Seorang petugas keamaan maju selangkah lalu memberikan hormat dengan menautkan sebelah tangannya ke kepala dan menjawab dengan sopan.
"Kami lupa membawa alat bukti, tadi kami kembali untuk mengambilnya dan ternyata para wartawan sudah berkumpul dan ini yang terjadi."
Achmed mengangguk tanda mengerti. "Baiklah!"
"Pak Polisi, sudah boleh membawanya pergi ke kantor untuk proses pemeriksaan. Saya akan mengutus pengacara kami untuk memproses tuntutan bagi tersangka," lanjutnya.
Kedua petugas kepolisian yang menahan Melinda menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Mereka lalu menarik Melinda untuk kembali menuju ke mobil polisi.
Tiba-tiba Melinda berteriak dalam kepanikannya. "Siapa pun yang bisa menyewakan pengacara terbaik untuk memenangkan kasusku, saya akan memberikan hal eksklusif bagi mereka untuk mewawancaraiku!"
Mendengar perkataan Melinda, semua wartawan sangat bersemangat. "Kami mau, kami akan mengurus pengacara terbaik untukmu. Kamu past
Melinda dengan ganas mengambil semua dokumen dan surat berharga yang ada di dalam ruangan. Dia tampak begitu yakin dengan rencananya yang terencana rapi, seolah-olah tak ada seorang pun yang bisa menghalangi langkahnya. Sementara Maya yang mulai merasa curiga, hanya bisa menatap dengan penuh ketakutan di balik pintu yang masih terbuka. Wanita itu tidak jadi menemani Silvia tidur, melainkan membalikkan tubuhnya untuk melihat apa yang sudah dilakukan oleh Melinda. Maya mengepalkan tangannya pada saat Melinda mengambil segala yang berharga bagi keluarganya. Dia berusaha menghubungi Achmed beberapa kali, tetapi seperti yang dinformasikan oleh Melinda sebelumnya, Achmed mungkin sedang mengalami masalah yang serius dan tidak menganggkat panggilan. Hatinya terasa hancur dan dirinya merasa hampa, merasa tidak berdaya untuk melawan serangan Melinda yang begitu licik dan kejam. Maya mulai merasa menyesal karena memberitahukan lokasi surat berharga miliknya. "M-
Melinda memandang Silvia dengan tatapan tajam, lalu meraih tangannya dengan lembut. "Kamu tidak perlu khawatir, Sayang. Mom hanya ingin yang terbaik untukmu," ucapnya dengan suara lembut, mencoba menenangkan Silvia.Silvia menarik tangannya perlahan dari genggaman Melinda, matanya berkaca-kaca. "Tapi, Nenek,..."Melinda mencoba menenangkan Silvia dengan pelukan hangat. "Jangan khawatir, Sayang. Semuanya akan baik-baik saja. Sekarang, ayo kita pergi. Kita akan memiliki petualangan yang menyenangkan bersama."Namun, cemas masih melingkupi hati Silvia. Dia menoleh ke arah Maya yang terbaring lemas di lantai, kemudian kembali menatap Melinda dengan tatapan ragu.Melihat keragu-raguan di wajah Silvia, Melinda berusaha memaksa. "Kita harus pergi sekarang juga, Sayang. Tidak ada waktu untuk ragu-ragu."Tapi hati Silvia berkata lain. Dia merasa ada yang tidak beres, tapi dia tidak tahu apa. Dia ingin menolong Maya, tetapi juga tidak mungkin meninggal
Dengan rasa lega, Melinda mengucapkan terima kasih kepada pamannya sebelum meninggalkan kantor polisi. Meskipun masih ada ketidakpastian di masa depan, dia merasa lega bahwa dia telah melakukan yang terbaik.Setelah mengucapkan terima kasih kepada pamannya, Melinda mengangguk dengan penuh pengertian. "Baiklah, Paman. Aku akan menunggu kabar dari Anda. Sementara itu, saya akan kembali ke apartemen saya untuk mandi dan istirahat sejenak."Melinda berdiri dari kursi di depan meja pamannya, siap untuk meninggalkan kantor polisi. Tetapi sebelum dia benar-benar pergi, Kepala Polisi Wilson memberikan beberapa kata-kata terakhir."Pastikan kamu istirahat dengan baik, Melinda. Ini adalah situasi yang tidak mudah, tetapi saya yakin semuanya akan terselesaikan dengan baik."Melinda tersenyum tipis. "Terima kasih, Paman. Saya akan melakukannya."Setelah berpamitan dengan pamannya, Melinda keluar dari kantor polisi. Langkahnya mantap saat dia menuju ke tempat p
"Maka apa?" Achmed mengerutkan dahinya dengan perasaan gelisah sementara Bob menaikkan kacamatanya dengan tangan gemetar."Maka kami akan memotong sedikit usus yang robek dan menyambungnya dengan usus yang tidak bermasalah."Perkataan Dokter membuat Achmed merasa pusing sehingga pria itu terhuyung ke belakang, untunglah tubuhnya ditahan oleh Bob."A-apakah dia akan mengalami ... sesuatu yang buruk di masa depan?" Achmed tidak begitu mengerti tentang dunia medis. Pria itu merasa panik dengan keadaan Adelia saat ini. Bagaimana dia harus menjelaskannya kepada Afgan. Putranya masih bermasalah dengan kepalanya karena baru saja menjalani operasi.Dokter itu menggelengkan kepalanya seraya berkata, "tidak usah khawatir. Tidak akan terjadi masalah besar. Hanya pencernaan sedikit terganggu. Dia harus makan makanan yang lembut dan tidak pedas.""Baiklah, Dokter. Lakukanlah yang terbaik untuk menyelamatkan menantuku."Achmed menyerah dan duduk di atas k
"Berikan saja sesuatu yang tidak akan mencurigakan bagi Dokter tidak berguna itu. Memotong usus lalu menyambungnya? Dia mengira Adelia itu ayam ya?"Melinda terkekeh sendiri karena dia juga tidak mengerti tentang dunia medis."Baik, Nyonya Melinda. Jangan lupa, saya sudah mengirim pesan berisi nomor rekening saja," sahut perawat di seberang dengan senyuman culas di wajahnya."Tentu. Besok pagi, mari kita lihat hasil kerjamu terlebih dahulu."Sementara di dalam ruang operasi yang dingin membuat tubuh Adelia terasa membeku.Adelia terbaring, menahan rasa nyeri pada perutnya di atas meja operasi. Di ruang bedah yang dingin dan steril itu, dia merasa tegang, tetapi juga penuh harap. Operasi ini adalah harapan terakhir baginya untuk mengatasi luka yang dilakukan Melinda dan dia ingin memastikan semuanya berjalan lancar agar bisa segera bertemu dengan Afgan kembali.Para dokter dan perawat sibuk mempersiapkan segala sesuatu di sekitarnya, memeriks
Tiba-tiba, matanya bertemu dengan Adelia yang terbaring di meja operasi. Meskipun tidak sadar, wajahnya terlihat tenang dan damai, tanpa sepatah kata pun. Itu adalah pemandangan yang membuai hati nuraninya."Wanita ini sepertinya tidak bersalah," gumamnya dalam hati. Mempertimbangkan apakah dia akan mendapat masalah besar apabila mencoba mencelakai wanita dengan wajah yang terlihat baik itu?Di dalam hatinya, perawat itu terpecah antara tugasnya sebagai profesional medis dan rasa bersalah yang tumbuh di dalamnya. Dia tahu bahwa apa yang dia rencanakan adalah kesalahan besar, tetapi dia tidak tahan melihat Adelia dalam bahaya.Dengan tiba-tiba, perawat itu meletakkan kembali jarum suntik ke atas meja dengan gemetar. Dia tahu dia tidak bisa melanjutkan rencananya. Risiko dan akibat dari tindakannya terlalu besar untuk ditanggung.Para dokter segera menemukan masalah yang menyebabkan tekanan darah Adelia turun dan segera bertindak untuk menyelesaikannya. Set
Adelia ingin tertawa, tetapi perutnya terasa sakit sehingga dia memutuskan tersenyum dan menahan tawanya."Saya beruntung karena mempunyai kalian sebagai keluarga dekat. Oh ya, di mana anak-anak?"Adelia melirik sekitar dan belum melihat bayangan kedua anaknya."Mereka sudah tidur tentunya. Ini juga sudah malam. Besok pagi, Kakek Rafael akan membawa mereka mengunjungimu."Edward menjawab lalu memberikan pelukan kepada Adelia dan berkata, "Saya tidak bohong, mengenai perasaanku, Emily dan kamu adalah kunci mengapa aku merasa bergairah untuk menjalani hidup ini."Adelia menatap Edward dengan mata beningnya lalu ke arah Emily bergantian. "Terima kasih," ucapnya dengan suara kecil."Sudah, jangan mengenggam tangannya terlalu lama atau aku akan menjadi cemburu," kata Emily sambil mengekerucutkan bibirnya.Mereka tertawa bersama, walau Adelia masih berusaha menahan sakit di perutnya.Mereka semua menghabiskan beberapa saat bersama-sa
Emily menoleh ke arah suaminya dengan mata berkaca-kaca. "Benarkah?" tanyanya dengan suara parau."Benar, Sayang. Bukankah kita sudah seperti ini sejak sepuluh tahun yang lalu? Aku terlebih dahulu mencintai Adelia daripada Afgan, tetapi apa pun yang kulakukan, Adelia tetap memilih Afgan. Dan aku, aku memiliki dirimu yang mencintaiku dengan tulus. Bukankah aku seharusnya bersyukur?"Edward mengenggam tangan Emily dengan sebelah tangannya sementara sebelah tangannya lagi memegang kemudi."Percayalah kepadaku, kita akan baik-baik saja bila kamu tetap percaya."Emily menatap Edward dengan mata berkaca-kaca lalu merebahkan kepalanya ke bahu bidang milik suaminya. Bila dia tidak cacat permanen seperti itu, maka dia akan menjadi wanita yang paling bahagia karena bisa memenuhi semua kebutuhan sang suami.Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka menuju ke restoran terdekat.Sementara Melinda sudah berada di rumah baru miliknya bersama dengan Silvia.
"Selamat ulang tahun, Sayang," ucap Afgan seraya mengecup mesra kening istrinya. Adelia terlihat cantik dalam gaun berwarna merah muda, memancarkan pesona yang memikat semua orang yang hadir. Senyumnya yang menawan membuat suasana semakin hangat dan penuh kebahagiaan.Taman yang indah menjadi latar belakang acara tersebut, dihiasi dengan dekorasi menarik yang dipenuhi balon berwarna-warni. Meja-meja penuh dengan hidangan lokal yang menggugah selera.Afgan sengaja mempersiapkan semua makanan khas lokal Indonesia supaya dapat mencerminkan kekayaan budaya dan rasa yang istimewa. Semua tamu yang diundang tampak menikmati setiap momen, tertawa dan berbincang dalam suasana yang meriah.Afgan sengaja memilih suasana taman ini untuk memberikan kesan alami dan romantis. Cahaya lampu hias yang tergantung di antara pepohonan menambah kehangatan malam itu, menciptakan suasana yang sempurna untuk merayakan ulang tahun Adelia."Tempat ini benar-benar indah, Afgan," kat
Nama itu terdengar seperti melodi yang manis di telinganya, dan wajahnya muncul di dalam bayangan gelap di hadapannya.Lima tahun yang lalu, mereka bertemu dalam sebuah acara pesta, di mana keponakannya, Edward, membawa Adelia sebagai pasangan dansa.Adam masih ingat betapa terpesonanya dia saat itu oleh kehadiran Adelia. Wajah dan penampilan wanita itu sangat mirip dengan mendiang istrinya, membuatnya tercengang dan tak bisa berkedip.Adelia, dengan senyum manisnya dan gerakannya yang anggun, menyihirnya dalam sekejap.Dalam kilatan lampu pesta, Adam melihat bayangan istrinya yang telah tiada, dan dia merasakan hatinya tergetar oleh gelombang nostalgia dan kesedihan yang mendalam.Ketika mereka memiliki kesempatan untuk berdansa sebagai pasangan, Adam merasa seperti dia berada di alam semesta yang sama sekali berbeda, di mana waktu berhenti berputar dan kehilangan tidak lagi terasa menyakitkan.Tetapi, seiring malam berakhir, kenyataan kemb
Adam membalas senyuman wanita itu dengan senyuman manis. "Maka aku akan menjadi milikmu."Sekali lagi mereka berciuman dengan penuh gairah. Sarah terhanyut dan merasa tidak berdaya, tetapi dalam ruang kecil hatinya yang tersisa, dia tahu dengan pasti bahwa Adam bukanlah tipe pria yang akan dengan mudah jatuh hati padanya.Dia menyadari bahwa perasaan Adam padanya hanyalah alat yang dimanfaatkannya untuk menyakiti Melinda lebih dalam lagi. Tetapi, meskipun dia sadar akan ini, dia terus menekan perasaannya sendiri, membiarkan dirinya larut dalam penipuan terhadap hatinya.Setiap hari, Sarah merasa semakin terjebak dalam permainan Adam. Dia memberi dirinya alasan bahwa ini adalah cara untuk menjaga Melinda tetap aman, meskipun di lubuk hatinya, dia tahu bahwa ini hanya sebuah pembenaran dari nafsu dan ketakutan akan kehilangan Adam.Saat malam tiba, Adam mengajaknya keluar untuk makan malam romantis, dan Sarah setuju tanpa ragu.Meskipun dia menyadari
Melinda menggelengkan kepala, matanya kosong memandang ke dalam ruangan. "Aku tidak tahu," ucapnya pelan. "Aku merasa seperti semua impianku hancur, seperti tidak ada lagi yang bisa kuinginkan."Sarah merangkulnya lebih erat. "Tetapi, Melinda, kamu masih punya banyak hal di depanmu. Kehidupanmu tidak berakhir di sini."Melinda menatap sahabatnya dengan pandangan yang penuh keraguan. "Tapi bagaimana aku bisa melupakan semua ini? Bagaimana aku bisa mempercayai seseorang lagi setelah ini?""Bagaimana membuktikan kebenaran bahwa aku hanya difitnah oleh Adam? Semua ini adalah jebakannya."Sarah tersenyum lembut. "Kamu mempunyai hak untuk didampingi seorang pengacara hukum, aku akan mengurusnya dan percayalah, tidak semua pria seperti Adam. Semua ini mungkin hanya salah paham."Melinda mengernyitkan alisnya perlahan, mencoba menyerap kata-kata yang diucapkan oleh Sarah. Namun, perjalanan untuk pulih dari luka ini masih terasa sangat jauh baginya dan kebe
Adam tersenyum dengan licik lalu melanjutkan kalimatnya di depan microphone yang sedang dipegang."Yayasan Melinda i-care sudah menipu publik dengan penjualan tiket konser di acara pertandingan baseball ini. Seharusnya saya mendapatkan applause untuk keberhasilan menjebak pelaku yang sudah menipu tiket kalian, bukan?"Perkataan Adam mendapat seru riuh dari para penonton. Mereka merasa keadilan sudah ditegakkan untuk mereka.Dua orang polisi wanita segera menarik dan memasangkan borgol ke tangan Melinda yang disatukan di belakang punggungnya."I-ini tidak benar! Kamu jahat sekali!" seru Melinda sambil berusaha meronta, tetapi dua orang yang memegangnya sangat kuat."Kamu juga melakukan hal yang sama terhadap keluarga Al-Futtaim, Sayang. Adelia adalah seorang wanita yang baik. Bila saya arus memilih, maka saya akan memilih Adelia menjadi istri yang layak menggantikan mendiang istriku karena wanita itu memiliki semua yang tidak kamu miliki."Me
Melinda merenggangkan lehernya, mencoba untuk melihat lebih jelas ke arah panggung yang sedang disiapkan di tengah lapangan.Ia merasa detak jantungnya semakin kencang seiring dengan lama menunggu. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu dengan penuh harap.Adam Offel, telah memberinya petunjuk bahwa hari ini akan menjadi salah satu yang tak terlupakan. Dia ingin memberikan kesempatan kedua kepada pria itu.Dengan gaun pengantin yang indah melilit tubuhnya, Melinda merasa seperti sang ratu yang siap menerima mahkota kebahagiaan. Tetapi, di tengah kerumunan, ia tidak melihat bayangan Adam yang diharapkannya. Ketidakpastian mulai merayap di dalam pikirannya.Melinda duduk di kursi yang sudah disediakan khusus untuknya. Menyaksikan pertandingan dengan perasaan tidak menentu.Tiba-tiba, lampu-lampu sorot mulai menyala, dan kerumunan berbisik-bisik dengan kegembiraan yang menggelora. Melinda merasakan kegelisahan memenuhi dadanya ketika seseorang mel
Setelah sampai di sana, Melinda langsung berpura-pura bertanya, mencari informasi, namun tidak ada yang mengetahui acara lain selain acara baseball yang memang setiap akhir pekan dilaksanakan di sana."Besok yang bertanding adalah group banteng dengan group singa. Apakah Anda ingin membeli tiket?" tanya petugas tanpa mencurigai apa pun.Wajah dan reaksinya datar, bahkan dia malas untuk melihat ke arah orang yang menanyakan tiket."Baik, terima kasih, aku sudah punya tiket masuk," sahut Melinda lalu bergerak keluar meninggalkan gedung.Malam harinya, wanita itu tidak bisa tidur. Sama sekali tidak bisa memberi istirahat kepada matanya yang sudah lelah.Sesekali dia mematut dirinya di depan cermin dengan memegang gaun yang indah.Keesokan harinya, Melinda terbangun dengan mata yang terasa berat di bawah kelopaknya. Goresan-goresan hitam di sekitar matanya menandakan betapa dalamnya tidur yang dia alami."Mama?" Silvia masuk ke kama
Bel pintu berbunyi, membuyarkan lamunannya yang dalam. Melinda menghela napas dalam-dalam, merenggangkan otot-ototnya yang tegang, lalu beranjak menuju pintu dengan langkah gontai. Dia menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuka pintu."Siapa ya yang datang sekarang?" gumamnya pelan.Dengan ragu, ia membuka pintu dan dihadapkan pada seorang pria pengantar paket yang tersenyum ramah di depannya. Paket besar berwarna cokelat muda tergeletak di depan kakinya."Maaf mengganggu, Ma'am. Ini paket untuk Anda," kata pria itu sambil menyodorkan sebuah formulir pengiriman.Melinda mengangguk, mengambil formulir tersebut, dan menandatangani dengan cepat. Pikirannya masih melayang-layang antara rasa penasaran dan kekhawatiran.Pria pengantar itu kemudian menyerahkan paket tersebut kepadanya dengan senyuman hangat sebelum bergegas pergi. Melinda menutup pintu dan kembali ke dalam rumah dengan paket besar yang terasa begitu misterius di tangannya.Dengan hati-hati, ia memb
"Maaf, Nyonya Melinda. Kami hendak memberitahukan bahwa bahan material bangunan yang dipesan atas nama Melinda i-care sudah jatuh tempo. Sejumlah satu Milyar!"Hatinya berdegup kencang. Bagaimana mungkin dia berutang sebanyak itu atas sebuah proyek bangunan?"S-saya tidak pernah memesan apa pun," sahut Melinda dengan suara terputus-putus.Melinda berusaha memeriksa ingatannya, mencari-cari jejak apa pun yang bisa menjelaskan situasi ini, tetapi tidak ada yang muncul. Rasanya seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar."Maaf, saya tidak yakin tentang hutang ini," ucap Melinda dengan suara gemetar, mencoba menutupi kepanikannya."Seseorang bernama Tuan Adam yang mengurus semuanya," sahut penagih hutang dengan nada tajam. "Dan dia menyatakan bahwa Anda bertanggung jawab atas pembayarannya. Bukankah semua material itu dikirim kepada Melinda i-care?"Melinda menelan salivanya yang terasa pahit, merasa seakan-akan dunianya runtuh sek