หน้าหลัก / Romansa / Pernikahan Paksa Pewaris Arogan / 7. Pernikahan Paksa yang menjadi takdir

แชร์

7. Pernikahan Paksa yang menjadi takdir

ผู้แต่ง: Runayanti
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-10-29 19:42:56

Adelia merasa terhina oleh kata-kata Afgan. Dia menyadari bahwa Afgan memang memiliki sifat yang dingin dan keras. Namun, dia tidak bisa menahan perasaan kecewa yang muncul dalam dirinya. "Baiklah, aku mengerti," ucapnya dengan nada pahit dan memilih diam.

Adelia melayangkan tatapannya ke punggung Afgan pada saat pria itu sedang memakai kemejanya.

Adelia menatap luka bakar di punggung Afgan dengan kebingungan. Namun, saat dia menatap lebih lama, gambaran tentang gurat aneh di punggung seorang laki-laki yang pernah menyakitinya terlintas begitu saja di benaknya. Rasa takut dan ketidaknyamanan seketika melanda dirinya.

Afgan yang melihat tatapan Adelia dari pantulan cermin di depannya itu merasa terganggu. Dia membentaknya dengan nada tajam, "Apa yang kau lihat? Ini tubuhku dan aku tidak menginginkan pertanyaan apa pun. Jangan bersikap seolah kau memiliki hak atas tubuhku."

"Kau hanya istri di atas kertas, paham!"

Adelia merasa tertegun oleh reaksi Afgan yang tajam. Dia segera mengalihkan pandangannya, merasa malu dan bersalah. Dia menyadari bahwa dia telah melanggar batas privasi Afgan, bahkan jika dia melihat luka itu tanpa bermaksud buruk.

"Aku... aku minta maaf," ucap Adelia dengan suara gemetar, mencoba menahan air matanya. "Aku tidak bermaksud ... untuk melihat."

Afgan menghela nafas dalam-dalam, merasa sebal dengan situasi ini. "Cukup. Kita sudah terlalu dekat. Aku butuh ruang dan privasi. Hentikan usahamu. Kamu pindah ke kamar sebelah atau aku yang akan pindah."

Adelia merasa hatinya hancur mendengar kata-kata kasar Afgan. Dia merasa seperti dia telah menyebabkan rasa sakit pada Afgan, meskipun itu tidak ada hubungannya dengan kejadian saat ini.

"Aku ingin kamu sudah selesai berbenah dari kamar ini saat aku pulang kerja nanti! Kita kurangi saja waktu untuk bertemu kecuali bila orang tuaku datang. Aku harap kamu bisa bekerjasama dengan baik saat itu terjadi!"

"Paham?!" Afgan menatap Adelia dengan tatapan tajam.

Adelia mengangguk pelan dan merasa kesal.

Afgan lalu meninggalkan ruangan dengan hati yang berat, merasa bersalah dan kecewa pada dirinya sendiri sambil merenungkan luka bakar di punggungnya.

"Sial! Aku lupa mempunyai luka sehingga wanita murahan itu melihatnya tanpa sadar!" pekik Afgan dengan kesal sambil menuruni tangga.

Rasa sakit dari luka itu tidak hanya fisik, tetapi juga menggambarkan luka emosional yang dia sembunyikan dalam dirinya. Dia merasa terjebak dalam masa lalunya, dan takut membuka hatinya kepada siapapun, termasuk Adelia.

Seorang pelayan menyapa Afgan tanpa tahu apa-apa.

"Maaf, Tuan. Sarapan Anda dan Nyonya sudah dihidangkan di ruang makan," ucap pelayan dengan hormat membungkukkan tubuhnya.

"Sarapan? Bersama dia? Kalian sudah gila!" Bentak Afgan lalu melangkah kasar menuju ke pintu utama mansion mewah tersebut.

Beberapa pelayan kecil saling memandang, ada di antara mereka saling berbisik.

"Mereka baru menikah semalam dan sekarang Tuan dan Nyonya ..."

Yang lain memandang ke tangga atas dengan prihatin, sementara pelayan satunya lagi menaikkan bahu.

"Sepertinya pernikahannya tidak seperti yang diharapkan mereka," ujar pelayan yang lain.

"Ho-oh."

Sementara di dalam kamar, Adelia mengepalkan tangannya dengan kesal.

Adelia merasa kecewa dan kesal melihat Afgan pergi begitu saja. Dia mengepalkan tangannya dengan keras, mencoba menahan emosinya yang meluap-luap. Kamar itu terasa hampa, dan dia merasa sendirian, dikelilingi oleh keheningan yang menyakitkan.

"Kenapa dia selalu begitu dingin dan sulit didekati?" gumam Adelia dalam hati, merasakan kekecewaannya mengepul di dalam dirinya. Dia mencoba mengatasi perasaan frustasinya, mencari cara untuk mengerti Afgan, tetapi setiap kali dia berusaha, semakin jauh Afgan menjauhinya.

"Bagaimana aku menjalani pernikahan seperti ini?" Air mata mengalir sukses membuat dua garis di pipinya yang mulus tanpa kosmetik.

Dalam keheningan yang melingkupi ruangan, Adelia berbicara pada dirinya sendiri, mencoba meredakan kekecewaan yang menghantui hatinya.

"Mungkin dia merasa jijik atas diriku yang sudah ternoda. Arghh! Mengapa juga aku begitu bodoh dan pria misterius ini bahkan tidak kuketahui siapa!"

"Aku harus memberi kesempatan kepada diriku sendiri! Aku harus kuat!"

Namun, meskipun dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri, rasa sakit dan kekecewaan terus menghantuinya. Dia merasa seolah-olah dia tidak dapat menembus tembok emosional yang dibangun oleh Afgan. Namun, di tengah keputusasaannya, dia merasa tekad yang membara di dalam dirinya. Dia tidak akan menyerah begitu saja.

"Mungkin aku harus memberinya waktu," pikir Adelia, mencoba menemukan harapan dalam situasi yang sulit ini.

"Mungkin suatu hari nanti, dia akan mempercayaiku dan membuka hatinya. Aku akan tetap ada di sini, meskipun dia sulit didekati."

"Pernikahan Paksa sudah menjadi takdirku dengannya."

Adelia menghapus air matanya dengan punggung tangan dan menyeka hidungnya.

Dengan tekad yang kuat, meskipun hatinya masih penuh dengan kekecewaan, Adelia memutuskan untuk tetap bertahan. Dia tahu bahwa perjalanan mendekati hati Afgan tidak akan mudah, tetapi dia siap untuk menghadapinya. Dalam diam, dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan menyerah, bahkan jika dia harus menghadapi rintangan yang lebih sulit lagi di masa depan.

Dengan langkah mantap, meskipun hatinya masih dipenuhi dengan kekecewaan, Adelia meninggalkan kamar dan menuju kamar mandi. Dia memutuskan untuk memulai hari ini dengan membasuh wajahnya dan mencoba melupakan kejadian tadi pagi.

Air mandi yang dingin dari shower menyegarkan tubuhnya, memberinya sedikit kelegaan dari beban emosional yang dia rasakan.

Setelah selesai mandi, Adelia segera berpakaian dan mempersiapkan diri untuk pergi ke tempat kerja. Dia memilih baju yang memberinya rasa percaya diri, meskipun hatinya masih terombang-ambing oleh pertemuan dengan Afgan. Dengan cepat, dia menyisir rambutnya dan menyusunnya dalam gaya yang rapi sebelum mengambil tas kerjanya dan keluar dari rumah.

"Nyonya, Selamat Pagi. Sarapan Anda sudah disediakan di ruang makan," sapa pelayan yang bertugas tadi.

Adelia memandang pelayan tersebut dengan tatapan kosong.

"Aku sudah terlambat, simpan untuk besok pagi saja," jawabnya sambil lalu.

Dari wajah lesu seperti itu, para pelayan sudah bisa menebak bahwa kedua pasangan itu mengalami hal yang tidak menyenangkan dalam kebersamaannya sejak menikah.

"Mereka itu nikah paksa ya?" tanya seorang pelayan kepada yang lain setengah berbisik.

"Hush! Dipecat kamu nanti!"

Para pelayan itu segera menyusun kembali makanan yang tersia-siakan tersebut.

Perjalanan menuju tempat kerja terasa hampa bagi kedua orang itu. Pikiran Adelia masih terhantui oleh pertemuan yang tidka menyenangkan pagi tadi, membuatnya sulit untuk berkonsentrasi. Namun, dia tahu bahwa dia harus tetap fokus pada pekerjaannya meskipun hatinya sedang bergejolak.

Sementara Afgan, sambil melajukan mobil sport kesayangannya yang berwarna biru, merasa terganggu dengan tatapan yang dilayangkan Adelia ke bagian lukanya tadi.

"Pagi-pagi sudah membuatku kesal!"

"Mengapa dia memandangku selayaknya aku ini cacat!" pekik Afgan lalu memukul kemudinya dengan marah.

ความคิดเห็น (1)
goodnovel comment avatar
Cindy Listiyani Aprilian
ini cerita gak jauh beda sama cerita di sebelah
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   8. Hilang seleraku untuk masuk kerja hari ini!

    Afgan merasa tersudutkan karena luka di punggungnya. Pria itu mengalami tragedi besar ketika dia masih seorang anak kecil. Dia tumbuh di tengah kesibukan orang tuanya yang jarang ada di rumah. Meskipun diabaikan oleh ayah dan ibunya yang terlalu sibuk dengan dunia mereka sendiri, Afgan menemukan penghiburan dan kasih sayang sejati dari seorang pengasuh paruh baya yang penuh cinta."Bik Minah," gumam Afgan dengan suara gemetar, mencoba menutupi rasa sakit yang menghantamnya begitu mendalam. Dia merasakan embun mulai terkumpul di kedua matanya, menandakan bahwa bahkan hatinya yang beku sekalipun tak bisa menahan emosinya.Afgan melajukan mobilnya lebih kencang. "Seharusnya aku yang meninggal dalam kejadian itu!" pekik Afgan dengan nada tinggi dan masih berusaha menahan amarahnya.Pengasuh itu adalah satu-satunya orang yang benar-benar peduli padanya, memberinya kasih sayang dan perhatian yang dia butuhkan. Dia menggantikan peran ayah dan ibunya yang tidak pernah ada di sana untuknya.Hu

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   9. Udik

    Kedua wanita itu menoleh dengan serentak ke arah Afgan. Melinda segera membalas dengan senyum terindah yang dimilikinya sementara Adelia mengernyitkan alis dan menahan napasnya. "Kita sarapan, yuk," ajak Afgan, memandang Melinda dengan wajah dan kalimat penuh kelembutan. Sangat berbeda dengan cara bicara tadi pagi kepada Adelia. Hanya sekilas Afgan melirik Adelia yang menelan salivanya usai mendengarkan ajakan tersebut, dia tahu bahwa Adelia juga bekerja di hotel tersebut, tetapi dia memutuskan fokus kepada Melinda. Adelia menahan rasa lapar di perutnya, dia sendiri juga belum sarapan, tetapi suaminya mengajak wanita lain untuk sarapan bersama - teman kerjanya, seorang wanita di hadapannya. Adelia mengepalkan kedua tangannya erat-erat untuk menahan amarah yang bergemuruh di dalam dadanya. "Baik, Adelia ... tolong gantikan pekerjaanku ya, Sayang. Kamu baik sekali deh!" Melinda memonyongkan bibirnya membentuk ciuman jauh untuk Adelia lalu mengambil tasnya dan segera melangkah mendek

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   10. Segera pindahkan barangmu!

    Afgan melangkah masuk ke dalam rumah dengan langkah tergesa-gesa, dia menarik dasinya dengan satu gerakan tepat pada saat melewati ruang makan sebelum menuju ke kamar yang berada di lantai kedua. Afgan menghentikan langkahnya melihat Adelia yang sedang menelan mie. Adelia mematung dan mereka saling tatap tanpa sengaja. Untaian mie yang panjang dari mulut ke mangkuk mie membuat Afgan meringgis melihatnya, pria itu menaikkan sudut bibirnya ke atas dengan pandangan melecehkan. "Makanan itu cocok untukmu. Kamu memang berada di level itu," ucap Afgan sambil lalu menuju tangga tanpa menghiraukan tanggapan Adelia sama sekali. Sluurppp! Adelia menyedot habis mie beserta supnya dengan menaikkan mangkuk. Para pelayan merasa risih dengan sikap dan cara makan Adelia, namun wanita itu terkesan tidak peduli. Dalam hati, Adelia sebenarnya merasa hancur oleh perkataan menyindir dari Afgan, namun dia memilih untuk bertahan. Meskipun hatinya terluka, dia tahu bahwa dia harus menerima bahwa Afgan

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   11. Pikiran yang bercabang.

    Afgan berdiri di depan pintu Melinda, bingung dan hampa. Matanya menatap kosong daun pintu di hadapannya.Hatinya terombang-ambing antara kesenangan akan makan malam romantis dengan Melinda dan kebingungan mengenai perasaannya terhadap Adelia. Dia ingin mengetuk pintu, tetapi keraguan menghantuinya. Di dalam dirinya, Afgan merasa tak nyaman dengan sikapnya kepada Adelia di rumah sebelumnya. Meski begitu, nama Adelia terus saja terpaku dalam pikirannya.Bunga mawar yang dia bawa tadi terasa berat di tangannya, sebagai simbol kebingungannya sendiri. Mengapa dia merasa terikat pada Adelia, tetapi juga merasa harus hadir untuk Melinda?Dalam kehampaannya, Afgan memutuskan untuk mengetuk pintu. Namun, sebelum dia bisa melakukannya, pintu rumah sudah terbuka dari dalam. Melinda muncul dengan senyum bahagia di wajahnya, matanya bersinar melihat bunga mawar yang dibawa Afgan."Afgan," sapa Melinda dengan senyuman di wajahnya."Bunga ini untukku?" tanya Melinda, lalu tanpa ragu, dia memeluk Af

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   12. Mabuk lagi.

    Saat mereka memasuki ruang pesta, mata Melinda hampir terbelalak melihat kemewahan sekelilingnya. Sebuah ruangan yang dihiasi dengan cahaya gemerlap, tumpukan bunga segar yang harum, dan orkestra yang memainkan musik klasik. Ini adalah pertama kalinya baginya berada di pesta orang-orang kaya. Melihat para tamu yang mengenakan gaun dan jas desainer, tampak sekali mereka bukan kalangan sembarangan, dia tidak dapat menyembunyikan kekagumannya.Sementara Melinda memperhatikan sekeliling dengan takjub, Afgan meninggalkannya sejenak untuk berbicara dengan koleganya. Melinda merasa canggung di tengah kerumunan orang-orang yang tampak begitu percaya diri dan elegan. Dia merasa seakan terdampar di dunia yang sama sekali baru baginya.Di dalam hatinya, Melinda menggumamkan, "Di sini penuh orang kaya, konglomerat! Sungguh luar biasa!" Dia mencoba mengendalikan kecanggungan, tetapi perasaannya campur aduk. Namun, dia memutuskan untuk tetap bersikap percaya diri dan bersik

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   13. Terlalu panik.

    Adelia sedang berada di kamarnya, tengah sibuk meneliti pekerjaan yang dibawanya ke rumah, ketika tiba-tiba dia mendengar suara bising yang datang dari lantai bawah. Dengan cepat, dia melangkah keluar dari kamar untuk melihat apa yang terjadi.Hatinya hampir berhenti ketika dia melihat petugas sekuriti menggotong tubuh Afgan menuju kamar utama. Matanya membesar dalam kekagetan, dan dia segera berlari mendekati mereka. "Apa yang terjadi? Kenapa Afgan seperti ini?" serunya, suaranya penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran.Petugas sekuriti, seorang pria tinggi dengan wajah serius, menoleh ke arah Adelia. "Maafkan kami, Nyonya. Tadi malam, di pesta kalangan elit, Afgan terlihat sangat tidak stabil setelah minum minuman beralkohol. Dia hampir pingsan dan tidak bisa menjaga keseimbangannya. Mr. David meminta kami membawanya kembali ke kamarnya untuk beristirahat."Adelia merasa hatinya berdebar kencang. Dia tidak tahu apa yang harus dia pikirkan atau lakukan. Sejak d

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   14. Melinda atau Adelia?

    Wajah mereka hanya berselisih beberapa sentimeter, dan meskipun Afgan masih tertidur dalam keadaan mabuk, ekspresi wajahnya terlihat tenang tanpa rasa bersalah sama sekali.Mata Adelia membesar dalam kejutan. Dia merasakan detakan jantungnya melonjak. Pernafasannya terhenti sejenak, terkejut dengan kontak yang tak terduga ini. Wajahnya memerah, dan dia merasa kehangatan merayap dari bibirnya ke seluruh tubuhnya.Adelia teringat dengan sentuhan dari pria misterius di malam naas sebelum hari pernikahannya.Dalam keheningan yang penuh ketegangan, mereka hanya terdiam sejenak, bibir mereka masih bertemu dalam sentuhan yang ringan. Adelia merasa waktu berhenti sejenak, dan dia merasakan getaran aneh dalam dirinya. Mereka berdua tetap berada dalam jarak yang sangat dekat, seolah-olah dunia di sekitar mereka menghilang.Namun, ketika Afgan merintih pelan dalam tidurnya, Adelia segera melepaskan pegangan tangannya dan menyentuh bibirnya yang sekarang merasa

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   15. Tamparan keras untuk Afgan

    Dalam hening malam yang gelap, Afgan terdampar di lorong-lorong ingatannya yang gelap. Dia merasakan kebingungan yang melanda pikirannya, seakan-akan rohnya tersesat di antara kenangan buruk yang terus menghantuinya. Desiran angin malam menerpa wajahnya, menciptakan atmosfer yang mencekam dan menakutkan.Afgan tiba-tiba menemukan dirinya berdiri di depan rumahnya yang terbakar. Kobaran api yang mengamuk melalap segala sesuatu di sekitarnya. Dia merasa nyeri di dada, luka emosional yang dalam kembali menghantamnya. Dalam kegelapan, bayangan-bayangan api menciptakan siluet-siluet menyeramkan, menciptakan tarian kekacauan yang menari di dinding-dinding rumah yang hangus.Dia tidak menyadari bahwa dia sedang berada di alam mimpi. Kondisinya di alam nyata sedang berkeringat dan terlihat kepanikan dalam tidurnya."Mengapa aku ditinggalkan sendiri?" bisik Afgan kepada dirinya sendiri, suaranya gemetar oleh kebingungan dan ketakutan. Namun, tidak ada jawaban yang datang, kecuali suara gemuruh

บทล่าสุด

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   TAMAT

    "Selamat ulang tahun, Sayang," ucap Afgan seraya mengecup mesra kening istrinya. Adelia terlihat cantik dalam gaun berwarna merah muda, memancarkan pesona yang memikat semua orang yang hadir. Senyumnya yang menawan membuat suasana semakin hangat dan penuh kebahagiaan.Taman yang indah menjadi latar belakang acara tersebut, dihiasi dengan dekorasi menarik yang dipenuhi balon berwarna-warni. Meja-meja penuh dengan hidangan lokal yang menggugah selera.Afgan sengaja mempersiapkan semua makanan khas lokal Indonesia supaya dapat mencerminkan kekayaan budaya dan rasa yang istimewa. Semua tamu yang diundang tampak menikmati setiap momen, tertawa dan berbincang dalam suasana yang meriah.Afgan sengaja memilih suasana taman ini untuk memberikan kesan alami dan romantis. Cahaya lampu hias yang tergantung di antara pepohonan menambah kehangatan malam itu, menciptakan suasana yang sempurna untuk merayakan ulang tahun Adelia."Tempat ini benar-benar indah, Afgan," kat

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   Kamu nakal!

    Nama itu terdengar seperti melodi yang manis di telinganya, dan wajahnya muncul di dalam bayangan gelap di hadapannya.Lima tahun yang lalu, mereka bertemu dalam sebuah acara pesta, di mana keponakannya, Edward, membawa Adelia sebagai pasangan dansa.Adam masih ingat betapa terpesonanya dia saat itu oleh kehadiran Adelia. Wajah dan penampilan wanita itu sangat mirip dengan mendiang istrinya, membuatnya tercengang dan tak bisa berkedip.Adelia, dengan senyum manisnya dan gerakannya yang anggun, menyihirnya dalam sekejap.Dalam kilatan lampu pesta, Adam melihat bayangan istrinya yang telah tiada, dan dia merasakan hatinya tergetar oleh gelombang nostalgia dan kesedihan yang mendalam.Ketika mereka memiliki kesempatan untuk berdansa sebagai pasangan, Adam merasa seperti dia berada di alam semesta yang sama sekali berbeda, di mana waktu berhenti berputar dan kehilangan tidak lagi terasa menyakitkan.Tetapi, seiring malam berakhir, kenyataan kemb

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   Adam dan Adelia

    Adam membalas senyuman wanita itu dengan senyuman manis. "Maka aku akan menjadi milikmu."Sekali lagi mereka berciuman dengan penuh gairah. Sarah terhanyut dan merasa tidak berdaya, tetapi dalam ruang kecil hatinya yang tersisa, dia tahu dengan pasti bahwa Adam bukanlah tipe pria yang akan dengan mudah jatuh hati padanya.Dia menyadari bahwa perasaan Adam padanya hanyalah alat yang dimanfaatkannya untuk menyakiti Melinda lebih dalam lagi. Tetapi, meskipun dia sadar akan ini, dia terus menekan perasaannya sendiri, membiarkan dirinya larut dalam penipuan terhadap hatinya.Setiap hari, Sarah merasa semakin terjebak dalam permainan Adam. Dia memberi dirinya alasan bahwa ini adalah cara untuk menjaga Melinda tetap aman, meskipun di lubuk hatinya, dia tahu bahwa ini hanya sebuah pembenaran dari nafsu dan ketakutan akan kehilangan Adam.Saat malam tiba, Adam mengajaknya keluar untuk makan malam romantis, dan Sarah setuju tanpa ragu.Meskipun dia menyadari

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   Tunggu Pembalasanku!

    Melinda menggelengkan kepala, matanya kosong memandang ke dalam ruangan. "Aku tidak tahu," ucapnya pelan. "Aku merasa seperti semua impianku hancur, seperti tidak ada lagi yang bisa kuinginkan."Sarah merangkulnya lebih erat. "Tetapi, Melinda, kamu masih punya banyak hal di depanmu. Kehidupanmu tidak berakhir di sini."Melinda menatap sahabatnya dengan pandangan yang penuh keraguan. "Tapi bagaimana aku bisa melupakan semua ini? Bagaimana aku bisa mempercayai seseorang lagi setelah ini?""Bagaimana membuktikan kebenaran bahwa aku hanya difitnah oleh Adam? Semua ini adalah jebakannya."Sarah tersenyum lembut. "Kamu mempunyai hak untuk didampingi seorang pengacara hukum, aku akan mengurusnya dan percayalah, tidak semua pria seperti Adam. Semua ini mungkin hanya salah paham."Melinda mengernyitkan alisnya perlahan, mencoba menyerap kata-kata yang diucapkan oleh Sarah. Namun, perjalanan untuk pulih dari luka ini masih terasa sangat jauh baginya dan kebe

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   Teman lama atau jebakan baru?

    Adam tersenyum dengan licik lalu melanjutkan kalimatnya di depan microphone yang sedang dipegang."Yayasan Melinda i-care sudah menipu publik dengan penjualan tiket konser di acara pertandingan baseball ini. Seharusnya saya mendapatkan applause untuk keberhasilan menjebak pelaku yang sudah menipu tiket kalian, bukan?"Perkataan Adam mendapat seru riuh dari para penonton. Mereka merasa keadilan sudah ditegakkan untuk mereka.Dua orang polisi wanita segera menarik dan memasangkan borgol ke tangan Melinda yang disatukan di belakang punggungnya."I-ini tidak benar! Kamu jahat sekali!" seru Melinda sambil berusaha meronta, tetapi dua orang yang memegangnya sangat kuat."Kamu juga melakukan hal yang sama terhadap keluarga Al-Futtaim, Sayang. Adelia adalah seorang wanita yang baik. Bila saya arus memilih, maka saya akan memilih Adelia menjadi istri yang layak menggantikan mendiang istriku karena wanita itu memiliki semua yang tidak kamu miliki."Me

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   Yayasan apa?

    Melinda merenggangkan lehernya, mencoba untuk melihat lebih jelas ke arah panggung yang sedang disiapkan di tengah lapangan.Ia merasa detak jantungnya semakin kencang seiring dengan lama menunggu. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu dengan penuh harap.Adam Offel, telah memberinya petunjuk bahwa hari ini akan menjadi salah satu yang tak terlupakan. Dia ingin memberikan kesempatan kedua kepada pria itu.Dengan gaun pengantin yang indah melilit tubuhnya, Melinda merasa seperti sang ratu yang siap menerima mahkota kebahagiaan. Tetapi, di tengah kerumunan, ia tidak melihat bayangan Adam yang diharapkannya. Ketidakpastian mulai merayap di dalam pikirannya.Melinda duduk di kursi yang sudah disediakan khusus untuknya. Menyaksikan pertandingan dengan perasaan tidak menentu.Tiba-tiba, lampu-lampu sorot mulai menyala, dan kerumunan berbisik-bisik dengan kegembiraan yang menggelora. Melinda merasakan kegelisahan memenuhi dadanya ketika seseorang mel

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   Hari yang ditentukan

    Setelah sampai di sana, Melinda langsung berpura-pura bertanya, mencari informasi, namun tidak ada yang mengetahui acara lain selain acara baseball yang memang setiap akhir pekan dilaksanakan di sana."Besok yang bertanding adalah group banteng dengan group singa. Apakah Anda ingin membeli tiket?" tanya petugas tanpa mencurigai apa pun.Wajah dan reaksinya datar, bahkan dia malas untuk melihat ke arah orang yang menanyakan tiket."Baik, terima kasih, aku sudah punya tiket masuk," sahut Melinda lalu bergerak keluar meninggalkan gedung.Malam harinya, wanita itu tidak bisa tidur. Sama sekali tidak bisa memberi istirahat kepada matanya yang sudah lelah.Sesekali dia mematut dirinya di depan cermin dengan memegang gaun yang indah.Keesokan harinya, Melinda terbangun dengan mata yang terasa berat di bawah kelopaknya. Goresan-goresan hitam di sekitar matanya menandakan betapa dalamnya tidur yang dia alami."Mama?" Silvia masuk ke kama

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   Paket misterius

    Bel pintu berbunyi, membuyarkan lamunannya yang dalam. Melinda menghela napas dalam-dalam, merenggangkan otot-ototnya yang tegang, lalu beranjak menuju pintu dengan langkah gontai. Dia menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuka pintu."Siapa ya yang datang sekarang?" gumamnya pelan.Dengan ragu, ia membuka pintu dan dihadapkan pada seorang pria pengantar paket yang tersenyum ramah di depannya. Paket besar berwarna cokelat muda tergeletak di depan kakinya."Maaf mengganggu, Ma'am. Ini paket untuk Anda," kata pria itu sambil menyodorkan sebuah formulir pengiriman.Melinda mengangguk, mengambil formulir tersebut, dan menandatangani dengan cepat. Pikirannya masih melayang-layang antara rasa penasaran dan kekhawatiran.Pria pengantar itu kemudian menyerahkan paket tersebut kepadanya dengan senyuman hangat sebelum bergegas pergi. Melinda menutup pintu dan kembali ke dalam rumah dengan paket besar yang terasa begitu misterius di tangannya.Dengan hati-hati, ia memb

  • Pernikahan Paksa Pewaris Arogan   Aku harus membalas dendam

    "Maaf, Nyonya Melinda. Kami hendak memberitahukan bahwa bahan material bangunan yang dipesan atas nama Melinda i-care sudah jatuh tempo. Sejumlah satu Milyar!"Hatinya berdegup kencang. Bagaimana mungkin dia berutang sebanyak itu atas sebuah proyek bangunan?"S-saya tidak pernah memesan apa pun," sahut Melinda dengan suara terputus-putus.Melinda berusaha memeriksa ingatannya, mencari-cari jejak apa pun yang bisa menjelaskan situasi ini, tetapi tidak ada yang muncul. Rasanya seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar."Maaf, saya tidak yakin tentang hutang ini," ucap Melinda dengan suara gemetar, mencoba menutupi kepanikannya."Seseorang bernama Tuan Adam yang mengurus semuanya," sahut penagih hutang dengan nada tajam. "Dan dia menyatakan bahwa Anda bertanggung jawab atas pembayarannya. Bukankah semua material itu dikirim kepada Melinda i-care?"Melinda menelan salivanya yang terasa pahit, merasa seakan-akan dunianya runtuh sek

DMCA.com Protection Status