Terhitung sudah empat kali Alfie melamarnya. Itu artinya, ucapan Padma memang benar. Alfie hanya tidak tahu cara mengatakannya dengan jelas tanpa memaksa, mengancam atau mengintimidasi-karena itu memang sudah gayanya.Masalahnya, siapkah Viona menjadi caregiver bagi Alfie sekaligus Padma?Viona menghela napas panjangDia tahu tidak ada pasangan yang sempurna, karena dia pun jauh dari kata sempurna. Tetapi satu pesan Yuanita yang masih Viona ingat, menikahlah dengan seseorang yang bisa kamu terima kekurangannya selama seumur hidup.Lantas sanggupkah dia menerima semua kekurangan Alfie sampai maut yang memisahkan?"Jadi bagaimana?"Viona berjengit. Rupanya dia tidak sadar Alfie sudah selesai menelepon dan kini sudah menatapnya dalam."Apa aku harus memberimu waktu lagi?"Tanpa sadar sudah sepuluh hari sejak Alfie mencetuskan permintaannya untuk kembali. Dan tidak satu malam pun yang terlewat tanpa Viona memikirkannya.Saat dia menatap mata Alfie, ada binar penuh harap di sana. Sepasang
"Bagaimana malam pertamamu di penjara?" sindir Alfie sinis.Byakta mengamati mereka berdua dari kejauhan. Jaga-jaga jika Alfie kehilangan kendali dan melakukan hal bodoh yang bisa membuatnya terjerat masalah baru.Fira mulai terisak pelan di samping Alfie. Sayangnya itu sama sekali tidak bisa membangkitkan rasa iba apalagi simpati di hati Alfie."Mana kekasihmu yang sangat kamu cintai itu? Apa dia menghubungimu?"Fira menggeleng sambil mengusap wajahnya yang basah."Kalau begitu hubungi dia sekarang juga! Aku akan menyediakan pengacara andal untukmu kalau berhasil membuat Khadafi keluar dari persembunyiannya dan menghadapiku dengan Jantan.Fira seketika mendongak pada Alfie. Dia memang sudah tidak punya uang untuk menyewa pengacara. Sisa uang yang dia punya sudah habis untuk biaya berobat ayahnya."Benarkah?" tanya Fira penuh harap."Tentu." Alfie mengeluarkan ponsel dari dalam saku jas, lalu memberikannya pada Fira. "Kamu pasti ingat nomor telepon kekasihmu itu, kan?"Fira menatap po
Lagi-lagi Padma menggeleng pelan. "Prosesnya tidak semudah itu. Alfie bahkan melamar Viona sampai empat kali sebelum akhirnya dia diterima."Aku yakin ada banyak pertimbangan yang membuat Viona akhirnya menerima Alfie. Pertimbangan terbesar adalah Sabda. Selain itu aku rasa Viona juga mulai jatuh cinta pada Alfie."Rasa sakit dalam dada Mandala kian menyebar seperti racun.Dia ingat bagaimana Alfie merendahkan Viona di hadapannya Menyebutnya sebagai wanita bekas bahkan mempersilakannya untuk mengambil Viona, seolah dia adalah barang.Lalu sekarang mereka bersama lagi. Apa itu adil untuk Viona,"Aku ke ruanganku dulu," pamit Mandala cepat lalu keluar dari sana sebelum Padma sempat mengatakan sesuatu untuk menghiburnya.Sial!Dia tidak butuh hiburan sekarang. Dia butuh jawaban mengapa Viona mau menerima Alfie lagi. Dengan dada bergemuruh Mandala melangkahkan kaki menuju lift, yang kemudian membawanya ke lobi.Mengabaikan sapaan dari para pegawai yang berpapasan dengannya, Mandala langsu
Mandala bangkit lalu pamit dengan tergesa meski Viona terlihat keheranan. Dia keluar dari kamar Viona, lalu berjalan dengan cepat menuju menuju pelataran parkir.Begitu sudah kembali ke mobil, Mandala mengembuskan napas panjang yang sejak tadi dia tahan. Tangannya merogoh saku jas dan mengeluarkan sebuah kotak beludru dari sana.Dia membuka kotak itu dan menatap nanar pada cincin solitaire yang ada di dalamnya. Seharusnya dia melamar Viona hari ini, tetapi semesta memang suka bercanda.Mandala harus mengubur impiannya untuk memasang cincin itu di jari manis Viona.**Alfie benar-benar mewujudkan ucapannya dengan membawa pulang Viona dan melanjutkan perawatan di rumah dengan alasan di sana lebih aman.Padahal Viona lebih suka dirawat di rumah sakit karena itu artinya dia tidak akan merepotkan lebih banyak orang lagi. Lihat saja, Bik Sari dan Bu Retno bahkan sampai sibuk menyiapkan ini dan itu di kamar Viona."Lihat deh, Al. Semua orang jadi repot karena aku,” keluh Viona setelah berbar
Tawa Viona kembali meledak melihat ekspresi lucu dan polos di wajah Bik Sari. Dia tahu buah-buahan premium dari Jepang memiliki harga fantastis karena perawatannya yang khusus.Sebagai chef yang pernah tinggal di Jepang, tentu Padma tahu tentang itu semua. Hanya saja dia terkesan karena Alfie berupaya keras untuk membuatnya nyaman meski dia dirawat di rumah."Yang mangga itu dijualnya sepasang juga, Mbak. Dan dibungkus pakai kotak yang cantik. Kata Tuan, di Jepang sana buah-buahan premium itu biasanya dijadikan sebagai hadiah pada orang yang dihormati."Viona manggut-manggut. Lucu juga mendengar cerita Bik Sari yang menggebu-gebu."Semangkanya kata Tuan juga lebih manis dari semangka biasa. Harganya lebih mahal karena cuma tumbuh sedikit. Yang paling bikin syok itu anggur, Mbak.""Kenapa dengan anggurnya?""Satu tangkai anggur harganya enam juta. Ukurannya juga sebesar bola pingpong. Tuan kasih saya satu, tapi saya nggak mau. Nggak tega mau makannya."Tak terasa sepiring melon Yubari
"Kenapa tidak adil? Saya adalah orang tua Sabda yang berhak memutuskan siapa yang layak menjadi ibu Sabda."Pandangan Padma bergeser pada Ghina yang tadi menatapnya dengan raut kesal yang tidak bisa ditutupi. Ekspresi khas Ghina saat keinginannya tidak bisa dituruti Padma.Selalu saja seperti itu. Alih-alih mengerti dan menghormati keputusan sang anak, Ghina selalu memaksakan kehendaknya."Lagipula, Ma, saya sudah punya calon istri dan kami akan menikah sebentar lagi."Bola mata Ghina melebar karena syok. "Calon istri? Kenapa kamu nggak pernah bilang Mama, Padma? Kamu anggap apa Mama? Dulu Mama mengizinkan kamu menikahi Yuanita karena kamu bilang cinta mati dengan dia."Lalu setelah itu kamu memilih Viona, Mama juga diam saja. Tetapi kali ini Mama tidak bisa diam kalau kamu memutuskan kembali pada perempuan kampungan itu."Alfie meraung dalam benak Padma. Dia pasti kesal karena perempuan yang dia cintai dikatai 'kampungan'.Namun sebisa mungkin Padma menenangkan alter egonya dengan me
Mati kutu. Itulah situasi yang dialami Ghina dan Neta. Mereka saling berpandangan dengan tatapan penuh pertimbangan.Di satu sisi, Neta tidak sudi melakukan apa yang Padma katakan. Dia tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu selama hidupnya. Tetapi di sisi lain, dia sudah kadung kepincut dengan Padma sejak Yuanita masih ada.Karena tidak ingin menjadi pelakor, Neta hanya berharap semoga ada keajaiban yang bisa menyatukannya dengan Padma. Dan kesempatan itu terbuka lebar sekarang.Dia tidak boleh menyia-nyiakannya!"Baiklah! Aku sanggup memenuhi semua syarat dari Mas Padma," jawab Neta meski ada sedikit keraguan dalam suaranya.Padma mengulum senyum. "Baiklah, kamu mau langsung tinggal di sini, atau pulang untuk mengambil barang-barang kamu dulu?""Lebih baik pulang dulu saja, Net. Ambil barang-barang kamu dulu," sela Ghina sambil mengedip pada Neta. Seolah mengirimkan kode agar Neta mempersiapkan semuanya dengan sebaik mungkin."lya juga, ya, Tante. Aku kan nggak bawa baju ganti."
Alfie tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Bu Retno bahkan sampai melongo melihat majikannya tertawa seperti itu. Rasanya seperti melihat keajaiban dunia."Aku serius, Viona. Sejak menikah dengan kamu, hanya kamu yang bisa membuatku tegang."Ajaib sekali bukan? Viona bahkan tidak melakukan apa-apa sejak tadi. Dia hanya duduk diam di atas kursi roda tanpa melakukan apa-apa.Perempuan itu bahkan hanya memakai daster rumahan selutut tanpa lengan, dengan rambut digerai acak-acakan dan tanpa riasan sama sekali. Dibanding penampilan Neta, Viona tidak ada apa-apanya.Namun aroma tubuhnya, gerakan bibirnya ketika bicara, caranya menggigit bibir bawah dan wajahnya yang ekspresif menimbulkan reaksi berbeda dalam tubuh Alfie, yang sering membuat lelaki itu belingsatan bak cacing kepanasan."Tapi kamu kan tidak perlu membuatku menyentuhnya, Al." Viona protes sambil memalingkan pandangan."Atau kamu mau melihatnya saja? Bentuknya masih sama besar seperti dulu, Viona." Alfie berlagak h
"Bahkan selama seminggu terakhir aku tidak pernah hal-hal lain selain kamu, Viona. Dengan Darla pun, hubunganku benar-benar profesional. Meski dia mengirim sinyal, aku anggap itu sebagai rasa penasaran karena dulu aku batal menidurinya."Viona masih tidak habis pikir bagaimana bisa Alfie mengalami disfungsi ereksi, padahal beberapa menit yang lalu dia menjerit-jerit karena ulah lelaki itu?Entahlah. Tidak perlu dipikirkan juga. Malah bagus, kan? Kini hanya dia yang bisa merasakan performa Alfie yang luar biasa dan membuatnya nyaris pingsan.Mantap jaya!"Dulu teman tidurku memang selalu berganti. Tetapi setelah bertemu kamu, semuanya berubah total. Tidak ada lagi yang menarik selain kamu, karena kamu adalah candu untukku, ma cherie.""Maaf," Viona menggumam dengan kepala tertunduk. "Aku sudah mengamuk tanpa bertanya lebih dulu.""Tidak masalah," balas Alfie lalu terkekeh pelan. "Lagipula tinjumu sama sekali tidak terasa. Aku bahkan merasa seperti digelitiki."Untuk pertama kalinya set
Alfie tertawa sebentar sebelum bergerak pelan. Tetapi itu tidak bertahan lama.Alfie mulai kehilangan kendali saat merasakan milik Viona mencengkeramnya dengan kuat. Dia mengentak dengan keras dan kasar. Memuaskan rasa laparnya pada Viona yang seakan tak pernah berakhir.Meja yang menjadi tempat duduk Viona bahkan sampai berderit karena goncangan yang begitu cepat dan kasar di atasnya. Viona sendiri hanya bisa mengalungkan tangannya di leher Alfie dan susah payah bernapas untuk menerima dorongan keras dari Alfie.Alfie berkali-kali mengumpat. Rasanya terlalu hebat untuk bisa dia jabarkan hingga dia tidak bisa mengendalikan diri lagi. Sisi liarnya mengemuka ke permukaan, seolah Viona-lah yang menekan tombol on dalam dirinya.Alfie mendorong dengan keras dan sejauh-jauhnya hingga tubuh Viona berguncang hebat dalam pelukannya. Perempuan itu berteriak kecil dengan napas terengah, yang terdengar seperti melodi yang merdu di telinga Alfie.Tangan Viona mencakar punggung Alfie yang dipenuhi
Masih dengan bara kemarahan yang menguasai dirinya, Viona menatap Alfie nyalang. "Darlal Kamu main gila dengan dia, kan? Tadi aku bertemu Darla di lobi hotel dan dia bilang baru kembali dari kamarmu, Kalian juga makan malam—"Mendadak telinga Alfie terasa tuli. Aroma vanilla yang sedari tadi menyerang penciuman membuatnya tak bisa menahan diri lagi.Dengan satu tangannya yang bebas, dia meraih dagu Viona dan menyambar bibirnya sebelum perempuan itu memiliki kesempatan untuk menyelesaikan kalimatnya.Alfie menggeram kasar begitu bibirnya kembali merasakan kelembutan bibir Viona yang manis dan hangat setelah seminggu lebih dia hanya bisa membayangkannya dalam angan-angan.Alfie masih bisa merasakan Viona yang berusaha melepaskan diri dengan menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk menghindari dari pagutannya.Namun akhirnya Viona tidak berkutik saat satu tangan Alfie bergeser ke belakang tengkuk dan menahannya dengan keras.Digigitnya bibir tipis itu, diisapnya dengan keras seb
Mandala susah payah menahan tawa karena rasanya tidak etis menertawakan orang yang sedang menahan tangis karena terlalu marah.Viona sama saja seperti Savannah, yang terlalu cepat menyimpulkan bahkan sebelum mencari tahu kebenarannya.Padahal apa susahnya bertanya? Toh bertanya itu tidak dilarang."Masalah nggak akan selesai kalau kamu terus mengedepankan asumsi dibanding fakta. Pastikan dulu kebenarannya pada Alfie, atau kamu akan menyesal karena mengambil kesimpulan yang salah"Aku nggak mau ketemu dia." Viona menggeleng sambil mengusap bulir bening yang membasahi pipinya."Jangan buat perjalanan jauh kamu ke sini jadi sia-sia, Viona. Kita tidak tahu mengapa Darla ada di sini. Kita juga tidak tahu apa dia benar-benar makan malam berdua dengan Alfie di sini, sedangkan Mindi juga menginap di hotel ini."Kita bahkan tidak tahu apakah dia benar-benar ke kamar Alfie berdua saja, atau itu hanya karangan Darla. Ada banyak hal yang belum kita ketahui dengan pasti sekarang," ujar Mandala sab
Viona meremas tangannya dengan gugup.Dalam beberapa menit lagi dia akan bertemu dengan Alfie, tetapi jantungnya sudah bertalu-talu kencang sejak pesawat yang dia tumpangi mendarat di bandara.Kira-kira bagaimana reaksi Alfie saat melihatnya? Apa Alfie akan marah karena dia tiba-tiba ada di sini tanpa pemberitahuan? Apa Alfie akan menyuruhnya pergi seperti kemarin-kemarin?"Rileks, Vi." Mandala seolah mengerti kegelisahan Viona karena sejak tadi perempuan itu terlihat gugup. "Bertemu dengan Alfie tidak semengerikan itu."Aku khawatir Alfie marah, Sikap dia, kan, nggak bisa diprediksi "Viona berterus terang. Dia menggigit bibir bawahnya untuk meredakan kepanikan yang kian bergejolak dalam dirinya.Saat tiba di bandara tadi, dia sempat merias wajahnya sebentar di kamar mandi agar terlihat lebih cantik-harapannya, sih, begitu- ketika bertemu Alfie.Dia bahkan merasa sangat bersemangat karena sebentar lagi akan bertemu Alfie setelah seminggu lebih menjalani perang dingin yang membuat dada
Semoga saja otaknya menemukan alasan yang cemerlang agar Alfie tidak menelannya hidup-hidup."Good." Mandala mengangguk puas lalu mengajak Mindi keluar dari restoran untuk menyusul Alfie sebelum lelaki itu marah lagi.Mereka langsung meluncur menuju kantor Guzman yang ada di sebuah bangunan bersejarah yang bertebaran di Paris. Lelaki itu mengucapkan selamat datang dan langsung mengajak mereka ke ruang rapatSelagi Mindi asyik mengamati detail arsitektur di dalam gedung itu, Alfie dan Mandala memulai pembicaraan serius tentang rencana Guzman yang ingin membuka The Union di kota ini.Mindi sendiri tidak mengerti apa yang mereka bicarakan karena seluruh pembicaraan itu dilakukan dengan menggunakan bahasa Prancis yang tidak die pahami.Mindi justru lebih tertarik mengamati Darla-asisten pribadi Guzman-yang tak kalah cantiknya dengan Savannah, keponakan Mandala. Darla bukan hanya cantik, tetapi juga sangat fashionable.Diam-diam Mindi melihat dirinya yang terbalut dalam setelan blazer abu-
Mindi mengusap tengkuknya seraya meringis canggung. "Iya. Saya baru tahu Pak Mandala punya keponakan bule."Terkadang dia merasa ngeri pada Alfie. Bosnya itu sering kali bisa membaca pikirannya dengan tepat. Apa dia punya kemampuan seperti cenayang?Dengan menggunakan mobil milik Savannah, mereka meluncur menuju Ritz Carlton yang akan menjadi tempat menginap Mandala, Alfie dan Mindi selama mereka ada di ParisSepanjang perjalanan, Savannah yang mengemudikan mobil sibuk menjelaskan café atau restoran yang hype di Paris, event pagelaran fashion pria dan haute couture yang akan digelar, dan hal-hal menarik lainnya.Savannah baru berhenti bicara saat Mandala berdeham keras, "Savie, kepala Om pusing mendengar kamu mengoceh tanpa henti."Savannah mengerucutkan bibir lalu menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti, "Dasar orang tua!"Setibanya di hotel, mereka berpisah di depan kamar masing-masing dan akan bertemu lagi saat makan malam di restoran. Sementara Savannah ikut masuk ke kamar Man
Viona juga bingung. Kalau Paris yang dituju Mandala adalah Pantai Parangtritis Yogyakarta yang sering disingkat 'Paris', dia tentu tidak akan bingung sebab bisa langsung berangkat untuk mengantar titipan Utami.Sayangnya, Paris yang dituju Mandala adalah ibukota negara Prancis yang berjarak belasan ribu kilometer dari Jakarta, dan hanya bisa ditempuh dengan perjalanan udara."Bagaimana kalau kamu antar saja ke Paris, Dit? Tante yang akan membiayai akomodasinya. Kan sekalian bisa antar berkas untuk Mandala juga. Daripada nanti dia bingung?"Viona melongo. Dia kira Utami bercanda. Tetapi perempuan paruh baya itu langsung mengakhiri panggilan setelah memintanya datang ke rumah untuk mengambil apa saja yang harus diantar pada Mandala."Mbak, kita sudah sampai,” tegur sopir begitu melihat Viona justru termangu di kursi belakang."Eh, itu... tolong antar saya ke rumah orang tuanya Pak Mandala, Pak Aris." Viona menyebut alamat kediaman Utami. Beruntung dia masih ingat dengan jelas segala det
Untuk pertama kalinya sejak satu minggu terakhir, Bik Sari melihat wajah Viona yang berseri-seri. Dan tak urung rasa ‘keponya' mencuat karena pagi ini Padma justru berangkat ke Paris."Mbak Viona nggak sedih ditinggal ke Paris selama satu minggu?" celetuk Bik Sari dengan nada sambil lalu agar tidak terkesan 'kepo'.Padahal dia memang 'kepo' akut.Biasanya kan pengantin baru akan terlihat sedih jika ditinggal pasangannya bekerja ke luar kota atau luar negeri. Tetapi Viona terlihat santai meski tidak ikut mengantar ke bandara karena Padma melarangnya."Nggak, Bik. Kan Mas Padma juga kerja di sana," jawab Viona sambil menyuapi Sabda.Sejak dia mulai bekerja lagi, bayi itu bangun lebih awal hingga dia bisa mengajaknya bermain dulu dan menyuapinya sebelum berangkat."Kirain Bibik, Mbak Viona ikut ke Paris juga. Sekalian hanimun gitu, Mbak. Siapa tahu pulang dari sana Sabda punya adik."Viona hanya tertawa lepas. Tawa yang akhirnya bisa keluar setelah seminggu terkungkung dalam perasaan mur