memperhatikannya seraya berbisik-bisik, mereka tak pernah bertemu dengan Hansen secara umum karena pria ini jarang keluar dan hanya di rumah saja setiap hari setelah pulang sekolah, makanya sekarang dia yang muncul di hadapan mereka semua membuat para mahasiswi memperhatikannya dengan kagum.Walau tidak semua orang kenal dengan Hansen karena pria itu selalu menyembunyikan dirinya, tapi dari mulut ke mulut mereka bisa menemukan fakta dan juga beberapa ciri-ciri tentang yang merupakan anak mafia dan juga penguasa terbesar di Klan ini. Bukan sebuah rahasia, karena bagaim
Hari kelulusan tiba dan Hasan berhasil mendapatkan nilai yang baik. Dia libur selama beberapa hari sebelum akhirnya masuk ke dalam universitas, tak ada lagi yang bisa mengganggu seperti dia berada di sekolah menengah ke atas, karena Claudia juga sudah semakin diam dan tidak banyak mengganggu sejak dia terakhir kali mengancamnya. "Kalau nanti sudah di universitas, kau akan sangat sibuk. Tetap yakin mau pulang pergi dan tidak menginap di asrama?" tanya Christa seraya menemani putranya itu memakan potongan buah."Ya, Bu. Aku akan tetap pulang pergi. Ayah sudah memberikan aku satu mobil jadi aku akan menggunakan itu dan tidak mau menginap di asrama. Menginap di asrama terlalu jauh dan juga lama, aku tetap mau pulang melihat Ayah, Ibu dan adik. Bagaimana tidak begitu jauh jaraknya dari rumah kita dan aku akan tetap bisa pulang setiap selesai pembelajaran." Handphone berkata sambil menggeser tabletnya dan belajar kecil-kecil.Christa tersenyum pelan mendengarnya. "Kalau kau punya teman dan
Hafens melihat halaman belakang dimana istrinya sedang duduk di atas matras dan melakukan senam yoga. Dia mengakui Christa pasti akan selalu melakukan kegiatan dan gaya hidup sehat yang biasa dilakukan oleh wanita yang menginginkan bentuk tubuhnya bagus dan sempurna.Christa juga biasa gym dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk kesehatan tubuhnya, membuat Hafens kadang suka memperhatikannya dari jauh."Wanita yang dulu hampir putus asa itu, sudah bisa melihat dan menyaksikan masa depannya yang dulu suram. Aku berharap bisa terus menjadi bagian dari masa depanmu, Christa."Ini bukan hanya soal kisah dendam antara mafia, juga ada kisah cinta dan pelajaran hidup. Semuanya lengkap dan Hafens merasa semua yang dia rasakan lebih baik dan tidak ada yang harus diubah. Wanita itu dengan segala macam hal yang dia punya membuat Hafens merasa jatuh cinta tanpa paksaan, hingga tak terasa nyatanya sudah hampir delapan belas tahun mereka bersama."Tuan butuh sesuatu?"Hafens menatap pelayan itu dan me
Hafens menatap putranya yang baru kembali, hingga dia menaikkan alisnya dan mengajak Hansen duduk di kursi sebelah taman dan agak menjauh dari rumah."Kau baru dari satu tempat?"Hansen mengangguk dan menatap ayahnya. "Menemui pria tua bangka yang tidak pernah mau mati itu. Aku kesal karena anak perempuannya suka mengganggu Cherry dan terang-terangan melakukan aksi pengejaran karena dia suka padaku. Hanya dengan melihat dia mati maka keluarga itu akan berhenti untuk melakukan hal yang menyebalkan," ujarnya datar membuat Hafens tersenyum kecil."Ayah sudah mendengar apa yang dikatakan oleh Cherry tadi, dia mengadukan hal itu pada ibu kalian. Sepertinya keputusan Ayah untuk memindahkannya sekalian adalah hal yang baik, tapi kemudian Ayah berpikir untuk memindahkan anak itu saja kalau misalnya tidak memungkinkan. Bagaimanapun satu tahun lagi Cherry akan segera lulus dan dia membutuhkan tempat yang sama untuk mendapatkan nilai yang baik sesuai dengan harapannya. Kalau pindah sekolah maka
Beberapa tahun kemudian ...Hansen menatap wajah adiknya yang tampak merah padam dengan tatapan kesal."Bisa-bisanya Claudia mengatakan semua itu! Aku kesal padanya, dia sudah keterlaluan!"Hansen tersenyum pelan, mengacak rambut adiknya itu dengan gemas. "Sudah kukatakan abaikan saja dia," ucapnya santai. "Kita akan segera lulus dari sekolah ini, kenapa harus peduli dengannya? Aku dan kau akan pergi ke universitas yang tidak semua orang bisa memasukinya. Kau dan dia tidak akan pernah bertemu lagi."Cherry menarik napasnya beberapa kali dengan tak beraturan hingga membuat Hansen tersenyum dan membawanya ke arah kantin. Dia tahu apa yang terjadi pada Cherry makanya tidak mengatakan banyak hal. "Makanlah, aku akan membayarnya." Hansen berkata seraya mendudukkan diri dihadapan adiknya yang sudah duduk di kursi seberang. "Kau mau makan apa, katakan saja."Cherry menghela napas, merasa lebih baik karena kakaknya selalu tahu kalau dia marah maka akan memberikannya makanan yang banyak untuk