Ken memang gila. Hanya karena ucapan asisten dia meninggalkan rumah dan memilih menetap di vila, untuk menemani gadis itu. Padahal Rich sudah menempatkan Ken di sana untuk menjaga Jovanka, sementara Cataline tinggal sendiri tanpa seorang yang menemaninya.Malam ini akhirnya Rich tidak kembali ke vila, setelah pulang dari kantor dia lantas menuju rumah. Tapi saat tiba di rumahnya, Rich tidak menemukan Cataline di sana. Ketika dia bertanya pada pelayan, mereka hanya berkata tidak tahu.Ke mana Cataline? Apakah istrinya itu sangat tersakiti oleh ucapan Rich, sampai-sampai tidak kembali ke rumah? Rich mencoba menghubungi nomor Cataline, sama sekali tidak tersambung.Rasa menyesal setelah mengabaikan sang istri pun membuat Rich tertekan. Dia berbaring di atas ranjang tidurnya, menyesali semua perkataannya pada Cataline.Apakah Cataline pergi karena Rich tidak peduli padanya? Apakah mungkin Cataline sangat terluka, oleh pilihan Rich untuk mempertahankan bayinya di perut Jovanka? Dia menjad
"Tuan Cullen, kita akan ke mana?"Jovanka bingung diajak turun di depan sebuah Rumah Sakit, oleh Rich. Dia mendongak melihat bangunan tinggi yang ada di depan sana. Tak biasanya mereka ke Rumah Sakit itu, sebab selama ini yang Jovanka tahu, mereka memiliki dokter khusus di tempat lain."Tuan Cullen?" panggil Jovanka lagi.Rich memutar badan menatap Jovanka dan berkata, "Ke Rumah Sakit, kau tak melihatnya?"Oh, Jovanka tahu itu dan tak perlu dijelaskan, dia hanya ingin menanyakan kenapa mereka ke sana, bukan ke tempat biasanya."Maksudku, Tuan Cu-""Satu lagi, jangan panggil aku dengan nama itu terus menerus. Itu nama keluargaku dan aku punya nama sendiri."Kenapa juga dia marah? Lihat saja matanya sangat tak bersahabat, membuat Jovanka memiringkan sebelah bibir. Berapa waktu lalu Jovanka pernah memanggilnya dengan nama sendiri, dan Jovanka takut pria itu akan marah. Tapi, baik lah... jika dia lebih nyaman dipanggil dengan namanya, Jovanka akan melakukan itu."Jadi, Tuan Rich, kenapa k
Sungguh pria yang aneh. Dia bisa marah hanya karena Jovanka tidak melihat padanya ketika berbicara. Padahal, Jovanka hanya takut matanya tidak bisa lekang dari wajah Rich, seperti di Rumah Sakit tadi. Jovanka merasa dirinya bisa gila jika terus mengagumi ketampanan pria itu.Tapi... tunggu.Bukankah baru saja Rich berkata Jovanka terus melihatnya di Rumah Sakit? Bahkan pria itu tahu kenapa Jovanka berjalan di belakangnya, untuk bisa melihat Rich dari belakang. Dia menjadi ngeri, mungkin pria itu memiliki mata di belakang kepalanya."A-anda... tahu?" tanya Jovanka gugup, sekarang dia tak berani langsung menatap mata Rich."Kau pikir aku tak bisa melihatmu? Kau terus menatapku ketika dokter memeriksamu, seakan ingin memakanku hidup-hidup!"Oh sial! Jovanka sangat malu, jika bisa ingin dia buang kepalanya ke luar mobil agar Rich tak melihat wajahnya lagi.Dia membuang wajah ke samping saking sangat malu, Jovanka benar-benar malu."Kenapa? Kau mengalihkan wajahmu lagi saat aku bicara?" ta
"Bagaimana, Tuan, Anda sudah mengatakan pada Nona Jovanka, untuk tetap menjadi ibu bayinya?"Kenrick menanyakan kembali idenya tempo hari, membuat Rich menghentikan pekerjaan. Pria itu menggeser laptop ke arah kiri untuk bisa melihat wajah sang asisten di depannya. "Apakah aku harus mengatakannya sekarang?" Alih-alih menjawab, dia bertanya kembali.Alis Ken mengerut, dia pun bingung apakah sudah tepat waktunya meminta pada gadis itu."Kemarin Anda menemaninya pemeriksaan, kalian baik-baik saja?" Sekali lagi Ken mengeluarkan pertanyaan, yakin lah Rich pasti melempar asistennya dengan laptop yang masih menyala."Sebenarnya, apa yang ingin kau katakan datang ke sini? Kau hanya bertanya sejak tadi.""Aku hanya ingin memastikan, Tuan. Janin itu akan semakin besar dan perut Nona Jovanka pun juga. Anda tidak mungkin terus menunggu, sampai bayi itu benar-benar lahir 'kan? Jadi maksudku, apakah Nona Jovanka sudah menunjukkan ketertarikan pada Anda?"Rich terkekeh pelan oleh pertanyaan dari
Di kantin kampus, Jovanka hanya menatap menu yang sudah dia pesan tadi. Memang bukan makanan mewah seperti yang biasa dihidangkan di vila, tapi salad sayuran dengan saosnya yang begitu wangi sungguh menggoda selera. Setidaknya, itu sebelum Rich menelepon, Jovanka tidak sabar ingin segera melahap makan siangnya. Tapi setelah pria itu meneleponnya, Jovanka seperti orang yang kehilangan selera. Bahkan, dia tak tertarik meski sekadar mencicipi sedikit."Jova, kenapa? Bukannya kau berkata salad sayuran di sini sangat enak?" tanya Sarah.Jovanka masih terdiam dengan ponsel yang menempel di telinga, membuat Sarah bertanya-tanya."Siapa, apa itu klienmu yang menelepon? Apa yang dia katakan sampai kau mematung?" Dia berpikir klien itu mungkin mengatakan sesuatu yang membuat Jovanka menjadi tidak nyaman.Gadis di depannya meletakkan ponsel ke dalam tas dan mengangguk."Ya, itu dia. Tapi dia sangat aneh menyuruhku tidak makan siang di kampus.""Apa? Bagaimana bisa seorang calon orang tua menyuru
"Sarah, dia sudah di depan. Maaf, aku harus pergi sekarang sebelum dia masuk dan membuat semua orang geger," ucap Jovanka lantas berdiri dari kursinya, dia meninggalkan Sarah yang melongo menatap ke luar sana."Bukankah itu Rich Cullen? Jovanka berurusan dengan keluarga itu?"Sarah tak percaya, ternyata klien sahabatnya adalah Rich Cullen, salah satu CEO terkenal di kota itu. Bukan hal aneh jika Sarah mengenalnya, sebab beberapa kali Sarah ikut menghadiri pesta bersama orang tuanya dan bertemu dengan orang-orang kelas atas. Di luar, Jovanka mengajak Rich masuk ke mobil, seakan dia lah pemilik mobil itu. Dia bahkan membentak saat Rich tidak bergerak sama sekali."Tuan Rich, jika Anda tak masuk sekarang, aku akan pergi dengan mobil ini!" ancam Jovanka kemudian.Rich bergegas masuk ke bangku kemudi, entah kenapa gadis itu justru marah ketika dia berbiak hati datang menjemputnya."Ada yang masalah, Jovanka? Kau sepertinya tidak senang dengan kedatanganku."Maksudnya, Jovanka harus berter
Mimpi! Bahkan di dalam mimpi sekali pun, Jovanka tidak akan pernah berminat menjadi istri kedua pria itu. Dia mundur semakin jauh sampai punggungnya bersentuhan dengan tembok."Jovanka," panggil Rich, berdiri menyusul gadis itu. Dia berlutut sekali lagi, seperti yang dilakukan di vila tempo hari. "Aku menyukaimu, Jovanka, aku harap kau bisa menerima semua pemberianku."Jovanka membuat kepalanya menggeleng pertanda dia tak ingin mendengarkan apa pun. Pengakuan Rich yang tiba-tiba sungguh membuatnya tidak mampu berdiri dengan benar. Jovanka sampai terduduk di atas lantai restoran.Rich yang terkejut lantas berlari untuk menolongnya, tapi Jovanka membuat tangannya ke depan sebagai isyarat 'stop'."Jangan mendekat. Tolong... menjauh dariku," ucap Jovanka lemah.Sebelum mereka terikat perjanjian ini, Rich sudah menuduhnya mengincar pria itu. Ditambah lagi dengan semua tuduhan Cataline, bahkan sampai membuat Jovanka masuk Rumah Sakit saat itu. Pasangan suami istri itu adalah orang kejam ya
"Dasar pria gila tak punyak otak!" Sejak kembali dari kampus, Jovanka seperti orang linglung memikirkan semua ucapan Rich. Dia tidak mengerti kenapa pria itu harus memberinya berbagai hadiah juga berkata menyukainya. Semakin Jovanka memikirkannya, dia merasa otaknya juga ikut menjadi gila. Dia lemparkan selimut dari atas ranjang dan menatapnya tajam, seakan selimut itu adalah wajah Rich yang menyebalkan. "Aku tahu, kau pasti masih berpikir aku berniat menggodamu, karena itu kau ingin mengujiku Tapi kau harus tahu, aku sama sekali tidak tertarik dengan hadiah sialan dan kata-kata sukamu!" kata Jovanka, seakan Rich ada di sana. Sangat kesal dia. Belum lama ini pasangan itu menuduhnya ingin menghancurkan rumah tangga mereka, bahkan Rich juga pernah berkata tidak pernah tertarik pada gadis kampungan seperti Jovanka. Tapi kenapa, kenapa pria itu tiba-tiba sok perhatian, memberikan bunga dan menjemputnya makan siang, lalu mengatakan rasa suka? Wajar bukan, jika Jovanka menganggap Rich p
Rich turun terburu-buru dari mobilnya dan meraih tangan Cataline. Istri yang bertengkar dengannya tempo hari segera ditarik masuk ke dalam mobil. "Apa yang kau lakukan di sini, Kate? Kau memata-matai aku?" tanya Rich, menatap inti mata istrinya menjadi penjelasan. Namun, mata itu menunduk sendu, sebelum akhirnya menitikkan buliran hangat yang kemudian mengalir di kedua pipi. Cataline menangis? Sebuah pemandangan yang sangat jarang terjadi! Bingung. Begitulah isi kepala Rich sekarang. Mengingat yang terjadi di dalam rumah tangga mereka, seharusnya Cataline datang dengan amarah seperti yang sudah-sudah. Tapi kenapa kali ini dia menangis? "Kate, ada apa? Kenapa kau menangis?" tanya Rich sekali lagi. Bukannya menjawab, tangis Cataline semakin besar bahkan dia sesenggukan sekarang. Apakah istrinya sudah memikirkan kembali kenapa Rich menikahi Jovanka? Bagus jika itu benar. Setidaknya Cataline tahu kenapa Rich harus menikahi gadis itu. Tapi... bagaimana jika sesuatu yang buruk
"Halo, Sayangku." "Kau di mana, Brengsek! Kau sengaja menjauhiku?" Sejak tadi malam Cataline mencoba menghubungi pria itu, tetapi hanya layanan operator yang terdengar mengatakan nomornya tidak bisa dihubungi. Dia langsung mengumpat begitu Liam Nelson mengangkat panggilannya. "Hei, kenapa kau sangat marah? Aku baru kembali dari perjalanan bisnis," terang Liam, masih dengan suaranya yang tenang. Cataline semakin kesal oleh jawaban Liam, dia sudah menunggu di rumahnya sejak pagi tapi pria itu belum juga pulang. "Aku di rumahmu, Brengsek. Kau pulang ke mana? Ke hotel menemui gadis-gadismu?" "Benarkah? Aku baru saja memasuki gerbang, kau akan melihatku jika benar kau di rumahku," kata Liam.Cataline langsung berdiri melihat ke jendela, benar saja mobil Liam sedang memasuki garasi terbuka yang ada di sudut kanan. Gadis itu menutup telepon dan menunggu Liam masuk. Kemarahan atas perlakuan Rich masih terus membuatnya tak tenang. Cataline menenggak beer kaleng yang dibelinya saat di pe
[Tuan Rich, Anda marah padaku? Aku sangat menyesal sudah membuatmu tersinggung.]Jovanka membaca ulang pesan yang diketiknya, dan kembali ragu untuk menekan tombol pengirim. Dia menghapus lagi pesan itu dan mengganti dengan yang lain.[Aku hanya bercanda, Tuan Rich, tolong jangan marah padaku.]Sekali lagi, dia hapus pesan itu dan berpikir keras kalimat yang benar untuk meminta maaf."Tapi kenapa aku harus meminta maaf? Dia memang melakukannya," kata gadis itu menggeleng, egonya ikut bermain.Rich sendiri yang lebih dulu menyinggung Jovanka. Pria itu patut mendapat balasan karena sudah menyebut Jovanka sebagai gadis yang tidak menarik."Tapi dia tidak berkata demikian, Jova... dia hanya berkata mempertimbangkan."Kembali Jovanka berkata sendiri.Bisa saja maksud Rich mempertimbangkan bukan karena menganggap Jovanka tidak menarik. Mungkin dia mempertimbangkan karena pria itu adalah suami orang lain sehingga tak seharusnya tidur dengan Jovanka. Apalagi dengan perjanjian pra nikah merek
Jovanka mengganti bajunya untuk ke sekian kali, dan melemparkan baju terakhir ke atas ranjang. Dia menatap tubuhnya yang hanya mengenakan dalaman, di pantulan cermin."Astaga... semua terasa tidak cocok," keluhnya kecewa.Baru berapa hari yang lalu dia berbelanja pakaian yang sangat banyak, tapi karena tidak teliti, Jovanka melakukan kesalahan. Semua pakaian itu dia beli dengan ukuran dirinya yang belum mengandung, tanpa mencoba terlebih dulu. Bagaimana bisa sesuai? Memang tidak menjadi sempit, hanya saja... perutnya yang mulai membuncit menjadi sedikit terlihat. "Ayolah, Jovanka... kenapa kau pikirkan itu? Ini belum seberapa, bobotmu akan bertambah berkali lipat lagi."Dia akhirnya mengenakan kembali pakaian itu, membuang rasa tak nyaman di kepalanya. Bagaimana pun semua orang di kampus juga akan tahu dirinya sedang mengandung. Hanya menunggu waktu saja.Tak lupa Jovanka memoles wajahnya dengan sedikit riasan, yang ikut dibeli tempo hari. Hanya bedak dan lipgloss tentu saja, sebab
Lihat lah pria itu berdiri dari duduknya. Tentu saja Cataline yang selalu menjadi pemenang. Mendengar istrinya bunuh diri, Rich pasti membujuk dan memohon agar Cataline tidak melompat dari jendela. Kesempatan itu tidak akan Cataline sia-siakan untuk lepas dari semua kejahatannya. Ya, Cataline sudah sering membalikkan kesalahan menjadi kemenangan untuknya, dan Rich selalu mengalah. Tak ubahnya hari ini, Cataline tahu suaminya akan kembali mengalah. Rich pasti memohon, bersujud demi bayi yang sudah lama diidamkan."Jangan mencegahku! Jika kau tidak meninggalkan gadis itu dan menggugurkan bayinya, maka kau akan kehilangan aku dan bayi kita!" Sekali lagi dia mengancam, menatap Rich yang berdiri di sana.Rich tidak bergeming, tetap diam di tempatnya berdiri. Cataline tidak sabar melihat Rich berjalan ke arahnya dan memohon. Tapi sialnya, kenyataan tidak sesuai dengan yang Cataline harapkan."Aku tahu kau hanya mengancam, Kate, sudahlah, kau sudah terlalu sering melakukannya padaku," kata
"Astaga, sudah berapa aku tertidur di sini?"Dia mengenakan pakaian buru-buru untuk mengusir rasa dingin di sekujur tubuh. Jovanka tidak ingat sejak kapan dia tertidur di dalam bath up itu, sehingga telapak tangan dan kakinya sudah mengeriput. Ketika keluar dari kamar mandi, semakin terkejut dia melihat jam digital yang menunjukkan hari sudah sore."Kenapa dia tak membangunkanku?" kata Jovanka menggerutu, mengingat meninggalkan Rich di balkon kamarnya. Mengatahui Jovanka tidak juga keluar, bukankah seharusnya Rich menggedor pintu? Dia keluar untuk mencari Rich di kamar sebelah, tapi pintunya sudah terkunci.Apa Rich sedang tidur? Jovanka mencoba mengintip dari lubang kunci, hanya gelap yang terlihat mata."Apa yang Anda cari, Nona?"Suara Kenrick memaksa Jovanka kembali berdiri, wajahnya sangat terkejut bercampur malu."Eh, itu... Anda melihat Rich, Tuan Ken?" tanya Jovanka, kemudian mengetuk kepala pelan.Sudahlah ketahuan mengintip, sekarang juga dia berkata jujur tengah mencari Ric
"Istriku, kau sudah mandi?""Kau akan ke mana, Istriku?""Kau menginginkan sesuatu, Istriku?""Istriku, hati-hati ketika berjalan.""Hei, Istriku, jangan banyak termenung, itu tidak baik untuk orang hamil."Gila, ini benar-benar gila. Jovanka takut dirinya akan terbawa suasan jika Rich terus melakukannya. Dia menatap pria itu tajam, menunjukkan bibir sinisnya."Jangan memanggilku seperti itu, Tuan, aku tidak suka!""Kenapa? Bukankah kau memang istriku? Terlepas aku tak boleh menyentuhmu, kau tetaplah istriku yang sah."Ya Tuhan... bisa kah Jovanka menutup mulut Rich dengan sepatunya? Bayangkan saja, sejak pagi tadi di dalam kamar, Rich terus memanggil Jovanka dengan sebutan itu, sampai rasanya Jovanka muak mendengarnya. Ke mana pun Jovanka pergi, Rich mengikuti dari belakang memperhatikan gerak-geriknya. Saat Jovanka melakukan apa pun, Rich akan memanggil dengan sebutan istri seperti yang baru saja dia lakukan.Pernikahan ini hanya sebuah status, bukan pernikahan pada umumnya. Jika Ri
Cemas, sedih, bahkan takut sudah menyergap Jovanka sejak dia menandatangi akta pernikahannya di catatan sipil. Ditambah kunjungan ke rumah orang tua Rich, berhadapan dengan wanita yang terlihat tenang tapi juga sinis dan menakutkan, sungguh membuat Jovanka tak bisa tenang.Dia hanya berpura menikmati dua mangkuk es krim untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, dan banyak bertanya membuat wajah ceria agar Rich merasa senang. Tapi sesungguhnya, hanya Jovanka lah yang tahu semua isi kepalanya.Menikah? Sejak kapan Jovanka berpikir akan menikah? Bahkan dia pernah bersumpah tidak akan menikah sampai mati, mengingat begitu malang nasib yang dijalani. Tapi tiba-tiba saja dia menerima tawaran Rich menjadi istri kedua, dan harus berhadapan dengan keluarga kaya raya. Hanya demi seorang bayi yang bahkan bukan miliknya sendiri.Bagaimana jika Nyonya Ruth Cullen tidak menerima Jovanka dan bayinya? Apa yang akan dia lakukan jika wanita itu berwatak sama dengan Cataline, berniat menggugurkan k
"Maaf tidak bisa memberi kesan baik di hari pernikahan kita.""Apa?" Jovanka tertawa kecil. "Kita tidak seperti pasangan pada umumnya, Tuan, kenapa harus meminta maaf? Aku bisa melakukannya kelak jika urusan kita sudah selesai," kata Jovanka enteng, tapi tangannya yang gemetar mengangkat sendok itu cukup bisa menunjukkan getir di dalam dada. Rich bisa melihatnya. Jovanka tengah membohongi diri sendiri untuk terlihat biasa saja, tapi tentu saja gadis itu hanya berpura kuat.Siapa gadis yang tak memiliki pernikahan impian? Semua wanita di dunia ini pasti pernah bermimpi menjadi ratu di hari pernikahannya, yang menjadi pusat perhatian semua orang. Tapi Jovanka tidak bisa meraskan itu, justru Rich membawanya pada keluarga yang kemudian merusak hari pertama mereka. Jika ditanya, tentu saja Rich menyesal datang terlalu awal. Seharusnya dia menuruti Jovanka untuk memberi jeda dan sedikit waktu. "Tapi bagaimana pun, aku tetap meminta maaf untuk semua yang terjadi hari ini, Jovanka.""Kenap