Niat Viona untuk beristirahat harus kandas ketika ponselnya menjerit-jerit tepat setelah dia selesai membersihkan diri.Pelakunya siapa lagi kalau bukan Alfie yang sejak tadi menyuruhnya ini dan itu. Mulai dari memintanya memesan room service, menata bajunya ke lemari-meski hanya tinggal di hotel ini satu malam, dan entah apa lagi. Viona sampai lupa.Padahal dia adalah PA Mandala, Itu artinya hanya Mandala yang berhak memberinya perintah. Tetapi, ah ... sudahlah. Bicara tentang Alfie membuat kesabarannya berkurang satu level.Viona tahu Alfie kesal karena dia terpaksa menginap dan meninggalkan Sabda bersama pengasuhnya di rumah. Karena itu juga dia jadi bahan pelampiasan kekesalannya."Iya, Pak," sapa Viona formal meski sebenarnya ini sudah bukan jam kerja. Apa ada PA yang masih bekerja sampai jam 11 malam?Namun, prinsip Viona adalah selama tidak di rumah, dia akan memanggil Alfie 'Pak' untuk membuat lelaki itu sadar bahwa mereka tidak punya hubungan apa pun selain hubungan pekerjaan.
Seperti biasa, Alfie memakai kaus putih yang menonjolkan otot bisep dan dada bidangnya, dipadu dengan celana setutut. Aroma sabun dan aftershave yang menguar segar sempat membuat Viona salah fokus."Ck! Begitu saja kaget, cibir Alfie. Pandangannya tertuju pada layar laptop yang masih menampilkan laman sebuah website. "Kamu sudah menemukan apa yang aku perintahkan?"Viona mengangguk. Dia menjelaskan apa saya yang sudah dia temukan terkait gerai burger Four Guys yang baru membuka gerai pertamanya di Jakarta satu bulan yang lalu.Dinamakan Four Guys karena gerai itu didirikan oleh empat orang chef dari luar negeri yang bertindak sebagai investor, founder sekaligus pembuat resep.Gerai itu hype dalam waktu cepat dan menjadi tempat tongkrongan anak-anak muda atau pegawai kantoran yang ingin menikmati makanan cepat saji yang populer di Amerika itu.Alfie mendengarkan dengan saksama tanpa menyela. Dia menyimpan baik-baik informasi dari Viona dalam benaknya meski perempuan itu sudah menyalin i
Viona bersyukur keesokan paginya tidak ada drama yang berarti. Alfie bahkan sama sekali tidak meminta bantuannya sejak kejadian tadi malam.Bahkan mengingat kejadian tadi malam saja masih membuat Viona kesal. Apa Alfie mengerjainya atau dia memang masih gila? Entahlah. Yang jelas lelaki itu tidak bisa dipercaya selain urusan pekerjaan.Pagi ini Viona sarapan pagi hanya dengan Mandala, yang sibuk memberitahunya tentang pertemuan dengan investor pagi ini."Kamu bisa bahasa Prancis?" tanya Mandala setelah dia selesai bicara dengan kecepatan seperti kereta Sinkansen.Herannya, lelaki itu bisa menjelaskan sambil makan. Bahkan makanan di piring Mandala sudah kosong, sementara di piring Viona masih tersisa separuh."Sayangnya tidak, Pak. Saya hanya tahu merci beaucoup, bonjour, bonsoir, enchantee, mon cheri." Viona meringis.Itu juga dia tahu dari original soundtrack dari serial Emily in Paris yang diputar di Netflix. Bahasa Prancis adalah salah satu bahasa yang menurutnya sangat sulit."Apa
Pertemuan itu baru berakhir menjelang makan siang dan diakhiri dengan kesepakatan untuk menjalin kerja sama. Untuk pertama kalinya di pagi ini, Viona melihat Alfie tersenyum tipis.Setelah itu Alfie mengajak investor mereka yang bernama Guzman untuk makan siang di restoran Prancis yang ada di lantai paling atas hotel ini."Your boss's hot."Viona sontak menoleh pada Darla, asisten Guzman, yang membisikkan kalimat itu di telinganya. "You mean Mr. Buana?" Viona menyebut nama belakang Mandala."No." Darla menggeleng kuat-kuat. "I mean your CEO. Mr. Adikara."Viona melongo untuk beberapa detik lalu mengalihkan pandanganya pada Alfie yang duduk tepat hadapannya.Dalam balutan kemeja biru dongker, jas hitam tanpa dasi dan five o'clock shadow, Alfie memang terlihat seperti yang Darla sebutkan.Tampan, menawan sekaligus berbahaya.Oh, seandainya Darla tahu Alfie adalah alter ego yang menembak kaki ibunya sendiri, dia pasti akan lari terbirit-birit dan pura-pura tidak pernah mengenal Alfie."I
Viona terlambat satu jam dari jadwal pertemuannya dengan Arya di Le Quartier.Lelaki paruh baya itu bersungut-sungut saat Viona meminta maaf dan menjelaskan alasan keterlambatannya. "Saya ini orang sibuk. Seharusnya kamu menghargai waktu saya."Diam-diam Viona menghela napas panjang agar emosinya tidak tersulut dengan kata-kata pedas Arya dan rautnya yang sama sekali tidak bersahabat.Padahal dia sudah menjelaskan alasan keterlambatannya adalah dia baru saja tiba dari Bandung. Tetapi sepertinya Arya tidak peduli.Baginya, Viona terlambat dan itu sangat menyebalkan."Sekali lagi saya minta maaf." Viona menyahut pelan. "Apa yang ingin Om bicarakan dengan saya?"Viona tidak bisa berlama-lama karena dia hanya diberi waktu satu jam oleh Mandala. Ada pertemuan penting yang harus dihadiri Mandala dan dia meminta Viona menemaninya."Setelah datang terlambat, kamu terburu-buru ingin pergi juga?" cecar Arya dengan pandangan tajam."Maaf, Om. Saya masih ada pekerjaan lain." Viona bicara dengan n
Arya kian geram mendengar ceramah dari Viona, mantan menantu yang sama sekali tidak pernah dia terima keberadaannya dulu.Arya pikir, dengan membujuk Viona dia akan mendapatkan hasil mengingat perempuan itu dekat dengan Padma-setidaknya itu adalah hasil pengematan dari asisten pribadinya.Viona juga pasti butuh uang untuk menghidupi dirinya sendiri setelah bercerai dengan Padma tanpa harta gono-gini sedikit pun.Sialnya, perempuan 22 tahun itu tidak bisa diremehkan. Viona bahkan berani menceramahinya. Arya tak punya pilihan lain selain mengeluarkan kartu As-nya."Kalau kamu tidak mau membantu saya, terpaksa saya mengambil jalan ini. Saya akan sebarkan pada publik bahwa Padma pernah memperkosamu sebelum kalian menikah."Padma juga yang menjadi dalang di balik kejadian tabrak lain yang menimpa kekasihmua, Tirta. Lalu sekarang dia mencampakkanmu begitu saja setelah kamu keguguran."Wajah Viona berubah pias. Bagaimana Arya bisa tahu itu semua?"Kamu pasti bisa bayangkan reputasi Padma aka
Persetan! Kalau dengan membayangkan Viona bisa membuatnya bergairah dan turn on, maka dia akan melakukannya. Alfie benar-benar butuh pelampiasan malam ini.Tepat saat celananya meluncur turun, ponsel Alfie yang tadi dilempar Darla ke atas tempat tidur berdering nyaring.Mengabaikan Darla yang baru saja akan menyenangkan miliknya, Alfie bergerak menuju tempat tidur lalu menyambar benda pipih itu dengan tidak sabar. Siapa tahu Viona yang meneleponnya.Darla yang sudah terlanjur bergairah, mengikuti Alfie dan mendorongnya ke tempat tidur agar dia bisa melanjutkan 'pekerjaannya'."Ada apa?" sapa Alfie kasar karena panggilan itu bukan berasal dari Viona melainkan pengawal yang dia utus untuk mendampingi perempuan itu."Nona Viona sudah sampai di rumah sejak jam delapan malam, Tuan. Tetapi ada sebuah mobil yang mengikuti kami."Alis Alfie bertaut. "Kamu memotret plat mobilnya?""Tidak, Tuan. Mobil itu berada cukup jauh dari mobil kami, tapi saya yakin dia mengikuti kami. Begitu kami masuk g
Kesal pada dirinya sendiri karena tak kunjung bisa mengenyahkan bayang-bayang Alfie, Viona mematikan TV lalu bangkit dan beranjak menuju kamar.Namun baru dua langkah, dia mendengar suara dari arah ruang tamu. Sepertinya ada yang membuka pintu depan. Tubuh Viona seketika menegang.Hal pertama yang terlintas dalam benaknya adalah suara itu adalah perampok yang mencoba masuk ke rumah ini. Tetapi dia kemudia ingat bahwa rumah ini punya penjagaan yang sangat ketat.Ada dua pengawal yang berjaga di depan. Ditambah security yang berjaga di pos keamanan yang ada di depan pagar. Seharusnya tidak ada perampok yang bisa menerobos masuk.Jika bukan perampok, lalu siapa?Viona baru akan berpikir tentang apa yang harus dia lakukan saat sebuah suara berat dan serak yang familiar menyapa telinganya."Viona, kamu baik-baik saja?"Viona tersentak. Dia mengerjap saat melihat Alfie berjalan ke arahnya dengan tergesa. Dia tidak salah lihat, kan? Bukankah seharusnya Alfie masih ada di Bandung?"Are you ok
Terdengar helaan napas yang begitu berat dari seberang. Viona tidak tahu apa yang membuat Alfie begitu lama mengatakan jawabannya. Tetapi anehnya dia tetap menunggu."Aku menyukaimu, Viona. I really do. Butuh waktu lama bagiku untuk mendefinisikan perasaan ini. Kamu sendiri sudah tahu bahwa segala hal tentangmu adalah rasa yang baru."Ada jeda lagi. Sementara Viona membeku di kursi begitu mendengar pernyataan Alfie."Tapi kemudian aku sadar satu hal, aku terpacu untuk berubah menjadi lebih baik setelah mengenal kamu. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya."Aku bahkan tidak peduli jika seluruh dunia membenciku. Tapi aku sangat marah ketika kamu mengatakan muak dengan sikapku. Aku tidak ingin kamu memandangku seperti itu. Aku ingin kamu memandangku sebagai lelaki yang baik, Didit."Suara Alfie terdengar bergetar dan entah kenapa Viona makin merasakan kesepian, kesendirian dan kesedihan yang Alfie tanggung."Aku benar-benar serius saat mengatakan aku tidak suka melihatmu dengan
Kepalang tanggung. Meski tidak mengerti mengapa mulutnya mengucapkan ajakan untuk menikah lagi, Tetapi Alfie tidak bisa mundur sekarang.Kalimat itu mungkin terdengar impulsive bagi Alfie, tetapi setelah mengatakannya secara langsung di hadapan Viona, sakit di kepalanya mendadak menguap.Begitu juga dengan gelombang kemarahan yang membakar dirinya, kini mendadak surut begitu saja. Berganti dengan harapan semoga Viona mau kembali padanya.Viona mengerjap, lalu menggeleng beberapa kali sebagai tanda dia tidak percaya dengan ucapan Alfie. "Dan kamu pikir aku akan mengiakan permintaanmu?""Kenapa tidak? Sabda membutuhkanmu dan aku.... membutuhkanmu juga." Lidah Alfie terasa kelu saat mengucapkan tiga kata terakhir yang baru saja keluar dari mulutnya."Kita tidak harus menikah, Al." Viona mendesah lelah. "Pernikahan kita yang kemarin adalah sebuah bencana. Kamu terus menyakitiku dan aku makin benci padamu. Tidak bisakah kita tetap seperti ini?"Kalimat itu menohok Alfie hingga dia sempat m
Alfie terperangah.Tadi sore dia baru mendapatkan kabar dari pengacaranya bahwa gugatan perceraian yang dia ajukan dikabulkan oleh hakim. Secara hukum mereka resmi bercerai hari ini.Seharusnya Viona tidak tahu karena Alfie sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Dia juga tidak pernah datang ke persidangan. Lalu siapa yang memberitahu Viona?"Pengacaramu yang memberitahuku." Viona menjawab pertanyaan yang belum sempat terlontar dari mulut Alfie. Dia bisa melihat kebingungan di wajah Alfie."Di mata agama dan hukum, kita sudah bukan suami istri lagi. Aku berhak dekat dan pergi dengan siapa pun juga. Jadi, berhenti mengancamku atau mengatakan aku adalah milikmu. Aku benar-benar muak dengan sikapmu, Al."Viona berbalik lalu meninggalkan Alfie yang masih mematung di depan gedung. Tetapi langkahnya terhenti ketika Alfie kembali mencekal lengannya, lalu menariknya pergi dari sana."Alfie, lepas!" Viona mencoba melepaskan cekalan tangan Alfie. "Kamu menyakitiku, Al!"Tak ada yang terjadi. Jang
Puluhan menit kemudian, mereka sampai di tempat resepsi. Pelataran parkir tampak dipenuhi oleh deretan mobil mewah, yang menunjukkan sang penyelenggara acara berasal dari kalangan berada."Shall we?"Viona menatap lengan Mandala yang disodorkan padanya. Atas dasar kesopanan, Viona menyelipkan tangannya di lengan Mandala sebelum melangkah masuk menuju lobi.Setelah masuk ke bagian dalam gedung, Mandala langsung mengajak Viona untuk bertemu dengan keluarganya yang duduk di area VVIP yang khusus diperuntukkan untuk keluarga.Pada keluarganya, Mandala mengenalkan Viona sebagai personal assistant. Tetapi Viona bisa menangkap pandangan berbeda yang dilayangkan keluarga Mandala, terutama kedua orang tuanya.“PA atau pacar, Mandala?" goda ibunya yang sejak tadi tak berhenti memandangi Viona dengan wajah semringah."PA, Ma," jawab Mandala sabar meski dia sudah mengatakannya tiga kali. "Daripada aku terus ditanya sama orang-orang kenapa aku kondangan sendirian, lebih baik aku ajak Viona.""Ya,
Pertengkaran dengan Alfie benar-benar merusak suasana hati Viona di sisa hari itu.Dia paham Alfie sangat bermasalah dengan emosi. Si Sumbu Pendek itu mudah meledak jika ada hal yang berjalan di luar keinginannya. Tetapi, apa dia harus selalu mengancam agar keinginannya terpenuhi?Belum lagi pilihan katanya sangat ambigu dan membuat Viona harus berpikir keras sepanjang sore. Sejak kapan dia adalah milik Alfie? Bukankah mereka sudah bercerai?"Ada masalah?"Suara Mandala membuyarkan lamunan Viona, yang tanpa sadar mematung di depan deretan gaun yang tergantung di rak. Perempuan itu menoleh dengan seulas senyum yang dipaksakan."Tidak ada, Pak," balasnya singkat."Kamu yakin? Sejak tadi kamu sering melamun."Senyum Viona kian lebar. Dia mengenyahkan berbagai macam gejolak dalam pikirannya dan mengangguk untuk meyakinkan Mandala. "Saya hanya memikirkan pekerjaan, Pak."Mandala mendekat lalu mengambil satu gaun yang sejak tadi menarik perhatiannya. Gaun peach selutut model off-shoulder de
Setelah itu dia keluar dan menuju ruangan Mandala. Ada yang harus dia tanyakan pada lelaki itu karena Mandala-lah yang pernah berkunjung ke aparteman Fira saat perempuan itu sakit.Begitu sampai di ruangan Mandala, dia mendengar lelaki itu sedang bicara pada Viona. Lewat pintu yang tidak tertutup rapat, Alfie bisa menangkap percakapan itu."Viona, nanti malam kamu ada acara?"Viona yang tengah mengecek jadwal Mandala untuk satu minggu ke depan sontak menoleh pada lelaki itu. "Tidak ada, Pak. Ada yang bisa saya bantu?""Kalau begitu temani saya ke resepsi pernikahan sepupu saya, ya? Saya tidak nyaman kalau datang sendiri. Selain itu ada beberapa vendor yang bekerja sama dengan Lion Capital yang diundang."Menganggap itu adalah bagian dari pekerjaannya sebagai PA, Viona mengangguk hormat. "Apa baju untuk nanti malam sudah disiapkan?""Belum. Nanti sore jadwal saya kosong, kan?"Viona melihat ke organizer-nya lalu mengangguk."Kalau begitu nanti sore temani saya memilih jas, ya. Sekalian
Alfie tidak langsung menjawab. Dia memajukan bar stool-nya hingga lutut mereka bersentuhan.Viona sontak memundurkan tubuh karena terlalu dekat dengan Alfie.Namun Alfie lebih dulu menarik lengannya hingga wajah mereka nyaris bersentuhan. Viona meneguk ludah gugup begitu mata kelam Alfie memakunya, lalu turun ke bibir dan berhenti di sana.Viona haya bisa memandang Alfie dengan waspada. Jaga-jaga kalau lelaki itu mendadak menciumnya tanpa aba-aba seperti beberapa hari yang lalu."Mungkin karena aku mulai mengenalmu,” balas Alfie sangat pelan hingga Viona sempat berpikir dia salah dengar. "Kamu tidak seburuk yang aku kira. Selama ini... aku mungkin sudah salah menilaimu."Suasana yang begitu lengang di dapur membuat Viona bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang berdegup lebih kencang dari biasanya. Pengakuan Alfie yang sudah lama dia tunggu akhirnya tercetus juga dari mulut lelaki itu."Kalau begitu tarik semua tuduhanmu tentang aku!" tuntut Viona. "Termasuk tuduhan bahwa aku tidu
Kesal pada dirinya sendiri karena tak kunjung bisa mengenyahkan bayang-bayang Alfie, Viona mematikan TV lalu bangkit dan beranjak menuju kamar.Namun baru dua langkah, dia mendengar suara dari arah ruang tamu. Sepertinya ada yang membuka pintu depan. Tubuh Viona seketika menegang.Hal pertama yang terlintas dalam benaknya adalah suara itu adalah perampok yang mencoba masuk ke rumah ini. Tetapi dia kemudia ingat bahwa rumah ini punya penjagaan yang sangat ketat.Ada dua pengawal yang berjaga di depan. Ditambah security yang berjaga di pos keamanan yang ada di depan pagar. Seharusnya tidak ada perampok yang bisa menerobos masuk.Jika bukan perampok, lalu siapa?Viona baru akan berpikir tentang apa yang harus dia lakukan saat sebuah suara berat dan serak yang familiar menyapa telinganya."Viona, kamu baik-baik saja?"Viona tersentak. Dia mengerjap saat melihat Alfie berjalan ke arahnya dengan tergesa. Dia tidak salah lihat, kan? Bukankah seharusnya Alfie masih ada di Bandung?"Are you ok
Persetan! Kalau dengan membayangkan Viona bisa membuatnya bergairah dan turn on, maka dia akan melakukannya. Alfie benar-benar butuh pelampiasan malam ini.Tepat saat celananya meluncur turun, ponsel Alfie yang tadi dilempar Darla ke atas tempat tidur berdering nyaring.Mengabaikan Darla yang baru saja akan menyenangkan miliknya, Alfie bergerak menuju tempat tidur lalu menyambar benda pipih itu dengan tidak sabar. Siapa tahu Viona yang meneleponnya.Darla yang sudah terlanjur bergairah, mengikuti Alfie dan mendorongnya ke tempat tidur agar dia bisa melanjutkan 'pekerjaannya'."Ada apa?" sapa Alfie kasar karena panggilan itu bukan berasal dari Viona melainkan pengawal yang dia utus untuk mendampingi perempuan itu."Nona Viona sudah sampai di rumah sejak jam delapan malam, Tuan. Tetapi ada sebuah mobil yang mengikuti kami."Alis Alfie bertaut. "Kamu memotret plat mobilnya?""Tidak, Tuan. Mobil itu berada cukup jauh dari mobil kami, tapi saya yakin dia mengikuti kami. Begitu kami masuk g