Share

Bab 7

last update Last Updated: 2024-03-21 17:42:08

Niela duduk berhadapan dengan Alika, kekasih sang suami. Mereka berada di ruang tamu. Niela kira Alika akan kencan dengan Kindly, tapi ternyata Alika sengaja datang untuk bertemu dengannya.

"Maaf, aku menganggu yah?" Ucap Alika yang kembali berbicara.

Wajah cantik nan anggun itu menatap teduh Niela. Sebenarnya kalau dinilai dari luar Alika lebih terlihat santun dan ramah. Cara berpakaian selalu modis, tak bosan di pandang. Kindly memang tahu memilih pasangan yang menarik.

"Tidak apa. Jadi apa yang mau kau bicarakan?"

Alika tampak berpikir penuh pertimbangan. Ini adalah pertama kali mereka mengobrol jadi tentu saja ada kecanggungan yang terselip.

"Kau tahu, aku dan Kin sudah jadi pasangan selama lebih dari 3 tahun." Ucapnya tanpa keraguan. "Dia pernah berjanji akan menikahiku."

Pedih. Niela berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Mendadak dia merasa jadi penghancur hubungan. Wajar saja Kindly selalu bersikap kasar. Tapi apakah Niela harus mengabaikan kehancuran hatinya dalam masalah ini? Memangnya wanita mana yang mau diperkosa? Kalau saat itu dia tidak hamil, Niela tidak akan gampang setuju menikah. Baginya pernikahan itu penting dan perlu pemikiran matang. Dan dia belum punya persiapan menjadi istri, apa lagi ibu.

"Lalu kenapa kalian tidak menikah sampai aku datang?" Tanya Niela yang penasaran.

Alika tersenyum getir mendapat pertanyaan itu. Dia mengingat masa ketika hubungan mereka tidak semulus pernikahan Kindly dan Niela.

"Ibunya. Ibu Kin menentang hal itu."

'Ibu Kindly? Mama Sena? Kenapa? Bukankan Alika wanita yang sempurna?'

Fakta barusan cukup aneh bagi Niela. Bahkan dia tidak mau percaya. Apa yang kurang dari Alika? Lalu apa kelebihan dirinya? Sebab Sena sangat menerima dirinya dalam keluarga mereka. Sena juga tipikal ibu yang perhatian dan penyayang. Meski ada ketegasan di balik sikap itu.

"Kenapa? Kalian kan pasangan serasi." kalimat itu akhirnya keluar dari mulut Niela yang tidak bisa di tahan lagi.

"Jujur saja aku wanita penikmat kebebasan. Dulu aku pernah berkencan dengan pria lain di belakang Kin. Saat itu kami bertengkar dan yah, aku mencari orang lain. Sialnya ibu Kin melihat itu, dia marah besar hingga tidak mau memaafkanku."

Niela mendengarkan dengan seksama. Cerita ini menarik minat. Dia mendekatkan kotak tisu pada Alika yang mulai berderai air mata.

"Lalu bagaimana dengan Kin?"

"Dia juga marah awalnya. Tapi berikutnya dia sadar, sebab malam itu dia sempat mengatakan putus tapi mungkin hanya gertakan emosi. Jadi aku merasa sah-sah saja menjalin hubungan baru. Sayangnya tak semudah itu. Pada akhirnya aku tetap menginginkan Kin."

"Dan begitu juga dengan Kin yang menginginkanmu." Ucap Niela pilu. Dia bisa menyimpulkan ikatan rasa yang dimiliki ke-2nya.

"Semenjak kalian menikah aku sudah hampir menyerah. Tapi lagi-lagi Kin meruntuhkan tembokku. Dia berjanji tidak akan meninggalkanku." Suara Alika bergetar menyiratkan kesakitan.

"Tapi, siang tadi kami bertengkar lagi. Dia bahkan melepas kalung pemberianku dulu." lanjutnya masih terisak.

Sungguh Niela tidak tahu harus bertindak bagaimana. Nyatanya bukan hanya dia yang tersakiti dalam hubungan ini. Tak ada definisi kebahagiaan di antara ke-3nya. Apakah dia yang harus mundur? Lagi pula alasannya untuk bertahan sudah musnah. Niela bisa paham arah pembicaraan Alika saat ini.

"Jadi... Maksudmu, kau ingin kami bercerai?" Ucap Niela menggigit bibir bawahnya.

Alika menatap Niela dengan wajah sendunya. Dia menelan ludah sebelum menjawab.

"Aku tidak tahu harus memohon pada siapa lagi. Aku sudah berusaha merelakan Kin tapi sangat sulit." Lirihnya. Dia bahkan tak peduli lagi pada make up yang luntur saking basah wajahnya.

"Aku perlu waktu berpikir. Tapi kalaupun aku memilih cerai, itu murni dari keinginanku sendiri. Bukan karena mengikuti perintahmu."

Percakapan itu menghantui Niela sepanjang malam. Dia benar-benar tak bisa memejamkan mata. Meski tak ada rasa cinta terhadap sang suami, tapi statusnya mereka menikah. Bohong kalau dia baik-baik saja untuk mundur. Dia juga wanita yang ingin dihargai dan diakui. Masalah ini bukan sepenuhnya salah dia sendiri. Waktu terasa lebih lama berjalan. Sangat berat dan sangat menyakitkan.

Ceklek

Pintu kamarnya terbuka. Niela pura-pura tidur, dia bisa menebak siapa yang datang dari bau parfumnya. Dia kesal dengan dirinya sendiri yang selalu lupa kunci pintu. Langkah itu berhenti di samping kasur tepat di hadapan Niela yang tidur menyamping. Beberapa detik kemudian tangan kekar Kindly membelai wajah memar Niela. Lalu berpindah pada bagian perut yang tertutup.

"Maafkan papa." Gumamnya pelan.

Niela refleks meremas seprei di bawah telapak tangannya. Perlakuan Kindly sekarang di luar dugaan.

'Apakah 2 kata itu tulus? Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang dia menyebut dirinya papa setelah dulu menganggap anak ini hanya sebuah kesalahan'

Setelah itu Kindly berdiri meninggalkan kamar Niela. Wanita itu kembali membuka mata ketika mendengar pintu tertutup. Dia bingung dengan situasi sekarang. Kapasitas otaknya tak mampu menampung perkara yang cukup berat ini. Dia ingin istirahat. Atau dia butuh sandaran.

Sepertinya udara luar lebih nyaman dari pada kasur empuk. Niela memutuskan akan keluar tanpa tujuan. Secara tiba-tiba ketakutannya hilang pada kegelapan malam.

"Mau ke mana?" Suara bariton itu mengintrupsi pergerakan Niela yang sudah mau keluar pintu utama. Tak jauh dari sana Kindly berdiri menatap tajam Niela. Rambut pria itu tampak masih basah pertanda habis mandi.

"A..anu mau jalan-jalan." Gugup Niela. Sumpah, dia takut setiap kali Kindly menangkap basahnya seperti ini. Kepalanya masih tertunduk sambil memainkan jari-jari tangan.

"Masuk dan tutup pintunya!" Perintah Kindly. Pria itu menunggu sampai Niela selesai melakukan perintahnya.

"Buatkan aku kopi!"

Niela tak mau membantah. Wajahnya masih terasa perih untuk dapat hantaman baru lagi. Tapi kalau dipikir-pikir, ini pertama kali Kindly memintanya. Niela ingat saat dia pernah membuatkan minuman untuk Kindly. Bukan ucapan terimakasih yang dia dapat, pria itu malah memakinya dengan kalimat hinaan. Sejak hari itu Niela tidak mau melayaninya lagi.

"Ini." Kata Niela saat meletakkan kopi buatannya di hadapan Kindly. Wanita itu hendak pergi namun tidak ketika tangannya di tahan.

"Bukankah kau tidak bisa tidur juga?" Suara Kindly tanpa ada embel-embel intimidasi seperti sebelum-sebelumnya. Jantung Niela bekerja lebih cepat. Perlakuan Kindly malam ini terasa berbeda.

"Buatkan dirimu teh juga."

Niela masih mematung. Apa pria di depannya ini benar Kindly? Apa dia tidak salah dengar? Sebab ini lebih seperti keajaiban.

"Tidak mau?" Suara Kindly lagi karena tak kunjung dapat respon.

"Ti.. tidak suka minum teh." Jawabnya takut di sangka membantah.

"Buat apa yang kau mau!"

Kali ini Niela meremas ujung baju sebelum menjawab lagi.

"Tidak ada susu."

Penghuni rumah itu hanya mengkonsumsi teh dan kopi. Niela jadi satu-satunya peminat susu. Tapi sejak kapan dia berani meminta? Apa yang tersedia, itu yang dia terima.

Kindly membisu. Pria itu mulai paham bagaimana Niela yang tak mau banyak menuntut. Dia sendiri bingung untuk memberi tanggapan.

"Tadi mau pergi ke mana?" tanya Kindly mengalihkan topik.

"Tidak tahu. Cuma ingin keluar saja."

"Mulai sekarang tidak boleh keluar tanpa seijinku, paham?"

"I..iya." Angguk Niela mengerti.

"Tidur!"

Tak menunggu lama, Niela segera melangkahkan kakinya. Dia berjalan tergesa-gesa ingin segera masuk ke kamar. Dia merinding merasakan sesuatu yang lain dari suaminya. Tapi ragu, apakah ini baik atau buruk.

"Dia kenapa yah?" Monolog Niela. Perubahan Sang suami dadakan sekali. Padahal baru kemarin dia berlaku kasar. Sudalah, jalani saja dulu. Wanita itu tak mau terlalu banyak berharap. Jangan sampai dia tumbang dengan harapannya sendiri.

Kali ini matanya bisa terpejam tidur meski hanya beberapa jam. Tapi beberapa jam itu nyenyak sekali. Niela bahkan lebih semangat bersiap-siap kerja saat pagi menyongsong.

Tok..tok..tok..

Tidak biasanya ada yang mengetuk. Niela membuka pintu dan mendapati seorang pelayan di sana.

"Ada apa bi?"

"Tuan Kin sedang menunggu Niel di meja makan." Ucap si pelayan tersenyum.

Pelayan itupun tahu bahwa ini pertama kalinya bagi mereka, jadi dia ikut senang. Soal panggilan, Niela memang melarang seluruh pekerja memanggil dia dengan sebutan nyonya atau apa pun itu. Dia lebih nyaman di sapa dengan nama.

"Bibi tidak salah?" Ulang Niela. Dia tidak mau jadi sasaran amarah sang suami karena duduk tanpa ijin.

"Tidak, Tuan sendiri yang menyuruh bibi memanggil Niel."

"Baiklah, aku akan segera turun."

Tanpa berlama-lama lagi, wanita itu menghampiri Kindly yang sudah duduk di tempatnya.

"Maaf, aku lama." Ucapnya setelah duduk berhadapan.

"Nikmati makanmu." Sambut Kindly lalu mulai menyantap makanan.

Mata Niela berbinar ketika sadar ada susu coklat di sampingnya. Entah siapa yang beli. Tapi hanya Kindly satu-satunya yang tahu kalau Niela suka minum susu. Siapapun itu Niela senang sekali akhirnya bisa menikmati susu di pagi hari. Tunggu dulu. Ini benar untuk dia kan?

"Kin?"

"Hem?"

"Apa susu ini untukku?"

"Apa kau lihat ada orang lain di sebelahmu?"

"Eh? Ti..tidak"

"Minumlah."

Pagi ini terasa menyenangkan. Tidak ada pertengkaran lagi. Pagi yang diimpikan Niela sejak pertama kali datang ke mansion ini. Entah rutinitas ini akan berlanjut atau tidak, setidaknya Niela sudah bisa merasakan kehangatan sang suami.

"Naik motor?" Tanya Kindly saat Niela menolak di antar.

"Iya. Aku baru beli kemarin." Bohongnya menelan ludah.

Kindly menatap Niela beberapa detik. Pria itu tampak berpikir sesuatu. Egonya masih menang. Dia pergi begitu saja tanpa bertanya lebih jauh. Niela rasa perhatian Kindly hanya sebatas kasihan.

'Apa dia baik hanya karena sedang bertengkar dengan Alika? Mungkin setelah baikan aku akan dibuang lagi. Tapi dari awal dia memang sudah tak peduli' batinnya sedih.

Related chapters

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 8

    Menjadi tempat pelarian itu sakit untuk orang yang tulus. Niela sadar dia hanyalah pendatang baru dalam hidup Kindly. Tidak mungkin mereka bisa langsung beradaptasi. Perlu waktu untuk saling mengenal. Namun jika dalam waktu menunggu itu selalu melukai batin maka Niela akui tak sanggup. Mentalnya perlu di jaga demi kewarasan. Wanita itu tak punya siapapun dan selalu berjuang di atas kakinya sendiri. Jadi jika mau tetap hidup, sepertinya kata cerai adalah solusi."Sudah selesai mengetik?" Perhatian Niela beralih pada Harell yang berdiri di depannya dengan bersilang tangan."Eh? Oh.. sisa sedikit tuan. Sebentar lagi." Jari-jari rampingnya kembali menari di atas keyboard komputer.Harell mengernyit mendengar panggilan baru Niela untuknya. Ada rasa tidak senang dari panggilan itu. "Tuan? Apa kamu berubah jadi orang asing sekarang?"Sontak jari Niela berhenti. "Bukan begitu. Kak Harell kan memang tuannya Niel." ucap Niela dengan wajah polosnya. Dia tidak mau dianggap tidak sopan oleh karyaw

    Last Updated : 2024-03-22
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 9

    Semua orang terkejut mendengar pernyataan Niela termasuk Kindly. Dia tidak tahu menahu soal ini. Tapi siapa yang mau dia salahkan? Sebab dia sendiri tak pernah bertanya keadaan sang istri. Beberapa kali masuk rumah sakit tak dijenguk. Bahkan sekedar bertanya 'Apa kau baik-baik saja' tidak pernah.Sena sulit berkata, dia tertegun di tempatnya berdiri. Wanita paruh baya itu sudah menanti kelahiran cucu pertamanya. Tak pernah terbesit di otaknya akan mendengar kabar duka ini. Niela sendiri tidak bercerita apapun. Jadi Sena mengira semua dalam keadaan baik."Ap... Apa mama tidak salah dengar?""Niel minta maaf."PlakSena menampar Kindly penuh emosi. Saat Sena memamerkan oleh-olehnya tadi, Kindly tidak menunjukkan rasa duka sedikitpun. Hal itu cukup menjawab bahwa dia sendiri tidak tahu kabar keguguran anaknya. Andri hanya diam. Dia juga terluka mendengar penuturan Niela."Apa kau tahu istrimu keguguran?" Suara Sena bergetar namun menyiratkan emosi. Matanya menatap nyalang Kindly yang tak

    Last Updated : 2024-03-26
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 10

    Umumnya orang dewasa malas memulai hubungan baru jika menyangkut pasangan hidup. Apa lagi kesibukkan kerja yang menyita banyak waktu. Mencari yang lain adalah hal rumit. Terlebih harus mulai dari awal untuk menyesuaikan diri dengan pasangan baru. Saling percaya merupakan salah satu bagian paling susah. Hal inilah yang dialami Kindly. Pria 30 tahun itu muak didatangi banyak wanita demi menikmati harta berlimpahnya. Dulu pernah ada yang mengaku hamil dan menuntut Kindly bertanggung jawab. Bukan orang asing tapi wanita itu temannya sendiri. Dia menjebak Kindly yang dalam keadaan mabuk. Waktu itu mereka berpesta usai wisuda. Bangun-bangun Kindly sudah berada di sebuah kamar dengan tubuh polos tanpa pakaian. Di pinggir kasur si wanita menjalankan aksi menangisnya seolah menjadi korban pelecehan. Sayang, usahanya gagal total sebab dia tidak berhasil dibuahi. Apa lagi ada wanita lain yang memberikan bukti kalau semuanya hanyalah jebakan. Nyaris terkecoh, wanita pemberi bukti itu ternyata sa

    Last Updated : 2024-03-27
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 11

    Pagi hari, Niela mengerjapkan mata saat terbangun dari mimpi. Tenggorokannya terasa kering dan sakit. Mungkin akibat dari teriakan semalam. Manik mata hitam itu menjelajah isi ruangan yang bisa dijangkau. Tidak berbeda dari kemarin. Dia masih di tempat yang sama.CeklekPandangannya berpindah pada Kindly yang baru masuk. Kali ini Niela tidak berteriak ataupun berontak. Badannya cukup lemas bahkan untuk sekedar bangun. Tapi kabar baiknya dia kembali normal dan mengingat semua kejadian yang baru di alami. Hingga rasa takut akan kehadiran Kindly cukup membuatnya tidak nyaman."Hei sudah sadar?" Sapa Kindly sambil meletakkan kantung belajaan. Lelaki itu menarik kursi dekat kepala ranjang dan duduk di sana.Niela masih diam dengan tingkah aneh sang suami. Apa Kindly sungguh bertanya padanya? Perasaan baru kemarin pria itu menunjukkan sikap tak peduli."Mama baru pulang tadi. Jadi hanya aku yang berjaga." Lanjut Kindly menangkap mata polos Niela yang terkandung banyak pertanyaan."Lapar? Ma

    Last Updated : 2024-03-28
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 12

    " TIDAK TIDAK.. Kin asli menginginkanku mati. Dia bilang tidak mau mencintaiku." Racaunya menggeleng ribut.Bayang-bayang itu lebih terasa nyata dari pada situasi sekarang. Keringat di dahi pun bermunculan."Niel? Niel hei Niela." Kindly meraih wajah Niela yang terlihat gusar. Dia tahu istrinya trauma."TIDAK. KAU BUKAN KIN ASLI." Jeritnya. Mata indah itu mengalirkan air lambang kesedihan. "Kin ingin aku mati. Kin tidak sudi menyentuhku.""NIELA!""Kin benci, Kin jijik padaku. Aku tidak berharga baginya." Gumam Niela meyakinkan dirinya bahwa Kindly versi baru tidak ada. Hanya khayalan."Niel maaf.. maaf aku mengaku salah. Oke? Aku janji akan berubah untukmu Niel." Sesal Kindly sembari menarik wanita hiteris itu ke dalam dekapan."Kin pasti membuangku--""NIELA ISTRIKU." Teriak balik Kindly yang sukses mengembalikan otak waras Niela. "Kau mau apa? Aku akan melakukannya untukmu, tapi tenanglah." Bujuk Kindly dengan nafas tak kalah memburu. Detak jantungnya bahkan terasa di setiap ketuk

    Last Updated : 2024-03-29
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 13

    "Kak Harell?" Sapa balik Niela. Detik pertama dia senang melihat wajah yang sudah sekian hari tidak dia temui. Tapi tidak lagi saat genggaman Kindly mengerat kuat hingga terasa sakit. Senyuman Niela langsung luntur ketika menoleh dan mendapati wajah dingin sang suami."Argh." Ringis Niela menahan sakit."Siapa kau?" Tanya Kindly retoris. Rahangnya mengeras meninggalkan kesan aura dominan yang gelap. Dia tidak lupa wajah lelaki yang bersama dengan istrinya saat di resto kapan hari."Oh maaf, aku hanya ingin tahu keadaan Niel setelah beberapa hari ini hilang kabar." Katanya. Harell tersenyum ramah tanpa memperhitungkan betapa tidak sukanya Kindly akan kedatangannya."Maaf kak, Niel lupa mengabarkan soalnya...""Naik dan masuk ke kamar!" Perintah Kindly memotong ucapan Niela. Tatapan tajamnya pada Niela menjelaskan kalau dia tak mau mendengar alasan apa pun untuk membantah."Kin." Lirih Niela dengan wajah memelas agar diberi waktu bicara bersama Harell."AKU BILANG MASUK!" Bentak Kindly

    Last Updated : 2024-03-30
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 14

    "Niela." Panggil Kindly saat wanita itu sibuk melingkarkan perban di tangannya. Niela tidak mengatakan apapun selama mengobati. Dia fokus melakukan pekerjaannya tanpa mau banyak tahu. Tentu hal ini membuat Kindly heran."Hmm?" Sahut Niela masih menata perban."Tidak mau bertanya atau menjelaskan sesuatu?""Kau sendiri yang bilang tidak mau ditanya macam-macam."Kindly baru menyadarari, dia benar-benar tidak mengenal Niela. Dia tidak tahu bagaimana karakter sang istri. Kadang terlihat patuh, tapi kadang juga melawan. Kindly juga belum bisa membedakan apakah keterdiaman istrinya karena takut atau memang tidak mau mengganggu privasi."Oke maka aku yang akan bertanya. Siapa dia?" Tanya Kindly tenang."Dia pemilik perusahaan tempatku berkerja." "Kau baru beberapa hari bekerja di sana dan sudah seakrab itu sampai dia sendiri datang mencarimu?" Selidik Kindly yang curiga dengan kedekatan mereka. "Aku bahkan lebih banyak tidak mengenal bawahanku meski mereka sudah bekerja 1 tahun lebih."Ki

    Last Updated : 2024-03-31
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 15

    Obrolan mereka semakin random. Dari yang bahas hobi, kerja, uang simpanan, dan sekarang Niela menuntut hubungan bersih tanpa orang ke-3. Kindly mulai berpikir, apa Niela sedari tadi sengaja mencari kesalahannya? Tapi untuk apa?"Kau tidak bisa kan? Seharusnya kau iyakan saat aku minta cerai." Ucap Niela sebelum turun dari sofa. Dia pergi meninggalkan Kindly yang masih membisu. Detakkan jantung Niela mengetuk kencang seiring langkah. Dia sempat berharap di cegah Kindly tapi nyatanya itu hanya harapan konyol. Percobaan menguji sang suami berbuah pahit. Dia sebenarnya sudah bisa menebak. Mana mungkin dirinya dipilih sementara Alika punya segalanya. Kindly hanya merasa bersalah, pria itu tidak pernah melibatkan perasaan cinta, dia hanya kasihan. Apa mungkin dia juga jijik saat menyaksikan Niela dalam kondisi terburuknya di rumah sakit? Tampilannya yang awut-awutan, teriakannya seperti orang gila- coret, bukan seperti melainkan fakta. Niela menyesal hampir tenggelam dalam rayuannya. Air m

    Last Updated : 2024-04-01

Latest chapter

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 48

    Menghilangnya Kindly telah membukakan jalan lebar bagi rivalnya beraksi. Inilah alasan Kindly melarang Niela sembarang keluar rumah tanpa penjagaan. Namun dia kurang perhitungan dalam penyediaan tenaga bayaran.Orang-orang itu mentargetkan Niela dalam penculikan. Mereka membuat kedua pengawal tumbang dan meninggalkan Sena yang histeris. Sena sempat melakukan perlawanan untuk merebut Niela dan pada akhirnya pingsan setelah tengkuk kepalanya di hantam benda tumpul.Pertolongan baru datang usai mereka berhasil lari.Niela tidak tahu apa yang dia alami selanjutnya. Pandangannya menggelap ketika sebuah kain beraroma tajam menutup mulut dan hidungnya. Dia kira akan terbangun di tempat kumuh seperti gudang berdebu, tempat penyekapan yang sering muncul dalam film.Salah.Begitu kelopak matanya terbuka, yang pertama dilihatnya adalah langit-langit putih yang terlampau terang akibat biasan lampu bagian tengah. Menoleh kiri kanan, ini merupakan kamar yang nyaman ditiduri.Tunggu.Apa Andri suda

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 47

    Tak ada petunjuk. Tak ada saksi. Cctv terhapus secara misterius.Kindly benar-benar menghilang tanpa jejak. Polisi turun tangan dalam pencarian. Andri mengerahkan segenap kekuasaannya.Niela menggila, uring-uringan di jalanan tanpa arah. Fokusnya mencari batang hidung Kindly di mana pun. Para pengawal hanya sanggup mengantar dan mengikuti intruksinya. Selama empat hari ini Sena dan Andri berusaha bersikap tenang, memutuskan menemani Niela juga menginap selama Kindly belum ditemukan.Sena terpaksa mengurung Niela yang memaksa keluar mencari sang suami. Wanita itu menolak makan, sering melamun, dan menangis tanpa suara. Dia juga lebih banyak menyendiri di balkon kamar, menatap langit dalam keheningan. Wajahnya pucat karena kurang nutrisi. Kantung matanya menebal, separuh lingkaran hitam membingkai bawah matanya.Dari pintu, Sena memperhatikan dengan helaan nafas lesu. Dia merasa kehilangan, tentu. Tapi sang menantu pasti punya tanggungan kesakitan yang berbeda. Antara bersyukur karena

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 46

    Secepat kilat menyambar, sama cepatnya dengan aksi bunuh diri Alika. Tak ada yang bisa dilakukan lagi. Alika mengalami pendarahan hebat, kepalanya pecah, tangan kirinya bengkok terlindas bola depan mobil. Kana meraung dalam bahasa sedih. Kindly berlari, berusaha meraih tubuh Alika yang separuhnya terjebak di bawah kolong mobil. Jalanan ribut suara-suara ringisan, prihatin, dan bercampur dengan bunyi klakson dari belakang (mereka tidak tahu situasi di depan).Alika menghembuskan nafas terakhirnya. Meninggalkan luka pukulan besar sekaligus kenangan terburuk.Pemakaman di laksanakan dua hari kemudian. Tangis pilu mengelilingi petinya. Kana sudah kehabisan air mata. Dia menatap penuh dendam pada Kindly yang datang bersama Niela. Mungkin ingin memaki dan marah-marah jika tidak di depan umum. Seluruh keluarganya pun tak mau repot-repot menyapa. Itu wajar. Niela sudah menduga skenario ini sebelum tiba.Kindly berdiri bak mayat hidup. Wajahnya datar, lebih seperti melamun. Binar matanya meng

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 45

    Kana tersenyum percaya diri. Memaksimalkan drama, bertingkah sebagai korban paling tersakiti. "Kin, istrimu memukul Alika."Kindly masih berdiri di ambang pintu, menatap bergantian antara Niela dan Alika. Matanya tajam seperti biasa. Aroma parfum maskulinnya berbaur dengan wangi roti panggang mentega.Niela diam menunggu penasaran apa yang akan dilakukan sang suami. Bunyi sepatu Kindly adalah satu-satunya yang terdengar. Bagaikan latar musik horor mendekati puncak kemunculan setan. Perlahan dia berjalan mendekat, dan berhenti di hadapan istrinya."Apa yang kau lakukan?" Tanyanya dengan suara rendah.Niela diam, menatap lekat mata Kindly. Membaca situasi hati lelaki itu. Terbesit keraguan dalam dirinya ketika mendapati sorot mata yang sulit ditebak."Dia memukul Alika." Ulang Kana memanasi. "Dia sangat kasar dan...""Aku bertanya padamu." Kindly menoleh pada Kana. "Ada apa kau datang mengganggu istriku lagi?"Mulut Kana menganga, bingung. Kepercayaan dirinya luntur sesaat. "Kau membela

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 44

    Beberapa pelanggan yang baru datang dan pejalan kaki yang lewat menyaksikan perdebatan di depan toko roti itu. Si ibu pemilik toko berkacak pinggang, melontarkan kalimat-kalimat gerutuan. Suaranya nyaring, sanggup menenggelamkan suara Kana.Si pengawal (dua orang) memasang badan, mencegah Kana melewati batas pintu. Wajah mereka tak banyak berubah, datar, tampak seperti melawan anak ayam.Kana sudah kehilangan akal sehatnya. Dia benci diperlakukan kasar. Dia benci orang-orang memandangnya rendah. Emosi itu membakar dirinya hingga lupa sedang berada di tempat umum dan memancing atensi banyak orang. Sial, ini sangat buruk.Pintu kaca terbuka. Seseorang menariknya dari dalam. Niela keluar, menatap Kana. Perdebatan mereka terintrupsi."Apa yang kau lakukan Kana?" Tanya Niela, berpura-pura tidak mengerti kondisi."Ah maaf nona, kenyamanan anda terganggu karena orang ini." Ucap si wanita pemilik toko.Niela memborong banyak roti, pun wajahnya sudah dikenal karena terlalu sering membeli bebe

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 43

    Keadaan berubah. Kini Niela yang merasa bersalah dan memaki dirinya sendiri dalam hati. "Kau salah mengerti." Ralat Niela dengan mata berkaca-kaca."Apa pun yang kau tidak suka dariku. Bisakah kita membicarakannya bersama?"Niela pun tak tahan. Dia menghadapkan tubuh pada Kindly dan meraih wajah itu ke dalam dekapannya. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Biasanya Niela yang di dekap, ditenangkan, dibisiki kata-kata hangat. Berbeda dengan sekarang. Dia merasakan kerapuhan lelaki yang selalu menunjukkan wajah garang. Hampir mustahil mempecayai momen ini terjadi jika mata tak melihat langsung.Apa Kindly juga begini pada Alika? Oh sialan, pikiran negatif begitu tak membantu."Baiklah, maaf kalau aku menyudutkanmu, bukan maksudku." Ucap Niela sembari mengusap punggung sang suami."Jangan katakan hal itu lagi padaku." Suara Kindly masih serak, namun tidak lagi sumbang.Niela mengangguk. "Selama kau tidak berbuat macam-macam, aku tidak akan mengatakannya lagi. Kau sadar? Hubungan kita sep

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 42

    Perjalanan pulang begitu hening. Wanita bermata kosong di samping kemudi lebih tertarik pada hamparan luar kaca mobil. Kindly tidak bodoh untuk mengetahui isi pikiran istrinya. Dia membiarkan sejenak. Tangannya ingin menyetel lagu namun lupa caranya bergerak karena tidak ingin memperburuk suasana."Dia teman semasa sekolahku. Kami dekat--""Aku tahu." Sela Niela cepat, tak ingin mendengar penjelasan lebih rinci lagi. "Mama sudah cerita saat kau asik mengobrol dengannya."Ini bukan sesuatu yang perlu dikejutkan lagi. Justru aneh kalau wanita itu merespon biasa saja. "Hmn, dia bukan sainganmu dan sudah punya calon suami. Dia bilang ingin memiliki hubungan yang baik denganmu." Kindly melirik sekilas wajah datar itu. "Katanya ingin berteman denganmu.""Kak Harell juga bukan sainganmu, tapi kau memukulnya waktu itu."Kindly tergugu. Kata-katanya gagal terucap. Perasaannya berubah was-was sekarang. Menentang dengan alasan apa pun akan terdengar konyol saat ini.Niela menoleh, masih dengan w

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 41

    Mereka tidak memilih ruang privat, melainkan meja yang berjejer rapi di area luas. Masih dalam restoran yang sama. Kindly bicara berdua dengan Saira, sementara Niela kembali ke meja dimana orangtua mereka berada."Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini malam ini. Aku memang berencana menemuimu, tapi belum sempat karena baru tiba kemarin sore." Saira bercelatuk bebas di depan Kindly. Kentara sekali sudah terbiasa hingga tak mau repot-repot bertingkah anggun."Yah, aku juga hampir lupa tentangmu. Kau terlalu lama menghilang.""Karena ayahku. Kau mengenalnya kan? Dia lelaki yang ketat aturan."Kindly mengangguk tertawa pelan. "Aku ingat dia pernah memelototiku karena terlambat mengantarmu pulang.""Dan ibu mengejarmu untuk minta maaf."Tawa mereka beradu. Hubungan mereka tidak diragukan lagi. Meski lama berpisah, namun kehangatan dan kenyamanan itu tidak surut. Rasanya senang ketika mengingat momen masa remajamu bersama orang terdekat. Hal buruk pun akan terdengar lucu dan sed

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 40

    Toilet resto berbintang memiliki bentuk dan kebersihan ternyaman. Tak ada bau pesing atau coret-coretan di dinding. Lampu bersinar terang, membuat kulit tampak putih bersih saat terpapar. Berlama-lama sambil menambal make up pun tak masalah. Kualitas perlengkapan alat-alatnya sebanding dengan kantong orang berkelas. Cermin pun sering jadi sasaran tempat berpose depan kamera. Berbeda jauh dengan rumah makan kecil-kecilan yang sering Niela kunjungi, bahkan justru ada yang tidak menyediakannya. Wanita itu melihat jelas bagaimana perubahan hidupnya yang naik ke atas melompati banyak tangga sekaligus. Keluarga Kindly punya kekayaan sebanyak itu.Air dinyalakan, mencuci tangan yang sebenarnya tidak kotor. Niela mendesah berat, menunduk menatap titik air di watafel yang baru selesai digunakan. Pandangannya kosong, melamun. Sebenarnya dia tidak memiliki kepentingan ke toilet, hanya ingin menjauh saja. Nafsu makannya hilang sebagian.Mengetahui Kindly keluar kantor entah ke mana, membuatnya b

DMCA.com Protection Status