Cataline akan mengandung, itu yang diucapkan wanita itu malam tadi. Dengan diusirnya Jovanka beserta bayi di perutnya dari rumah mereka, akhirnya istri Rich itu memutuskan untuk mengandung sendiri anak mereka. Seharusnya hal ini adalah sesuatu yang menggembirakan bagi Rich, sebab dia akan memiliki anak dari rahim istrinya sendiri. Tapi kenyataannya, rasa gembira itu tidak Rich dapatkan di lubuk hatinya. Benar. Dia memang kagum dengan ketulusan Cataline yang berkata menyesal dan memutuskan untuk mengandung, tapi mengingat janin di rahim Jovanka, entah kenapa dia sangat sedih. Bagaimana nasib anaknya dengan gadis itu, jika mereka mengabaikannya? Setega itu kah Rich membiarkan darah dagingnya diasuh Jovanka, yang bahkan untuk membayar kuliah saja tidak lah mampu. “Dia akan merawatnya?” kata Rich ragu. Gadis itu sangat miskin, makan malamnya saja hanya dengan dua keping roti dan air mineral. Rich tidak percaya gadis semiskin itu akan mengurus bayi di usia yang masih sangat muda. Lantas
Laju mobil semakin kencang membelah jalanan. Jovanka terus saja mengoceh meminta Rich menurunkannya di jalan. Telinganya sampai mau pecah mendengar teriak gadis itu di sebelah, dia bahkan meminta tolong seakan Rich melakukan sesuatu."Tolong! Tolong!" Jovanka terus meminta tolong menggedor kaca jendela, tapi Rich mengabaikannya sebab kaca itu gelap dari luar. Tak akan ada orang yang melihatnya dari luar sana. "Tuan Cullen, turunkan aku, Tuan! Kau tidak boleh menculik seorang gadis yang tengah mengandung!" Mobil yang Rich kemudi pun berbelok ke kiri, memasuki kawasan villa pribadi miliknya. Seharusnya villa itu adalah hadiah untuk Cataline, sebagai hadiah setelah Jovanka melahirkan anak mereka. "Turun," kata Rich, membuka pintu di sebelah Jovanka.Gadis itu masih terlihat ketakutan di wajahnya, Rich sampai bingung kenapa Jovanka sangat takut. 'Apakah wajahku seperti orang jahat?'"Hei, turunlah. Jangan bertingkah seakan kau sangat berharga untuk diculik."Nyatanya memang dia menc
Pertanyaan di kepala Jovanka belum terjawab, Rich sudah berjalan ke meja makan. Matanya menatap Jovanka yang diam tanpa melirik padanya."Hei, kau tak mau makan?" Sejujurnya Jovanka bukan tak mau makan. Dia hanya menikmati pemandangan di meja itu yang dipenuhi berbagai menu. Padahal, Jovanka hanya makan sendiri di sini, kenapa pelayan menyiapkan sangat banyak?Keluarganya memang kaya. Tapi seperti yang diketahui, Jovanka tak pernah dianggap bagian dari keluarga itu sehingga tak memiliki hak untuk bergabung di meja makan. Dia hanya akan memakan apa pun yang sudah tersisa, bahkan terkadang tak kebagian makanan. Jovanka ingin lebih lama mengagumi setiap menu yang ada, membayangkan selama ini belum pernah menikmatinya dengan benar."Berbicaralah jika seseorang bertanya. Apakah masih kurang baik sikapku padamu? Aku sudah membantumu dalam kesulitan, kenapa kau sangat susah diajak bekerjasama?" kata Rich.Bosan dia menunggu gadis yang membisu itu, kemudian mengambil piring steak di depan Jo
Saat Jovanka tiba di kampus, dia bertemu dengan Queena. Adiknya itu menyeret Jovanka ke toilet kampus dan mengunci pintu. "Kenapa kau masih berkeliaran di sini?" tanya Queena, matanya menatap penuh kebencian. "Apa kau tidak mengerti? Kampus ini untuk orang-orang mampu, sedangkan kau, uang semester pun tak bisa kau lunasi!" Jovanka sudah diberi peringatan oleh biro administrasi, untuk tidak memberitahukan siapa pun perihal beasiswa yang dia dapatkan. Jika dia melanggar, pihak kampus akan menariknya kembali. "Semua sudah dibayarkan, Queen, dan aku bisa ikut ujianku. Jadi kau tak perlu memikirkan uang semesterku yang kemarin menunggak." Jovanka sengaja mengatakannya untuk membuat adiknya semakin kesal. Lihat saja wajah itu, tampak geram dan seperti ingin membunuh. Queen kemudian tertawa sebelum dia kembali menghina Jovanka. "Sudah lunas, katamu? Bahkan orang bodoh pun tidak akan percaya, kau bisa membayarnya. Gajimu di toko kue tak mungkin sebanyak itu!" "Tapi nyatanya, kau bisa m
Ketika mendapat telepon dari Ferry Hernandez, suara Jovanka sampai bergetar. Dia terharu, berpikir ayahnya mungkin mengkhawatirkan dirinya yang tidak pulang ke rumah sudah sangat lama. Tapi setelah mendengar perkataan ayahnya yang begitu kejam, dia menjadi lemas dan kecewa. Hatinya kembali sakit, terluka oleh sifat sang ayah yang tak pernah peduli padanya.Dia pulang seperti yang diperintahkan sang ayah, dan di sini lah dia sekarang menghadapi semua anggota keluarga."Kalian memberinya uang?" tanya Ferry Hernandez, menatap satu per satu anak dan istrinya.Dua kakak laki-lakinya menggeleng kepala begitu pun dengan Adriana. Wajah wanita itu dibuat panik dan tentu saja Jovanka tahu dia hanya bersandiwara."Kenapa, Sayang? Ada apa sebenarnya? Jovanka memang pernah meminta uang padaku, tapi karena dia tidak menjelaskan itu untuk apa, aku tidak berani memberikannya," kata Adriana.Ferry Hernandez kembali menatap Jovanka dari atas sampai ke bawah. Semua yang menempel di tubuh wanita itu buk
Dikutuk dan dihina oleh Adriana dan Queena masih bisa Jovanka tahankan. Meski hatinya kesal, dia mengabaikan dan menganggap perkataan mereka hanya sebuah angin lalu. Dia tak pernah peduli dengan tatapan kebencian sang ayah dan kedua kakak laki-lakinya, menganggap suatu saat mereka pasti menerimanya.Kehilangan orang tercinta tentu sangat melukai perasaan ayah dan kedua kakaknya, itulah yang selama ini Jovanka tanamkan di dasar hati. Dia paham mereka membencinya dan belum bisa menerima kedatangan Jovanka yang membawa luka dalam. Dia selalu berpikir suatu saat semuanya akan membaik, saat ayah dan kedua kakaknya sadar. Tapi ternyata, harapan hanya tinggal harapan yang tak akan pernah menjadi kenyataan. Baru saja, Ferry Hernandez sudah mengeluarkan racun mengerikan itu dan membuat Jovanka semakin terlempar jauh."Ayah..." panggilnya lemah. Mata yang berkaca-kaca mulai menangis oleh desakan sakit di dalam dada. "Aku putrimu, Ayah. Aku bukan monster, tolong tarik kata-kata ayah.""Diam dan
Rich keluar dengan sehelai handuk yang melingkar di pinggangnya. Dia baru saja selesai berendam, setelah lelah bekerja seharian di kantor. Ketika dia keluar dari kamar mandi, Cataline langsung menyambutnya dengan pelukan hangat. Istrinya itu bersigayut di leher Rich, berlaku sangat manja."Ada apa kali ini? Kau pasti menginginkan sesuatu?" tanya Rich, menduga.Cataline tersenyum memainkan leher suaminya. "Kau sangat tahu apa yang aku inginkan. Kau benar-benar mencintaiku!" serunya bangga.Pernikahan mereka sudah berjalan sekian tahun, Rich selalu berlaku lembut pada istrinya. Meski terkadang jenuh oleh sikap Cataline yang cemburuan dan suka menuduh, Rich selalu mengingat kembali masa-masa awal mereka bertemu.Kala itu, Cataline sangat cantik di matanya. Rich selalu ingat betapa lembutnya Cataline dalam berbicara, juga sambutan hangat dari keluarga gadis itu. Karena hal itu lah, Rich selalu berusaha membuat pernikahan ini agar tidak menjenuhkan."Aku mengenalmu sangat lama, bagaimana b
Jawaban yang sangat di luar dugaan. Gadis keras kepala yang selama ini hanya diam dimarahi, atau terkadang malah mengomel dengan bibirnya yang mencibir, malam ini sangat jauh berbeda. Rich sampai terdiam mendengar jawaban yang menakutkan keluar dari mulut gadis itu. "Bunuh aku, Tuan, aku lelah dengan hidup ini." Wajah itu terlihat tak bergairah dan tanpa ekspresi. Jovanka mengatakannya seperti kalimat itu tidak keluar dari dirinya. Dia benar-benar berbeda dari yang selama ini Rich kenal. Ada apa? Kenapa dengan gadis kampung yang biasa selalu membangkang padanya, tapi sekarang justru sangat berbeda? Mata Jovanka yang sembab pun menunjukkan dia sudah lelah menangis, kaki dan tangannya berdarah dan luka di mana-mana, dia terlihat mengerikan seperti baru saja mengalami penganiayaan. Ada apa sebenarnya? "Jovanka, apa yang terjadi?" tanya Rich akhirnya, suara pria itu tidak membentak seperti tadi. Jovanka masih setia dengan tatapan kosongnya tanpa menunjukkan reaksi. Hanya bibirnya lah
Rich turun terburu-buru dari mobilnya dan meraih tangan Cataline. Istri yang bertengkar dengannya tempo hari segera ditarik masuk ke dalam mobil. "Apa yang kau lakukan di sini, Kate? Kau memata-matai aku?" tanya Rich, menatap inti mata istrinya menjadi penjelasan. Namun, mata itu menunduk sendu, sebelum akhirnya menitikkan buliran hangat yang kemudian mengalir di kedua pipi. Cataline menangis? Sebuah pemandangan yang sangat jarang terjadi! Bingung. Begitulah isi kepala Rich sekarang. Mengingat yang terjadi di dalam rumah tangga mereka, seharusnya Cataline datang dengan amarah seperti yang sudah-sudah. Tapi kenapa kali ini dia menangis? "Kate, ada apa? Kenapa kau menangis?" tanya Rich sekali lagi. Bukannya menjawab, tangis Cataline semakin besar bahkan dia sesenggukan sekarang. Apakah istrinya sudah memikirkan kembali kenapa Rich menikahi Jovanka? Bagus jika itu benar. Setidaknya Cataline tahu kenapa Rich harus menikahi gadis itu. Tapi... bagaimana jika sesuatu yang buruk
"Halo, Sayangku." "Kau di mana, Brengsek! Kau sengaja menjauhiku?" Sejak tadi malam Cataline mencoba menghubungi pria itu, tetapi hanya layanan operator yang terdengar mengatakan nomornya tidak bisa dihubungi. Dia langsung mengumpat begitu Liam Nelson mengangkat panggilannya. "Hei, kenapa kau sangat marah? Aku baru kembali dari perjalanan bisnis," terang Liam, masih dengan suaranya yang tenang. Cataline semakin kesal oleh jawaban Liam, dia sudah menunggu di rumahnya sejak pagi tapi pria itu belum juga pulang. "Aku di rumahmu, Brengsek. Kau pulang ke mana? Ke hotel menemui gadis-gadismu?" "Benarkah? Aku baru saja memasuki gerbang, kau akan melihatku jika benar kau di rumahku," kata Liam.Cataline langsung berdiri melihat ke jendela, benar saja mobil Liam sedang memasuki garasi terbuka yang ada di sudut kanan. Gadis itu menutup telepon dan menunggu Liam masuk. Kemarahan atas perlakuan Rich masih terus membuatnya tak tenang. Cataline menenggak beer kaleng yang dibelinya saat di pe
[Tuan Rich, Anda marah padaku? Aku sangat menyesal sudah membuatmu tersinggung.]Jovanka membaca ulang pesan yang diketiknya, dan kembali ragu untuk menekan tombol pengirim. Dia menghapus lagi pesan itu dan mengganti dengan yang lain.[Aku hanya bercanda, Tuan Rich, tolong jangan marah padaku.]Sekali lagi, dia hapus pesan itu dan berpikir keras kalimat yang benar untuk meminta maaf."Tapi kenapa aku harus meminta maaf? Dia memang melakukannya," kata gadis itu menggeleng, egonya ikut bermain.Rich sendiri yang lebih dulu menyinggung Jovanka. Pria itu patut mendapat balasan karena sudah menyebut Jovanka sebagai gadis yang tidak menarik."Tapi dia tidak berkata demikian, Jova... dia hanya berkata mempertimbangkan."Kembali Jovanka berkata sendiri.Bisa saja maksud Rich mempertimbangkan bukan karena menganggap Jovanka tidak menarik. Mungkin dia mempertimbangkan karena pria itu adalah suami orang lain sehingga tak seharusnya tidur dengan Jovanka. Apalagi dengan perjanjian pra nikah merek
Jovanka mengganti bajunya untuk ke sekian kali, dan melemparkan baju terakhir ke atas ranjang. Dia menatap tubuhnya yang hanya mengenakan dalaman, di pantulan cermin."Astaga... semua terasa tidak cocok," keluhnya kecewa.Baru berapa hari yang lalu dia berbelanja pakaian yang sangat banyak, tapi karena tidak teliti, Jovanka melakukan kesalahan. Semua pakaian itu dia beli dengan ukuran dirinya yang belum mengandung, tanpa mencoba terlebih dulu. Bagaimana bisa sesuai? Memang tidak menjadi sempit, hanya saja... perutnya yang mulai membuncit menjadi sedikit terlihat. "Ayolah, Jovanka... kenapa kau pikirkan itu? Ini belum seberapa, bobotmu akan bertambah berkali lipat lagi."Dia akhirnya mengenakan kembali pakaian itu, membuang rasa tak nyaman di kepalanya. Bagaimana pun semua orang di kampus juga akan tahu dirinya sedang mengandung. Hanya menunggu waktu saja.Tak lupa Jovanka memoles wajahnya dengan sedikit riasan, yang ikut dibeli tempo hari. Hanya bedak dan lipgloss tentu saja, sebab
Lihat lah pria itu berdiri dari duduknya. Tentu saja Cataline yang selalu menjadi pemenang. Mendengar istrinya bunuh diri, Rich pasti membujuk dan memohon agar Cataline tidak melompat dari jendela. Kesempatan itu tidak akan Cataline sia-siakan untuk lepas dari semua kejahatannya. Ya, Cataline sudah sering membalikkan kesalahan menjadi kemenangan untuknya, dan Rich selalu mengalah. Tak ubahnya hari ini, Cataline tahu suaminya akan kembali mengalah. Rich pasti memohon, bersujud demi bayi yang sudah lama diidamkan."Jangan mencegahku! Jika kau tidak meninggalkan gadis itu dan menggugurkan bayinya, maka kau akan kehilangan aku dan bayi kita!" Sekali lagi dia mengancam, menatap Rich yang berdiri di sana.Rich tidak bergeming, tetap diam di tempatnya berdiri. Cataline tidak sabar melihat Rich berjalan ke arahnya dan memohon. Tapi sialnya, kenyataan tidak sesuai dengan yang Cataline harapkan."Aku tahu kau hanya mengancam, Kate, sudahlah, kau sudah terlalu sering melakukannya padaku," kata
"Astaga, sudah berapa aku tertidur di sini?"Dia mengenakan pakaian buru-buru untuk mengusir rasa dingin di sekujur tubuh. Jovanka tidak ingat sejak kapan dia tertidur di dalam bath up itu, sehingga telapak tangan dan kakinya sudah mengeriput. Ketika keluar dari kamar mandi, semakin terkejut dia melihat jam digital yang menunjukkan hari sudah sore."Kenapa dia tak membangunkanku?" kata Jovanka menggerutu, mengingat meninggalkan Rich di balkon kamarnya. Mengatahui Jovanka tidak juga keluar, bukankah seharusnya Rich menggedor pintu? Dia keluar untuk mencari Rich di kamar sebelah, tapi pintunya sudah terkunci.Apa Rich sedang tidur? Jovanka mencoba mengintip dari lubang kunci, hanya gelap yang terlihat mata."Apa yang Anda cari, Nona?"Suara Kenrick memaksa Jovanka kembali berdiri, wajahnya sangat terkejut bercampur malu."Eh, itu... Anda melihat Rich, Tuan Ken?" tanya Jovanka, kemudian mengetuk kepala pelan.Sudahlah ketahuan mengintip, sekarang juga dia berkata jujur tengah mencari Ric
"Istriku, kau sudah mandi?""Kau akan ke mana, Istriku?""Kau menginginkan sesuatu, Istriku?""Istriku, hati-hati ketika berjalan.""Hei, Istriku, jangan banyak termenung, itu tidak baik untuk orang hamil."Gila, ini benar-benar gila. Jovanka takut dirinya akan terbawa suasan jika Rich terus melakukannya. Dia menatap pria itu tajam, menunjukkan bibir sinisnya."Jangan memanggilku seperti itu, Tuan, aku tidak suka!""Kenapa? Bukankah kau memang istriku? Terlepas aku tak boleh menyentuhmu, kau tetaplah istriku yang sah."Ya Tuhan... bisa kah Jovanka menutup mulut Rich dengan sepatunya? Bayangkan saja, sejak pagi tadi di dalam kamar, Rich terus memanggil Jovanka dengan sebutan itu, sampai rasanya Jovanka muak mendengarnya. Ke mana pun Jovanka pergi, Rich mengikuti dari belakang memperhatikan gerak-geriknya. Saat Jovanka melakukan apa pun, Rich akan memanggil dengan sebutan istri seperti yang baru saja dia lakukan.Pernikahan ini hanya sebuah status, bukan pernikahan pada umumnya. Jika Ri
Cemas, sedih, bahkan takut sudah menyergap Jovanka sejak dia menandatangi akta pernikahannya di catatan sipil. Ditambah kunjungan ke rumah orang tua Rich, berhadapan dengan wanita yang terlihat tenang tapi juga sinis dan menakutkan, sungguh membuat Jovanka tak bisa tenang.Dia hanya berpura menikmati dua mangkuk es krim untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, dan banyak bertanya membuat wajah ceria agar Rich merasa senang. Tapi sesungguhnya, hanya Jovanka lah yang tahu semua isi kepalanya.Menikah? Sejak kapan Jovanka berpikir akan menikah? Bahkan dia pernah bersumpah tidak akan menikah sampai mati, mengingat begitu malang nasib yang dijalani. Tapi tiba-tiba saja dia menerima tawaran Rich menjadi istri kedua, dan harus berhadapan dengan keluarga kaya raya. Hanya demi seorang bayi yang bahkan bukan miliknya sendiri.Bagaimana jika Nyonya Ruth Cullen tidak menerima Jovanka dan bayinya? Apa yang akan dia lakukan jika wanita itu berwatak sama dengan Cataline, berniat menggugurkan k
"Maaf tidak bisa memberi kesan baik di hari pernikahan kita.""Apa?" Jovanka tertawa kecil. "Kita tidak seperti pasangan pada umumnya, Tuan, kenapa harus meminta maaf? Aku bisa melakukannya kelak jika urusan kita sudah selesai," kata Jovanka enteng, tapi tangannya yang gemetar mengangkat sendok itu cukup bisa menunjukkan getir di dalam dada. Rich bisa melihatnya. Jovanka tengah membohongi diri sendiri untuk terlihat biasa saja, tapi tentu saja gadis itu hanya berpura kuat.Siapa gadis yang tak memiliki pernikahan impian? Semua wanita di dunia ini pasti pernah bermimpi menjadi ratu di hari pernikahannya, yang menjadi pusat perhatian semua orang. Tapi Jovanka tidak bisa meraskan itu, justru Rich membawanya pada keluarga yang kemudian merusak hari pertama mereka. Jika ditanya, tentu saja Rich menyesal datang terlalu awal. Seharusnya dia menuruti Jovanka untuk memberi jeda dan sedikit waktu. "Tapi bagaimana pun, aku tetap meminta maaf untuk semua yang terjadi hari ini, Jovanka.""Kenap