Adelia kembali ke ruangan Mrs. Smule yang sedang menatap beberapa brosur di tangannya.
"Nah, kamu sudah kembali. Lihatlah brosur ini. Mana yang paling bagus menurutmu?"
Adelia mendekati meja Mrs. Smule. Kelelahan ada di matanya, tetapi dia harus bersikap professional karena baru saja menerima jabatan baru sebagai asisten CEO.
Adelia menatap brosur di tangannya dan mulai menganalisa. Brosur itu adalah promosi yang akan disampaikan di pedesaan terdekat mulai minggu ini.
"Sepertinya ini yang paling bagus," ucap Adelia setelah memilih sebuah brosur yang terlihat menarik.
"Ya, seleramu memang sama denganku, kamu cukup berbakat untuk menilai objek," puji Mrs. Smule dengan senyum besar miliknya.
"Baiklah, bawa ini ke percetakan dan cetak sebanyak yang dibutuhkan. Ohya, kamu harus meminta izin kepada keluargamu karena mulai hari Minggu, kita akan berangkat dan menginap di desa pariwisata itu selaam acara berlangsung."
Adelia membaca kem
Afgan dan Adelia akhirnya pulang tanpa banyak percakapan di antara mereka. Selama perjalanan pulang, suasana hening mengisi mobil. Adelia mencoba memikirkan cara untuk menyelesaikan situasi ini, sementara Afgan tetap diam, mungkin menyimpan pikirannya sendiri.Sesampainya di rumah, mereka menuju ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri.Tidak lama kemudian, Kepala Pelayan mengetuk pintu kamar mereka bergantian untuk memberikan informasi bahwa makan malam sudah siap.Mereka keluar dari kamarnya bersamaan dan bertemu muka, tetapi wajah mereka datar dan tanpa perasaan. Adelia dengan sikap canggung, duduk bersama untuk makan malam dalam keheningan yang tegang.Sejujurnya, Adelia merasa terbebani oleh ketegangan di udara, sementara Afgan tampaknya tidak terlalu memedulikan perasaannya. Pria itu hanya menikmati makanannya dalam diam dan wajah datar seperti robot.Adelia merasa geram dan frustrasi, merencanakan bagaimana cara menghadapi sikap arogan
Hari masih pagi, tetapi tidur nyenyak Afgan terganggu oleh dering ponselnya."Uhmmm." Afgan menjawab dengan malas setelah melihat nama Melinda tercetak di layar ponsel."Sayang, sudah bangun?""Hmmm.""Kamu jadi datang?""Ke mana? Masih mengantuk, hoam ..." Afgan mengucek matanya dan melirik ke jam dinding. Masih pukul 6 pagi dan dia sudah diganggu oleh Melinda."Afgan, aku benar-benar berharap kamu bisa bertemu dengan orang tuaku hari ini. Mereka ingin mengenalmu lebih baik dan melihat apakah kita cocok satu sama lain sebelum membahas tentang pernikahan.Afgan membulatkan kedua matanya, dia sama sekali belum berniat untuk membahas tentang pernikahan."Maafkan saya, Melinda, tapi ada sesuatu yang mendesak yang muncul. Saya baru saja mendapatkan tugas untuk menghadiri acara promosi Hotel kita di desa pariwisata. Mereka sangat membutuhkan kehadiranku di sana, dan saya tidak bisa menolaknya. Saya harap kamu bisa memahami."
Pagi itu, sinar matahari mulai merayapi langit, menerangi kota dengan cahaya keemasan. Adelia adalah seorang hoteliers yang tekun sebelumnya. Dia telah tiba lebih awal hari ini, untuk menyelesaikan pekerjaannya.Dia merasa bangga telah diangkat menjadi asisten CEO, dan hari ini, dia memiliki rencana untuk membereskan berkas-berkas penting di gudang sebelum menyerahkannya kepada pegawai hotel yang akan menggantikan posisinya.Namun, ketika Afgan, suaminya, tiba di hotel, dia merasa heran karena tidka dapat menemukan keberadaan Adelia di ruangan Mrs. Smule. CEO itu sendiri juga belum tiba.Afgan mengernyitkan alisnya sambil meletakkan kotak makanan bersusun yang dibawanya ke atas meja Mrs. Smule. Meja Adelia belum ada.Afgan menunggu selama setengah jam dan Adelia juga belum muncul, pria itu mulai merasakan sesuatu tidak beres. Suasana hatinya yang semula ceria berubah menjadi murung saat dia mengetahui bahwa Adelia telah masuk ke dalam gudang, tempat yang
Adelia masih melangkah dengan lesu sampai ke ruangan Mrs. Smule. Terlihat Afgan berjalan mengikutinya dari belakang dengan tatapan menyelidik.Pintu kantor Mrs. Smule dibuka Adelia dengan perlahan. Terdengar percakapan beberapa pria."Kita letakkan di sini saja mejanya?""Iya, pas di sana. Cocok belum? Jadi saya bisa memperhatikan gerakannya setiap saat? Supaya tahu apa yang mencurigakan? Hmm..." Suara Mrs. Smule membuat Adelia tertegun. Dia menebak, seharusnya meja itu adalah untuk dia, tetapi perkataan dari Mrs. Smule membuat dia memutar tebakannya kembali.Sementara Afgan masih berdiri di depan ruangan yang pintunya masih terbuka."Mrs. Smule?" panggil Adelia dengan suara kecil."Eh, ya ..." Mrs. Smule berbalik dan terkejut. "A-Adelia, sudah kembali, uhm .. ini .. uhm ..." Sikap Mrs. Smule canggung sekali karena merasa perkataan terakhirnya terdengar dengan nyata oleh Adelia."Ini mejaku?"Mrs. Smule mengangguk dengan canggung. Ekor matanya melirik ke arah pintu, di mana Afgan meli
Adelia memandang pemandangan kota yang indah dari dalam mobil yang dikemudiakan Mrs. Smule dengan kecepatan stabil. Mobil itu melaju menuju cafe mewah. Satu jam kemudian, mobil itu akhirnya diberhentikan di area parkir yang cukup luas dan elegan. Adelia keluar dari mobil, merasa agak grogi karena belum pernah mengunjungi cafe semewah ini sebelumnya. CAfe itu terletak di pinggiran laut. Samar-semar terdengar debur ombak. Cahaya kuning renang-remang menyelimuti suasana di dalam cafe, menciptakan atmosfer yang tenang dan romantis. Walaupun hari masih siang, tetapi cuaca sejuk dan mungkin sebentar lagi akan hujan. Ketika Adelia dan CEO-nya yang gendut, Mrs. Smule, melangkah masuk ke dalam cafe, mereka harus melwati jembatan kecil yang didekor sedmikian unik dan terbuat dari bambu estetik. Namun, bagi dia yang memakai sepatu bertumit tinggi, merasa sulit untuk menjaga keseimbangan. Tanpa sengaja, dia menabrak seseorang. "Eh, maaf," ucapnya cepat, mencoba merapikan dirinya. Ternyata pri
"Buka pintunya! Adelia!" Suara Afgan terdengar keras dan memekakkan telinganya.Adelia, dengan langkah sempoyongan dan kepala berat menuju ke pintu kamar untuk membukanya."Apaan sih!" tanya Adelia sambil memegang kepalanya yang berat."Kamu mabuk?" tanya Afgan dengan mata melotot tajam ke arah Adelia.Adelia melirik Kepala Pelayan dan beberapa pelayan yang berada di belakang Afgan. Mereka menundukkan kepala dengan lutut gemetaran. Adelia sudah bisa menebak bahwa mereka atau setidaknya salah satu dari mereka melaporkan keadaan Adelia yang pulang dalam keadaan sempoyongan.Adelia mendengkus lalu mundur dan masuk ke dalam kamarnya kembali."Masuklah, kita bicarakan di dalam," ucapnya sambil lalu.Afgan masuk lalu menutup pintu dengan cara membantingnya sehingga Adelia terperanjat."Tidak bisa pelan-pelankah menutup pintu?" Adelia baru saja memutar tubuhnya, tetapi kembali terkejut karena Afgan menerkamnya sehingga dia terhempar k
Malam itu, suasana kota masih hidup meskipun sudah larut malam. Afgan berdiri di balkon kamarnya dan menatap kosong gemerlap lampu di sekitar, dia merasa perlu melepaskan diri dari situasi rumah yang tegang.Dia keluar rumah tanpa memberitahu Adelia, ingin mencari Melinda. Dia merasa selama ini, dengan Adelia, kepalanya selalu pusing dan Melinda yang bisa membuatnya merasa tenang.Mobil Afgan dilajukan melalui jalanan yang sepi, Afgan merasa sepi dan gelisah. Dia mencoba mengalihkan pikirannya dengan memikirkan tempat yang menyenangkan. Akhirnya, dia memutuskan untuk menjemput Melinda ke cafe dengan live band yang dia kenal.Melinda menyambut Afgan dengan senyum manja di wajahnya. Afgan sedikit terkejut karena pakaian yang dipakai oleh Melinda agak sedikit terbuka di bagian depannya dan rok wanita itu sangat pendek sehingga menampilkan paha jenjang miliknya."Uhm, pakai celana jeans aja, Melinda," pinta Afgan. Pria itu masih duduk di dalam mobil sementara Melinda sedang mengunci pintu
Wajah Afgan memucat, dan dia mencoba mencari alasan untuk pergi dari situasi yang semakin tidak nyaman itu. "Maaf, Melinda, aku merasa tidak enak badan. Aku rasa aku akan pulang," ucapnya dengan suara gemetar, berusaha menutupi perasaannya.Melinda berhenti berdansa, tampak kecewa namun mencoba tersenyum. "Oh, maafkan aku. Tentu saja, kamu harus istirahat. Aku akan ikut denganmu," jawabnya dengan nada kecewa.Afgan mengantarkan Melinda keluar dari cafe, tetapi ketika mereka hampir tiba di mobilnya, Melinda tiba-tiba berubah sikap.Dia pura-pura mabuk dan merajuk, menuntut agar Afgan membawanya pulang ke rumahnya. "Aku merasa sangat mabuk, Afgan. Tolong bawa aku ke rumahmu saja. Aku tidak ingin pulang sendirian," kata Melinda dengan suara lemah, mencoba memancing perhatian Afgan.Afgan merasa semakin terjebak dalam situasi yang rumit. Dia merasa sedih melihat Melinda berperilaku seperti ini, tetapi dia tahu bahwa ini bukan solusi untuk masalahnya dengan Ad