Rich tidak kembali ke rumah malam itu. Mengingat keadaan Jovanka yang tidak stabil membuatnya tetap diam di villa untuk mengawasi sesuatu yang buruk mungkin terjadi. Toh, Cataline pergi mengunjungi keluarganya, jadi tak akan ada masalah jika pun dia tak pulang ke rumah.Ketika pagi datang, Rich sudah rapi dengan pakaian kantor. Malam tadi dia menyuruh beberapa helai diantarkan ke villa, karena tak sempat pergi berganti. Dia duduk di meja makan dengan menu sarapan yang sudah disiapkan, tapi Rich belum menyentuhnya sama sekali."Dia belum bangun?" tanya Rich, saat pelayan yang pergi mengecek Jovanka sudah datang lagi."Sudah, Tuan, tapi tampaknya Nona Jovanka belum mau turun. Dia berkata akan sarapan setelah Anda pergi.""Kenapa?" Alis Rich mengerut. "Dia tak mau melihatku di sini?" tanyanya kemudian."Maaf, Tuan, Nona Jovanka tidak mengatakan yang lainnya."Menggerdik bahu, Rich mulai menikmati sarapannya. Dia tak ingin berdebat dan memaksa Jovanka, sehingga gadis itu menjadi tak nya
"Angkat wajahmu, Jovanka!"Dia memberi semangat pada dirinya, saat memasuki halaman kampus yang luas. Jovanka sudah berjanji akan mengubah dirinya yang menyedihkan. Dia membalas tatapan orang-orang padanya, tak akan bida biarkan terus menunduk saat bertemu dengan orang lain. "Pagi, Nona Spencer!" seru Jovanka tidak terlalu keras, raut wajah dan senyumnya cukup untuk menunjukkan bahwa Jovanka bersemangat.Sarah Spencer tidak menjawab sapaan sahabatnya. Dia justru dibuat bingung oleh Jovanka yang sangat berbeda hari ini.Jika biasanya dia datang ke kampus dengan lemas dan duduk tak berekspresi, hari ini bibir Jovanka tersenyum manis. Meski tidak begitu lebar, sungguh itu sangat manis sampai Sarah berpikir itu bukan Jovanka. "Hari apa ini? Apakah hari ulang tahunmu?" tanya Sarah, tapi kemudian dia ingat Jovanka bukan orang yang peduli dengan hari ulang tahun."Tidak. Kenapa? Kau ingin memberiku kado?"Oke! Anggap lah mungkin dia tengah berbahagia. Tapi apa yang dia katakan tadi? Kado?
"Halo, Kate, kau sudah tiba di rumah keluargamu?" Setelah mempertimbangkan banyak hal, Rich akhirnya mengangkat panggilan itu. Dia akan mencari alasan jika pun Cataline sudah mengetahui Jovanka memeriksakan kehamilan di sana. Toh, Rich bisa berpura tidak tahu dan membuat alasan lainnya. Tapi jika dia sampai mengabaikan telepon, Cataline pasti mengomel dengan berbagai pertanyaan penuh tuduhan. "Hai, Honey," jawab Cataline di ujung telepon, tampaknya dia sangat senang. "Ya, aku sudah tiba sejak subuh tadi, tapi maaf baru bisa menghubungimu. Aku sangat lelah, aku tidur sangat lama di samping ibuku." Syukurlah, tampaknya Cataline tidak tahu apa-apa tentang Jovanka, jadi Rich sedikit lega. Dia berlari menuju ruangan dokter di mana mereka merencanakan bayi tabung saat itu. "Rich, kau sedang di mana? Aku mendengar kau seperti terburu-buru." "Oh, ya, begitulah." Rich gugup sejenak, tahu saja istrinya kalau dia tengah berlari. "Sebenarnya aku akan makan siang dengan klien, aku sudah terla
"Rich, kau...""Apa yang kau lakukan di sini, Kate?" Rich memotong perkataan istrinya. Terlalu lama, Cataline masih mematung dengan mulut yang tak juga sampai kata-katanya. Dia tidak sabar ingin tahu kenapa istrinya itu ada di ruangan dokter."Bukankah tadi kau berkata di rumah keluargamu? Kenapa kau ada di sini?" sambung Rich tak sabar."Honey, aku..." Masih terlihat gugup, Cataline menghampiri suaminya. "Sebenarnya aku-" Dia sangat bingung mencari alasan, sampai harus memutar otak. "Rich, sebenarnya aku tidak pergi ke rumah orang tuaku. Aku tengah melakukan program agar bisa segera mengandung, seperti yang kukatakan malam itu."Lolos. Kate akhirnya bisa memberikan alasan pada suaminya. Dia pasang wajah menyedihkan itu untuk mencari simpatik dan rasa iba dari Rich."Aku tahu kau masih tak bisa melupakan janin kita, jadi aku ingin segera mengandung. Aku tidak ingin membuat kau sedih, jadi aku merencanakan ini sendiri. Tadi malam... aku menginap di sini, benar kan, Dokter?" ucapnya, m
"Kate... apa yang kau bicarakan?" "Bayi itu tak boleh lahir, Rich. Kita harus menggugurkannya, apa kurang jelas ucapanku?"Cataline akan pergi mencari Jovanka, tapi Rich menghentikannya."Tidak, Kate, kita tak bisa melakukannya." Wajah Cataline pun merah padam dan dia membentak Rich dengan marah."Kau ingin memiliki anak dari gadis itu? Rich, bagaimana bisa kau tidak memikirkan perasaanku?"Kenapa Cataline menjadi marah padanya? Dokter di depan mereka lah yang melakukan kesalahan, seharusnya Cataline membentak dokter yang tak tahu malu itu.Oke, dia cukup paham perasaan Cataline, tapi di sini juga ada perasan Rich yang seharusnya Cataline jaga."Aku tidak mau, Rich. Aku tidak rela gadis itu membesarkan anakmu. Mari kita gugurkan kandungannya agar tak ada pengganggu yang mengusik hidup kita!"Semakin dia mendengarkan perkataan Cataline, semakin Rich marah pada dokter yang membuat masalah ini menjadi berantakan."Aku akan membuat kau menanggung akibat perbuatanmu. Meski kau pergi ke
Sampai bosan Jovanka menunggu di dalam mobil Rich, pria itu belum juga terlihat batang hidungnya. Dia terus melihat ke pintu keluar Rumah Sakit."Kenapa dengannya? Bukannya dia ingin bayinya lahir sehat? Kenapa dia menyuruhku turun sebelum melakukan pemeriksaan?"Aneh. Kata itu yang terlintas di pikiran Jovanka, oleh sikap Rich kali ini. Dia ingin bayi yang sehat tapi tidak mengizinkan Jovanka pergi memeriksakan kandungan. Setelah sekian lama, akhirnya orang yang dia pikirkan terlihat di ujung sana. Rich berjalan cepat menuruni tangga Rumah Sakit. Tapi, wajahnya terlihat tegang seperti tengah menahan amarah.Perasaan Jovanka tidak melakukan kesalahan, dan mereka sudah sepakat untuk menjalani kerja sama ini dengan baik. Lantas, apa lagi kali ini yang membuatnya marah? Banyak pertanyaan di benak Jovanka, yang tak mampu dia keluarkan saat pria itu duduk di sebelahnya."Ke villa," titah Rich, mobil yang mereka tumpangi pun mulai bergerak.Takut-takut Jovanka melirik pria itu di sebelahn
"Rich, mari bicara."Ketika Rich memasuki kamar, Cataline sudah berdiri menunggunya. Matanya sembab, tampaknya Cataline menangis sejak lama. Rich ingat istrinya meraung di ruangan dokter saat dia pergi meninggalkan tempat itu. Mungkin, Cataline masih menangis sampai dia tiba di rumah, terlihat dari jejak air di bulu matanya yang lentik."Jangan hanya diam. Bukankah kau yang berkata kita akan membicarakan ini di rumah?" kata Cataline lagi, mendesak Rich yang diam mematung."Aku sudah mengatakannya Cataline, aku tidak sanggup membunuh janinku sendiri."Napas berat Cataline terdengar bersama wajahnya yang kembali menunjukkan amarah. Rich sudah menduga istrinya akan mengamuk seperti tadi."Apa susahnya? Itu masih sangat kecil bahkan bentuknya belum jelas terlihat, kenapa kau tidak bisa? Rich, pikirkanlah nasib rumah tangga kita dengan kehadiran bayi itu. Aku tidak akan pernah menerimanya!"Lihat, Cataline kembali berapi-api. Kepulangannya ke rumah bukan untuk memperdebatkan tentang bayi i
Mereka semua masih bungkam membuat Rich semakin geram. Dia manatap semua pelayan yang berbisik-bisik mencuri pandang pada Cataline. Tampaknya, mereka ingin mengatakan sesuatu tapi ketakutan saat istrinya balas menatao. Rich semakin muak dan dia kembali berteriak."Kalian tak ingin bicara? Baik, aku akan memeriksa rekaman CCTV, jika Jovanka tidak pernah memasuki ruangan ini, kalian semua akan mendapat hukuman!"Entah kenapa Rich baru memikirkan hal itu, padahal di rumahnya sudah dilengkapi CCTV sejak lama. Seharusnya masalah ini sudah terpecahkan sejak awal jika dia langsung pergi ke ruang pemeriksaan rekaman. Dan sesuai yang Rich perkirakan, para pelayan segera berlutut di depannya."Tuan, tolong kasihani lah kami. Kami tidak bisa mengatakannya karena tak ingin membuat nyonya marah, kami semua tidak melihat gadis itu menaiki tangga."Dia sudah menduga sejak awal, tapi kenyataan yang baru saja terdengar sangat membuat Rich kecewa. Istrinya berbohong, satu kebohongan lagi sudah terun
Rich turun terburu-buru dari mobilnya dan meraih tangan Cataline. Istri yang bertengkar dengannya tempo hari segera ditarik masuk ke dalam mobil. "Apa yang kau lakukan di sini, Kate? Kau memata-matai aku?" tanya Rich, menatap inti mata istrinya menjadi penjelasan. Namun, mata itu menunduk sendu, sebelum akhirnya menitikkan buliran hangat yang kemudian mengalir di kedua pipi. Cataline menangis? Sebuah pemandangan yang sangat jarang terjadi! Bingung. Begitulah isi kepala Rich sekarang. Mengingat yang terjadi di dalam rumah tangga mereka, seharusnya Cataline datang dengan amarah seperti yang sudah-sudah. Tapi kenapa kali ini dia menangis? "Kate, ada apa? Kenapa kau menangis?" tanya Rich sekali lagi. Bukannya menjawab, tangis Cataline semakin besar bahkan dia sesenggukan sekarang. Apakah istrinya sudah memikirkan kembali kenapa Rich menikahi Jovanka? Bagus jika itu benar. Setidaknya Cataline tahu kenapa Rich harus menikahi gadis itu. Tapi... bagaimana jika sesuatu yang buruk
"Halo, Sayangku." "Kau di mana, Brengsek! Kau sengaja menjauhiku?" Sejak tadi malam Cataline mencoba menghubungi pria itu, tetapi hanya layanan operator yang terdengar mengatakan nomornya tidak bisa dihubungi. Dia langsung mengumpat begitu Liam Nelson mengangkat panggilannya. "Hei, kenapa kau sangat marah? Aku baru kembali dari perjalanan bisnis," terang Liam, masih dengan suaranya yang tenang. Cataline semakin kesal oleh jawaban Liam, dia sudah menunggu di rumahnya sejak pagi tapi pria itu belum juga pulang. "Aku di rumahmu, Brengsek. Kau pulang ke mana? Ke hotel menemui gadis-gadismu?" "Benarkah? Aku baru saja memasuki gerbang, kau akan melihatku jika benar kau di rumahku," kata Liam.Cataline langsung berdiri melihat ke jendela, benar saja mobil Liam sedang memasuki garasi terbuka yang ada di sudut kanan. Gadis itu menutup telepon dan menunggu Liam masuk. Kemarahan atas perlakuan Rich masih terus membuatnya tak tenang. Cataline menenggak beer kaleng yang dibelinya saat di pe
[Tuan Rich, Anda marah padaku? Aku sangat menyesal sudah membuatmu tersinggung.]Jovanka membaca ulang pesan yang diketiknya, dan kembali ragu untuk menekan tombol pengirim. Dia menghapus lagi pesan itu dan mengganti dengan yang lain.[Aku hanya bercanda, Tuan Rich, tolong jangan marah padaku.]Sekali lagi, dia hapus pesan itu dan berpikir keras kalimat yang benar untuk meminta maaf."Tapi kenapa aku harus meminta maaf? Dia memang melakukannya," kata gadis itu menggeleng, egonya ikut bermain.Rich sendiri yang lebih dulu menyinggung Jovanka. Pria itu patut mendapat balasan karena sudah menyebut Jovanka sebagai gadis yang tidak menarik."Tapi dia tidak berkata demikian, Jova... dia hanya berkata mempertimbangkan."Kembali Jovanka berkata sendiri.Bisa saja maksud Rich mempertimbangkan bukan karena menganggap Jovanka tidak menarik. Mungkin dia mempertimbangkan karena pria itu adalah suami orang lain sehingga tak seharusnya tidur dengan Jovanka. Apalagi dengan perjanjian pra nikah merek
Jovanka mengganti bajunya untuk ke sekian kali, dan melemparkan baju terakhir ke atas ranjang. Dia menatap tubuhnya yang hanya mengenakan dalaman, di pantulan cermin."Astaga... semua terasa tidak cocok," keluhnya kecewa.Baru berapa hari yang lalu dia berbelanja pakaian yang sangat banyak, tapi karena tidak teliti, Jovanka melakukan kesalahan. Semua pakaian itu dia beli dengan ukuran dirinya yang belum mengandung, tanpa mencoba terlebih dulu. Bagaimana bisa sesuai? Memang tidak menjadi sempit, hanya saja... perutnya yang mulai membuncit menjadi sedikit terlihat. "Ayolah, Jovanka... kenapa kau pikirkan itu? Ini belum seberapa, bobotmu akan bertambah berkali lipat lagi."Dia akhirnya mengenakan kembali pakaian itu, membuang rasa tak nyaman di kepalanya. Bagaimana pun semua orang di kampus juga akan tahu dirinya sedang mengandung. Hanya menunggu waktu saja.Tak lupa Jovanka memoles wajahnya dengan sedikit riasan, yang ikut dibeli tempo hari. Hanya bedak dan lipgloss tentu saja, sebab
Lihat lah pria itu berdiri dari duduknya. Tentu saja Cataline yang selalu menjadi pemenang. Mendengar istrinya bunuh diri, Rich pasti membujuk dan memohon agar Cataline tidak melompat dari jendela. Kesempatan itu tidak akan Cataline sia-siakan untuk lepas dari semua kejahatannya. Ya, Cataline sudah sering membalikkan kesalahan menjadi kemenangan untuknya, dan Rich selalu mengalah. Tak ubahnya hari ini, Cataline tahu suaminya akan kembali mengalah. Rich pasti memohon, bersujud demi bayi yang sudah lama diidamkan."Jangan mencegahku! Jika kau tidak meninggalkan gadis itu dan menggugurkan bayinya, maka kau akan kehilangan aku dan bayi kita!" Sekali lagi dia mengancam, menatap Rich yang berdiri di sana.Rich tidak bergeming, tetap diam di tempatnya berdiri. Cataline tidak sabar melihat Rich berjalan ke arahnya dan memohon. Tapi sialnya, kenyataan tidak sesuai dengan yang Cataline harapkan."Aku tahu kau hanya mengancam, Kate, sudahlah, kau sudah terlalu sering melakukannya padaku," kata
"Astaga, sudah berapa aku tertidur di sini?"Dia mengenakan pakaian buru-buru untuk mengusir rasa dingin di sekujur tubuh. Jovanka tidak ingat sejak kapan dia tertidur di dalam bath up itu, sehingga telapak tangan dan kakinya sudah mengeriput. Ketika keluar dari kamar mandi, semakin terkejut dia melihat jam digital yang menunjukkan hari sudah sore."Kenapa dia tak membangunkanku?" kata Jovanka menggerutu, mengingat meninggalkan Rich di balkon kamarnya. Mengatahui Jovanka tidak juga keluar, bukankah seharusnya Rich menggedor pintu? Dia keluar untuk mencari Rich di kamar sebelah, tapi pintunya sudah terkunci.Apa Rich sedang tidur? Jovanka mencoba mengintip dari lubang kunci, hanya gelap yang terlihat mata."Apa yang Anda cari, Nona?"Suara Kenrick memaksa Jovanka kembali berdiri, wajahnya sangat terkejut bercampur malu."Eh, itu... Anda melihat Rich, Tuan Ken?" tanya Jovanka, kemudian mengetuk kepala pelan.Sudahlah ketahuan mengintip, sekarang juga dia berkata jujur tengah mencari Ric
"Istriku, kau sudah mandi?""Kau akan ke mana, Istriku?""Kau menginginkan sesuatu, Istriku?""Istriku, hati-hati ketika berjalan.""Hei, Istriku, jangan banyak termenung, itu tidak baik untuk orang hamil."Gila, ini benar-benar gila. Jovanka takut dirinya akan terbawa suasan jika Rich terus melakukannya. Dia menatap pria itu tajam, menunjukkan bibir sinisnya."Jangan memanggilku seperti itu, Tuan, aku tidak suka!""Kenapa? Bukankah kau memang istriku? Terlepas aku tak boleh menyentuhmu, kau tetaplah istriku yang sah."Ya Tuhan... bisa kah Jovanka menutup mulut Rich dengan sepatunya? Bayangkan saja, sejak pagi tadi di dalam kamar, Rich terus memanggil Jovanka dengan sebutan itu, sampai rasanya Jovanka muak mendengarnya. Ke mana pun Jovanka pergi, Rich mengikuti dari belakang memperhatikan gerak-geriknya. Saat Jovanka melakukan apa pun, Rich akan memanggil dengan sebutan istri seperti yang baru saja dia lakukan.Pernikahan ini hanya sebuah status, bukan pernikahan pada umumnya. Jika Ri
Cemas, sedih, bahkan takut sudah menyergap Jovanka sejak dia menandatangi akta pernikahannya di catatan sipil. Ditambah kunjungan ke rumah orang tua Rich, berhadapan dengan wanita yang terlihat tenang tapi juga sinis dan menakutkan, sungguh membuat Jovanka tak bisa tenang.Dia hanya berpura menikmati dua mangkuk es krim untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, dan banyak bertanya membuat wajah ceria agar Rich merasa senang. Tapi sesungguhnya, hanya Jovanka lah yang tahu semua isi kepalanya.Menikah? Sejak kapan Jovanka berpikir akan menikah? Bahkan dia pernah bersumpah tidak akan menikah sampai mati, mengingat begitu malang nasib yang dijalani. Tapi tiba-tiba saja dia menerima tawaran Rich menjadi istri kedua, dan harus berhadapan dengan keluarga kaya raya. Hanya demi seorang bayi yang bahkan bukan miliknya sendiri.Bagaimana jika Nyonya Ruth Cullen tidak menerima Jovanka dan bayinya? Apa yang akan dia lakukan jika wanita itu berwatak sama dengan Cataline, berniat menggugurkan k
"Maaf tidak bisa memberi kesan baik di hari pernikahan kita.""Apa?" Jovanka tertawa kecil. "Kita tidak seperti pasangan pada umumnya, Tuan, kenapa harus meminta maaf? Aku bisa melakukannya kelak jika urusan kita sudah selesai," kata Jovanka enteng, tapi tangannya yang gemetar mengangkat sendok itu cukup bisa menunjukkan getir di dalam dada. Rich bisa melihatnya. Jovanka tengah membohongi diri sendiri untuk terlihat biasa saja, tapi tentu saja gadis itu hanya berpura kuat.Siapa gadis yang tak memiliki pernikahan impian? Semua wanita di dunia ini pasti pernah bermimpi menjadi ratu di hari pernikahannya, yang menjadi pusat perhatian semua orang. Tapi Jovanka tidak bisa meraskan itu, justru Rich membawanya pada keluarga yang kemudian merusak hari pertama mereka. Jika ditanya, tentu saja Rich menyesal datang terlalu awal. Seharusnya dia menuruti Jovanka untuk memberi jeda dan sedikit waktu. "Tapi bagaimana pun, aku tetap meminta maaf untuk semua yang terjadi hari ini, Jovanka.""Kenap