Lunas 2 bab yah .... 😂😂 karena Kelvin mau ehem2 sama Amaya, Othor mau pindah ke Mars dulu, siapa yang ikut?? Ang Ang 🤣Kita ketemuan di depan sekolahnya Keano nanti jam 8 malam ya wkwkwk, see yaaa ❤️🤗
Amaya lupa bagaimana saat ia tiba-tiba telah jatuh di atas ranjang dengan keadaan bibirnya dan Kelvin yang saling menyapa, bertaut saling memagut.“Maaf,” kata Amaya saat Kelvin menarik wajah darinya.Pria itu tengah miring menghadapnya, menjadikan tangannya sebagai bantalan sedangkan matanya yang bening menatap Amaya dengan teduh.“Buat apa minta maaf?” tanya Kelvin.Senyumnya tampak semanis ibu jarinya yang singgah di bibir Amaya dan mengusapnya dengan lembut.“Karena hoodie-nya Mas Vin jadi kotor, ‘kan? Kayaknya itu Hoodie baru yang dibeliin sama Mama kapan hari deh?”Kelvin masih tersenyum, mungkin mendengar suara Amaya yang penuh dengan rasa bersalah. “Nggak apa-apa ....” tanggapnya tak keberatan. “Nanti kalau dicuci ‘kan jadi bersih lagi. Tapi—“Kelvin sedikit menunduk untuk memeriksa Amaya, dari bibir atau ke bagian depan tubuhnya yang masih tertutup rapi di balik balutan piyama tidur yang dikenakannya.“Tapi kamu baik-baik aja?” tanyanya kemudian. “Cokelat panas tadi nggak ken
“Ahh—“ Suara itu lolos dari bibir Amaya setelah serangkaian pemanasan yang panjang. Saat dirinya dan Kelvin menjadi satu di bawah lampu kamar yang berpendar hangat. Kelvin yang mengganti lampunya tadi sebelum ia juga menanggalkan semua pakaiannya. Sangat mendebarkan saat Amaya mengambil oksigen dari ciuman mereka yang seolah tak akan berhenti di bibirnya. Ia membiarkan lidah mereka untuk bertemu hingga api yang sejak tadi hanya sebesar lilin itu membakar segalanya. “Ahh—“ Amaya kembali terjaga dari lamunan sesaatnya kala bibir Kelvin menyinggahi bahunya yang terbuka. Prianya ini tak pernah gagal membuatnya mabuk dengan sentuhan-sentuhan yang ia berikan. “Kamu suka?” tanya Kelvin dengan terus bergerak di atas Amaya, ia terlihat sangat tampan sekalipun sebagian rambutnya telah basah oleh keringat. “K-kenapa tanyanya begitu sih?” tanya Amaya balik. Batinnya bergumam, ‘Apa dia nggak bisa lihat akan seberapa berantakan aku kalau dia berhenti sekarang?’ “Cuma ingin mastiin kalau
Setelah akhir pekan dan ditambah oleh satu hari libur, pada akhirnya kesibukan di kampus telah kembali. Pagi ini, di rumah mereka sendiri, Amaya dengan kesadaran penuh bangun lebih awal, ia membuat sarapan untuknya dan Kelvin—anggap saja ini sebagai balasan karena kemarin penuh dengan ‘princess treatment.’“Jangan pedes-pedes kenapa?” tanya Kelvin saat ia menyuap ayam bumbu yang dibuat oleh Amaya saat akhirnya mereka duduk berseberangan di meja makan.“Nggak masuk seleranya Mas Vin ya?” tanya Amaya balik.“Masuk, Sayang. Tapi ini kepedesan, buat pagi di mana perut kita belum terisi apapun, aku kurang setuju.”“K-kalau gitu simpan di kulkas aja nggak sih?” usul Amaya yang mendapat tanggapan dari Kelvin. “Boleh, yang masih ada di mangkuk masukin kulkas, kita cemilin nanti pulang dari kampus.”Amaya mengangguk, ia mengikuti Kelvin yang meneguk minuman dan memang harus ia akui rasanya memang pedas!“Tapi terima kasih buat effort kamu,” kata Kelvin setelah ia menyuap ayam bumbu terakhir
"Udah masuk sendiri dia," celetuk Randy sementara mahasiswa lain yang melihat Caecil terperosok kepalanya di dalam tong sampah malah tertawa tanpa henti. "TOLONG!" seru Caecil sekali lagi. Kedua tangannya mengepak-ngepak seperti burung yang terbang sedang kepalanya bertopikan tong sampah. Amaya hampir mendekat, berniat untuk menolongnya karena tidak tega. Akan jadi buruk jika Caecil kehabisan oksigen dan tak bisa bernapas saat kepalanya terperangkap di dalam sana. Sekalipun yang ia lakukan itu adalah karena ulahnya sendiri—yang berkeinginan menyerang Alin tapi gagal—tapi mendengarnya meminta tolong membuat Amaya tergerak hatinya. Tapi, pada langkah pertamanya, ia terhenti sebab teman Caecil datang. Kedua gadis yang dikenal Amaya bernama Sarah dan Oliv itu lebih dulu menghampiri Caecil. Menariknya dan mengangkat tong sampah yang membuat kepalanya terjebak itu. Sampah-sampah yang kebetulannya adalah sampah basah berhamburan ke lantai saat tong tersebut terangkat sehingga memunculk
[Memutuskan—Menetapkan pemberhentian (Drop Out) mahasiswa atas nama Caecilia Harjono sebagaimana tercantum di dalam lampiran sebagai mahasiswa Universitas G....] Caecil membacanya hingga habis setelah ia mengambil ponsel dari dalam tasnya. Tangannya terasa kebas dan gemetar. Jika email ini sudah sampai kepadanya ... artinya surat fisiknya juga bisa saja telah sampai di rumah dan barangkali sudah dibaca oleh Adrian serta Belinda—kedua orang tuanya. “Akh!” Caecil menggeram kesal, matanya berair dan ia mengangkat wajahnya, pergi dari layar ponselnya yang menyala untuk menatap pada Sarah dan Oliv. “Kita harus bales ini ke Amaya!” katanya menggebu-gebu. “Bener apa yang aku bilang kalau Amaya itu kurang ajar, ‘kan? Selain ngadu ke Pak Kelvin, dia juga bikin aku di DO dari kampus.” Celotehannya justru membuat kedua bahu Sarah dan Oliv seketika jatuh. Kedua temannya itu secara kompak merotasikan bola mata mereka dengan enggan. “Kalian nggak setuju?” tanya Caecil saat menjumpai ra
Amaya yakin kalimat Ziel yang mengatakan ‘tadinya mau nawarin bareng ke Amaya, tapi kayaknya nggak dulu deh’ yang tadi diucapkannya itu selain karena ingin mengatakan bahwa memang Randy yang akan pulang dengannya, pasti karena Ziel melihat Kelvin sudah ada di sana. Sehingga pemuda itu ‘lari tunggang-langgang’. Tapi saat hal itu Ziel lakukan, hal yang seharusnya membuat Amaya aman, dirinya malah melontarkan pujian ‘keren banget’ pada Ziel yang bisa didengar oleh Kelvin. “Suami nggak tuh!” kata Alin seraya berpegangan tangan dengan Naira. Seolah saling menguatkan diri agar tak tiba-tiba berteriak semakin keras atau memeluk tiang listrik. “Kamu mau pulang bareng aku nggak?” tanya Kelvin, masih dengan matannya yang tak berpaling dari Amaya. “Aku-kamu nggak tuh,” imbuh Naira saat mendengar sebutan Kelvin untuk Amaya. “Katanya mau habisin makanan sebelum pergi ke rumahnya Mama? Jadi?” tanya Kelvin sekali lagi. Amaya bergeming. Benar-benar tak bisa menepis apapun sekarang! “J-jadi,”
Amaya yang mendengar celotehan Arsen yang tengah berjalan di belakang punggungnya tak bisa menahan tawa. Entah kenapa mulut julid Arsen selalu menghibur. Kali ini ... si bapaknya yang tak lolos darinya. Carl Fredricksen ia bilang? Si kakek-kakek tua berambut putih yang ada di film UP. Arsen mengatakan begitu mungkin karena jalan Gafi yang terbungkuk dengan bantuan tongkat. Dan jika Amaya perhatikan lebih jauh, tongkatnya itu sebenarnya adalah gagang sapu yang entah ia dapatkan dari mana. Ditambah dengan dirinya yang bau minyak tawon, maka sempurnalah mulut julid Arsen saat me-roasting bapaknya. "Ada apa?" tanya Serena yang berpapasan jalan dengan Amaya. Kakak iparnya itu terlihat baru saja datang karena masih membawa tas di tangannya. "Itu, Kak Rena—" Amaya sekilas menoleh ke belakang, pada Gafi yang dibantu berjalan oleh Kelvin sementara di depannya Arsen menjadi pemandu sorak. "AYO, PAPA! MAJU-MAJU!" "Arsen bilang kalau Kak Gafi udah kayak kakek tua ubanan di film UP," la
Niat hati ingin mengelabui, ternyata malah tertangkap basah! “Siang bolong begini, Vin?” goda Riana setelah Rajendra lebih dulu berdeham dan meninggalkan mereka berdua. “Apa sih?” tanya Kelvin, ia menyapukan rambut hitamnya ke belakang saat Amaya menyenggol lengannya, isyarat agar Kelvin menjawab ibunya dengan sedikit lebih masuk akal. “Nggak ngapa-ngapain juga. Benerin ikat pinggang emangnya salah? Habis dari kamar mandi tadi.” “Oh—“ “Lagian kalau ngapa-ngapain tuh juga kenapa, Mam? Sama istri sendiri juga. Kayak nggak pernah muda aja,” imbuhnya. “Mama sama Papa dulu pasti juga sering—aaak!” Kelvin berteriak saat Riana mencubit dadanya, ia tarik dan ia puntir. “Mam—sakit, Mam—“ “Berani kamu godain Mama hah?” “Godain gimana sih?” tanya Kelvin balik seraya mengusap dadanya. Ia terdorong menyingkir dari hadapan Riana setelah ibunya itu membuatnya hampir terjengkang. “Maaf ya, Sayang ....” kata Riana pada Amaya. Mendekat dan memeluknya. “Maklum di usianya yang udah kepala tiga s
Amaya membiarkan tiga sahabatnya itu memeluknya secara bersamaan. Isak tangis Alin dan Naira sebab rindu terdengar sementara Randy tak bersuara. Tapi saat mereka saling melepaskan, Amaya bisa melihat sepasang matanya yang memerah. “Kangen banget,” kata Alin menyusul ucapan dari Naira yang menyebutkan bahwa ini sudah bulan ke enam mereka tak saling berjumpa. “Aku tanya ke Pak Gafi di kantor apa beliau nggak akan datang ke sini,” kata Randy. “Kalau mau pergi, aku bilang saya sama dua teman saya mau barengan. Dan ternyata beliau malah minta kami cuti biar hari ini bisa datang.” “Serius?” tanya Amaya, menoleh ada Gafi yang tersenyum sementara ketiga temannya itu mengangguk membenarkannya. Perlu diketahui, Alin dan Naira bekerja di Rajs Holdings—perusahaan milik keluarganya Kelvin. Keduanya menjadi tax accountant, dengan Alin yang belakangan ia dengar sedang dipromosikan untuk naik jabatan sementara Naira menjadi ketua tim. Randy ada di Hariz Corp, posisinya sudah lumayan tinggi. Ota
Amaya hendak melangkah menjauh setelah mengatakan itu, tapi ia tak bisa pergi begitu saja sebab Kelvin merengkuh pinggangnya agar mereka berdiri seperti sebelumnya. Prianya itu menunduk, dan berbisik, "Aku mencintaimu, Amaya." Kecupan sekali lagi jatuh di bibirnya. Senyum merekah saat mereka kemudian menoleh pada Amora yang menangis dan memanggil, "Mama ...." Bocah kecil itu tengah terduduk di atas rerumputan, tengah dibantu oleh si Abang agar bangun. "Nggak apa-apa, Adek ... ayo bangun," kata Keegan lalu mengusap lutut Amora sebelum merdeka menoleh pada Amaya yang bertanya, "Kenapa, Sayang-sayangnya, Mama?" "Amora jatuh, Mama," jawab Keegan. "Nggak apa-apa, 'kan? Udah ditolong Kakak?" Amora mengangguk meski bibirnya masih tertekuk dan pucuk hidungnya yang memerah. "Kalau begitu bisa berhenti sebentar lari-lariannya?" pinta Amaya yang disambut anggukan oleh si kembar. "Bisa." Maka setelah itu Amaya melihat Keegan dan Amora yang berjalan bergandengan tangan, di atas jogging tr
Vancouver, Canada. Tiga tahun kemudian. .... Amaya menggandeng tangan kecil masing-masing di sebelah kiri dan kanannya saat berjalan keluar dari mobil yang ia berhentikan di tepi jalan. Mereka tengah menunggu seseorang keluar dari pintu gerbang itu untuk berjumpa dengannya. "PAPA!" seru suara manis bocah kecil di sebelah kanan dan kiri Amaya secara bersamaan. Mereka melambaikan tangannya pada pria dengan coat panjang warna hitam yang berlari keluar dari pintu gerbang. Kelvin. Pria itu adalah Kelvin. "TWINS!" balas Kelvin tak mau kalah antusiasnya. Ia berlutut seraya merentangkan kedua tangannya, sehingga Amaya melepas 'twins' yang baru saja dikatakan oleh Kelvin itu dan mereka memeluknya. Dua bocah kecil itu adalah Keegan dan Amora, anak kembarnya yang telah lahir dan tumbuh menjadi kembar sepasang yang tampan dan cantik. Keegan Yezekail dan Amora Amarilly, tentu dengan nama keluarga Amaya dan Kelvin di belakangnya, Hariz-Asgartama. Janin kembar yang hari itu
Meski disembunyikan, atau sebesar apa usaha Amaya dan Kelvin menutupi tentang resepsi pernikahan mereka, tapi tetap saja fotonya bocor! Tak hanya resepsi pada pagi hari saja, tapi juga resepsi yang diselenggarakan pada malam hari. Semesta seperti ingin berbagi kebahagiaan itu pada semua orang. Foto-foto mereka yang manis menghiasi forum mahasiswa selama beberapa hari, dari Sabtu, Minggu hingga Senin pagi hari ini. Seseorang menghela dalam napasnya kala ia menggulir layar ponselnya, foto Kelvin yang tampak meneteskan air mata seperti baru saja membuatnya memberikan sebuah pengakuan bahwa pria itu mencintai Amaya sangat besar. Ziel, pemuda itu adalah Ziel, yang duduk di bangku taman yang tak jauh dari lapangan futsal di kampus. Seorang diri, sebelum sebuah suara datang dari samping kanannya dan ikut duduk di sana. "Bang Ziel," sapanya. Wajahnya muncul dan membuat Ziel sekilas melambaikan tangan padanya. "Ya, Randy. Aku pikir nggak masuk kamu tadi," balasnya. "Ngapain nggak masu
Amaya merasa hatinya sedang tak karuan sekarang melihat Kelvin yang menjatuhkan air mata. Saat manik mereka bertemu, Amaya melihat betapa pria itu sangat tulus meletakkan seluruh perasaannya dan seolah menunggu agar hari ini tiba. Gafi tersenyum saat memandang keduanya bergantian sebelum ia memindah tangan Amaya pada Kelvin. Pembawa acara meminta agar Gafi kemudian memberikan ruang dan tempat untuk kedua pengantin yang tengah berbahagia. Amaya tak bisa memalingkan wajahnya, ia terpesona, terperangkap pada Kelvin saat pria itu terus menatapnya dengan teduh. Gerakan bibirnya yang tanpa suara sedang mengatakan, ‘Cantik sekali.’ Dan tentu saja itu diketahui oleh semua orang yang hadir di sana dan itu membuat tubuh Amaya meremang. Apalagi saat pembawa acara mengatakan, “Bapak-Ibu tamu undangan sekalian, sepertinya kedua mempelai kita ini sudah tidak sabar untuk mengatakan apa yang mereka rasakan selama ini,” ujarnya. “Mari kita dengarkan terlebih dahulu sepatah dua patah kata dari m
Kelvin menghela dalam napasnya saat ia menunduk, memastikan bahwa groom boutonniere yang tersemat di dadanya benar dalam keadaan yang rapi.“Vin?” panggil sebuah suara yang tak asing di telinganya sehingga ia mengangkat kepalanya dengan cepat.Ia menjumpai Gafi yang muncul di dekat pintu berdaun dua di dalam kamar hotelnya entah sejak kapan.Kelvin yang melamun, atau memang kedatangannya yang memang tanpa suara?Entahlah ... yang jelas ia memang ada di sini bersamanya, dan mungkin memang sengaja menemuinya.“Kak Gaf?” balasnya seraya menunjukkan senyuman.“Gugup?”“Banget,” jawabnya. Tak menemukan kata lain untuk menggambarkan bagaimana perasaannya sekarang ini selain gugup.Gugup untuk bertemu Amaya, gugup untuk melihatnya dalam balutan gaun pengantinnya yang cantik.Gugup, karena ia bisa saja tak bisa menahan diri nanti dan mencium Amaya secara tiba-tiba.“Setelah ini, aku akan membawa Amaya buat ketemu sama kamu, Vin,” ucap Gafi mula-mula. “Aku sudah pernah bilang ini ke kamu. Tapi
“Apa ini, May?” tanya Randy sembari mengambil salah satu kotak susu yang ada di hadapan Amaya. Karena Amaya terlambat mencegahnya, dan karena memang gerakan Randy sangat cepat, Amaya akhirnya membiarkannya saja. “Kok ... susu ibu hamil?” tanya Alin dengan nada bicara yang lirih. Yang barangkali hanya mereka saja yang bisa mendengarnya. “Kita mau dapat keponakan?” sahut Naira yang disambut anggukan dari Amaya. “Alasan kenapa resepsinya dimajuin tuh karena itu,” aku Amaya dengan jujur. Randy hampir melompat kesenangan jika Alin tak mencegahnya. Ia juga hampir berteriak jika Naira tak mengisyaratkan agar ia sebaiknya diam dan tetap menjaga mulutnya itu terkunci rapat. "Demi apa, demi apa kita bakalan punya keponakan?" Heboh, seperti biasanya dan Amaya dibuat terharu dengan mereka yang turut senang dengan kabar yang ia berikan ini. "Maaay! Kamu bakalan jadi hot mommy dong?" Naira sepertinya sudah membayangkan terlalu jauh. Mereka saling pandang untuk menyetujui ungkapan itu sebe
Mengetahui bahwa sorakan itu ditujukan untuknya, Amaya dengan cepat menurunkan ponselnya. Ia menggigit bibirnya, malu karena Kelvin benar-benar tak sungkan lagi menunjukkan hubungan mereka yang telah menjadi rahasia umum bahwa mereka memang menikah. Antusias itu rupanya menjadi bahan bakar bagi semua mahasiswa untuk mengikuti bincang santai tersebut. Pembicara yang dimaksudkan Kelvin lalu datang, beliau adalah seorang pengusaha yang mengatakan perjalanan bisnisnya lebih dari dua puluh tahun untuk bisa berjaya hingga hari ini yang salah satu landasannya adalah stabilitas sistem keuangan. Barangkali bukan hanya pembicaranya saja yang memang sudah berpengalaman, tapi bagaimana cara hostnya memancing agar beliau menyampaikan informasi, sepak terjangnya dalam dunia bisnis. Aah ... atau ini hanya perasaan Amaya saja yang sangat senang bisa melihat Kelvin seperti itu? Mungkin tahun ini adalah gilirannya menjadi host karena tahun sebelumnya Lucy lah yang bertugas. Dan mendengar dari
Amaya mengangguk saat pipinya terasa panas. "Padahal mau kasih kejutan nanti pas kita bahas soal resepsi yang mau dibikin maju," jawab Amaya. "Tapi si bocil Arsen ini malah tahu duluan." Amaya memandang pada Arsen yang ada di pangkuan Kelvin dan tersenyum menunjukkan barisan giginya. "Dari mana kamu tahu kalau Aunty May mau punya baby, Sen?" Kali ini Kelvin yang bertanya. "Cuma asal ngomong aja, Uncle Vin," jawabnya. "Soalnya tadi Arsen lihat Aunty May ngusap perut, persis kayak mamanya teman Arsen yang juga lagi hamil." Ia sekali lagi meringis sementara kabar gembira itu tentu saja disambut dengan senang hati oleh Gafi dan Serena. "Selamat ya ...." kata Serena. Amaya memandang Gafi yang hanya terdiam. Mata mereka bertemu, di kedua sudut netra kakak lelakinya itu, Amaya bisa melihat butiran bening yang barangkali sedang sekuat tenaga coba ia tahan agar tak jatuh. Melihatnya seperti itu membuat Amaya kembali terenyuh. Matanya bicara lebih banyak bahwa ia bahagia, dengan tak bi