Rich membeku mendengar perkataan istrinya. Hanya karena dia membawa Jovanka ke rumah mereka, lantas istrinya ingin meninggalkan rumah?Baiklah. Rich tahu tak ada istri di mana pun yang mau rumahnya dimasuki perempuan lain, apalagi mereka bahkan tidak mengenal Jovanka. Tapi karena itu pula lah dia ragu membiarkan Jovanka tinggal jauh, sebab mereka tak akan tahu apa yang bisa dilakukan Jovanka pada bayi mereka. "Kate, dengar," kata Rich. Meski istrinya menutup telinga dan tak mau mendengarkan, dia harus tetap berbicara. "Dia bertemu Liam."Cataline yang tadinya dirasuki amarah, tiba-tiba menjadi diam seketika. Matanya membesar mendengar nama yang disebutkan suaminya."Liam? Maksudmu... Liam Nelson?" Akhirnya Cataline bisa menahan emosinya dan sekarang dia justru terlihat tak nyaman. "Ya, dia." Cataline memanggil pelayan dan menyuruhnya mengawasi Jovanka, sementara pasangan suami istri itu pergi berpindah ke lantai atas, untuk membahas pria bernama Liam Nelson."Dari mana gadis itu
Cataline meletakkan kantong belanjaan yang sejak tadi dia bawa. Jovanka tidak berani menduga apa isi dari kantong belanjaan itu, dia hanya menunduk tanpa berani melihat langsung. "Ini vitamin untuk orang hamil, juga beberapa cemilan yang bagus untuk bayi. Pastikan kau makan itu dengan benar agar bayi di perutmu bisa sehat." Dia mengatakannya sebelum pergi. Rasanya tak bisa dia melihat gadis itu lebih lama, sebab setiap kali menatap wajah Jovanka, sangat banyak keraguan di hati Cataline. Apakah nanti bayi itu akan mirip suaminya saja, atau mungkin juga membawa sebagian garis wajah gadis kampungan itu? Memikirkannya saja sudah membuat Cataline merasa muak. Bagaimana jika nanti dia menatap wajah bayi itu? Semakin dia memikirkan bayi yang Jovanka kandung, pikirannya semakin tidak menentu. Apalagi menyaksikan betapa Rich peduli dengan bayi itu, sungguh menguras emosinya. Baru saja Cataline masuk ke dalam kamar, ponselnya berdering. Dia menatap nama Rich di layar memanggil. Sampai pang
"Hai... Cataline Sayangku. Akhirnya kau rindu dan menghubungi aku?" Telinga Cataline disambut suara seseorang yang dia kenal, di ujung sana. Nadanya penuh semangat, tapi membuat Cataline menjadi kesal. Dia mencibir tidak senang, mendengarkan ocehan pria itu yang masih terus berbicara. "Sudah berapa lama? Jika diingat-ingat, mungkin sekitar tiga, empat, atau lima bulan terakhir kita berbicara? Aku ingat betul kau memperingatkan agar aku tidak menghubungimu, lantas... kenapa kau tiba-tiba menelepon?" ucap pria itu. Cataline menghubunginya bukan untuk sebuah basa-basi, dia langsung menjawab dengan nada tinggi. "Sejauh apa kau sudah mengikutiku?" "Mengikutimu?" Pria itu terkekeh dan berkata, "Hei, kau lupa pernah berkata, kita tak boleh saling melupakan? Lantas, bagaimana aku akan terus mengingatmu jika tidak melihat dari jauh? Aku tidak ingin mengingkari janjiku, sungguh hanya untuk itu." "Tapi aku sudah mengingatkan agar kau menjauh dari hidupku!" Cataline membentak penuh amarah.
“Rich....”“Di mana Jovanka?”Pria itu berlari menuju ruangan di mana Jovanka sedang di periksa. Cataline baru saja menghubunginya dan tak disangka, Rich sudah tiba sangat cepat di luar dugaan. Dia berusaha melihat ke dalam sana, dari balik kaca kecil di bagian atas pintu. Tapi dokter dan perawat menghalangi pandangannya sehingga Rich tak bisa melihat Jovanka, dan kembali dia melihat istrinya.“Rich... maafkan aku. Seharusnya, aku.....”“Apa guna pelayan di rumah itu tak bisa menjaganya? Kate, kau tahu dia mengandung anak kita!” cecar Rich, suaranya sangat khawatir dan terlihat marah.Ya. Rich marah. Cataline bisa melihat kemarahan pria itu yang tak terkontrol. Selama mereka menikah, belum sekali pun Rich pernah membentak Cataline seperti sekarang. Sekuat itu Rich menyayangi bayi yang bahkan belum terlihat wujudnya? Bahkan Rich belum tahu apa yang membuat Jovanka masuk Rumah Sakit, dan dia sudah sangat marah. Bagaimana jika dia tahu semua ini perbuatan Cataline?“Kenapa dia berakhir d
Hanya senyum miring yang ditunjukkan pria itu untuk menjawab pertanya si wanita. Lantas, dia berjalan menuju meja dan mengangkat gelas berisi cairan keemasan.“Cataline Amber... sudah berapa lama kita tak minum bersama?”“Cullen!” Cataline memotong dan menekankan nama keluarga suaminya. “Sekarang aku memiliki Cullen di belakang namaku, jangan lupakan itu!” ulangnya memastikan pria itu mendengar dengan jelas.Seharusnya Cataline masih di Rumah Sakit mengawasi Jovanka, tapi atas panggilan pria ini, dia harus mengabaikan ucapan Rich. Cataline tidak senang mendapati dirinya sangat cepat terpengaruh, tapi di sinilah dia sekarang.“Istri Rich Damian Cullen, kau tidak ingin mempertegasnya?” Pria itu sangat tenang menyesap isi gelasnya dan kembali dia menatap Cataline. “Ya... Cataline Amber Cullen. Baiklah, aku harus memanggilmu dengan nama belakang suamimu.”“Jangan banyak bicara, katakan saja apa maksud pesan yang kau kirimkan, Liam!”Rich bisa saja datang ke Rumah Sakit sebab pria itu sel
Ketika Cataline menutup panggilan, dia belum menyadari Rich di sebelahnya. Dia memijit kepala dengan kedua tangan, untuk membantu dirinya kembali tenang. Dia masih sedikit mabuk setelah bertemu dengan Liam, tapi terpaksa datang ke Rumah Sakit agar Rich tidak curiga.Sementara Rich mengamati istrinya dengan berbagai pertanyaan. Ingin dia bertanya apa yang disembunyikan Cataline, tapi dia menahan diri. Jika Cataline berkata Rich tidak boleh tahu, bukankah berarti dia akan berbohong meski Rich memaksa? Rich juga bisa mencium bau tak sedap dari tubuh istrinya, sehingga banyak kecurigaan di pikiran pria itu.“Sayang, kenapa kau di sini?” sapa Rich dan membuat wajahnya tersenyum, seperti tak mendengar perbincangan istrinya.Cataline sangat terkejut sampai pundaknya terangkat. Saat melihat Rich, dia mematung dengan mulut gemetar.“Sa-sayang, kau... datang?” tanya Cataline terbata. ‘Apakah dia mendengar pembicaraanku?’“Ya, baru saja. Aku memanggilmu tapi kau hanya diam, jadi aku langsung ke
Jovanka sudah jujur pada Sarah tentang dirinya yang tengah mengandung dan sekarang tinggal di rumah pemilik janin itu, tapi Jovanka tak pernah menyebutkan siapa mereka. Dia sangat menjaga nama pemiliknya karena itu adalah privasi. Dan sesuai yang diharapkan, Sarah Spencer adalah sahabat yang pengertian sehingga tidak memaksanya."Baiklah, jaga anak itu baik-baik. Segera lahirkan itu dan berhenti setelahnya, kau harus fokus pada kuliahmu dan meraih apa yang kau cita-citakan," ucap Sarah, mengelus pundak sahabatnya. Dia tahu betapa Jovanka tidak ingin melakukan semua ini, andai dirinya tidak sedang terjepit.Gadis itu mengangguk setuju dengan ucapan sahabatnya, tapi masih ada yang selalu mengganjal di hati Jovanka."Sarah, menurutmu... apakah mungkin seorang pria beristri yang mulutnya sangat jahat, lalu tiba-tiba mengirimkanmu sebuah pesan yang manis?"Sarah menatap Jovanka dengan mata elangnya dan langsung bertanya, "Apakah dia pemilik janinmu? Jovanka, jangan berpikir macam-macam,
“Cataline,” panggil Rich, menyentuh jemari istrinya. Cataline memutar wajahnya memandang Rich dan dia tersenyum samar. “Aku tak mengapa, itu hal biasa. Ibumu memang tak pernah berbicara baik padaku, Rich.” Rich mengalihkan matanya ke jalanan dan bingung untuk memulai pembicaraan. Makan siang dengan keluarga memang tak pernah berjalan mulus karena Ruth selalu bersikap dingin dan berbicara tak bersahabat pada Cataline. Sebab itulah Rich memutuskan pindah dan tinggal terpisah dari keluarga, untuk melindungi istrinya. Terlalu banyak masalah yang datang secara tiba-tiba, sampai Rich bingung akan bagaimana menyikapi semua ini. Selain merasa kasihan pada Cataline yang tersinggung dengan ucapan ibunya, dia juga takut dengan surat yang Jovanka kirimkan. “Mari kita lupakan ibu. Aku tak ingin kau memikirkan ucapannya, karena itu kita tinggal terpisah.” “Lantas, kau ingin mengatakan sesuatu, Rich?” Mata istrinya yang sendu membuat Rich ragu sejenak. Harus kah dia membahasnya? Bagaimana j
Rich turun terburu-buru dari mobilnya dan meraih tangan Cataline. Istri yang bertengkar dengannya tempo hari segera ditarik masuk ke dalam mobil. "Apa yang kau lakukan di sini, Kate? Kau memata-matai aku?" tanya Rich, menatap inti mata istrinya menjadi penjelasan. Namun, mata itu menunduk sendu, sebelum akhirnya menitikkan buliran hangat yang kemudian mengalir di kedua pipi. Cataline menangis? Sebuah pemandangan yang sangat jarang terjadi! Bingung. Begitulah isi kepala Rich sekarang. Mengingat yang terjadi di dalam rumah tangga mereka, seharusnya Cataline datang dengan amarah seperti yang sudah-sudah. Tapi kenapa kali ini dia menangis? "Kate, ada apa? Kenapa kau menangis?" tanya Rich sekali lagi. Bukannya menjawab, tangis Cataline semakin besar bahkan dia sesenggukan sekarang. Apakah istrinya sudah memikirkan kembali kenapa Rich menikahi Jovanka? Bagus jika itu benar. Setidaknya Cataline tahu kenapa Rich harus menikahi gadis itu. Tapi... bagaimana jika sesuatu yang buruk
"Halo, Sayangku." "Kau di mana, Brengsek! Kau sengaja menjauhiku?" Sejak tadi malam Cataline mencoba menghubungi pria itu, tetapi hanya layanan operator yang terdengar mengatakan nomornya tidak bisa dihubungi. Dia langsung mengumpat begitu Liam Nelson mengangkat panggilannya. "Hei, kenapa kau sangat marah? Aku baru kembali dari perjalanan bisnis," terang Liam, masih dengan suaranya yang tenang. Cataline semakin kesal oleh jawaban Liam, dia sudah menunggu di rumahnya sejak pagi tapi pria itu belum juga pulang. "Aku di rumahmu, Brengsek. Kau pulang ke mana? Ke hotel menemui gadis-gadismu?" "Benarkah? Aku baru saja memasuki gerbang, kau akan melihatku jika benar kau di rumahku," kata Liam.Cataline langsung berdiri melihat ke jendela, benar saja mobil Liam sedang memasuki garasi terbuka yang ada di sudut kanan. Gadis itu menutup telepon dan menunggu Liam masuk. Kemarahan atas perlakuan Rich masih terus membuatnya tak tenang. Cataline menenggak beer kaleng yang dibelinya saat di pe
[Tuan Rich, Anda marah padaku? Aku sangat menyesal sudah membuatmu tersinggung.]Jovanka membaca ulang pesan yang diketiknya, dan kembali ragu untuk menekan tombol pengirim. Dia menghapus lagi pesan itu dan mengganti dengan yang lain.[Aku hanya bercanda, Tuan Rich, tolong jangan marah padaku.]Sekali lagi, dia hapus pesan itu dan berpikir keras kalimat yang benar untuk meminta maaf."Tapi kenapa aku harus meminta maaf? Dia memang melakukannya," kata gadis itu menggeleng, egonya ikut bermain.Rich sendiri yang lebih dulu menyinggung Jovanka. Pria itu patut mendapat balasan karena sudah menyebut Jovanka sebagai gadis yang tidak menarik."Tapi dia tidak berkata demikian, Jova... dia hanya berkata mempertimbangkan."Kembali Jovanka berkata sendiri.Bisa saja maksud Rich mempertimbangkan bukan karena menganggap Jovanka tidak menarik. Mungkin dia mempertimbangkan karena pria itu adalah suami orang lain sehingga tak seharusnya tidur dengan Jovanka. Apalagi dengan perjanjian pra nikah merek
Jovanka mengganti bajunya untuk ke sekian kali, dan melemparkan baju terakhir ke atas ranjang. Dia menatap tubuhnya yang hanya mengenakan dalaman, di pantulan cermin."Astaga... semua terasa tidak cocok," keluhnya kecewa.Baru berapa hari yang lalu dia berbelanja pakaian yang sangat banyak, tapi karena tidak teliti, Jovanka melakukan kesalahan. Semua pakaian itu dia beli dengan ukuran dirinya yang belum mengandung, tanpa mencoba terlebih dulu. Bagaimana bisa sesuai? Memang tidak menjadi sempit, hanya saja... perutnya yang mulai membuncit menjadi sedikit terlihat. "Ayolah, Jovanka... kenapa kau pikirkan itu? Ini belum seberapa, bobotmu akan bertambah berkali lipat lagi."Dia akhirnya mengenakan kembali pakaian itu, membuang rasa tak nyaman di kepalanya. Bagaimana pun semua orang di kampus juga akan tahu dirinya sedang mengandung. Hanya menunggu waktu saja.Tak lupa Jovanka memoles wajahnya dengan sedikit riasan, yang ikut dibeli tempo hari. Hanya bedak dan lipgloss tentu saja, sebab
Lihat lah pria itu berdiri dari duduknya. Tentu saja Cataline yang selalu menjadi pemenang. Mendengar istrinya bunuh diri, Rich pasti membujuk dan memohon agar Cataline tidak melompat dari jendela. Kesempatan itu tidak akan Cataline sia-siakan untuk lepas dari semua kejahatannya. Ya, Cataline sudah sering membalikkan kesalahan menjadi kemenangan untuknya, dan Rich selalu mengalah. Tak ubahnya hari ini, Cataline tahu suaminya akan kembali mengalah. Rich pasti memohon, bersujud demi bayi yang sudah lama diidamkan."Jangan mencegahku! Jika kau tidak meninggalkan gadis itu dan menggugurkan bayinya, maka kau akan kehilangan aku dan bayi kita!" Sekali lagi dia mengancam, menatap Rich yang berdiri di sana.Rich tidak bergeming, tetap diam di tempatnya berdiri. Cataline tidak sabar melihat Rich berjalan ke arahnya dan memohon. Tapi sialnya, kenyataan tidak sesuai dengan yang Cataline harapkan."Aku tahu kau hanya mengancam, Kate, sudahlah, kau sudah terlalu sering melakukannya padaku," kata
"Astaga, sudah berapa aku tertidur di sini?"Dia mengenakan pakaian buru-buru untuk mengusir rasa dingin di sekujur tubuh. Jovanka tidak ingat sejak kapan dia tertidur di dalam bath up itu, sehingga telapak tangan dan kakinya sudah mengeriput. Ketika keluar dari kamar mandi, semakin terkejut dia melihat jam digital yang menunjukkan hari sudah sore."Kenapa dia tak membangunkanku?" kata Jovanka menggerutu, mengingat meninggalkan Rich di balkon kamarnya. Mengatahui Jovanka tidak juga keluar, bukankah seharusnya Rich menggedor pintu? Dia keluar untuk mencari Rich di kamar sebelah, tapi pintunya sudah terkunci.Apa Rich sedang tidur? Jovanka mencoba mengintip dari lubang kunci, hanya gelap yang terlihat mata."Apa yang Anda cari, Nona?"Suara Kenrick memaksa Jovanka kembali berdiri, wajahnya sangat terkejut bercampur malu."Eh, itu... Anda melihat Rich, Tuan Ken?" tanya Jovanka, kemudian mengetuk kepala pelan.Sudahlah ketahuan mengintip, sekarang juga dia berkata jujur tengah mencari Ric
"Istriku, kau sudah mandi?""Kau akan ke mana, Istriku?""Kau menginginkan sesuatu, Istriku?""Istriku, hati-hati ketika berjalan.""Hei, Istriku, jangan banyak termenung, itu tidak baik untuk orang hamil."Gila, ini benar-benar gila. Jovanka takut dirinya akan terbawa suasan jika Rich terus melakukannya. Dia menatap pria itu tajam, menunjukkan bibir sinisnya."Jangan memanggilku seperti itu, Tuan, aku tidak suka!""Kenapa? Bukankah kau memang istriku? Terlepas aku tak boleh menyentuhmu, kau tetaplah istriku yang sah."Ya Tuhan... bisa kah Jovanka menutup mulut Rich dengan sepatunya? Bayangkan saja, sejak pagi tadi di dalam kamar, Rich terus memanggil Jovanka dengan sebutan itu, sampai rasanya Jovanka muak mendengarnya. Ke mana pun Jovanka pergi, Rich mengikuti dari belakang memperhatikan gerak-geriknya. Saat Jovanka melakukan apa pun, Rich akan memanggil dengan sebutan istri seperti yang baru saja dia lakukan.Pernikahan ini hanya sebuah status, bukan pernikahan pada umumnya. Jika Ri
Cemas, sedih, bahkan takut sudah menyergap Jovanka sejak dia menandatangi akta pernikahannya di catatan sipil. Ditambah kunjungan ke rumah orang tua Rich, berhadapan dengan wanita yang terlihat tenang tapi juga sinis dan menakutkan, sungguh membuat Jovanka tak bisa tenang.Dia hanya berpura menikmati dua mangkuk es krim untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, dan banyak bertanya membuat wajah ceria agar Rich merasa senang. Tapi sesungguhnya, hanya Jovanka lah yang tahu semua isi kepalanya.Menikah? Sejak kapan Jovanka berpikir akan menikah? Bahkan dia pernah bersumpah tidak akan menikah sampai mati, mengingat begitu malang nasib yang dijalani. Tapi tiba-tiba saja dia menerima tawaran Rich menjadi istri kedua, dan harus berhadapan dengan keluarga kaya raya. Hanya demi seorang bayi yang bahkan bukan miliknya sendiri.Bagaimana jika Nyonya Ruth Cullen tidak menerima Jovanka dan bayinya? Apa yang akan dia lakukan jika wanita itu berwatak sama dengan Cataline, berniat menggugurkan k
"Maaf tidak bisa memberi kesan baik di hari pernikahan kita.""Apa?" Jovanka tertawa kecil. "Kita tidak seperti pasangan pada umumnya, Tuan, kenapa harus meminta maaf? Aku bisa melakukannya kelak jika urusan kita sudah selesai," kata Jovanka enteng, tapi tangannya yang gemetar mengangkat sendok itu cukup bisa menunjukkan getir di dalam dada. Rich bisa melihatnya. Jovanka tengah membohongi diri sendiri untuk terlihat biasa saja, tapi tentu saja gadis itu hanya berpura kuat.Siapa gadis yang tak memiliki pernikahan impian? Semua wanita di dunia ini pasti pernah bermimpi menjadi ratu di hari pernikahannya, yang menjadi pusat perhatian semua orang. Tapi Jovanka tidak bisa meraskan itu, justru Rich membawanya pada keluarga yang kemudian merusak hari pertama mereka. Jika ditanya, tentu saja Rich menyesal datang terlalu awal. Seharusnya dia menuruti Jovanka untuk memberi jeda dan sedikit waktu. "Tapi bagaimana pun, aku tetap meminta maaf untuk semua yang terjadi hari ini, Jovanka.""Kenap